Mendadak ia menghela napas sedih, dua titik air mata jatuh berlinang membasahi pipinya. Pelan-pelan kelima jari tangan kanannya mulai menari di atas senar harpa dan memetiknya dengan penuh keharuan.
“Criiing…!, Criing…!, Criing…!”
Serentetan bunyi harpa yang merdu bergema memenuhi angkasa. Dengan perasaan yang amat sedih dan berduka, gadis itu memetik harpa membawakan lagu yang memilukan hati iramanya, begitu membuat orang menjadi terpesona.
Dengan sepajang mata melotot besar dan napas tersengkal-sengkal Gak Lam-kun segera berteriak keras, “Nona Ki, cepat kalian mundur dari ruangan ini!”
Ternyata irama harpa yang dimainkan oleh Yo Ping saat itu adalah irama Mi-tin huan hun ci yang merupakan suatu irama sesat tingkat tinggi. Irama harpa semacam itu hanya bisa ditahan oieh Gak Lam-kun seorang. Selain dia, didunia ini boleh dibilang tak seorang manusiapun bisa menahan pengaruh irama itu, kendatipun orang tersebut memiliki tenaga dalam yang amat sempurna
Ketika Yo Ping mulai menempelkan jari tangannya diatas harpanya, See ih sam seng dengan kecepatan yang luar biasa telah mengundurkan diri dari istana tersebut, sedangkan Kwik To dan Han Hu hoa masing-masing melompat kesamping Ki Li-soat serta Ji Kiu-liong dan seorang mengempit satu secepat kilat mangundurkan diri dari tempat itu.
“Bluuuk…! Bluuukk….!”
Benturan keras terjadi. Kwik To, Han Hu hoa, Ki Li-soat dan Ji Kiu-liong bersama sama terjatuh di muka pintu ruangan.
Tiang pek sam him sendiri meski juga tahu akan kelihayan irama harpa itu, tapi mereka tidak menyangka kalau irama harpa dari Yo Ping tersebut sudah mencapai tingkatan yang bisa merenggut nyawa manusia. Lagipula ketiga orang Tiang pek sam him itu menganggap ilmu silat yang dimilikinya sudah mencapai tingkatan yang paling tinggi, maka dalam sangkaannya irama semacam itu tak akan mempengaruhi mereka.
Itulah sebabnya ketika See ih sam seng dan Kwik To sekalian mengundurkan diri dari situ dengan kecepatan tinggi, kawanan pendeta dari Ong kok koan masih tetap tinggal didalam ruangan tersebut.
Yo Ping telah memperoleh jelmaan tenaga dari Ang ih kim cha Gui Bok eng yang masuk ke dalam tubuhnya tanpa ia sadari tenaga dalamnya pun memperoleh tambahan sebesar tenaga dalam yang dimiliki Ang ih kim cha dimasa lalu.
Karenanya, dikala Yo Ping memainkan irama Mi tin huan hunci maka kesempurnaan tenaga dalamnya waktu itu sudah bukan apa-apanya bila dibandingkan ketika Gak Lam-kun mendengarkan permainan irama tersebut untuk pertama kalinya dulu.
Dalam waktu singkat…..
Hampir semua pendeta yang berada didalam ruangan Tiang seng tian sudah berdiri mematung karena terpengaruh oleh permainan harpa Yo Ping yang membawakan irama sedih itu. Mereka semua berdiri tak berkutik dengan wajah pedih dan murung.
Gak Lam-kun duduk bersila diatas tanah sambil mengerahkan hawa sinkangnya untuk menan-dingi pengaruh Mi tin huan hun ci tarsebut. Kemudian dengan memanfaatkan gelombang irama maut itu dia menyalurkan hawa murninya keseluruh badan.
Tak lama kemudian, dia merasakan semua luka dalam yang dideritanya itu sudah sembah kembali seperti sedia kala.
Kepandaian tersebut boleh dibilang merupakan suatu kepandaian Ing po koan keng (gelombang irama menyembuhkan luka) yang aneh, sakti dan luar biasa. Dalam keadaan tanpa sadar tenaga dalam yang dimiliki Gak Lam-kun justru telah meningkat sebagian lebih sempurna.
Terdengar irama harpa tersebut makin lama semakin memedihkan hati, seakan akan dunia sudah kiamat dan semua orang didunia ini sudah mati semua……
Tak lama kemudian dalam ruangan Tiang seng tian sudah diramaikan oleh isak tangis yang memilukan hati, hal mana justru membuat suasana bertambah sedih dan memedihkan sekali.
Ternyata para pendeta yang tenaga dalamnya agak lemah sudah tak mampu mengendalikan diri dari pengaruh irama harpa itu lagi. Suatu perasaan sedih yang aneh tiba-tiba muncul dalam hatinya membuat mereka tak tahan lagi dan menangis tersedu sedu.
Ong kok him cun dan Im Yang him yang semula masih berdiri kaku bagaikan patung, sekarang sudah duduk bersila diatas tanah dan mengerahkan tenaga dalamnya untuk melawan pengaruh irama sesat tersebut.
Malahan See ih sam seng, Kwik To, Han Hu hoa, Ki Li-soat dan Ji Kiu-liong yang berada diluar ruanganpun ikut terpengaruh oleh irama harpa yang amat menyedihkan itu, sehingga lambat laun semakin tak kuasa menahan diri.
Maka mereka serentak melayang mundur lagi sejauh beberapa kaki, tapi ketika dirasakan bahwa irama harpa dari Yo Ping itu masih juga mempengaruhi perasaan mereka, dengan cepat beberapa orang itu mengundurkan diri kembali sejauh beberapa kaki.
Dalam waktu singkat, ruangan Tiang seng tian telah berubah menjadi neraka. Isak tangis, jeritan, lolongan kesedihan membuat suasana di tempat itu sungguh mengenaskan dan memilukan hati orang.
Isak tangis yang makin keras mengikuti alunan irama harpa yang naik turun, menciptakan suatu perpaduan yang aneh.
Waktu itu Yo Ping duduk bersila dihadapan Gak Lam-kun, sepasang matanya yang basah oleh air mata mengawasi wajah pemuda itu tanpa berkedip, sementara kelima jari tangan kanannya memetik senar- senar itu tiada hentinya.
Mendadak Gak Lam-kun membuka matanya lebar-lebar, kemudian katanya sambil menghela napas. “Adik Ping, jangan kau lanjutkan permainan harpamu itu!”
Yo Ping seakan akan tidak mendengar ucapan itu, dia masih melanjutkan permainannya memetik harpi dalam bopongannya.
Pelan-pelan Gak Lam-kun memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu. Apa yang kemudian terlihat olehnya membuat perasaan pemuda itu sangat terperanjat.
Tampak kawanan pendeta yang berada disekeliling ruangan sudah berdiri dengan wajah merah padam dan sepasang mata melelehkan darah, wajah mereka menyeringai amat me-nyeramkan.
Waktu itu, suara isak tangis telah berubah menjadi parau, kemudian dari parau berubah menjadi rendah dan berat.
Lambat laun suara isak tangisnya sudah tidak kedengaran lagi, sebagai gantinya adalah suara raungan yang menyeramkan.
“Bluuk!…. bluuk…. bluuk…..!”
