Jilid 15
“Dia adalah nama dari istriku yang telah tiada!”
Ki Li soat menghela napas panjang sedih, bisiknya kemudian, “Sungguh tak kusangka kalau kau adalah seorang laki-laki yang hidup kesepian dan mempunyai pengalaman yang memedihkan hati, aai!”
Sekali lagi ia menghela napas sedih.
“Terima kasih atas perhatian nona Ki,” ucap Gak Lam-kun sambil tertawa sedih, “bila masih ada jodoh, kita pasti akan berjumpa lagi dikemudian hari”
Sehabis berkata ia putar badan dan siap pergi meninggalkan tempat itu.
“Gak siangkong, kau hendak kemana” tanya Ki li soat.
“Aku sendiripun tak tahu kemana akan pergi!”
Ki Li soat mengejar lebih jauh, katanya lagi, “Sekarang…. lebih baik aku saja yang mengiringi kepergianmu?”
Dengan cepat Gak Lam-kun menggelengkan kepalanya berulangkali.
“Aku mohon kepadamu agar jangan mengikuti diriku lagi, bila kau menghendaki Lencana pembunuh naga itu, sekarang juga benda tersebut boleh kau ambil!”
Paras muka Ki Li soat berubah hebat setelah mendengar perkataan itu, serunya, “Apakah kau anggap aku datang kemari karena Lencana pembunuh naga? Kau anggap aku baru akan pergi setelah benda tersebut kudapatkan?”
Agaknya Gak Lam-kun pun merasakan juga bahwa perkataannya terlampau menusuk hati orang, cepat-cepat ia menjura seraya berkata, “Maksud baik nona Ki biarlah kusimpan didalam hati, aku kuatir budi kebaikanmu itu tak dapat kubalas lagi dalam penghidupanku kali ini.”
Ki Li soat menghela nafas panjang.
“Aaai….hatiku merasa tak tenang setelah mencelakai dirimu menjadi begini rupa, kau tidak membenciku, aku sudah merasa amat puas, siapa yang mengharapkan balas jasa darimu”
Ucapan tersebut amat merdu didengar dan sedap dirasakan, sikap maupun tingkah lakunya yang lembut semakin menambah segarnya suasana.
Gak Lam-kun agak tertegun untuk sesaat lamanya, cepat ia berpaling, ditemuinya dibalik sinar matanya yang jeli itu terpancar kelembutan hatinya yang menawan, titik-titik airmata mengembang dalam kelopak matanya itu.
Menyaksikan keadaan Ki Li soat yang menggenaskan, ditambah teringat olehnya sikap yang ketus dan dingin darinya tadi, membuat pemuda itu merasa amat menyesal.
Setelah menghela nafas panjang katanya, “Nona pernah menyelamatkan selembar jiwaku, budi kebaikan itu masih belum kubalas hingga kini.”
Baru berbicara sampai disitu, mendadak terdengar suara gelak tertawa yang amat nyaring berkumandang datang dari sisi mereka, menyusul kemudian seseorang berseru, “Haaahh….haaahh….haaaahh…. sungguh diluar dugaan, ternyata Gak lote masih berada dipulau ini.”
Ketika Ki Li soat menengadahkan kepalanya tampaklah Thi kiam kuncu Hoa Kok khi dengan sikap yang santai pelan-pelan sedang berjalan mendekat, kejadian ini segera mengejutkan hatinya.
“Sungguh tak kusangka orang persilatan begitu licik dan berbahaya” demikian ia berpikir, “ternyata diapun masih berada dipulau. Kalau begitu, dari setiap golongan pasti ada jago-jagonya yang sengaja ditinggalkan disini untuk berjaga dipulau ini.”
Kiranya sebagian besar dari kawanan jago yang hadir disana telah meninggalkan pulau untuk mencari jejak Gak Lam-kun, tapi ketika mereka saksikan orang-orang See thian san sama sekali tidak meninggalkan tempat itu, timbullah kecurigaan dihati mereka, maka masing-masing pihak lantas mengutus seorang jago tangguhnya untuk secara diam-diam mengawasi gerak gerik dari orang-orang See thian san.
Diam-diam Gak Lam-kun merasa terkejut bercampur terkesiap setelah mengetahui bahwa orang yang muncul adalah Hoa Kok khi, tapi diapun merasa mendongkol sekali, ditatapnya orang she Hoa itu dengan sorot mata penuh penuh kegusaran, sementara mulutnya membungkam dalam seribu bahasa.
Thi kiam kuncu Hoa Kok khi memandang sekejap kearah Gak Lam-kun, lalu sambil tersenyum katanya, “Gak lote, sudah sembuhkah luka parah yang kau derita?”
Gak Lam-kun masih berdiri dengan wajah penuh kegusaran, ia tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Tiba-tiba Ki Li soat berjalan kesamping Gak Lam-kun. kemudian katanya dengan suara merdu, “Gak siangkong mari kita pergi tinggalkan tempat ini!”
Thi kiam kuncu Hoa Kok khi tertawa terbahak-bahak.
“Haaah…. haaahh…. haaahh…. sungguh tak kusangka Kim eng thamcu dari perkumpulan Thi eng pang juga melindunginya, mungkin lencana pembunuh naga itu sudah berada dalam saku nona Ki?”
Ki Li soat mengerutkan alis matanya, lalu mendengus dingin.
“Kalau memang sudah ditanganku, lantas mau apa kau? Kalau punya kepandaian hayo cobalah merampasnya dari tanganku”
“Bagus sekali, bagus sekali” jawab Thi kiam kuncu Hoa Kok khi sambil tersenyum, “daripada kita bentrok sendiri, aku harap nona bersedia menyerahkannya kepadaku”
“Ki Li soat berpaling kembali kearah Gak Lam-kun, lalu tanpa menggubris ocehan lawan katanya, “Gak siangkong, lebih baik kau pergi lebih dahulu!”
Belum lagi terdengar jawaban, tiba-tiba terdengar lagi suara tertawa kering yang mengerikan.
“Heeehh…. heeehhh…. heeehhh…. kau anggap dia masih mampu untuk pergi meninggalkan tempat ini?”
Berbareng dengan selesainya ucapan tersebut, dari belakang tubuh Gak Lam-kun tiba-tiba muncul Kiu wi hou Kongsun Po dan Giok bin sin ang Say Khi pit yang menghadang jalan perginya.
Thi kiam kuncu Hoa Kok khi kembali tertawa katanya, “Nona Ki, aku nasehatkan kepadamu lebih baik sedikitlah tahu diri, cepat tinggalkan tempat ini sebelum terjadi sesuatu hal yang tak diinginkan atas dirimu”
Ketika menyaksikan pihak Iawan berjumlah banyak, diam-diam Ki Li soat mengeluh, “Waah, habis sudah kali ini!”
Berpikir demikian, sambil menarik muka ia lantas berseru dengan suara dingin, “Apakah kalian hendak mengandalkan jumlah yang lebih banyak….”
Belum habis ucapan tersebut diutarakan, tiba-tiba Kongsun Po dan Say Khi-pit telah maju bersama menghampiri Gak Lam-kun.
Dengan gerakan cepat K i Li soat memutar badannya menghadang dihadapan kedua orang itu kemudian bentaknya, “Jika kalian berani maju selangkah lagi, jangan salahkan jika aku tak akan sungkan-sungkan kepada kalian!”
Si Rase berekor sembilan Kongsun Po tertawa dingin.
“Heeehh…. heeehh…. heeehh…. sedari dulu sampai sekarang yang ada hanya pelindung bunga, belum pernah kudengar ada bunga melindungi laki-laki gede!”
Jelas perkataan itu bernada menyindir, mengejek mencemooh dan menghina, kontan saja mengobarkan hawa amarah dalam hati Ki Li soat.
“Hmm….! Seorang ketua dari suatu perguruan besar, tak tahunya punya selembar mulut yang tidak bersih betul-betul manusia berhati bedebah….”
Tiba-tiba ia bergerak maju kedepan, lalu melancarkan sebuah pukulan untuk membacok tubuh lawan.
Giok bin sin ang (kakek sakti berwajah pualam) Say Khi pit yang berada disisinya mendadak maju kedepan menyongsong, telapak tangan kirinya dibalik keluar lalu menyambut datangnya serangan dari Ki Li soat tersebut dengan keras lawan keras.
Ketika dua gulung tenaga pukulan itu saling membentur antara yang satu dengan lainnya paras muka Say Khi pit segera berubah hebat, sekujur tubuhnya gemetar keras, bajunya bergoncang keras, tapi ia berhasil juga untuk menerima datangnya ancaman tersebut.
