Nona berbaju perak itu segera tertawa cekikikan.
“Bagus, bagus sekali, sepasang pedang telah terjatuh ketanah, aku lihat pertarungan silat secara lisan pun berakhir dengan seri!”
Gak Lam kun manggut-manggut.
“Yaa, anggap saja seri. Sekarang kita boleh bertarung dengan menggunakan gerakan sesungguhnya nah mulailah melancarkan serangan!”
Pelan-pelan gadis berbaju perak itu mendekati batu datar didepan sana dan mengambil dua bilah pedang, katanya sambil tertawa, “Pilih sebilah untukmu!”
Gak Lam kun melepaskan cakar naga perenggut nyawa serta topeng kepala naga, lalu melepaskan pula jubah hijaunya sehingga raut wajahnya yang tampan.
Nona berbaju perak itu segera tertawa merdu, serunya, “Sejak semula aku sudah tahu kalau dirimu!”
Gak Lam kun tetap tenang seperti tak pernah terjadi sesuatu apapun, sambil tersenyum ia menerima sebilah pedang, menyentilnya sehingga berbunyi nyaring.
Lalu sambil berdiri didepan nona itu katanya, “Silahkan nona melancarkan serangan!”
Nona berbaju perak itu segera menggerakkan pedangnya secepat sambaran kilat mendadak saja ia menciptakan beberapa kuntum bunga pedang yang memancarkan sinar tajam.
Dengan wajah pucat pias Gak Lam kun melejit keudara beberapa depa tingginya, cahaya pedang segera menyambar lewat dari bawah kakinya itu.
Nona berbaju perak itu berseru tertahan, ternyata jurus pedang yang barusan dipergunakan ini merupakan salah satu jurus aneh didalam ilmu pedang Thianli kiam hoat, meski dalam satu gerakan tapi secara terpisah dapat mengancam tiga buah jalan darah kematian ditubuh lawan.
Selama ini belum pernah ada orang yang bisa lolos dari serangannya itu dalam keadaan selamat, sungguh tak disangka ternyata Gak Lam kun dapat menghindarinya dengan tepat.
Si anak muda itu segera berpekik nyaring, pedangnya digerakkan berulangkali melancarkan dua buah tusukan berantai, dua tusukan kearah kanan dan setusukan dilancarkan kearah tengah.
Dalam lima buah tusukan itu, dia telah menggunakan lima macam gerakan ilmu pedang yang semuanya berbeda antara yang satu dengan lainnya.
“Bagus!” seru gadis berbaju perak itu.
Pedangnya diputar ditengah udara lalu menusuk dari kiri kearah kanan, tiba-tiba ditengah jalan gerakan itu berubah, mendadak saja gerakan pedangnya berputar miring kesamping.
Serangannya itu dilancarkan dengan kecepatan luar biasa dan bisa dirubah kesana kemari sesuai dengan keinginan hatinya, boleh dibilang ilmu pedangnya telah berhasil mencapai tingkatan yang luar biasa sekali.
Terlihatlah cahaya pedang sebentar berputar kekiri sebentar lagi kekanan lalu melejit keudara dan menyambar tenggorokan Gak Lam kun.
Untungnya si anak muda itu tidak gugup dalam menghadapi keadaan tersebut, kembali ia berhasil lolos dari serangan si nona berbaju perak itu secara jitu.
Kemudian pemuda itu membentak nyaring, tubuhnya bergerak maju mengikuti gerakan pedang, serangannya dipergencar dengan jurus-jurus yang buas dan kasar, bukan saja kecepatannya bagaikan sambaran petir, lincah dan gesit pula seperti awan yang bergerak diangkasa.
Kedua orang muda mudi itu benar-benar merupakan sepasang musuh yang sama-sama tangguhnya dan sama-sama berbakatnya.
Sesudah melancarkan serangkaian serangan kilat, tiba-tiba gadis berbaju perak itu merubah kembali jurus pedangnya, cahaya pedang segera memancar keempat penjuru bagaikan air raksa yang memancar kemana-mana, dalam waktu singkat empat arah delapan penjuru telah dipenuhi oleh bayangan tubuhnya.