Suara robohnya badan berkumandang susul menyusul…..
Beratus orang pendeta yang berada dalam ruangan Tiang seng tian yang berhasil lolos dari ujung pedang Gak Lam-kun tadi, kini tewas semua dalam keadaan mengerikan dengan panca indera bercucuran darah, nadi beku dan tubuh kaku oleh pengaruh irama Mi tin huan hun ci yang lihay dari Yo Ping.
Angin dingin berhembus lewat, irama harpa masih mengalun lembut di udara.
Ruangan Tiang seng tian yang begitu besar dan lebar kelihatan penuh dengan mayat yang berserakan memenuhi seluruh tanah, bau amisnya darah amat menusuk hidung.
Dari beratus ratus orang yang semula berada dalam ruangan itu, yang masih hidup sekarang tinggal Tiang pek sam him yang berilmu silat paling tinggi tapi wajah mereka pun sudah berubah menjadi pucat pias seperti mayat, napasnya terengah-engah seperti dengusan kerbau.
Terutama sekali Hui thian bu im kim si him yang kutung sepasang tangannya, tenaga dalamnya mengalami kerugian paling besar. Bagaimana mungkin ia bisa mempertahankan diri lagi dari pengaruh gelombang irama yang paling lihay di dunia ini?
Mendadak sepasang matanya terbelalak lebar-lebar. “Uaaaak……..” dia muntah darah segar, tubuhnya gemeter amat keras lalu pelan-pelan bangkit berdiri, tapi kembali tubuhnya sempoyongan, kemudian roboh terkapar ditanah….
Dia berusaha untuk meronta dan duduk kembali, tapi sayang tubuhnya sudah lemah dan tak bertenaga lagi..:..
Mendadak terdengar bentakan keras menggelegar diangkasa….
Im yang him melompat bangun dari atas tanah kemudian secepat sambaran kilat menubruk ke arah Yo Ping.
“Sreeeet…!Sreeet…!” dua kilatan cahaya putih meluncur ke tubuh gadis itu.
Gak Lam-kun merasa amat terperanjat teleh menyaksikan ancaman tersebut, segera teriaknya. “Adik Peng, hati-hati, Pisau terbang.,..”
Dengan mata yang tajam Yo Ping memandang sekejap ke arah senjata rahasia yang meluncur ke arahnya itu, tiada rasa kaget yang melintasi wajahnya. Diapun tidak menghindar atau berkelit, dengan tenangnya gadis itu melanjutkan permainannya pada senar senar harpa tersebut.,.
Gak Lam-kun cakup mengetahui sampai dimanakah kelihayan ilmu silat yang dimiliki Yo Ping. Pemuda itupun tahu bahwa kepandaian sendiri pun masih jauh di bawah kepandaiannya. Ketika dilihatnya gadis itu tetap tenang, disangkanya kedua bilah pisau terbang itu tak akan mencelakainya, maka diapun hanya berdiam diri saja tanpa bermaksud untuk membantunya.
Siapa tahu justru karena Gak Lam-kun diam saja tanpa melakukan sesuatu tindakan, hal ini justru menambah kesalahan paham Yo Ping terhadap dirinya.
Ketika dilihatnya Gak Lam-kun cuma duduk tenang sama disitu tanpa melakukan sesuatu tin-dakan. Yo Ping marasa pedih sekali, tak tahan dia lantas mendongakkan kepalanya dan tertawa seram.
Harpanya segera diayunkan kedepan untuk menyampok jatuh datangnya golok Liu yap to yang meluncur kearahnya itu.
“Criing…..! Criing…..!” kedua bilah golok liu yap to itu segera memapas kutung harpa berikut sebenarnya menjadi empat bagian.
Dengan suara amat pedih Yo Ping berseru. “Gak Lam-kun, kau benar-benar amat keji. Hubungan cinta diantara kita berdua berakhir sampai disini”.
Seusai berkata gadis itu segara membalikkan badan dan berlalu dari situ.
Gak Lam-kun menjadi tertegun setelah mendengar perkataan itu. Dia tak tahu pada bagian yang manakah dia telah menyalahi gadis tersebut.
Ketika Im Yang him menyaksikan Yo Ping hendak pergi meninggalkan tempat ltu, dengan cepat membentak keras, lalu dengan ganas memburu kedepan.
Waktu itu pikiran Nyow Peng sangat kusut. Dadanya penuh berisikan rasa benci dan mendongkol yang luar biasa. Ketika dilihatnya Im Yang him memburu datang, dia lantas tertawa seram, tubuhnya menjelit dan sepasang tangannya segera didorong ke tubuh lawan.
Terdengar dengusan tertahan bergema memecahkan keheningan, tubuh Im yang him yang gemuk itu segera mencelat ke atas langit langit ruangan begitu termakan oleh pukulan yang maha dahsyat tersebut.
“Blaaamm…!” Ketika badannya menubruk diatas langit langit, dengan cepat dia meluncurkan kembali ke tanah.
Begitu mencium tanah tubuhnya yang besar dan gemuk itu terkapar lemas dan tak pernah berkutik kembali.
Perlu diketahui, dalam melancarkan pukulan tersebut, Yo Ping telah menggunakan segenap tenaga dalam yang dimilikinya. Bagaimana mungkin Im yang him bisa tahan menghadapi serangan yang maha dahsyat itu? Seketika itu juga nadi penting didalam tubuhnya putus menjadi beberapa bagian.
Ketika Yo Ping berpaling kembali dilihatnya Gak Lam-kun masih duduk termangu disini. Hal mana semakin menggusarkan hatinya, bahkan hatinya juga menjadi dingin.
Air mata jatuh bercucuran membasahi pipi Yo Ping dengan amat derasnya. Sambil mendepak-depakkan kakinya keatas tanah, dia menutupi wajahnya dengan kedua belah tangan lalu berlari meninggalkan tempat itu.
Ketika Ong kok him cun menyaksikan seluruh karyanya yang dipupuk sepanjang hidup ternyata hancur dan musnah hanya dalam sekejap mata di tangan Yo Ping dan Gak Lam-kun, tak terlukiskan rasa sedih dan gusar yang menyelimuti hatinya waktu itu.
Sewaktu dia melihat Yo Ping membunuh Im yang him tadi, pikirannya sudah mulai menggila. Diiringi suara tertawa anehnya yang ibarat lolongan serigala ditengah malam buta, senjata trisula yang berada ditangannya segera diayunkan ke depan disambit ke tubuh Yo Ping.
Gak Lam-kun yang menyaksikan kejadian itu, bagaikan baru sadar dari impian. Secepat kilat dia menerjang ke muka, pedang Hiat kong kiamnya dengan membentuk selapis cahaya merah yang membara langsung membacok datangnya cahaya hitam tersebut.
“Criiing…! Criiing!”
Serentetan bunyi gemerincing berkumandang memecahkan keheningan.
Seketika itu juga senjata trisula berwarna kuning kehitam-hitaman itu sudah tersambar pedang Hiat kong kiam dari Gak Lam-kun itu dan hancur menjadi puluhan keping.
Tapi ketika kepingan senjata trisula tersebut jatuh ke tanah, mendadak mengepullah gulungan api berwarna hijau yang dengan cepat membakar sekitar tempat itu dengan dahsyatnya. Sementara segulung bau busuk yang sangat memuakkan berhembus dan menyebar ke seluruh ruangan tersebut.