Ki Li soat tertawa dingin, tiba-tiba lengan kirinya menekan diatas pergelangan lengan tangan kanannya yang sedang membacok itu, dengan adanya tekanan tersebut maka tenaga pukulannya atas diri Say Khi pit secara tiba-tiba bertambah tangguh, seakan-akan gelombang dahsyat yang datang berlapis-lapis, dengan hebatnya langsung mendesak kemuka.
Haruslah diketahui, Ki Li soat adalah seorang gadis yang cerdik sekali, setelah rneninjau sejenak situasi yang sedang dihadapinya, ia sadar bahwa keadaan ini tak mungkin bisa diselesaikan secara baik, maka andaikata ia gagal untuk melukai salah seorang diantara mereka, niscaya semakin sulitlah bagi dirinya untuk meloloskan diri dari kepungan mereka itu….
Giok bin sin ang Say Khi pit segera merasa angin pukulan yang menumbuk datang secara berlapis-lapis ini makin lama semakin kuat dan berat, bahkan serangan yang satu lebih tangguh dari serangan berikutnya, itupun datangnya secara beruntun tanpa berkeputusan, ibaratnya air sungai Huang ho yang mengalir lewat.
Tak terlukiskan rasa kaget yang mencekam perasaannya, dalam waktu singkat peluh telah bercucuran bagaikan hujan gerimis jangankan meloloskan diri, untuk menggeserkan tubuhnya barang selangkahpun sudah tak mungkin ia lakukan.
Say Khi pit tidak menyangka kalau kehebatan Tamcu elang emas dari perkumpulan Thi eng pang ini betul-betul bukan nama kosong belaka, berhubung serangan musuh datangnya berlapis-lapis dan bersambung tiada hentinya, bahkan pukulan demi pukulan datang semakin hebat maka sebagai seorang jago tangguh yang berilmu tinggi dan berpengalaman, cukup dalam hal pertarungan, ia sadar bila tenaga perlawanan pada telapak tangan kirinya ditarik kembali, niscaya dia akan tewas oleh terjangan musuh yang maha dahsyat itu.
Sebaliknya bila pertarungan ini harus dilangsungkan lebih jauh, maka akhirnya diapun akan mati karena kehabisan tenaga.
Karena itu, posisinya sekarang boleh dibilang serba salah, mau maju tak bisa mau mundurpun tak mungkin, keadaannya benar-benar menggenaskan sekali.
Dalam pada itu, Hoa Kok khi serta Kong-sun Po dapat menyaksikan pula keadaan Say khi pit yang terdesak hebat dan berada dalam keadaan runyam, bila orang itu tidak diberi bantuan lagi, maka tak sampai seperminuman teh kemudian, sudah pasti dia akan tewas dalam keadaan mengerikan.
Baru saja bantuan akan diberikan, mendadak ia saksikan tangan kiri Ki Li soat yang menekan diatas pergelangan tangan kanannya itu ditarik kembali lalu melepaskan sebuah tepukan.
Tiba-tiba saia Giok bin sin ang Say Khi Pit merasa bahwa tenaga tekanan yang mendesak tubuhnya itu sebentar berkurang sebentar bertambah, goncangan demi goncangan yang terjadi secara beruntun itu dengan cepat menimbulkan pergolakan darah didalam dadanya, kepala menjadi pusing tujuh keliling, napas serasa sesak, dan tak bisa dicegah lagi tubuhnya kena digetarkan sehingga mencelat sejauh tujuh delapan langkah lebih.
“Uuakk….!” akhirnya Say Khi pit tak sanggup menahan diri, ia muntahkan darah segar.
GakLarn kun yang mengikuti jalannya peristiwa itu diam-diam merasa kagum sekali, ia tak menduga kalau K i Li soat memiliki ilmu silat sedemikian lihaynya.
Kiu wi hou Kongsun Po segera bertindak tangan kanannya diayunkan kedepan melepaskan sebuah angin pukulan kuat yang menyergap datang secara tiba-tiba.
Pada saat yang bersamaan, Say Khi pit yang telah terluka dalam itu membentak pula keras-keras, sebuah pukulan dahsyat dilontarkan juga kearah Ki Li soat dengan membawa hawa serangan yang mengerikan.
Dalam waktu singkat hawa pukulan dari Kongsun Po telah meluncur tiba disisi tubuh sementara pada saat yang bersamaan, dari kanan serangan maut Say Khi pit membacok pula keatas batok kepalanya.
Ki Li soat bukan orang bodoh, ia dapat menyaksikan betapa dahyatnya tenaga gabungan dari kedua orang itu, tubuhnya segera berkelit kesamping, telapak tangan kirinya membacok dada Say Khi pit sedangkan telapak tangan kanannya berputar dan menyambut datangnya serangan dari Kongsun Po itu dengan kekerasan.
“Braaak….!” benturan keras tak bisa dihindari lagi.
Oleh tenaga benturan yang amat keras itu, Kong sun Po tergetar mundur sejauh tiga langkah, tapi Say Khi pit menerjang maju lebih kedepan telapak tangan kirinya menangkis tangan kiri Ki Li soat, sedang telapak tangan kanannya melanjutkan bacokan semula.
Hawa pukulan menderu-deru, kekuatannya sungguh hebat hingga sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Ternyata setelah terluka dalam tadi, hawa amarahnya segera berkobar, ia bertekad ingin menghancurkan Ki Li soat diujung telapak tangannya.
Ki Li soat sendiripun bukan orang kemarin sore, ilmu silat yang dimilikinya cukup dapat diandalkan.
Ketika menyaksikan tibanya ancaman musuh yang dahsyat, dengan suatu gerakan manis ia menghindarkan diri dari ancaman itu. lalu tangannya diputar dan berbalik membacok jalan darah Yu bun hiat ditubuh kakek sakti berwajah pualam itu.
Perubahan itu terjadi dalam waktu singkat, tapi akibatnya sukar diduga sebelumnya.
Say Khi pit adalah seorang ketua dari suatu perguruan besar yang amat termashur namanya dalam dunia persilatan sekalipun lantaran kebodohannya membuat isi perutnya terluka, tapi sekarang sambil menahan rasa sakit dalam tubuhnya ia bertekad ingin membunuh lawan.
Tampaklah jari tangan dan ujung telapak tangan berkelebat silih berganti, dengan cepat ia berubah gerakan dan membabat urat nadi pada pergelangan tangan gadis itu.
Si Rase berekor sembilan Kongsun Po tertawa dingin, sekali lagi ia menerjang maju sambil melancarkan serangan.
Ketiga orang jago lihay itupun segera terlibat dalam suatu pertarungan yang amat seru, dalam waktu singkat beberapa jurus telah lewat tanpa terasa.
Untuk menghadapi kerubutan dari dua orang jago tangguh tersebut. Ki Li soat segera mengembangkan pula serangkaian ilmu pukulan yang aneh sekali, dengan hawa pukulan lembut berhawa dingin sebagai pangkal kekuatan, ia manfaatkan sistim ‘Menempel’ dan ‘membuang’ untuk menghadapi perubahan-perubahan gerak serangan musuh.
Setiap kali menghadapi ancaman yang berbahaya cepat-cepat gadis itu meminjam kekuatan lawan untuk memunahkan tenaga lawan, dengan demikian, sekalipun Say Khi pit dan Kongsun Po telah mengembangkan sistim pertarungan dengan tenaga gabungan yang rapat dan hebat, kedua orang itupun tak mampu berbuat apa-apa terhadap lawannya.
Gak Lam-kun terpesona dibuatnya menyaksikan jalannya pertarungan itu, mendadak ia mendengar suara tertawa ringan berkumandang dari belakang tubuhnya….
Dengan perasaan terkesiap Gak Lam-kun segera melangkah kesamping lalu dengan suatu gerakan cepat menghindarkan diri dari tempat itu.
Ketika ia menengok kebelakang, maka tampaklah Hoa Kok khi dengan sekulum senyuman licik menghiasi ujung bibirnya sedang memandang kearahnya tanpa berkedip.
Ki Li soat yang sedang bertempur sengit tak pernah mengendorkan perhatiannya kearah Gak Lam-kun, maka sewaktu Hoa Kok khi bergerak menghampiri Gak Lam-kun ia lantas membentak nyaring, sepasang telapak tangannya berbareng melancarkan tujuh buah pukulan berantai kearah dua orang lawannya, kemudian sambil mundur sejauh lima depa, bentaknya lantang.
“Hoa Kok khi, sambut dulu sebuah pukulan Sam im ciang hoatku ini!”
Ketika telapak tangannya dilontarkan kemuka, segulung angin pukulan berhawa dingin yang amat dahsyat langsung menggulung kearah Hoa Kok khi….
Sam im ciang adalah sejenis pukulan beracun yang sangat lihay, barangsiapa terkena serangan hawa dingin itu, paru-parunya akan hancur dan mati dalam keadaan menggenaskan.