Gak Lam kun tidak mengira kalau seorang nona cantik yang masih polos dan manja itu sesungguhnya memiliki ilmu silat yang luar biasa lihaynya, tubuhnya yang harus bergerak kesana kemari diantara kilatan cahaya pedang, persis seperti sebuah sampan yang diombang-ambingkan ditengah amukan gelombang dahsyat.
Gerakan tubuh kedua orang itu kian lama bergerak kian cepat, tak lama kemudian selapis cahaya tajam telah menyelimuti seluruh angkasa, dalam keadaan demikian sulitlah untuk membedakan mana Gak Lam kun dan mana si nona berbaju perak.
Sekalipun pertarungan berlangsung amat seru, namun selama ini tak pernah terdengar suara senjata tajam yang saling membentur, rupanya kedua belah pihak sama-sama telah menggunakan ilmu silat tingkat tinggi untuk saling menghindar.
Tampak cahaya pedang menyilaukan mata, bayangan manusia saling menggulung kesana kemari, keadaan berlangsung makin seru.
Gak Lam kun betul-betul terkesiap menghadapi kenyataan ini pikirnya dihati.
“Rupanya ilmu silat See thian san mereka betul-betul merupakan ilmu pedang yang manunggal, bukas saja jurusnya ampuh lagipula aneh dan diluar dugaan bikin orang sama sekali tidak menduga sebelumnya dibandingkan dengan ilmu pedang aliran Tionggoan, betul-betul jauh sekali bedanya…”
Dalam pada itu nona berbaju perak tersebut kembali sudah merubah gerakan pedangnya, kali ini dia menggembangkan suatu jurus serangan yang semuanya merupakan jurus-jurus mematikan.
Tiba-tiba ujung pedangnya seperti menuding keatas sebentar lagi tahu-tahu sudah menuding kebawah langkahnya sempoyongan dan ilmu pedangnya seperti kacau balau tidak beraturan, tapi justru dibalik kekalutan yang tidak beraturan itu tersimpanlah jurus-jurus ampuh yang luar biasa dahsyatnya.
Kali ini Gak Lam kun betul-betul tercekat, mendadak ia berdiri tak berkutik, pedangnya dikembangkan menciptakan selapis cahaya pedang yang amat tebal untuk melindungi tubuhnya.
Dalam waktu singkat, nona berbaju perak itu merasakan hawa pedang yang melindungi badannya begitu kokoh bagaikan sebuah bukit karang, sekalipun berulangkali dia mencoba untuk menerjang pertahanan tersebut, namun usahanya selalu gagal, sekarang nona itupun baru merasa terkesiap.
Tiba-tiba nona berbaju perak itu menarik kembali pedangnya kebelakang, kemudian tangannya didorong kemuka dan secara beruntun melancarkan tiga buah serangan berantai yang maha dahsyat, jurus-jurus serangan yang dipergunakan adalah jurus Thian li san hoa (gadis suci menyambar bunga) See thian Hud co (Buddha suci dari langit barat) serta Sian li ki poh (dewi cantik melangkah maju).
Jurus-jurus serangan berantai itu semuanya mengandung daya penghancur yang luar biasa, gerakannya pun sukar diduga sebelumnya.
Dalam waktu singkat, diantara lapisan pedang yang kokoh bagaikan batu karang itu mendadak muncul sinar putih yang tahu-tahu meluncur masuk kedalam lapisan pertahanan dan menyambar tubuh si anak muda itu.
Gak Lam kun segera menggerakkan pergelangan tangannya, jurus ampuh kembali dipergunakan, dengan memakai jurus Hay sim an liu (aliran maut ditengah samudra) dari ilmu pedang aliran Hay sim pay, pedangnya berputar kencang menciptakan kembali berlapis-lapis hawa pedang yang seketika itu juga menyelimuti tubuh anak muda itu.
Hawa pedang menusuk tulang, cahaya kilat menyilaukan mata, namun tak kedengaran sedikit suarapun.
Jelas kedua orang itu telah mempergunakan tenaga dalam tingkat atas untuk melangsungkan pertarungan tersebut, tapi ujung pedang masing-masing terpancarlah hawa pedang yang kuat.