“Sungguh berbahaya” pekik Gak Lam-kun dalam hati kecilnya dengan kaget.
Ternyata senjata trisula dari Ong kok him cun tersebut merupakan sebuah tabung kosong yang berisikan cairan beracun yang segera akan terbakar bila terkena ditubuh manusia.
Apabila tombol rahasia diatas senjata tersebut disentuh, maka cairan beracun itu segera akan menyembur keluar dari lubang pori-pori yang puluhan buah banyaknya itu
Dalam keadaan seperti ini, kendatipun kau memiliki ilmu silat yang lebih lihaypun jangan harap bisa terhindar dari bencana dengan selamat, apalagi dibawah ancaman cairan beracun yang sangat mengerikan itu.
Keadaan Ong kok him cun saat itu sudah menjadi kalap, sambil tertawa seram tubuhnya segera menerjang kedepan dan menubruk ke arah Gak Lam-kun.
Gak Lam-kun yang menyaksikan tubrukan musuhnya sangat ganas dan buas, dia kuatir dalam tubuh Ong kok him cun masih menyimpan makhluk atau benda beracun lainnya, maka dengan suara menggelegar dia lantas membentak keras.
Pedang Hiat-kong kiam ditangan kanannya langsung disambit ke tubuh Ong kok him cun, sementara telapak tangan kirinya diayunkan ke depan melancarkan sebuah pukulan dahsyat yang bertenaga besar.
Semua gerak serangannya itu dilakukan dengan kecepatan yang luar biasa sekali.
Terlihat cahaya merah darah yang amat menyilaukan mata berkelebat lewat, pedang Hiat kong kiam tersebut tahu-tahu sudah menembusi dada Ong kok him cun dan melemparkan tubuhnya sejauh tujuh delapan kaki kebelakang dan akhirnya menancap diatas sebuah tiang.
Ong kok him cuo benar-benar sangat tangguh dan buas. Sekalipun dadanya telah ditembusi pedang kemudian termakan juga oleh pukulan dahsyat yang melemparkan tubuhnya sejauh itu, dia masih belum mau menyerah dengan begitu saja.
Tampak sepasang matanya meloto sangat besar darah kental bercucuran membasahi ujung bibirnya, dengan wajah bengis dan menyeringai mengerikan, pelan-pelan dia maju kedepan menyongsong diri Gak Lam-kun yang sementara itu sudah berdiri dengan kesiap siagaan penuh.
Menyaksikan keadaan musuhnya yang begitu tanggguh, Gak Lam-kun berkerut kening, himpunan tenaga sakti Tok liong ci jiau yang dimilikinya segera disalurkan semua ke dalam telapak tangan kanannya. Kemudian kelima jari tangannya dipentangkan lebar-lebar lima gulungan desingan angin serangan yang maha dahsyat segera meluncur ke depan.
“Sreet….! Sreeet*….!”
Perut dan lambung Ong kak him cun kembali muncul lima buah lobang kecil yang amat dalam darah segar dengan cepat berhamburan keluar bagaikan pancuran.
Sekarang, sekujur badan Ong kok him cun sudah bermandikan darah segar, tubuhnya berhenti sejenak sambil menahan sakit, tapi kemudian maju kembali sejauh tiga langkah sebelum akhirnya tak sanggup menahan diri dan roboh binasa.
Begitulah nasib dari seorang gembong iblis dari luar perbatasan sudah banyak tahun menjagoi dunia persilatan, akhirnya dia harus mengakhiri riwayat hidupnya dalam keadaan yang sangat mengerikan.
Gak Lam-kun menghela napas panjang, dari atas tiang dia meloloskah pedang Hiat kong kiam miliknya kemudian pelan-pelan berjalan keluar dari ruangan tersebut.
Terlihat olehnya Ki Li-soat sedang membopong tubuh Ji Kiu-liong berdiri disamping Jit poh toan hun Kwik To dan Han Hu hoa, sedangkan Yo Ping dan See ih sam seng entah sudah kemana perginya.
Api berwarna hijau dalam ruangan Tiang seng tian tersebut berkobar semakin besar, kini makin lama menjalar semakin meluas, dalam sekejap mata kobaran api tersebut sudah menjilat seluruh bagian gedang tersebut dan membakarnya dengan sangat hebat.
Paras maka Gak Lam-kun sama sekali tiada berperasaan, kepada Han Hu hoa tanyanya, “Nona Han, hanya kalian berdua yang tertangkap?’
“Ilmu silat Bun cu kami sangat lihay, aku pikir tak mungkin dia bisa tertangkap!” sahut Han Hu hoa,
Mendadak terdengar suara dari Ji Kiu-liong berseru agak gemetar, “Gak toako, enciku…. dia tentu sudah bunuh diri…”
“Apa..!?” teriak Gak Lam-kun dengan sangat terkejut. “dia telah bunuh diri? darimana kau bisa tahu?”
Mendadak Ji Kin liong meronta dari pelukan Ki Li-soat, kemudian sambil menangis tersedu-sedu, katanya, “Ketika itu luka yang diderita cici sangat parah. Aku mengira dia pasti sudah ditangkap dan ditawan ke kuil Ong kok koan, tapi sekarang, kenyataannya dia tidak tertangkap, ini berarti dia pasti sudah bunuh diri….”
Ki Li-soat menghela napas sedih, tanyanya secara tiba tiba, “Adik Liong, kenapa encimu harus bunuh diri?”
Mendapat pertanyaan tersebut, Ji Kiu-liong menjadi tergetar keras perasaannya. Dia menjadi teringat kembali akan pesan encinya teringat bahwa dendam pribadi mereka jangan diketahui oleh Gak Lam-kun sebab kalau tidak maka keponakannya yang amat dikasihani itu selain akan kehilangan ibunya, juga akan kehilangan ayahnya, maka dia tentu akan lebih kesepian lagi….
Terbayang sampai kesitu, tanpa terasa, Ji Kiu-liong berusaha keras untuk mengendalikan perasaan sedih yang mencekam perasaannya waktu itu, katanya, “Aku tak tahu apa alasannya, aku hanya berkata menuruti dugaanku sendiri…..”
Gak Lam-kun yang mendengar jawaban tersebut segera berkerut kening, ia tahu dibalik kesemuanya itu sudah pasti terdapat alasan lain yang jauh lebih besar lagi. Kalau tidak, tak mungkin Ji Cin-peng akan meninggalkan dirinya tanpa alasan sehingga suami istri tak bisa hidup bersama, melainkan harus hidup tercerai berai mengambil jalannya masing masing.
Mungkin alasan tersebut diketahui oleh Ji Kiu-liong, cuma saja dia enggan untuk mengatakannya.
Berpikir sampai disita Gak Lam-kun segera mengalihkan sorot matanya yang tajam itu ke atas wajahnya, kemudian setelah menghela napas panjang katanya. “Adik Liong, dapatkah kau menerangkan apa alasan dari encimu sehingga enggan berjumpa denganku?”
“Alasan apa, aku tidak tahu…” seru Ji Kiu-liong sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.