Walaupun Hoa Kok khi memiliki tenaga dalam yang cukup sempurna, toh ia tak berani bertindak gegabah.
Napasnya segera dihentikan kemudian sepasang telapak tangannya didorong sejajar dengan dada, menggunakan tenaga Tay siu im kang khi yang dimilikinya ia sambut pukulan Sam im ciang hoat dari Ki Li soat dengan keras lawan keras.
Ketika dua gulung tenaga pukulan itu saling bertemu, segera terjadi gulungan angin puyuh yang amat dahsyat.
Tenaga dalam yang dimiliki Ki Li soat masih kalah setingkat bila dibandingkan dengan lawannya ketika pukulan Sam im ciang yang dilepaskan itu termakan oleh hantaman tenaga musuh, kekuatannya segera membuyar keempat penjuru sementara segulung angin serangan lainnya yang dingin menggidikkan langsung menghantam tubuh Ki Li soat.
Rupanya Ki Li soat tahu Iihay dalam kejutnya ia melompat mundur beberapa kaki dari posisi semula.
Kendatipun ia berkelit cukup cepat, toh badannya sempat tersambar juga oleh sisa kekuatan itu tubuhnya menjadi sempoyongan dan nyaris jatuh tertelungkup ketanah.
Menggunakan kesempatan itu, Giok bin sin ang Say Khi pit menerjang maju kemuka, secepat kilat ia menubruk ketubuh Ki Li soat.
Gak Lam-kun yang menyaksikan kejadian itu segera menjerit kaget, “Nona Ki, hati-hati!”
Sekalipun ia tak bertenaga barang sedikitpun tapi menghadapi kejadian seperti itu serta merta tubuhnya menerkam kedepan, sepasang telapak tangannya didorong sejajar dada untuk menahan tubuh Say Khi pit.
Alhasil, dalam dorongan itu Gak Lam-kun merasa munculnya sedikit kekuatan dari tubuhnya meski tenaga tersebut masih relatif lemah sekali.
Dalam hati kecilnya Say Khi pit amat membenci Ki Li soat, maka ketika menyaksikan gadis itu sempoyongan, tiba-tiba timbul niatnya untuk membunuh gadis tersebut.
Maka ketika dilihatnya Gak Lam-kun menerjang datang, hawa amarahnya kontan berkobar, tiba-tiba hawa pukulannya diperhebat, telapak tangan kirinya diputar kemudian menghantam kedepan.
Begitu telapak tangan saling bertemu, menang kalahpun segera dapat diketahui.
Dalam keadaan tenaga dalamnya belum pulih, oleh pukulan Say Khi pit tersebut tubuhnya langsung mencelat keudara dan terbanting kembali ketanah.
Ki Li soat menjerit kaget, ia melompat kedepan dan menyambut tubuh Gak Lam-kun yang sedang meluncur kebawah itu.
Kiu wi hou (Rase berekor sembilan) Kongsun Po membentak keras, secepat kilat ia menubruk kedepan dan menghantam dua orang tersebut.
“Wees! Wees!” sepasang telapak tangannya diayunkan bersama.
Baru saja Ki Li soat membopong tubuh Gak Lam-kun, tenaga serangan dari Kongsun Po telah tiba dibelakang tubuhnya jika dia ingin menghindarkan diri maka satu-satunya jalan adalah melepaskan tubuh Gak Lam-kun.
Maka sambil menggigit bibir ia bersiap sedia menggunakan punggungnya untuk menyambut dua gulung angin pukulan yang maha dahsyat itu.
Tiba-tiba terdengar suara tertawa dingin yang mengerikan berkumandang memecahkan keheningan.
Dari balik kegelapan sana melompat keluar sesosok bayangan biru yang segera menghadang dihadapan Kongsun Po.
Betapa terkejutnya si Rase berekor sembilan Kongsun Po menyaksikan kemunculan orang yang tiba-tiba dengan kecepatan tubuh yang luar biasa, buru-buru ia buyarkan pukulan sambil melompat kebelakang, kemudian mendongakkan kepalanya….”
Ternyata pendatang itu adalah seorang pemuda tampan berbaju biru, sikapnya amat romantis, cuma sayang lengan kirinya sebatas sikut telah kutung hingga kini tinggal lengan kanannya belaka.
Begitu melihat kemunculan pemuda berbaju biru itu, Ki Li-soat segera berteriak dengan manja, “Engkoh Si, kiranya kau….”
Mendengar seruan itu, pemuda berbaju biru tersebut memutar badannya, tapi ketika ia menyaksikan Ki Li soat masih juga membopong tubuh Gak Lam-kun, selintas perasaan aneh yang sukar dilukiskan dengan kata-kata muncul diatas wajahnya yang pucat.
Ketika Ki Li soat menyaksikan lengan kiri pemuda berbaju biru itu kutung, dengan kaget ia berseru kembali, “Engkoh Si, lengan kirimu telah kutung.”
Pemuda berbaju biru itu tertawa ewa, tiba-tiba ia bertanya, “Adik Soat, siapa yang kau bopong itu?”
Akibat tenaga pukulan yang dahsyat dari Say Khi pit tadi, Gak Lam-kun jatuh tak sadarkan diri, tapi setelah lewat sekian lama, lambat laun ia telah sadar kembali dari pingsannya, ketika mendengar suara pembicaraan dari seorang yang dikenalnya, tiba-tiba ia membuka matanya kembali.
Sementara itu paras muka Ki Li soat telah berubah menjadi merah padam setelah mendengar teguran dari pemuda baju biru itu, ketika ia menundukkan kepalanya, kebetulan Gak Lam-kun telah membuka matanya kembali.
Hal mana membuat gadis itu tambah malu dengan wajah merah padam ia lepaskan bopongannya dan mundur kebelakang.
Waktu itu Gak Lam-kun telah mengetahui siapakah pemuda itu, dengan perasaan terkejut bercampur girang segera teriaknya, “Saudara Si, kiranya kau….”
Pemuda baju biru pun telah melihat jelas wajah Gak Lam-kun, sekulum senyuman yang amat dingin segera menghiasi wajahnya. Ia berkata, “Oooh…. aku kira siapa? Ternyata adalah saudara Gak, sedari kapan kau berdandan demikian? Hampir saja aku tidak mengenali dirimu lagi”
Pemuda berbaju biru itu tak lain adalah Si Tiong pek, komandan pasukan elang baja dari perkumpulan Thi eng pang yang telah lenyap selama beberapa hari.
Ternyata Si Tiong pek kena disekap dalam gua batu oleh Hay sim li, sudah lama ia mencari akal untuk membebaskan diri dari sekapan tersebut, akhirnya pemuda itu berkesimpulan bahwa kecuali memotong lengan sendiri, jangan harap ia bisa lolos dari sana.
Sebab bagaimanapun ia mencoba meronta gelang baja yang membelenggu pergelangan tangannya itu makin menyusut makin kencang, jepitannya pun makin dalam menjepit kulit badannya, tak terlukiskan rasa sakitnya, maka sambil menggigit bibir Si Tiong pek memutuskan lengan sendiri….
Sejak kecil, Ki Li soat memang tumbuh menjadi dewasa bersama Si Tiong pek, hubungan mereka bagaikan saudara sendiri, maka tak terlukiskan rasa girang gadis tersebut setelah mengetahui kalau Si Tiong pek belum mati.
“Engkoh Si” tanyanya kemudian dengan manja, “kemana saja kau pergi selama beberapa hari ini? Siapa yang mengutungi lengan kirimu?”
“Aku yang mengutungi lenganku sendiri!”
“Mengapa kau musti mengutungi lengan sendiri?” tanya Ki Li soat lagi dengan wajah tertegun.
Si Tiong pek tertawa pedih, sahutnya, “Kenapa aku musti mengutungi lenganku sendiri? Memangnya kau anggap lengan kutung itu bagus dilihat?”
Seperti yang diketahui, Si Tiong pek adalah seorang pemuda yang berjiwa sempit, ketika menyaksikan Ki Li soat membopong Gak Lam-kun tadi, sudah timbul perasaan cemburu dihati kecilnya. Ternyata secara diam-diam Si Tiong pek telah jatuh cinta kepada Ki Li soat.
Mendengar ucapan tersebut, dengan cepat Ki Li soat dapat meresapi jalan pikirannya.
Sekarang ia baru merasakan hatinya bergetar keras….
Dalam dasar hatinya, gadis itu selalu menganggap Si Tiong pek sebagai kakak sendiri tanpa diembeli rasa cinta asmara antara seorang pemuda dengan seorang gadis.
Entah mengapa sejak bertemu dengan Gak Lam-kun tiba-tiba saja ia merasakan pikirannya jadi kalut bayangan wajah Gak Lam-kun seringkali muncul dalam benaknya bagaimana pun ia berusaha untuk mengendalikan diri, usaha itu selalu gagal.