Tanpa terjadinya bentrokan secara kekerasan membuktikan bahwa kedua belah pihak sama-sama berusaha untuk menyimpan tenaga dan sedapat mungkin mengalahkan musuhnya dengan mempergunakan keampuhan jurus pedang masing-masing.
Pertarungan ini boleh dibilang benar-benar merupakan suatu pertarungan sengit yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Ditengah pertarungan seru, tiba-tiba terdengar suara dengusan tertahan memecahkan kesunyian, cahaya pedang sirap dan pertarunganpun segera terhenti.
Tampaklah gadis berbaju perak itu secara beruntun mundur sejauh dua tiga langkah, pedang yang ditanganpun kini tinggal sebuah gagang pedang saja.
Diatas bajunya yang berwarna perak telah muncul empat buah robekan yang cukup panjang.
Sekalipun demikian paras muka Gak Lam kun pun pucat pias seperti mayat, peluh dingin membasahi sekujur tubuhnya ia berdiri tegak dengan pedang digenggam ditangan kiri, rupanya cukup parah luka yang dideritanya ini terlihat dari sepasang alis matanya yang berkernyit serta bibirnya yang terkatup rapat rupanya sedang berusaha keras untuk menahan penderitaan serta rasa sakit itu yang dialaminya.
Gadis berbaju perak itu menghela napas panjang lalu katanya, “Kenapa aku tidak sekalian kau bunuh?”
Ternyata ditengah gumpalan hawa pedang yang menggulung-gulung tadi, dalam melancarkan sebuah jurus serangan mematikannya, tiba-tiba Gak Lam kun menyerang dengan menggunakan pedang ditangan kirinya untuk membabat lengan kanan gadis berbaju perak itu.
Pada saat itu, serangan mematikan dari gadis berbaju perak pun telah dilepaskan, dengan mendatar pedangnya menusuk kelambung Gak Lam kun, tapi ketika itu Gak Lam kun telah menghimpun tenaga Tok liong ci jiau nya didalam telapak tangan kanan serta merta ditekankan kepedang yang menusuk tiba itu.
Pedangnya secara langsung digetarkan oleh ilmu sakti Tok liong ci jiau dari Gak Lam kun hingga hancur berkeping-keping, sementara pedang ditangan kiri pemuda itu telah merobek-robek baju yang dikenakan gadis berbaju perak itu, bahkan kemudian telapak tangan kanan pemuda itu sempat menggetarkan pula dadanya, untung pemuda itu tak tega dan pada saat terakhir telah menarik kembali sebagian dari tenaga pukulannya…
Dalam keadaan kalah, dari rasa malunya si nona berbaju perak itu menjadi naik darah hawa murninya segera dihimpun kedalam telapak tangan kirinya dan langsung disodokkan keatas dada Gak Lam kun.
Si anak muda itu tertawa getir, katanya, “Apa yang kuharapkan adalah mendapatkan Lencana pembunuh naga tersebut, kenapa kita musti saling melukai?”
Paras muka gadis berbaju perak itu agak berubah, lalu katanya, “Dalam pertarungan adu kepandaian yang berlangsung sekarang kau yang berhasil mendapat kemenangan, asal kau bisa menangkan pula pertarungan dalam adu kecerdikan dan pengetahuan, Lencana pembunuh naga ini segera akan kupersembahkan kepadamu”
Seraya berkata, tiba-tiba gadis berbaju perak itu mengeluarkan sebuah kotak kumala persegi panjang dari sakunya dan diletakkan diatas tanah, katanya kemudian.
“Sekarang kita akan beradu dalam kemampuan tentang pengetahuan..!”
Sekujur badan Gak Lam kun menggigil keras tiba-tiba ia menjatuhkan diri keatas tanah dan duduk bersila, sepasang tangannya ditekankan keatas dada sendiri… napasnya tersengal-sengal dan wajahnya berubah makin pucat pasi seperti mayat.
Setelah terengah-engah sekian lama, akhirnya Gak Lam kun berkata, “Bagaimana pula kita harus bertanding dalam soal pengetahuan serta daya tahan?”