Gak Lam-kun kembali menghela napas panjang. “Aaai… Semenjak aku Gak Lam-kun berjumpa dengan encimu, berkat cinta kasih encimu itu kami dapat berpadu bersama dengan rukun dan damai, dalam setahun yang amat pendek itu, aku yakin tak pernah melakukan suatu perbuatan yang menyalahi encimu, tapi apa sebabnya encimu malah pergi meninggalkan aku? Seandainya dahulu aku Gak Lam-kun telah melakukan suatu kesalahan, semestinya ia mau mengutarakannya secara berterus terang, asal aku memang salah, sekali pun harus mati aku juga tidak menyesal.”
Ji Kiu-liong yang mendengarkan perkataan itu segera merasakan peluh dingin membasahi seluruh badannya, masih untung dia tidak mengatakan apa apa. kalau tidak akibatnya sungguh tak bisa dibayangkan dengan kata kata. “Aaaai..! Demi keselamatan Keponakanku, bagaimanapun jugit aku harus berusaha keras untuk menyimpan rahasia dari enciku itu”
Berpikir sampai disini, tiba tiba Ji Kiu-liong berkata, “Gak toako, aku mempunyai satu cara untuk bisa menentukan apakah enci masih hidup didunia ini atau tidak”
“Apakah caramu itu?”
“Sekarang, mari kita berangkat bersama menuju ke Lam Bay. Seandainya keponakanku sudah tidak berada ditempat tinggalnya Lam-hay sinni lagi, itu membuktikan kalau enciku masih hidup didunia ini. Sebaliknya jika keponakanku itu masih berada di tempat Lam-hay sinni, maka berarti enciku lebih banyak bahayanya daripada tidak….”
Mendengar perkataan itu, diam diam Gak Lam-kun memuji akan, kecerdikan dari Ji Kiu-liong. Haruslah diketahui seseorang tentu saja akan mencintai sekali putranya sendiri. Apalagi kalau dia adalah ibunya, sudah barang tentu rasa cintanya kepada anak jauh melebihi cintanya kepada apapun juga.
Seandainya Ji Cin peng masih hidup di dunia ini, maka dia tak akan meninggalkah putranya dengan begitu saja sambil membiarkan putranya menderita.
Gak Lam-kun lantas manggut manggut, katanya kemudian, “Baiklah, aku juga sudah seharusnya pergi menengok dia. Aaai….. sungguh menyesal sekali, aku sungguh tidak tahu kalau adik Pang telah melahirkan seorang untukku!”
Ketika berbicara sampai kesitu, selapis cahaya terang segera memancar keluar dari wajah Gak Lam-kun, itulah cahaya kegirangan yang luar biasa.
Yaaa, sesungguhnya lelaki mana yang tidak bergirang hati dikala mengetahui ia berputra? Sekalipun pikiran dan perasaannya ketika itu sedang kalut dan risau, tak urung semua kerisauan dan kemurungan itu tersingkirkan juga untuk sementara waktu oleh berita kegirangan tersebut.
Mendadak Jit poh toan hun Kwik To berseru dengan suara lantang, “Gak Lam-kun, dendam kesumat diantara kita berdua juga harus segera diselesaikan sekalipun lohu percaya bahwa kepandaian silatku bukan tandinganmu, tapi asal bisa diselesaikan secara adil, sekalipun harus mati, lohu juga lidak akan menyesal”
Ketika mendengar ucapan tersebut, dengan air mata bercucuran Han Hu hoa sedang menatap wajah Kwik To lekat-lekat. Bibirnya seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi kemudian diurungkan.
Jit poh toan hun Kwik To tertawa pedih, katanya, “Nona Han, harap kau sudi memandang pada hubungan kita selama belasan tahun untuk menguburkan jenasah lohu bila sudah mati nanti. Budi kebaikanmu itu pasti akan ku balas dalam penitisan yang akan datang”.
Han Hu hoa segera mengalihkan kembali sinar matanya ke wajah Gak Lam-kun. itulah suatu pandangan yang memohon belas kasihan, suatu permohonan yang tulus.
Mendadak Jit poh toan hon Kwik To mendonggakkan kepalanya dan tertawa seram. “Haa… haa… haa… Hati seorang lelaki sejati, sekalipun golok dan pedang dipasangkan diatas tengkuk, sampai matipun tak akan menyerah. Nona Han, apakah kau senang melihat aku menjadi seorang lelaki yang takut mampus dan pengecut?”
Semua kejadian, yang berlangsung didepan matanya itu dapat dilihat oleh Gak Lam-kun dengan jelas. Meski demikian paras muka Gak Lam-kun masih tetap amat dingin, kaku, keji dan tak berperasaan.
“Kwik To!” katanya dengan ketus, “Aku cukup mengetahui karaktermu. Seorang ingin mati, dia juga harus mati sebagai seorang enghiong. Baik, sekarang juga aku akan memenuhi keinginanmu itu”
Mendadak Ki Li-soat maju kedepan sembari berseru, “Gak siangkong kau….”
“Persoalan ini adalah persoalan dendam pribadi kami berdua” tukas Gak Lam-kun dingin ”A-ku minta nona bersedia untuk mundur dulu ke samping sana. Dendam sakit hati guruku lebih dalam dari samudra. Bagaimanapun juga dendam ini harus dibalas”.
Ki Li-soat yang mendengar ucapan tersebut, segera merasakan tubuhnya gemetar keras serunya lagi, “Gak siangkong, sekeji itukah hatimu? Tidak adalah belas kasihan barang sedikitpun juga dalam hatimu? Apakah semua dendam kesumat hanya bisa diselesaikan dengan darah saja? Daripada membunuh, bukankah lebih baik disadarkan? Apakah kau benar-benar hendak membunuh seseorang yang sudah bertobat dan kini sudah banyak melakukan kebajikan bagi umat persilatan. Hayo katakan…. hayo cepat katakan”
Paras muka Gak Lam-kun masih tetap sedingin salju, tak sepatah katapun yang diucapkan.
Mendadak dia melolos pedang Hiat kong kiam dari sarungnya, kemudian dengan dingin ber-kata. “Kwik To andaikata kau sanggup menerima tiga buah seranganku, maka semua dendam sakit hati kita akan kuhapus sampai disini saja’“
Setelah ucapan tersebut diutarakan, Han hu-hoa dan Ki Li-soat segera tersenyum kembali, mereka beranggapan selihay lihaynya ketiga buah serangan pedang dari Gak Lam-kun tersebut, dengan kepandaian silat Kwik To yang lihay mungkin saja masih bisa menahannya.
Sementara itu Jit poh toan hun Kwik To yang mendengar perkataan itu menjadi teramat gusar, serunya. “Gak Lam-kun sekalipun aku Kwik To tidak becus, tapi aku tak bisa cuma menerima ketiga buah seranganmu itu saja”
Gak Lam-kun segera tertawa dingin. “Hee… hee… hee… meski hanya tiga jurus serangan belaka, aku rasa dalam dunia persilatan dewasa ini mungkin belum banyak yang sanggup menyambutnya dengan selamat. Aku cukup menghormati kedudukanmu dalam dunia persilatan, siapa tahu hanya cukup menggunakan satu jurus serangan saja aku sudah dapat membereskan nyawamu?”