Keadaan itu ibaratnya sebuah permukaan telaga yang tenang, tiba-tiba bergelora karena kejatuhan sebutir batu cinta dari Gak Lam-kun.
Apa lacur gelombang tersebut makin lama makin membesar dan melebar, sehingga pada akhirnya menyeret gadis itu tercebur kedalam samudra cinta yang tak bertepian.
Sekarang, suatu kenyataan yang tak dapat disangkal telah muncul didepan mata! diam-diam ia telah jatuh cinta kepadanya.
Tapi dalam keadaan seperti inilah tiba-tiba Si Tiong pek muncul pula didepan mata, kemunculannya membuat ia menjadi kalut, dan pikirannya menjadi gundah.
Ia tahu Si Tiong pek amat mencintainya, bahkan selama ini dengan segala cinta kasihnya selalu menjaga dan merawatnya….
Tiba-tiba helaan napas Gak Lam-kun menyadarkan kembali dirinya dari lamunan, terdengar pemuda itu sedang berkata, “Perubahan cuaca sukar diramalkan, rejeki atau bencana dari manusiapun sukar diduga, aai…. Saudara Si! Selama belasan hari ini, peristiwa yang menimpa dirimu tentu amat tidak berkenan dihati bukan!”
Si Tiong pek tersenyum.
“Masih terhitung tidak jelek” sahutnya, “meskipun kehilangan sebuah lengan tapi, ada hasil yang cukup berharga, baik-baikkah saudara Gak selama ini?”
Gak Lam-kun menghela napas sedih.
“Aaai….! Kalau tempo hari siaute yang menyaksikan saudara Si mendekati ambang kematian, maka sekarang hal itu sudah tiba pada giliran siaute”
Bergetar keras hati Ki Li soat setelah mendengar perkataan itu, tanpa terasa tanyanya, ”Gak siangkong, kau bilang apa?”
Ucapannya penuh dengan rasa kuatir dan rasa cemas yang amat tebal. Si Tiong pek yang menyaksikan kejadian itu merasakan hatinya sangat tak enak, diam-diam ia berkerut kening, tak disangka olehnya hanya beberapa hari saja dirinya tersekap dalam gua ternyata perubahan yang amat pesat telah terjadi diluaran.
Gak Lam-kun menghela napas panjang, katanya lagi, “Tak lama kemudian aku bakal mati”
“Gak heng, kenapa kau bicara demikian” seru Si Tiong pek dengan perasaan tercengang.
Gak Lam-kun melirik sekejap kearah Si Tiong pek, kemudian tertawa getir.
“Memangnya aku sendiri kepingin cepat mampus?” ia berbisik.
Diam-diam Si Tiong pek lantas berpikir, “Tentu saja kau tak bakal ingin cepat mampus, tapi demikianpun lebin baik, kalau tidak, bila sampai kau menceburkan diri pula dalam pertikaian cinta segitiga ini, akupun akan menggunakan segala cara untuk membinasakan dirimu”
Ketika Ki Li-soat .mendengar kekasihnya berada diambang kematian, pikiran dan perasaannya menjadi sangat kalut, tanpa disadari dua titik airmata jatuh berlinang membasahi pipinya.
Menyaksikan kejadian itu, api cemburu yang berkobar dalam hati Si Tiong pek makin membara, tiba-tiba ia perhatikan pakaian yang dikenakan Gak Lam-kun, kemudian dengan terkejut pikirnya, “Bukankah pakaian yang dikenakan itu adalah dandanan dari Tok liong Cuncu Yo Long seperti yang sering tersiar dalam dunia persilatan?”
Baru saja ia berpikir sampai disana, mendadak terdengar seseorang tertawa ringan, kemudian menyapa, “Lote, tolong tanya apakah kau adalah Si Tiong pek dari pasukan elang baja?”
Si Tiong pek segera berpaling, terlihatlah seorang sastrawan tampan berusia setengah umur telah berdiri dihadapannya.
Dengan kening berkerut ia bertanya, “Siapa kau?”
“Haaahhh…. haaahhh…. haaahhh…. atas sanjungan dari rekan-rekan persilatan, mereka menghadiahkan julukan Thiat kiam kuncu kepadaku” kata Hoa Kok khi sambil tertawa tergelak.
Terkejut juga Si Tiong pek sesudah mendengar nama itu, ia tak mengira kalau Thiat kiam Kuncu yang termashyur dalam dunia persilatan tak lain adalah sastrawan yang berada didepan matanya sekarang.
Sekulum senyuman dingin segera menghiasi wajah Si Tiong pek yang pucat, katanya kemudian, “Ooh…. kiranya kaulah Hoa Kok khi yang termashur itu, maaf maaf! Cuma…. mumpung ada kesempatan berbicara, aku ingin bertanya kepadamu sekitar perbuatan kalian yang mengerubuti Ki thamcu dari perkumpulan kami, apakah kau bisa memberikan suatu keterangan yang bisa dipertanggung jawabkan?”
Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi tertawa.
“Tidak berani, tidak berani, selamanya antara kami dengan pihak Thi eng pang tak pernah terikat dendam sakit hati apapun, sesungguhnya yang sedang kami cari adalah saudara Gak Lam-kun yang merupakan murid kesayangan dari Tok liong Cuncu Yo Long itu”
Dengan sinar mata yang tajam Si Tiong pek menatapi sekejap wajah Gak Lam-kun, kemudian sambil berseru kaget, katanya, “Saudara Gak, tidak kusangka kalau kau adalah muridnya Yo Long yang menggetarkan dunia persilatan itu”
Gak Lam-kun menghela napas panjang.
“Aai…. aku harap kau bisa memaklumi kesulitanku sehingga tidak memberi keterangan yang sejelasnya kepadamu tempo hari”
Diam-diam Si Tiong pek tertawa dingin, pikirnya, “Bagus sekali! Selama hidup aku Si Tiong pek selalu mengembara dalam dunia persilatan, aku percaya kecerdikanku melampaui siapapun, tak kusangka akhirnya jatuh kecundang juga ditanganmu….”
Dihati ia berpikir demikian, dimulut ia berkata lain, “Aah, mana, mana…. saudara Gak terlalu serius”
Thiat kiam Kuncu tersenyum, lalu kembali berseru, “Si lote, dengan perkumpulan kalian boleh dibilang aku tak bermaksud bermusuhan malam ini kami mencarinya karena ingin melenyapkan bibit bencana dikemudian hari harap Si lote mau mencuci tangan dalam persoalan ini….”
“Engko Si!” tiba-tiba Ki Li soat berseru sambil tertawa dingin, “mereka mempunyai tujuan lain, mereka berniat untuk merampas lencana pembunuh naga milik Gak siangkong!”
“Lencana pembunuh naga?” tiba-tiba Si Tiong pek membelalakkan sepasang matanya lebar-lebar.
“Benar, Lencana pembunuh naga itu berada disakuku!” jawab Gak Lam-kun hambar.
Si Tiong pek, pemuda berakal licik yang pintar ketika mengetahui rahasia tersebut tiba-tiba saja paras mukanya yang pucat berubah, lalu sambil tertawa dingin ujarnya kepada Hoa Kok khi, “Gak Lam-kun adalah sahabat karibku, selama aku orang she Si masih bisa bernapas, tak nanti akan kubiarkan sahabatku dipermainkan orang, hmm! Hmm….! Jika kalian tahu diri pergi dari sini!”
Dalam pembicaraan tersebut tiba-tiba Si Tiong pek meloloskan pedang elang baja yang tersoren dipunggungnya.
Gak Lam-kun merasa terharu sekali setelah menyaksikan kegagahan dan kesetiaan kawannya untuk melindungi keselamatan jiwanya.
Kiu wi hou Kongsun Po segera tertawa seram katanya, “Bocah keparat yang tak tahu diri, kau bejul-betul jumawa dan tekebur, kau sangka setelah ada perkumpulan Thi eng pang sebagai tulang punggung kalian, maka kau bersikap sombong dan tidak pandang sebelah matapun kepada orang lain?”
00000O00000
Haruslah diketahui, walaupun setiap Thamcu dari perkumpulan Thi eng pang adalah seorang jago persilatan yang menggetarkan dunia persilatan, tapi kecuali keempat orang thamcu tersebut, konon Si Tiong pek dari pasukan elang baja merupakan seorang pemuda yang berhasil pula.
Sekalipun demikian, dalam bayangan mereka ilmu silat yang dimiliki pemuda itu paling banter cuma setaraf dengan seorang thamcu.