Sambil berkata sepasang matanya yang tajam itu mengawasi kotak kumala tersebut tanpa berkedip ia saksikan kotak itu berwarna putih bersih bagaikan salju, diatas permukaannya terukir seekor naga sakti, ukiran itu sangat indah dan hidup seakan-akan sedang terbang diudara, bentuknya persegi panjang dan panjangnya lima inci dengan lebar tiga inci.
“Criiing..!” diiringi bunyi nyaring tiba-tiba kotak kumala itu terbuka lebar, dari balik kotak tersebut si gadis berbaju perak itu mengeluarkan sebuah lencana berwarna-warni dengan bentuk bulat memanjang, panjang lencana itu kira-kira empat inci dengan lebar dua inci.
Pelan-pelan gadis berbaju perak itu menyentil permukaan lencana berwarna-warni itu, lalu katanya, “Lencana inilah merupakan lencana mustika yang telah menggemparkan seluruh dunia persilatan, Lencana pembunuh naga adanya!”
Gak Lam kun segera merasakan hatinya bergetar keras, tiba-tiba dadanya terasa sakit sekali dan… “Uaak!” ia muntah darah segar, tubuhnya jatuh terduduk dan bergoyang tiada hentinya.
Dengan wajah yang berkerut kencang menahan rasa sakit yang luar biasa, Gak Lam kun berusaha keras untuk mengendalikan golakan perasaan dalam hatinya, kemudian pelan-pelan berkata, “Dapatkah kau pinjamkan lencana pembunuh naga itu kepadaku barang sejenak saja?”
Gadis berbaju perak itu tertawa merdu, “Kau harus perhatikan Lencana pembunuh naga itu baik-baik, sebab adu pengetahuan yang akan berlangsung nanti meliputi pengetahuan tentang Lencana pembunuh naga itu.”
Sambil berkata ia angsurkan lencana pembunuh naga itu dengan kedua belah tangannya kehadapan Gak Lam kun.
Agak gemetar Gak Lam kun menyambut lencana mustika itu, diamatinya benda yang digilai banyak orang itu dengan sorot mata yang tajam.
Tampaklah Lencana mustika yang membuat hati orang persilatan jadi hampir gila itu terdiri dari panca warna yang berkilauan, bentuknya sangat indah dan mempesona hati, entah terbuat dari bahan apa? Tapi kalau ditinjau dari bobotnya jelas bukan besi atau tembaga, tapi bukan pula terbuat dari bahan kemala, atau kayu ataukah kertas.
Pada pemukaan yang pertama terukirkan seorang gadis yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, lukisan itu lembut sekali dan tampak sangat hidup.
Terutama senyuman yang tersungging diujung bibir gadis itu, kendatipun hanya sebuah lukisan tapi tampak sangat hidup bagaikan orang hidup biasa, baik matanya, alis matanya, bibirnya, terutama sepasang lesung pipi yang menambah keayuan dan kelembutan dari dara itu.
Ia memang benar-benar seorang gadis cantik rupawan yang sukar dicarikan tandingannya didunia ini.
Gak Lam kun yang memperhatikan lukisan gadis diatas lencana itu semakin memandang senyuman gadis itu ia merasa senyuman tersebut makin memiliki daya tarik yang amat luar biasa, membuat jantungnya berdebar semakin keras.
Makin dipandang makin tertarik, bagaikan orang yang minum arak saja, semakin minum semakin nikmat tapi semakin cepat pula menjadi mabok.
Tiba-tiba gadis berbaju perak itu menegur dengan suara yang merdu dan lembut, “Hei… rupanya kau sudah terkesima olehnya?”
Bagaikan baru sadar dari impian, Gak Lam kun berseru tertahan, betapa terperanjatnya dia setelah menyaksikan paras muka dari dara berbaju perak itu, ternyata ia menemukan bahwa senyuman yang tersungging diujung bibir gadis berbaju perak itu persis seperti gadis yang tertera pada lencana tersebut.
Tanpa sadar ia menundukkan kepalanya dan memandang sekejap lukisan dara diatas lencana tersebut, tapi ia tak berani melihat terlalu lama, buru-buru kepalanya didongakkan kembali untuk memandang gadis berbaju perak itu, sesudah menghela napas katanya, “Aaai… Thian memang maha kuasa dan maha luar biasa, aneka peristiwa yang serba aneh bisa saja terjadi didalam dunia ini”
Gadis berbaju perak itu tertawa, “Apakah kau merasa gadis itu mirip sekali denganku?”