Jit poh toan hun Kwik To semakin naik pitam setelah memdengar ucapan tersebut katanya, “Seandainya aku mampus diujung ketiga buah serangan itu, dalam penitisan yang akan datang aku pasti akan menjadi kerbau atau kuda, untuk membalas budimu itu”
Gak Lam-kun segera tertawa dingin, “Hee… hee… hee… Kalau memang begitu, cobalah saja sendiri!”’
“Baik, lohu akan mempergunakan sepasang tanganku ini untuk menyambut ketiga buah seranganmu itu”
Gak Lam-kun memang tahu kalau orang ini selamanya bertarung melawan musuh-musuhnya dengan tangan koiong, maka serunya kemudian, ““Jurus pertama, Hiat cian ngopoh (darah berceceran lima langkah)…..!”
Baru selesai dia berseru, pedang Hiat kong kiam di tangan Gak Lam-kun telah digetarkan pelan. Diiringi suara dentingan yang amat nyaring, ujung pedangnya itu segera menciptakan bertitik-titik cahaya merah yang segera mengurung seluruh badan Kwik To dengan rapatnya.
Terkesiap sekali Jit pon toan hun Kwik To setelah menyaksikan datangnya ancaman yang maha dahsyat tersebut. Ia merasakan enam depa disekeliling tubuhnya seakan akan muncul bertitik-titik cahaya merah darah yang menyilaukan mata, membuat orang tak sanggup untuk menentukan dari arah manakah serangan tersebut sesungguhnya akan tiba.
Bila ingin menghindarkan diri dari ancaman tersebut, maka satu satunya jalan adalah melompat mundur kebelakang.
Berpikir demikian, dengan jurus To hau lei hi (Ikan leihi berlompatan) secepat kilat dia melompat mundur sejauh tujuh jengkal dari posisi semula.
Siapa tahu ketika ia mendongakkan kembali kepalanya, tampaklah dua titik cahaya pedang dari Gak Lam-kun itu masih meluncur tiba dengan kecepatan tinggi.
Kwik To menjadi terperanjat sekali, kembali ia menggunakan gerakan ikan leihi melentik mundur melompat mundur sejauh tujuh jengkal lagi ke belakang
Akan tetapi, cahaya pedang dari Gak Lam-kun itu malah semakin mendekati alis matanya.
Sekarang Kwik To baru yakin bahwa dia tak akan mampu untuk menyambut ketiga buah serangan musuhnya, bahkan bagaimana cara Gak Lam-kun melancarkan serangan tersebut dan bagaimana cara pemecahannya pun tidak diketahui olehnya, terpaksa tubuhnya mundur lagi sejauh tiga langkah ke belakang-
Mendadak cahaya pedang menjadi hilang lenyap tak berbekas….
Kwik To merasakan pelipis kirinya terasa sakit dan basah, ketika diseka ternyata darah telah bercucuran dengan derasnya dari tempat itu.
Terlihat Gak Lam-kun sudah berdiri sejauh tujuh kaki dari tempat semula, ketika itu malah dia sedang tersenyum sambil berkata, Kwik To, kau telah menerima sebuah seranganku, dan sekarang sambutlah lagi jurus seranganku yang kedua, Sip poh hiat-kang (sepuluh langkah cahaya darah)…..!”
Begitu selesai berkata, tampak Gak Lam-kun bersatu dengan pedangnya, kemudian terlihat serentetan cahaya merah meluncur ke tubuh Kwik To segera mendongakkan kepalanya dan tertawa sedih, serunya, “Gak Lam-kun silahkan kaupun mencicipi sebutir Sip poh mi hun wan (sepuluh langkah pil pemabuk nyawa) milikku ini!”
ooOOOoo
DI TENGAH suatu bentakan nyaring, jari tengah dan telunjuk Kwik To secara tiba tiba menyentilkan sebutir pil berwarna kuning.
“Blaaamm….!”
Ketika pU berwarna kuning ltu meluncur ke tengah udara, mendadak meledak dan mengeluarkan segulung asap kuning yang tebal sekali. Dalam waktu singkat kabut berwarna kuning itu segera menyebar ke empat penjuru.
Ddiam waktu singkat, kabut berwarna kuning itu telah memisahkan kedua orang itu menjadi dua bagian.
Gak Lam-kun segera tertawa terbahak-bahak, sepasang kakinya segera menjejak tanah dan melompat sejauh tujuh kaki ke tengah udara, kemudian sesudah berjumpalitan beberapa kali. dia melayang turun kembali ke atas tanah sembari katanya, “Ooooh….. Tangguh lihay sekali pil Sip poh mi hun wan mu itu. Tiga buah seraagan dan aku orang she Gak juga telah selesai dilancarkan…..!”
“Masih ada sejurus!” seru Kwik To dengan wajah membesi
“Barusan sebenarnya aku bersiap-siap hendak menggunakan jurus Sip poh hiat kong uutuk memaksamu menghindarkan diri, kemudian dengan menggunakan jurus Hong bwee liu yan (kobaran api menimbulkan asap) untuk melukaimu. Siapa tahu jurus Sip poh hiat kong tersebut berhasil kau patahkan, otomatis jurus Hongbawe liu yan tersebut pun tak bisa kugunakan lagi. Kini ketiga jarus seranganku sudah lewat, janji dari aku orang Gak Lam-kun juga tak pernah diingkari. Maka sejak sekarang dendam kesumat diantara kita berdua sudah terhapus sama sekali”
Mendadak Jit poh toan hun Kwik To menutup wajah sendiri dan menangis tersedu-sedu katanya, “Sepanjang hidup aku Kwik To sudah terlalu banyak melakukan kejahatan, aku mengira jiwaku tak akan lolos dari pembalasan dendam, sungguh tak kusangka kau Gak Lam-kun justru sengaja membiarkan aku hidup terus di dunia ini, agar jiwaku menderita dan tersiksa terus sepanjang masa”
Dengan wajah serius dan bersungguh-sungguh Gak Lam-kun segera berkata lantang, “Siapa bilang aku Gak Lam-kun tak ingin membunuhmu? Apa dayaku jika kemampuan ku tak sanggup untuk memenuhi keinginan tersebut?”
Kwik To segera berhenti menangis, kemudian katanya, “Apakah kau bukan sedang mengampuni jiwaku? Kau kira aku tak tahu kalau kau ingin merenggut nyawaku semenjak pada jurus yang pertama tadi, sebenarnya dengan menggunakan kepandaian siiat yang kau miliki, sambil menahan napas juga masih sanggup menembusi lapisan kabut untuk melancar-kan serangan yang kedua, tapi kau lagi-lagi membatalkan serangan tersebut”
“Kwik To!”’ ujar Gak Lam-kun sambil mengbela napas sedih, “Aku Gak Lam-kun sudah terlalu banyak membunuh orang. Sepasang tanganku sudah penuh bernoda darah apakah kau menginginkan aku mendapat dosa yang lebih besar lagi?”
Tiba tiba Jlt poh toan hun Kwik To mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak dengan amat nyaringnya. “Haa… haa… haa… inilah rejeki bagi umat persilatan. Bila Gak Lote mau mengurangi keganasan dan kekejianmu terhadap umat persilatan, tanpa sadar kau pun telah memikirkan juga kesejahteraan serta kehidupan dari umat persilatan di dunia ini. Atas kesedianmu itu, harap terimalah tiga buah sembah sujud dari aku orang she Kwik!”