Berbicara sebenarnya, kalau meninjau dari ilmu silat yang dimiliki Si Tiong pek tempo hari, paling tidak ilmu silatnya setaraf dengan kepandaian silat Tang hay coa siu (kakek ular dari lautan timur), tapi sekarang, setelah mengalami penemuan diluar dugaan, ilmu silatnya telah mencapai berkaIi-kali lipat bila dibandingkan dengan kepandaiannya dulu.
Selapis hawa napsu membunuh menyelimuti wajah Si Tiong pek, dengan dingin katanya, ‘Sewaktu berada dalam bangunan gedung tempo hari, berulangkali kau berusaha membunuhku, mengapa malam ini kau bersembunyi terus macam cucu kura-kura?”
Ucapan tersebut segera membangkitkan hawa amarah dihati Kiu wi hou Kongsun Po bentaknya, “Bocah keparat, ingin kubuktikan apa yang berhasil kau pelajari selama belasan hari belakangan ini.”
Pedangnya segera diloloskan, kemudian dengan jurus Hun im peng gwat ( memisah awan mencari rembulan), ia bacok tubuh lawan.
Sementara pembicaraan tersebut masih berlangsung secara diam-diam Ki li soat telah mengatur pernafasannya untuk menyembuhkan luka yang dideritanya, ia tahu ilmu silat yang dimiliki Si Tiong pek bukan tandingan Kongsun Po sebetulnya ia hendak menghalanginya, kemudian dengan suatu serangan kilat menghajarnya hingga terluka.
Siapa tahu belum sempat dia mengucapkan kata-katanya, Si Tiong pek telah tertawa dingin dengan suara yang melengking, pedang elang bajanya sebentar menusuk kekiri sebentar menyerang kekanan, dalarn sekejap mata ia telah melancarkan empat buah serangan berantai.
Keempat buah serangan tersebut, semuanya merupakan ilmu sakti yang tercantum dalam kitab pusaka Hay ciong kun boh, jurus-jurus serangannya mana aneh, sukar pula diduga arah tujuannya.
Dalam waktu singkat, keempat buah serangan tersebut telah memaksa Kongsun Po mundur.
Tertegun juga si Rase berekor sembilan Kongsun Po menyaksikan keanehan dari jurus pedangnya, yang dalam sekejap mata saja telah memaksanya mundur berulangkali.
Ki Li soat dan Gak Lam-kun yang berada disisi gelanggang menjadi kaget bercampur girang setelah melihat kejadian itu.
Si Tiong pek sendiripun merasa gembira sekali setelah terbukti jurus pedang yang dipelajarinya dari kitab pusaka Hay ciong kun boh tersebut memiliki kelihayan yang luar biasa.
Keberaniannya makin memuncak, dengan dingin segera serunya, “Hmm…. Ngakunya saja seorang ketua dari suatu perguruan besar, tak tahunya cuma berilmu begitu-begitu saja…. Huuh, masih pingin menjajal beberapa jurus tusukan pedangku lagi tidak?”
Sesungguhnya Kongsun Po telah dibikin terkesiap oleh kelihayan jurus pedang lawannya, tapi sesudah mendengar perkataan itu hawa amarahnya segera berkobar, sambil tertawa dingin ia berteriak, “Bagus sekali! Rupanya kau benar-benar berhasil mencuri belajar beberapa jurus ilmu kucing kaki tiga!”
Sementara pembicaraan masih berlangsung, pedangnya telah diayunkan berulangkali melancarkan dua jurus serangan dahsyat.
Kedua jurus serangan tersebut semuanya merupakan jurus-jurus pedang dari ilmu simpanan aliran Hoa-san, kelihayannya bukan kepalang.
Kepandaian silat dari Si Tiong pek saat ini jauh berbeda jika dibandingkan dengan kepandaian dulu, setelah menekuni kitab silat Hay ciong kun boh selama belasan hari ia telah memperoleh banyak tambahan dalam ilmu silat tingkat tingginya otomatis dalam gerak menghindar dan berkelitpun tak terlukiskan hebatnya.
Tampak sepasang bahunya sedikit bergerak tahu-tahu ia sudah lolos dari lingkaran pedang yang diciptakan oleh Kongsun Po.
Dengan sepasang mata yang tajam, Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi mengawasi terus gerak gerik Si Tiong pek. namun ia toh masih tetap gagal untuk melihat jelas gerakan apa yang telah ia gunakan untuk menghindari kedua buah serangan kilat tersebut.
Dengan perasaan bergetar keras, segera pikirnya, “Jika dilihat dari keanehan gerakan tubuhnya, jelas kepandaian yang dimilikinya sudah iauh lebih hebat daripada kepandaian dulu, waah…. kalau ditinjau dari keadaan tersebut, tampaknya untuk mendapatkan lencana pembunuh naga tersebut, aku musti melalui suatu pertempuran yang amat seru….”
Tiba-tiba terdengar Si Tiong pek tertawa tergelak, kemudian katanya, “Coba sekali lagi ilmu kucing kaki tigaku ini menggenjot seorang ketua partai….”
Belum habis ucapan tersebut, pedang elang bajanya telah digetarkan untuk menusuk tubuh Kongsun Po.
Sementara itu si Rase berekor sembilan telah mengetahui kalau selama beberapa hari belakangan ini Si Tiong pek telah mempelajari semacam ilmu pedang yang lihay, ia tak berani gegabah lagi ketika dilihatnya pedang elang baja tersebut menusuk dadanya, ia kuatir pihak lawan menyembunyikan perubahan gerak lain yang lebih menggidikkan hati, ia tak berani menangkis dengan pedangnya, hawa murni segera dihimpun tiba-tiba tubuhnya melayang keudara dan mundur sejauh empat depa dari posisi semula.
Gerakan tubuhnya untuk menghindarkan diri ini merupakan sejenis ilmu sakti dari Hoa san yang disebut Wan Kau biau (monyet melayang).
Melotot besar sepasang mata Giok bin sin ang Say Khi pit setelah menyaksikan kejadian itu, teriaknya keras-keras, “Kongsun heng, suatu ilmu Wan kau biau yang amat hebat, hari ini sepasang mata siaute benar-benar terbuka lebar”
Gak Lam-kun sekalipun diam-diam menghela napas panjarg, pikirnya dihati, “Bagaimanapun juga seorang ketua dari suatu partai besar memang jauh berbeda jika dibandingkan dengan kawanan persilatan pada umumnya”
“Mana, mana, saudara Say terlalu memuji!” demikian Kiu wi hou Kongsun Po berkata sambil tertawa.
Walaupun ia berbicara amat enteng, sesungguhnya ia merasa tegang dan berat, sepasang matanya yang tak diinginkan.
Mendadak Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi berjalan ketengah arena dengan langkah pelan.
Ki Li soat kuatir kalau Hoa Kok khi menyergap Si Tiong pek dengan ilmu pukulan Tay siu im khinya, sambil membentak nyaring ia lancarkan dua buah pukulan dahsyat untuk menghalangi jalan pergi Hoa Kok khi.
Secara tiba-tiba Hoa Kok khi merasakan tibanya segulung tenaga pukulan yang sangat aneh menerjang kearahnya, dengan cepat ia himpun hawa murni sendiri untuk menyingkirkan ancaman tersebut.
Tiba-tiba ia merasakan tibanya kembali segulung tenaga pukulan yang jauh lebih dahsyat menekan dadanya, pukulan itu tibanya sangat mendadak dan diluar dugaan untuk sesaat Hoa Kok khi menjadi gelagapan. Dalam keadaan begini terpaksa ia musti menghimpun tenaganya diatas dada untuk menyambut serangan tersebut dengan keras lawan keras.
Terasalah dadanya bergetar keras, kuda-kudanya gempur dan ia mundur dua langkah dengan sempoyongan untung saja tenaga dalamnya terhitung sempurna, lagi pula hawa murninya keburu dikerahkan lebih dulu, coba tidak begitu niscaya isi perutnya sudah menderita luka yang cukup parah.
Perlu diterangkan disini, ilmu pukulan yang dimiliki Ki Li soat itu terhitung aneh sekali, dikala ia melancarkan dua pukulan tadi tangan kiri dan tangan kanannya masing-masing melepaskan sebuah pukulan yang menggulung datang secara berlapis dengan satu didepan yang lain dibelakang.
Hoa Kok khi yang tidak memahami keistimewaan dari pukulan tersebut, hampir saja menderita kerugian besar.
Setelah melompat kebelakang. sambil tersenyum Thiat kiam kuncu berkata lagi, Tenaga pukulan yang dimiliki nona Ki memang amat lihay, malam ini pengalaman aku orang she Hoa betul-betul telah bertambah luas.
Ki Li soat hanya menghimpun tenaga dalamnya sambil bersiap sedia, ia sama sekali tidak menjawab pertanyaan itu.