Gak Lam kun manggut-manggut.
“Yaa, memang rada mirip, tapi tak bisa dikatakan terlalu mirip… katanya, “Ehmm… benar tapi tahukah kau apa maksud dari lukisan sang gadis diatas Lencana pembunuh naga itu?”
“Aku tidak tahu!” Gak Lam kun gelengkan kepalanya berulangkali.
“Dapatkah kau menebak maksud dan tujuan sebenarnya?” kembali gadis berbaju perak itu bertanya.
Satu ingatan melintas dalam benak Gak Lam kun segera pikirnya, “Kalau didengar dari pembicaraan Si Tiong pek, katanya Lencana pembunuh naga ini menyangkut seorang gadis yang amat cantik jelita, jangan-jangan benar juga perkataan itu, tapi benarkah didunia ini terdapat seorang gadis seperti itu…”
Berpikir demikian ia lantas berkata, “Konon barang siapa yang mendapatkan Lencana pembunuh naga itu, ia akan berbasil pula mempersunting seorang gadis yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, apakah gadis ini yang dimaksudkan?”
“Hei, aku kan sedang bertanya kepadamu? kenapa kau malah sebaliknya bertanya kepadaku?”
“Aku tak mau menebak maksud dan tujuan yang sebenarnya!”
“Kalau begitu coba kau perhatikan kembali lukisan dibalik lencana itu, bila kau kembali tidak berhasil menebak jitu maksud dan arti yang tertera disana, maka dalam pertandingan adu pengetahuan ini kaulah yang berada dipihak kalah”
“Jadi kalau begitu, nona sendiri memahami maksud dan arti dari lukisan gadis yang berada diatas lencana itu?”
Gadis berbaju perak itu termenung sebentar, kemudian sahutnya, “Aku sendiripun merasa kurang jelas!”
“Kalau memang begitu, kenapa kau mengatakan bahwa dalam pertandingan adu pengetahuan aku kalah darimu?”
“Sebab aku mengetahui arti dan maksud dari lukisan dibaliknya…”
Mendengar jawaban tersebut, Gak Lam kun tidak berbicara lagi, ia membalikkan lencana itu dan memeriksa isinya, ternyata permukaan lencana itu penuh dengan lukisan-lukisan yang kacau balau tak karuan, sulit untuk mengetahui lukisan apakah itu?”
Yang lebih hebat lagi, semakin diperhatikan lukisan tersebut kepala terasa makin pusing tujuh keliling, ditambah lagi matanya berkunang-kunang.
Sekalipun demikian, garis lukisan yang tertera diatas lencana itu tampak amat jelas.
Gadis berbaju perak itu membiarkan Gak Lam kun memperhatikan lukisan itu beberapa kejap, kemudian baru bertanya, “Kau pahami maksud dan artinya?”
“Maksud dalam soal apa?” tanya Gak Lam kun dengan wajah tertegun.
“Maksud dari gambaran diatas lencana itu!”
“Aku pikir lukisan tersebut pastilah suatu penjelasan peta yang mengandung makna yang mendalam sekali”
“Ya betul! Tapi tahukah kau dimanakah letak dari tempat yang dimaksudkan itu?”
Satu ingatan segera melintas dalam benak Gak Lam kun, tiba-tiba saja ia teringat dengan kata-kata dari Jit poh lui sim ciam (panah inti geledek tujuh langkah pencabut nyawa) Lui seng thian ketika berada diatas pohon siong, serta kata-kata dari Si tosu setan Thian yu Cinjin dan Hoa Kok khi ketika berada dimulut masuk menuju kebangunan loteng yang misterius itu.
Sambil tersenyum segera sahutnya, “Aku rasa letak dari tempat tersebut berada diatas pulau ini!”
Gadis berbaju perak itu segera tetawa dingin, “Heeeh… heeeeh… heeeehh… kalau begitu, dapatkah kau memahami kunci rahasia yang menyangkut dalam penjelasan peta rahasia ini?”
“Apakah nona sendiri telah memahaminya?”
“Belum!” sahut gadis berbaju perak itu hambar.