Selesai berkata, Kwik To benar-benar menjatuhkan diri berlutut diatas tanah dan menyembah kepada Gak Lam-kun.
Tapi dengan suatu gerakkan yang sanget cepat Gak Lam-kun berkelit ke samping untuk menghindarkan diri, kemudian sambil melompat mundur sejauh tiga kaki, katanya, “Kwik To, dengan dasar apakah aku orang she Gak harus menerima sembah sujudmu itu?”
“Gak Lam-kun” kata Jit poh toan hun Kwik To dengan wajah sedih, “Benarkah kau masih akan membunuhi orang secara keji?’
“Aku tahu bahwa kau telah bisa menahan nafsu membunuhmu dan banyak berbuat salah dan kebajikan” kata Gak Lam-kun dengan suara dalam. “Oleh sebab itu aku Orang she Gak juga telah merubah pendirianku. Tapi diantara beberapa orang musuh besar yang membunuh ayahku, ada berapa orangkah yang bisa mengikuti jejakmu itu?
Buat agama Buddha. membunuh secara keji tentu saja merupakan suatu pantangan yang amat besar. Tapi kalau membiarkan manusia durjana dan manusia laknat hidup di dunia ini hanya untuk membuat kejahatan saja, bukankah hal ini justru akan mengakibatkan banyak korban dan kejahatan yang akan dialami umat manusia akibat dari ulah mereka?
Sejak mulai sekarang, tentu saja aku Gak Lam-kun tak akan sembarangan membunuh orang. Akan tetapi terhadap manusia keji yang sudah terlalu banyak melakukan kejahatan, aku tetap akan membunuhnya tanpa mengenal ampun”
Mendengar perkataan tersebut, Jit poh toan hun Kwik To segera menghela napas panjang. “Aaaai. Semoga saja Gak lote bersedia mengurangi napsu membunuh itu serta banyak melakukan kebajikan bagi umat manusia”.
“Sekarang jejak Buncu belum diketahui. Lohu dan nona Han akan berangkat selangkah lebih duluan, akan kujelajahi seluruh dunia untuk menemukannya”.
Gak Lam-kun manggut-manggut. “Bila kalian berhasil mengetahui jejaknya tolong pergilah ke tebing Pek im gay di bukit Thian ciong san untuk mengabarkan kepadaku!”
“Apakah kau berencana untuk tinggal sepanjang masa di tebing Pek im gay diatas bukit Thian ciong san?” kata Han Hu hoa sambil tertawa manis.
Gak Lam-kun turut tersenyum. “Pek im gay adalah suatu tempat yang di liputi awan putih yang tebal, pepohonan nan hijau, air terjun yang sungguh indah dan berkawan dengan burung burung bangau. Siapakah yang tak ingin berdiam ditempat yang indah sekali pemandangan alamnya itu?”
“Gak Lote, aku dan nona Han akan berangkat lebih dulu, semoga kalian baik baik menjaga diri”, seru Kwik To lantang.
Sehabis berkata, dibawah sinar fajar yang memancar keempat penjuru, berangkatlah dua orang itu menuruni Ong kok koan.
Perasaan Ki Li-soat yang paling sedih dan pedih, kosong melompong serasa tak berisi apa-apa. Dia tahu saat perpisahannya dengan pemuda itu sudah makin dekat.
Pelan pelan Gak Lam-kun membalikkan tubuhnya, kemudian panggilnya dangan suara lirih. “Nona Ki, terima kasih banyak….”
Ki Li-soat menghela napas sedih, tukasnya. “Gak siangkong aku tak akan menyusahkan dirimu, harap kau tak usah kuatir”
Sekali lagi Gak Lam-kun menghela napas, katanya kemudian. “Setelah ini nona akan pergi kemana?”
“Dunia begini luas kemana aku harus pergi, aku sendiripun tak tahu”
Gak Lam-kun termenung sebentar kemudian katanya pula. “Aaaai…. kalau memang kita sama-sama tanpa tujuan bila nona Ki tidak menolak, bagaimana kalau kita berpesiar bersama keatas bukit Pek im gay digunung Thian ciong san”
Mendengar ucapan tersebut, Ki Li-soat merasakan hatinya bergetar keras, tanyanya dengan lirih, “Gak siangkong, kau……”
Gak Lam-kun menghela napas panjang, katanya “Cin peng lenyap tak berbekas, andaikata aku pergi ke Lam-hay untuk menjemput anakku, aku pun tak tahu bagaimana harus merawatnya!’
“Bagaimana dengan Yo Ping?”, tanya Ki Li-soat.
“Yo Ping orangnya dengki dan besar cemburunya, aku takut terjadi hal-hal yang tidak di-inginkan”
“Baiklah!” kata Ki Li-soat kemudian sambil mengangguk. “Aku akan membantumu untuk menemukan Cing-peng lebih dulu. Bila tiada khabar beritanya, akan kususul kau diatas tebing Pek im gay dibukit Thian ciong san. Nah kita berpisah sampai disini dulu”
Seusai berkata, tanpa berpaling lagi Ki Li-soat segera berangkat menuruni bukit itu.
Dengan termangu-mangu Gak Lam-kun mengawasi wajah Ji Kiu-liong tampak olehnya paras muka bocah itu pucat pias seperti mayat, tampaknya cukup parah luka yang dideritanya.
Setelah menghela napas dia lantas membopong bocah itu sambil katanya dengan lembut. “Adik Liong, mari kita turuni dulu bukit ini. Setelah mencari tempat yang aman baru akan ku obati lukamu itu”
“Gak toako, lukaku tidak seberapa, lebih baik kita berangkat ke Lam-hay sekarang juga” seru Ji Kiu-liong sambil menggigit bibirnya kencang-kencang
Gak Lam-kun segera membopong bocah itu dan menuruni bukit terjal tersebut. Sambil melakukan perjalanan katanya. “Adik Liong, jarak dari sini menuju ke Lam-hay jauh sekali, belum tentu kita bisa mencapainya dalam beberapa hari saja”
“Oooh Gak toako” keluh Ji Kiu-liong dengan sedia, “beritahu kepadaku secara teras terang sesungguhnya cintakah kau kepada enciku?”
“Bocah bodoh, apakah kau tidak tahu perasaan toakomu?”
“Aku tahu toako sangat mencintai cici, tapi toako tak boleh mencintainya sampai mengorban-kan jiwa sendiri”
Mendengar ucapan tersebut Gak Lam-kun merasakan hatinya bergetar keras serunya kemudian, “Adik Liong, apa maksudmu?”
Dengan sedih Ji Kiu-liong berkata. “Toako! Tadi kau menjanjikan kepada nona Ki agar naik ke tebing Pek im gay digunung Thian ciong san. Aku tahu kau hendak menitipkan keponakanku itu kepada nona Ki, kemudian kau akan menyusul encimu untuk berpulang ke alam baka”
Mendengar perkataan itu, diam diam Gak Lam-kun memuji juga kecerdasan dari Ji Kiu-liong ini, tak disangka olehnya kalau perasaan hatinya dapat diketahui juga olehnya.