Kongsun Po sekalian yang menyebar disekeliling arena tampaknya sudah tak sabar menunggu lebih lama, tiba-tiba mereka berebut maju sambil melancarkan serangan lebih dulu.
Pedangnya dengan jurus Siau ci thian lam (sambil tertawa menuding langit selatan) langsung menyerang tubuh lawan.
Si Tiong pek tidak melayani serangan tersebut, dengan cepat ia mundur kebelakang sambil berkelit dari ancaman itu.
Kiu wi hou Kongsun Po sudah merasakan kelihayan dari jurus pedang anehnya, tidak memberi kesempatan lagi bagi musuhnya melancarkan serangan balasan, tiba-tiba pedangnya dengan jurus Hi ang say kang (nelayan menyebar jala) mengurung tubuh lawan dengan selapis hawa pedang yang tebal.
Si Tiong pek tertawa dingin, pedangnya diangkat keatas untuk menangkis, disambutnya serangan dari Kongsun Po itu dengan keras lawan keras.
Dua buah serangan yang dilancarkan Kong sun Po tersebut semuanya merupakan jurus-jurus biasa yang bertujuan memancing musuh, maka ketika dilihatnya Si Tiong pek mengangkat pedangnya untuk menangkis, ia menjadi sangat girang, pergelangan tangannya direndahkan dan pedang yang sedang melancarkan serangan itu ditarik kembali, tiba-tiba saja ia lepaskan kembali tiga buah serangan berantai.
Bayangan pedang menyambar-nyambar, hawa tajam memenuhi angkasa, seperti gelombang samudra dengan hebatnya langsung menggulung kernuka.
Terkesiap juga Si Tiong pek menghadapi kilatan cahaya pedang yang menggulung-gulung itu, pikirnya, “Jurus pedang apaan ini? Kenapa begitu hebat dan mengerikan hati….?”
“Aku tak boleh bertindak gegabah!”
Berpikir sampai disini, Si Tiong pek segera menggerakkan pedang elang bajanya membentuk lingkaran cahaya perak untuk melindungi badan….
Tiba-tiba saja pedang Kongsun Po berubah arah ditengah jalan, dengan jurus Pek im jut siu (awan putih muncul dari bukit) tampaklah bayangan pedang yang bergetar memenuhi seluruh angkasa itu bersatu dalam waktu singkat, kemudian secepat kilat menusuk kedada Si Tiong pek.
Tak sempat bagi Si Tiong pek untuk menghindarkan diri dari serangan tersebut, tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benaknya, bukan mundur ia malah maju, sambil memiringkan badan ia keluarkan jurus Pah long yu hi (ikan berenang ditengah ombak) yang tercantum dalam kitab pusaka Hay ciong kun boh.
Tangan kirinya dikebaskan kuat-kuat melancarkan segulung tenaga pukulan, sementara tubuhnya menerobos lewat dari balik kilatan pedang yang amat rapat itu.
Gerakan itu memang suatu gerakan yang aneh dan sakti, tidak banyak orang didunia ini yang sanggup mematahkannya.
Sementara Kongsun Po masih tertegun, Si Tiong pek telah menyusup kesisi tubuhnya, sambil membuang pedang tangan kanannya menyambar kedepan mencengkeram persendian tulang pada sikut kanan Kongsun Po yang memegang senjata itu.
Serangan semacam itu meski bukan termasuk suatu gerakan aneh yang berada diluar dugaan, tapi kebagusannya justru terletak pada saat yang tepat serta sasaran yang menakjubkan, membuat orang sukar untuk menghindarkan diri.
Tampaknya serangan tangan kanan Si Tiong pek segera akan menyentuh sikut kanan Kongsun Po.
…. tiba tiba menggulung tiba segulung tenaga pukulan dari samping yang langsung menghajar bahu kiri Si Tiong pek….
Pemuda she Si itu mendengus tertahan, tubuhnya termakan telak oleh pukulan tersebut hingga mencelat kebelakang.
Kongsun Po segera memutar pergelangan tangan dan membacok dengan pedangnya.
Bentakan nyaring berkumandang memecahkan keheningan, Ki Li soat mengayunkan telapak tangannya melepaskan sebuah pukulan yang amat dahsyat untuk membendung pedang Kongsun Po, sementara tubuhnya melayang keudara bagaikan burung walet, dengan suatu gerakan yang manis ia berhasil menyambut tubuh Si Tiong pek.
Tapi pada saat itulah tiba-tiba Kongsun Po melejit keudara, lalu sambil menghimpun tenaga murninya, sekuat tenaga ia menebas kedepan dengan jurus Pek hong koan jit (pelangi putih menutupi matahari) mengancam tubuh Gak Lam-kun.
Perubahan ini berlangsung terlalu cepat sehingga Ki Li soat pun tak sempat memberi pertolongan, tampaknya Gak Lam-kun segera akan tewas tertusuk dadanya oleh serangan itu.
Disaat yang paling kritis inilah, suatu bentakan keras tiba-tiba menggelegar diudara, “Kembali kau!”
Dari sisi gelanggang tiba-tiba menyambar datang sesosok bayangan manusia dengan kecepatan bagaikan kilat, dari tengah udara sebuah pukulan segera dilontarkan kebawah.
Ketika merasakan betapa dahsyatnya serangan tersebut buru-buru Kongsun Po berjumpalitan ditengah udara untuk menghindarkan diri, tapi sayang terlambat, tahu-tahu dadanya sudah terasa sesak sekali.
Tak dapat dikuasai lagi tubuh berikut pedangnya segera mencelat sejauh dua kaki kebelakang.
Walau begitu tenggorokannya toh terasa anyir, tak bisa ditahan lagi ia muntah darah segar.
Tubuhnya dengan sempoyongan kembali mundur sejauh tiga empat langkah, saat itulah ia baru sempat melihat jelas raut wajah penyerangnya, ternyata ia adalah Ji Cin peng.
Sementara itu, suara pekikan nyaring berkumandang sahut menyahut, menyusul kemudian bayangan manusia berkelebat lewat.
Perempuan tua berambut putih dari perguruan panah bercinta bersama Han Hu hoa, Jit poh toan hun Kwik To, Tam ciang ceng kan kun Siangkoan it dan delapan belas pemanah panah bercinta secara beruntun telah tiba pula disana.
Tapi dari pihak Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi telah berdatangan pula si tosu setan Thian yu Cinjin dan ketua Thian san pay, Bu seng sianseng Tang Bu kong.
Walaupun demikian, ketika Hoa Kok khi melihat semua jago lihay dari perguruan panah bercinta telah berdatangan semua, diam-diam ia mengeluh dihati.
Sesudah melepaskan sebuah pukulan tadi dengan suatu gerakan tubuh yang indah Ji Cin peng melayang turun dihadapan Gak Lam-kun, sambil menatap tajam raut wajahnya, tak terlukiskan rasa gembira yang bergelora dalam hatinya ketika itu.
Gak Lam-kun sendiripun merasakan hatinya bergolak keras, berjumpa dengan Ji Cin peng bagaikan berjumpa dengan sanak keluarga sendiri, airmata terharu sempat mengembang dibalik kelopak matanya.
Empat mata saling bertemu dan berpandangan lama, lama sekali….
Akhirnya Gak Lam-kun menghela nafas panjang, katanya, “Tak kusargka kalau aku masih bisa bertemu untuk terakhir kalinya dengan nona Bwee!”
Ji Cin peng dapat menangkap maksud lain dari ucapannya tersebut, dengan sedih ia bertanya, “Kenapa kau…. apakah lukamu belum sembuh?”
Gak Lam-kun menggeleng.
“Aku tahu, jarakku dengan saat kematian sudah tidak terlalu jauh lagi”
Sekalipun Ji Cin peng adalah seorang gadis yang cantik ibaratnya burung hong diantara manusia, namun iapun tak sanggup mengendalikan rasa sedih yang amat mencekam itu. Tergetar keras tubuhnya sehabis mendengar ucapan itu.
Ketika Ki Li soat menjumpai kemunculan Ji Cin peng disitu, dari dalam hatinya tiba-tiba muncul suatu perasaan getir yang sukar dilukiskan dengan kata-kata, mendadak iapun berjalan menghampiri dengan langkah pelan-pelan.
Melihat kehadirannya, dengan dahi berkerut Ji Cin peng segera maju kedepan menghadang didepan Gak Lam-kun, kemudian bentaknya, “Mau apa kau? Hayo minggir kesanal”
Si Tiong pek menjadi marah sekali., sambil tertawa dingin serunya, “Siapakah orang ini? Mirip betul seorang perempuan judas”
Sambil berkata ia telah bergerak maju kedepan.