Gak Lam kun segera tertawa dingin.
“Kalau begitu kita sama-sama tidak tahu, dalam soal adu pengetahuan kita hanya bisa dibilang seri!”
“Yaa, hanya bisa bilang seri” gadis berbaju perak itu tertawa dan manggut-manggut, “nah, sekarang mari kita adu persoalan yang terakhir, yakni mengadu kecerdikan dan daya tahan”
“Bagaimana caranya kita harus beradu kecerdikan dan daya tahan?”
“Lantas menurut pandanganmu sendiri, bagaimana kita harus melakukannya?” gadis itu malah balik bertanya.
“Tampaknya nona sudah mempunyai suatu rencana yang matang maka lebih baik kuturuti kehendakmu saja”
“Sungguhkah perkataanmu ini? Jangan menyesal akhirnya”
“Sebagai seorang laki-laki sejati, apa yang telah diucapkan tak akan disesali kembali”
Gadis berbaju perak itu segera tersenyum.
“Untuk beradu kecerdasan maka hal ini tidak terbatas dalam bidang apapun juga dimanapun kau berada apa yang ada dihadapanmu bisa kita gunakan untuk beradu kecerdasan, aku pikir dalam soal ini tak usah kita pertandingkan lagi, sekarang aku hanya minta kepadamu untuk mendengarkan sebuah lagu yang indah, asal kau sanggup menahan daya pengaruh dari irama khim tersebut Lencana pembunuh naga ini segera akan kuserahkan kepadamu.”
Mendengar perkataan tersebut, diam-diam Gak Lam kun segera berpikir, “Irama iblis dari Soat san thian li merupakan suatu kepandaian yang maha sakti, untungnya suhu pernah mendapat warisan ilmu tersebut, sekarang aku sudah tak takut terhadap pengaruh irama iblis itu lagi, apa salahnya kalau kudengarkan permainan khimnya itu?”
Berpikir sampai disini, diapun segera manggut-manggut, sahutnya, “Baiklah kita tetapkan dengan sepatah kata ini akan kudengarkan permainan khim mu itu”
Tiba-tiba saja paras muka gadis berbaju perak itu berubah menjadi amat serius, senyuman yang manis dan menawan hati itu seketika lenyap tak berbekas, sambil memeluk khim antiknya ia duduk bersila diatas tanah.
Gak Lam kun ikut bersemedi pula dihadapan gadis berbaju perak itu, meski isi perutnya terluka sekarang, tapi tenaga dalam yang dimilikinya cukup sempurna lagi pula ia telah mengerahkan ilmu Huan bu hwe kong dari Yo Long sekalipun luka yang betapa parahnya untuk sementara waktu semua luka itu dapat ditekan lebih dulu.
Hawa murninya segera disalurkan mengelilingi seluruh badan, seluruh perhatiannya dipusatkan menjadi satu dan siap menghadapi setiap kemungkinan yang terjadi.
Ia telah bertekad, bagaimanapun juga tugas yang dibebankan suhu kepadanya harus diselesaikan, dan Lencana pembunuh naga itu harus dimenangkan olehnya…
Pada saat itulah, tiba-tiba berkumandang dua kali dentingan nyaring yang menggetarkan sukma.
“Criing..!” “Criing..!”
Gak Lam kun segera merasakan hatinya bergetar keras oleh dua dentingan nyaring itu, bahkan tubuhnya yang sedang duduk bersila pun ikut bergetar keras, hal ini membuat hatinya amat terperanjat, paras mukanya seketika berubah menjadi pucat pias.
Menyaksikan perubahan wajahnya itu, si nona berbaju perak menghela napas panjang, katanya, “Apakah kau sanggup untuk mempertahankan diri? Ketahuilah yang bakal kumainkan bukan irama sebangsa Mi tin loan hun ci atau Sang goan ci melainkan sejenis irama maut dari tingkatan paling tinggi yang dinamakan Kiu hian tay boan yok sin im”
Tak terlukiskan rasa kaget Gak Lam kun setelah mendengar nama itu, serunya tertahan, “Apa? Kau telah menguasai ilmu sakti Kiu hian tay boan yok sin im yang maha dahsyat itu?”