Untuk beberapa saat lamanya, si anak muda itu menjadi terbungkam dalam seribu bahasa.
Setelah hening untuk beberapa saat lamanya, kembali Ji Kiu-liong berkata. “Toako, kumohon kepadamu janganlah berbuat begitu. Bila cici sudah tiada dan toako juga akan pergi meninggalkan aku, maka aku akan hidup sebatang kara tanpa sanak tanpa saudara didunia ini. Yang akan kuterima selanjutnya hanya penderitaan sepanjang masa, aku tak mau hidup sengsara semacam itu maka akupun tak ingin hidup seorang diri lagi di dunia ini”
“Adik liong!” kata Gak Lam-kun dengan suara dalam, “Dari keluarga Ji kalian tinggal kau seorang yang akan meneruskan keturunan, mana boleh kau berpendapat demikian?”
Tiba tiba Ji Kiu-liong menangis tersedu sedu. “Oooh.. toako kau tak boleh mati, kumohon kepadamu janganlah mati…. Sekarang keponakanku sudah tak beribu, dia tak boleh kehilangan ayahnya pula. Kau harus memikirkan juga masa depan keponakanku itun….”
Diam diam Gak Lam-kun merasa girang setelah mendengar ucapan tersebut, sebab dari perkataan itu dapat diketahui betapa dalamnya dia memperhatikan putranya itu.
Maka dengan suara lembut Gak Lam-kun menghibur. “Adik Liong, tak usah menangis, lagi. Enci mu toh beium tentu sudah mati. Dan aku juga belum tentu mengambil keputusan untuk mati. Adik Liong… beritahu kepadaku sekarang, pernahkah kau bertemu dengan keponakanmu itu”
“Seperti juga toako, aku belum pernah bertemu dengannya, tapi aku rasa dia pasti me-nyenangkan sekali”
Sinar matahari sudah melewati bukit yang tinggi dan menyinari seluruh jagad. Cahaya keemas-emasan yang lembut menerangi seluruh jagad, tampak disebelah kiri bukit terdapat sebuah hutan pohon siong yang rimbun dengan rumput yang tebal bagaikan permadani.
Gak Lam-kun memandang sekejap hutan pohon siong itu, lalu katanya, “Adik Liong, mari kuobati lukamu itu di sana saja”
Maka Gak Lam-kun dan Ji Kiu-liong berdiam sehari lagi disitu, kemudian baru melanjutkan perjalanannya menuju ke Lam-hay.
oooOOOooo
Di tengah sebuah jalan raya terdengar bunyi derap kaki kuda yang ramai, kemudian muncullah dua ekor. Kuda yang dilarikan cepat tidak pula lambat, kedua orang penunggangnya melarikan kuda itu bersanding.
Mereka adalah seorang pemuda tampan berbaju hijau dan seorang bocah berbaju putih.
Sekalipun tubuhnya penuh berdebu, namun tidak menutupi ketampanan serta kegagahan mereka.
Siapakah kedua orang itu?
Mereka tak lain adalah Gak Lam-kun serta Ji Kiu-liong.
Setelah melakukan perjalanan hampir dua puluh harian lebih, sampailah mereka di Hoa tiong.
Tiba-tiba Ji Kin liong memecahkan keheningan yang mencekam sekeliling empat itu katanya, “Gak toako, agaknya dibelakang kita ada orarg yang mengintil terus. Mungkin malam nanti ada suatu peristiwa?”
Gak Lam-kun segera tertawa hambar, katanya, “Adik Liong, sekarang kau baru merasakannya? padahal mereka sudah beberapa hari menguntit terus dibelakang kita”
“Toako, tahukah kau siapa mereka itu?”.
Gak Lam-kun segera menggelengkan kepalanya berulang kali. “Entahlah, cuma beberapa orang itu sangat cerdik, cekatan dan licik, jelas bukan manusia sembarangan. Sampai sekarang mereka belum juga turun tangan, mungkin alasannya karena orang-orang mereka belum datang semua, atau mungkin juga belum mengetahui keadaan kita yang sebenarnya’“
“Tapi kita toh tidak membawa apa apa. Emas juga tidak, mestika juga tidak. Aku pikir mereka pasti bukan kawanan pencoleng biasa bukan?”
“Yaa, mungkin saja mereka sengaja datang untuk membuat perhitungan dengan kita”
“Nama besar Gak toako sudah menggetarkan seluruh dunia persilatan, siapakah yang mencari gara gara dengan kita?”
Paras muka Gak Lam-kun berubah menjadi amat serius, katanya, “Yang bermaksud baik tak akan datang, yang datang tak akan bermaksud baik. Tentu saja kita tak akan takut kepada mereka, tapi sedikit banyak kita harus berjaga-jaga terhadap permainan busuk mereka, maka dalam hal makan minum dan tidur, kau musti lebih berhati-hati lagi”
Mendadak dari balik hutan bunga tho ditepi jalan berkumandang suara tertawa dingin yang merdu, menyusul seorang berseru, “Kau tahu selama tujuh delapan hari ini kau sudah mampus puluhan kali….?”
Gak Lam-kun berkerut kening, dengan cepat dia melompat ke udara dan langsung menerjang ke arah mana berasalnya suara itu.
Gerak tubuhnya ini dilakukan dengan kecepatan yang luar biasa sekali. Baru saja orang itu berkumandang, Gak Lam-kun telah menerjang ke sana.
Tapi, ketika Gak Lam-kun mencapai tempat sasaran dan memeriksa sekeliling tempat itu dengan seksama, tampaklah belasan kaki disekeliling hutan bunga tho itu tak nampak sesosok bayangan manusia pun.
Kali ini Gak Lam kan baru merasa terkejut sekali, dia tidak menyangka kalau orang itu memi-liki gerakan tubuh yang demikian cepatnya, sehingga sergapan yang dilakukan sendiripun tidak berhasil menemukan jejaknya. Dari sini dapat diketahui bahwa ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang itu sudah jelas satu tingkat berada diatasnya.
Padahal dalam dunia persilatan dewasa ini, ada berapa orangkah yang memiliki ilmu meringankan tubuh jauh diatasnya?
Bukan berarti Gak Lam-kun menyombongkan diri tapi kenyataannya memang tidak banyak jago persilatan dalam dunia persilatan dewasa ini yang memiliki ilmu meringankan tubuh jauh lebih hebat daripada kepandaiannya.
Dengan sorot sinar mata yang tajam Gak Lam-kun melakukan pemeriksaannya lagi disekeliling tempat itu, namun belum ada juga sesuatu hasil yang ditemukan.
Mendadak dari arah jalan raya berkumandang suara derap kaki kuda yang dilarikan amat ken-cang.
Tanpa berpikir panjang lagi, Gak Lam-kun segera melompat keluar dari balik hutan bunga tho.
Tampak seekor kuda putih sedang berlarian lewat dari sisi tubuh Ji Kiu-liong dengan kecepat-an tinggi. Ketika Gak Lam-kun sudah melayang turun di tengah jalan raya, kuda itu bagaikan sepulung angin puyuh sudah menyambar lewat sejauh tiga empat puluh kaki dari tempat semula dengan kecepatan tinggi.