Waktu itu pikiran Ji Cin peng sedang kalut begitu mendengar Si Tiong pek memakinya seorang perempuan judas, napsu membunuhnya kontan saja berkobar, sambil bertekuk pinggang secepat kilat ia melompat kesamping Si Tiong pek, lalu bentaknya, “Kau yang mencari mati sendiri, jangan salahkan kalau aku bertindak keji kepadamu”
Dalam pembicaraan tersebut, tangan kirinya secara beruntun telah melepaskan tiga buah pukulan.
Dengan cekatan Si Tiong pek menghindar kekiri berkelit kekanan, ketiga buah serangan tersebut berhasil dihindari semua dengan manis, malah sambil memutar pergelangan tangannya ia lancarkan sebuah serangan balasan.
Ji Cin peng tidak mau mengalah, pergelangan tangannya diputar sambil dibalik entah gerangan apa yang dipergunakan, tahu-tahu secara manis ia berhasil memaksa pedang elang baja milik Si Tiong pek berbalik mental kebelakang.
Lalu menggunakan kesempatan itu, jari tangannya menyentil kedepan beberapa kali, segulung desingan angin tajam yang maha dahsyat langsung menerjang kedada pemuda itu.
Mimpipun Si Tiong pek tidak menyangka kalau gadis tersebut memiliki ilmu silat sedemikian lihaynya.
Desingan angin jari itu jelas merupakan sejenis ilmu sentilan jari sebangsa Tan ci sin tong yang maha lihay, kepandaian semacam itu jelas merupakan suatu ancaman yang cukup serius bagi korbannya.
Si Tiong pek ingin berkelit, tapi keadaan tak sempat tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benaknya, ia teringat kembali akan suatu jurus sakti yang tercantum dalam kitab Hay ciong kun boh.
Maka bukannya mundur dia malah maju sambil menyergap tubuh Ji Cin peng dengan sebuah serangan dahsyat.
“Nona Bwee, jangan lukai dia!” tiba-tiba bentakan keras berkumandang memecahkan keheningan.
Secara tiba-tiba Gak Lam-kun sudah menyusup kedepan dan menghadang dihadapan Si Tiong pek.
Ji Cin peng merasa amat terperanjat, segera teriaknya, “Cepat menyingkir….”
Tapi belum habis teriakan itu, dengusan tertahan telah berkumandang memecahkan keheningan sambil mendekap perutnya Gak Lam-kun jatuh kebawah dan berjongkok ditanah karena kesakitan.
Tak terlukis rasa kaget dalam hati Ji Cin peng, segera teriaknya lagi keras-keras, “Engkoh kun….”
Seperti anak sungai, airmatanya jatuh bercucuran membasahi seluruh wajahnya….
Haruslah diketahui, serangan jari yang dilepaskan Ji Cin peng barusan merupakan suatu serangan yang amat lihay, setelah terkena serangan semacam itu, mana mungkin Gak Lam-kun bisa hidup lebih jauh didunia ini? Bila sampai terjadi demikian, bukankah sama pula artinya dengan Ji Cin peng telah membunuh sendiri kekasihnya?
Siapa tahu apa yang kemudian terjadi ternyata jauh diluar dugaan siapapun, terdengar Gak Lam-kun berkata lagi dengan suara gemetar, “Nona…. nona Bwee, dia adalah sahabat karibku…. barusan akupun telah berhutang banyak budi kepada mereka atas pertolongan yang telah diberikan….”
Ketika mengetahui kalau Gak Lam-kun masih bisa berbicara, Ji Cin peng merasa terkejut bercampur gembira, katanya dengan sedih, “Kee…. kenapa kau lari kemari, kau….”
Semua jago yang hadir disekitar gelanggang tahu kalau tenaga dalam yang dimiliki Gak Lam-kun telah punah tapi buktinya sekarang meski sudah termakan oleh sebuah serangan maut dari Ji Cin peng, ternyata ia tak sampai tewas, peristiwa tersebut segera menggemparkan semua orang yang berada disana.
Bahkan Ji Cin peng sendiripun tidak percaya kalau dia sanggup menerima serangan jarinya yang sangat lihay itu.
Pelan-pelan Gak Lam-kun yang berjongkok bangkit kembali, kemudian ujarnya, “Nona Bwe, aku…. aku tidak apa-apa cuma barusan aku merasa sangat tersiksa….”
Ketika dilihatnya paras muka Gak Lam-kun yang semula memucat kini telah memerah kembali, Ji Cin peng merasa agak lega, tapi dengan penuh rasa kuatir tanyanya kembali, “Kau benar-benar tidak apa-apa?”
Gak Lam-kun gelengkan kepalanya berulangkali, sahutnya sambi! tertawa getir, “Sekalipun aku harus mati diujung jari nona, aku akan mati dengan perasaan lega”
Dari ucapan tersebut dapat ditangkap betapa besarnya cinta kasih pemuda tersebut kepadanya.
Ketika Ji Cin peng mengetahui kalau anak muda itu sangat mencintainya, ia merasa sedih bercampur gembira, tapi dengan cepat pula pikirannya terjerumus dalam lamunan yang penuh penderitaan.
Gak Lam-kun mengira dia masih marah, buru-buru sambil minta maaf ujarnya, “Nona Bwee maafkanlah aku bila telah salah berbicara….”
Airmata telah membasahi seluruh wajah Ji Cin peng, dengan gemetar ia berkata “Aku…. aku bukan….”
Si Tiong pek yang menyaksikan pula cinta kasih antara dua orang itu tiba-tiba merasa cemburu sekali sehingga kemarahannya meluap. Tiba-tiba ia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak, suara tertawanya begitu keras hingga menggetarkan kesunyian yang mencekam dimalam itu.
“Apa yang kau tertawakan?” bentak Ji Cin peng dengan wajah gusar, “apakah kau hendak mempergunakan suara tertawamu itu untuk memanggil semua orang-orang dari Thi eng pang untuk membantumu?”
Si Tiong pek segera menghentikan gelak tawanya, lalu menjawab dengan dingin, “Aku tertawa sesuka hatiku sendiri, mau apa kau?”
Lagi-lagi Gak Lam-kun kuatir mereka sampai bentrok sendiri buru-buru ia menengahi.
“Nona Bwe, jika kau bersedia melihat wajahku….”
Sebenarnya Ji Cin peng hendak mengumbar kembali hawa amarahnya, tapi setelah menyaksikan Gak Lam-kun berkata demikian terpaksa ia pun rnembungkam diri.
Tiba-tiba Thiat kiam Kuncu Hoa Kok khi tertawa licik, kemudian katanya, “Gak lote, kau menganggap dia sebagai sahabat karibmu, tapi sebentar lagi dia akan menganggapmu sebagai musuh bebuyutan, haahhh…. haahh…. haahh…. Gak lote, masih ingatkah kau ketika membantai seorang jago lihay dari Thi eng pang yakni Tang hay coa siu kakek ular dari lautan timur Ou Yong hu?” Rupanya sampai sekarang, peristiwa ini belum diketahui oleh para jago dari Thi eng pang?”
Begitu ucapan tersebut diutarakan, paras muka Si Tiong pek maupun Ki Li soat kontan berubah hebat, empat buah mata mereka bersama-sama dialihkan kewajah Gak Lam-kun dan menatapnya lekat-lekat.
“Gak siangkong, betulkah perkataannya….?” Ki Li soat bertanya dengan suara gemetar.
Gak Lam-kun manggut-manggut, sahutnya dengan sedih, “Maaf sekali nona Ki dan saudara Si, Ou Yong hu terpaksa harus kubunuh karena kalian telah mengetahui semua bahwa Ou Yong hu adalah musuh besar pembunuh guruku, aku Gak Lam-kun pun berani berbuat berani betanggung jawab”
Sementara itu paras muka Si Tiong pek telah berubah menjadi hijau membesi sambil tertawa dingin katanya, “Saudara Gak hubungan persahabatan kita hanya sampai disini saja, mulai detik ini hubungan kita telah putus! Nah, sekarang aku akan menuntut balas bagi kematian Ou Thamcu”
Padahal, semenjak Si Tiong pek mendengar kalau Lencana pembunuh naga berada disaku Gak Lam-kun, dalam hatinya telah mempunyai suatu rencana, dia ingin merangkul Gak Lam-kun untuk sementara kemudian diam-diam menyelakainya.
Tapi sekarang keadaannya berbeda, para jago dari perguruan panah bercinta telah berdatang semua, ia yakin dengan kekuatannya berdua tak mungkin bisa mendapatkan lencana mustika tersebut sebab itulah mumpung ada kesempatan, ia lantas memperlihatkan sikap bermusuhan.
Ji Cin peng berkerut kening lalu sekali melompat, tubuhnya telah berada disamping Si Tiong pek katanya, “Kini ilmu silat yang dimilikinya telah punah, jika kau berani mengganggu seujung rambutnya pun aku segera akan membinasakan dirimu”
Ki Li soat yang berada disisinya, ikut pula menasehati dengan suara lembut.
“Engkoh Si lebih baik persoalan ini kita tunda dulu untuk sementara waktu, menanti Liong tau pangcu sudah tiba, barulah kita meminta nasehatnya lagi”
Si Tiong pek sendiripun sadar bahwa mustahil baginya untuk membunuh pemuda itu, setelah ia menimbang sejenak situasi yang dihadapinya, maka setelah tertawa dingin katanya, “Saudara Gak, jika kau sampai mati tentu saja urusan jadi beres, tapi selama kau masih hidup maka selama hayat masih dikandung badan aku Si Tiong pek pasti akan menuntut balas atas sakit hati ini”
Gak Lam-kun tertawa ewa, “Tak usah kuatir saudara Si, Gak Lam-kun lak akan hidup sampai esok pagi”
Selesai berkata, ia lantas berpaling kearah Ji Cin peng sambil berkata, “Nona Bwe, ada satu persoalan aku orang she Gak ingin minta bantuanmu, tolong terimalah adik Kiu liong sebagai murid, atau rawatlah dia baik-baik”
Ucapan tersebut pada hakekatnya seperti pesan terakhir menjelang saat kematiannya, Ji Cin peng yang mendengar itu menjadi sedih sekali, hingga kau musti mengangguk sambil menahan airmatanya.
Untuk sesaat Gak Lam-kun merasa gembira, tiba-tiba ia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak….
Suara tertawanya amat keras dan tinggi melengking…. penuh kesedihan yang membuat siapapun ikut berduka….
Selesai tertawa, dari sakunya Gak Lam-kun mengeluarkan sebuah kotak yang terbuat dari kumala, kemudian secepat kilat menyodorkannya ketangan Ji Cin peng setelah itu dengan langkah cepat dia berlalu dari situ.
Tindakan yang dilakukan ini sangat mendadak dan sama sekali diluar dugaan, dengan kaget Ji Cin peng segera berteriak keras, “Engkoh Kun, berhentilah dulu….”
Tapi Gak Lam-kun pura-pura tidak mendengar dengan langkah cepat ia berlalu dari sana.
Tiba-tiba terdengar bentakan keras bergetar diudara, menyusul kemudian muncul dua gulung angin pukulan yang amat keras menerjang ketubuh Ji Cin peng.
Perempuan berambut putih yang berdiri disamping Ji Cin peng segera membentak keras, “Kembali kau!”
Ketika telapak tangan kanannya diayunkan kedepan segulung angin desingan yang lunak menyambar kemuka dan tanpa menimbulkan getaran barang sedikitpun tahu-tahu telah berhasil memunahkan datangnya ancaman yang maha dahsyat tersebut.
Tapi dari pihak lain, Thiat kiam kuncu serta Thian yu Cinjin telah menerjang datang seperti sukma gentayangan, kemudian….
“Weess! Weess!” masing-masing melancarkan dua buah pukulan yang berat dan dahsyat.
Ketika menyaksikan Gak Lam-kun pergi meninggalkan tempat itu, Ji Cin peng merasa amat sedih sekali, menanti ia tersadar kembali dari kesedihannya, serangan dahsyat dari Hoa Kok khi dan Thian yu Cinjin telah tiba didepan mata.
Dalam keadaan demikian, sekalipun Ji Cin peng bermaksud untuk menangkispun sudah tak sempat lagi terpaksa tubuhnya yang kecil mungil itu harus berjumpalitan beberapa kali ditengah udara dan melayang turun tiga kaki dari posisi semula.
Han Hu hoa menjerit kaget, dia langsung melompat kesamping Ji Cin peng sementara perempuan berambut putih itupun buru-buru menyusul kesitu….
Meskipun pada akhirnya sepasang kaki Ji Cin peng berhasil melayang turun dengan selamat keatas tanah, tapi begitu mencapai permukaan tanah, secara beruntun tubuhnya mundur empat lima langkah lagi dengan sempoyongan, akhirnya ia tak sanggup berdiri tegak dan jatuh terduduk diatas tanah.
Tampaknya tidak ringan luka yang dideritanya, setelah jatuh terduduk ditanah, ia muntahkan darah segar.
Cepat-cepat perempuan berambut putih itu merogoh sakunya dan mengeluarkan sebutir pil berwarna merah kemudian dicekokkan kedalam mulut Ji Cin peng, katanya, “Anak Peng, cepat kau telan pil itu! Bangkitkan semangatmu, dan pertahankan kehidupanmu.”
“Aku tidak mengapa….” kata Ji Cin peng sambil tersenyum.
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia berkata kembali, “Siau Nay nay, anak Peng mohon kepadamu untuk memberitahukan kepadaku sejujurnya, apakah dia bisa mati atau tidak?”
Ketika menyaksikan gadis itu sudah sedemikian terseretnya kedalam lembah cinta, perempuan berambut putih itu menghela nafas panjang, sahutnya kemudian, “Jangan kuatir anak Peng, dia pasti akan menjumpai kejadian-kejadian aneh yang menguntungkan dirinya”
Dua bilah pedang dari Hoa Kok khi dan Tang Bu kong dengan kecepatan bagaikan kilat langsung meluncur ketubuh Ji Cin peng.
Setelah mendengar perkataan dari perempuan berambut putih itu, bagaikan baru saja menelan sebutir pil yang mustajab, dalam waktu singkat semangatnya telah berkobar kembali, sambil membentak keras, tubuhnya segera melayang kedepan.
Perempuan berambut putih yang berada disisinya segera bertindak cepat, ketika dua bilah pedang itu meluncur tiba, ujung bajunya tiba-tiba dikebaskan kedepan, segulung angin pukulan yang sangat kuat segera menerobos keluar lebih duluan.
Hoa Kok khi maupun Tang Bu kong segera merasakan tusukan pedangnya seakan-akan terhalang oleh selapis dinding baja yang sangat kuat, dalam kejutnya buru-buru mereka menarik kembali serangannya sambil mengundurkan diri.
Sementara itu si Tosu setan Thian yu Cin jin, Giok bin sin ang Say Khi pit dan Kiu wi hou Kongsun Po telah menerjang kearah Ji Cin peng dengan kecepatan luar biasa.
“Siapa berani mendekati aku mati, yang jauh dari aku hidup!”
Ia telah meloloskan pedang Giok siang kiamnya yang amat tajam itu, hawa nafsu membunuh menyelimuti wajahnya, tiba-tiba ia menggetarkan pergelangan tangannya, pedang dan badan segera bersatu padu dan meluncur lurus kedepan.
Sesungguhnya kepandaian ini merupakan suatu ilmu pedang terbang yang amat lihay ilmu pedang terbang terhitung sejenis kepandaian tertinggi dari ilmu pedang lainnya, bila tenaga dalam yang dimiliki sipenyerang tersebut sangat lihay, maka ia dapat membunuh orang dari jarak sepuluh kaki dari posisinya.
Sekalipun Ji Cin peng tidak memiliki tenaga dalam sesempurna itu, namun kehebatan ilmu pedang terbangnya cukup menggetarkan perasaan setiap orang.
Tampak olehnya serentetan cahaya putih menyambar lewat secepat kilat, tahu-tahu senjata tersebut telah mengurung sekujur badan Thian yu cinjin, Say Khi pit serta Kong sun Po.
Agak gugup juga ketiga orang itu ketika merasakan tibanya segulung sinar putih yang segera mengurung sekujur tubuh mereka dibawah ancaman hawa pedang lawan tanpa berhasil mengetahui dimanakah musuhnya berada, untuk sesaat mereka menjadi bingung bagaimana caranya untuk menghadapi ancaman itu.
Dalam gelisah dan gugupnya, tiba-tiba Say Khi pit mengayunkan sepasang telapak tangannya kedepan melancarkan dua gulung tenaga pukulan yang dahsyat, Thian yu cinjin memutar senjata Hudtimnya menciptakan selapis bayangan senjata, sedang Kongsun Po menggetarkan pedangnya membentuk selapis bukit pedang.
Walaupun demikian, mereka bertiga masih tetap berusaha untuk melompat mundur dari situ.
Suatu jeritan ngeri yang menyayatkan hati segera berkumandang memecahkan keheningan, menyusul kemudian darah kental memancar keempat penjuru….
Didalam pertarungan tersebut, ternyata Si kakek sakti berwajah pualam Say Khi pit telah kehilangan sebuah lengannya, pedang Kongsun Po tersayat kutung menjadi tiga bagian, sedangkan si tosu setan Thian yu Cinjin yang berilmu silat paling tinggi hanya mengalami sedikit kerugian, yakni sebagian dari bulu senjata Hudtimnya kena tersapu rontok.