Buru-buru Gak Lam-kun menghampiri Ji Kiu-liong, tampak bocah itu sedang duduk termangu-mangu diatas kudanya. Sementara diatas bahu kanannya tampak selembar kertas menempel disitu.
Gak Lam-kun merasa terkejut sekali, dengan cepat dia memeriksa keadaan bocah itu ternyata jalan darah Cian cing hiat dibahu kanan Ji Kiu-liong sudah ditempeli oleh selembar kertas. Karena pancaran tenaga dalamnya yang kuat, menyebabkan jalan darahnya turut tertotok pula.
Menyaksikan kejadian paras muka Gak Lam-kun berubah hebat. Dengan cepat dia menepuk jalan darah Ji Kiu-liong yang tertotok kemudian diambilnya kertas itu dan di baca isinya.
Tampak diatas kertas tersebut tertera beberapa huruf yang antara lain berbunyi demikian.
“Pasukan Sip ci kun dari dunia persilatan menantikan kedatanganmu pada malam nanti dikuburan Liat ku cu di luar kota.
tertanda: Manusia kilat baju hitam.
Tiba-tiba terdengar seruan tertahan, lalu Ji Ika liong menghembuskan napas panjang katanya kemudian. “Gak toako sungguh cepat sekali gerakan dari kuda yang ditunggangi orang itu, bagaikan naga dari langit saja, begitu berkelebat lantas lenyap”
“Liong te, apakah kau melihat jelas raut wajah dari manusia tersebut…?” tanya Gak Lam-kun dengan wajah serius.
“Tidak terlalu jelas, kulit tubuhnya putih bersih bagaikan salju. Mungkin wajahnya sangat cantik. Dia mengenakan baju bewarna hitam pekat”
Gak Lam-kun semakin mengerutkan dahinya rapat-rapat, manusia kilat berbaju hitam belum pernah dia mendengar nama tersebut didalam dunia persilatan. Tapi dengan kepandaian yang didemonstrasikan olehnya tadi, jelas kepandaian silat yang dimiliki orang itu masih jauh diatas kepandaian yang dimilikinya.
Terutama sekali gerakan tubuhnya yang begitu cepat itu, sungguh membuat orang bergidik.
“Bu lim sip ci kun…..? Pasukan macam apakah itu? Termasuk dalam perguruan manakah mereka itu?” pikir Gak Lam-kun kemudian, “Dia bilang aku sudah mati belasan kali, apa pula maksud dari ucapannya itu? Aneh.. aneh sekali…”
Pelbagai ingatan dengan cepat barkecamuk dalam benak Gak Lam-kun, akan tetapi bagaimanapun dia berusaha untuk memecahkannya, usaha ini selalu tidak mendatangkan hasil apa apa.
“Toako, apa yang ditulis diatas kertas tersebut?” tiba tiba Ji Kiu-liong bertanya.
Gak Lam-kun tahu bahwa suatu pertarungan sengit tak akan bisa dihindari lagi pada malam nanti. Pertarungan berdarah semacam in lebih baik jangan sampai diketahui olehnya, maka sambil mengendorkan kembali wajahnya dia berkata sambil tertawa, “Aaaah… tidak apa apa, adik Liong, mari kita masuk ke kota!”
Suara derap kaki kuda kembali berkumandang memecahkan keheningan, dua ekor kuda itu melanjutkan kembali berjalanan memasuki kota.
Ketika Ji Kiu-liong mendengar Gak Lam-kun berkata demikian tadi, dia pun tidak banyak bertanya lagi, tapi sang bocah itu amat cerdik sekali, sekalipun tidak melihat isi surat tersebut sedikit banyak dia bisa menduganya.
Dia mengambil keputusan tak akan tidur pada malam nanti, secara diam diam dia akan mengawasi gerak gerik dari Gak Lam-kun tersebut kemudian menguntilnya secara diam diam
Akhirnya Gak Lam-kun dan Ji Kiu-liong menginap disebuah rumah perginapan di dekat pintu kota sebelah selatan. Untuk meng hindari kecurigaan Gak Lam-kun terhadapnya, Ji Kiu-liong mengajak Gak Lam-kun bermain di kota hampir dua jam lamanya, kemudian sekembalinya ke rumah penginapan ia lantas naik keranjang dan pura-pura tidur dengan nyenyaknya.
Tengah malam pun menjelang tiba, suasana di sekitar situ sudah berubah menjadi hening dan sepi.
Rembulan berada di awang-awang dan memancarkan sinar yang redup, bintang bertaburan pula diangkasa mengerdipkan sinarnya yang lirih. Suasana disekeliling rumah penginapan itu sudah diliputi oleh keheningan yang mencekam.
Mendadak dari sudut ruangan rumah penginapan itu berkelebat keluar sesosok bayangan manusia, dalam sekali lintasan saja bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.
Kecepatan gerak tubuh orang itu sangat cepat sekali dan boleh dibilang sukar dilukiskan dengan kata kata, sekalipun dipagi hari juga hanya terasa dilihat sebuah bayangan hitam belaka.
Tak lama setelah kemunculan bayangan manusia yang pertama tadi, dari dalam kamar disebelahnya muncul kembali sesosok bayangan manusia yang meluncur ke udara berjumpalitan beberapa kali dan melayang turun diatas atap rumah.
Dibawah cahaya rembulan tampaklah orang itu bukan lain adalah Gak Lam-kun.
Dengan sorot matanya yang tajam Gak Lam-kun memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, kemudian dengan kecepatan tinggi bergerak menuju ke timur kota.
Baru saja bayangan tubuh Gak Lam-kun berkelebat lewat, sesosok bayangan putih kembali muncul diatas atap rumah, kali ini adalah bayangan tubuh dari Ji Kiu-liong.
Ji Kiu-liong menunggu sampai bayangan tubuh dari Gak Lam-kun lenyap dari pandangan lebih dulu, kemudian baru menggunakan ilmu meringankan tubuhnya menyusul ke timur kota.
Sementara itu, diam diam Gak Lam-kun sedang berpikir, “Tampaknya si manusia kilat berbaju hitam itu sudah mengikuti diriku selama banyak hari. Kalau dia tidak mempunyai dendam sakit hati yang mendalam sekali, kenapa harus menunggu sampai malam hari baru turun tangan? Dengan kepandaian yang dimilikinya itu, jelas ia bukan sedang menunggu sampai orang orang datang semua secara komplit. Kalau tidak, dia tentunya tiada dendam sakit hati denganku, mungkin dia hanya menantang aku untuk berduel saja. Kalau memang demikian lebih baik aku berusaha untuk menahan diri saja, karena aku sudah bosan dengan dunia persilatan ini. Bunuh membunuh yang terjadi dalam dunia persilatan selama ini tak lebih cuma suatu ungkapan angkara murka belaka, akibatnya dalam dunia persilatan ini hanya akan muncul anak yang yatim piatu, istri yang kehilangan suami, orang tua yang kehilangan anak serta penderitaan yang tiada habisnya.”
Pikir punya pikir, tanpa terasa dia sudah berada diluar kota.
Sebelah timur kota ini merupakan sebuah tanah pegunungan yang sepi, disana sini penuh dengan pepohonan pendek dan semak belukar, gundukan tanah berada disana sini dalam kegelapan suasana disitu benar-benar terasa menyeramkan sekali.