Kiranya ia pernah teringat dengan perkataan dari suhunya Yo Long kepadanya, waktu itu ia berkata demikian, “Penyakit cacad yang kuderita sekarang baru akan bisa sembuh dan nyawaku baru dapat diselamatkan andaikata ada seseorang yang dapat memainkan irama sakti Kiu hian tay boan yok sin im, irama sakti ini adalah semacam irama maut yang maha dahsyat, tapi apabila sipendengar dapat mempergunakan irama pembunuh manusia itu untuk menembusi nadi-nadi penting ditubuhnya, maka bukan saja akan terhindar dari kematian, malahan berbagai penyakit cacad yang dideritanya akan menjadi sembuh malah, sekalipun aku sudah bisa mempergunakan kepandaian untuk memanfaatkan irama maut menjadi kekuatan untuk mengobati luka, sayang sekali belum ada seorang manusiapun didunia ini yang dapat mempergunakan irama Kiu hian tay boan yok sin im, coba kalau tidak maka kekuatanku pasti akan menjadi tak terkalahkan didunia ini”
Entah apa sebabnya, ketika selesai mendengar perkataan dari Gak Lam kun itu, gadis berbaju perak itu segera mendengus dingin, selapis hawa napsu membunuh yang mengerikan dengan cepat menyelimuti wajahnya diawasinya senar-senar khim itu dengan pandangan tajam.
Jari jemari yang lencir dan lembut pelan-pelan menari diatas senar khim dan memainkan irama musik yang merdu merayu.
Rupanya ia telah memetik irama Kiu hian tay boan yok sin im tersebut untuk menyerang musuhnya.
“Crring..! Crring..! Crring..!” bunyi gemerincingan nyaring menggema menyelimuti seluruh angkasa.
Mengikuti permainan irama khim tersebut, tubuh Gak Lam kun mulai goncang dan bergetar keras.
000000O00000
Mukanya yang sudah pucat kini makin memucat, kulit tubuhnya mengejang keras menahan penderitaan yang luar biasa, peluh sebesar kacang kedelai bercucuran membasahi jidatnya.
Serentetan irama merdu merayu yang menawan hati berkumandang diangkasa mengikuti gerakan jari tangan gadis berbaju perak itu, suaranya mana merdu, indah menawan lagi.
Irama tersebut sepintas lalu tampak sama sekali tiada pengaruh daya iblis yang mengerikan, irama itu kedengaran begitu lembut, begitu indah dan mendatangkan kedamaian dalam hati.
Tapi jauh berbeda bagi perasaan Gak Lam kun, benaknya seakan-akan dipenuhi oleh aneka macam lamunan yang aneh-aneh karena pengaruh irama tersebut, sekujur badannya terasa seakan-akan sedang terbang melayang diudara.
Yang lebih membuatnya menderita adalah peredaran darah dalam tubuhnya kian lama kian membeku kesatu arah, penderitaan tersebut adalah begitu hebat dan begitu dahsyatnya, membuat Gak Lam kun harus menggertak giginya kencang-kencang, seluruh kulit tubuhnya mengejang keras menahan rasa sakit yang luar biasa.
Lamat-lamat noda darah mulai mengalir keluar dari ujung bibirnya ia merasakan tubuhnya yang sedang duduk bersila itu bagaikan berada dalam gudang es, sekujur tubuhnya gemetar keras.
Bila keadaan semacam ini dibiarkan berlangsung lebih jauh, tak dapat disangsikan lagi Gak Lam kun pasti akan mati secara mengerikan.
Gadis berbaju perak itu melirik sekejap kearah Gak Lam kun yang sedang menderita kesakitan itu, lalu sambil menghela napas sedih ia menghentikan permainan seraya berkata, “Aku tak ingin mencelakai jiwamu, lebih baik kau mengaku kalah saja!”
Gak Lam kun tidak berbicara ataupun bersuara, ia masih tetap duduk bersila ditempat semula.
Ketika dilihatnya pemuda itu tidak juga menjawab, bahkan penderitaan yang dialaminya berangsur-angsur menjadi tenang kembali, ia menghela nafas panjang, dan jari jemarinya pun mulai memetik kembali senar-senar khim tersebut.
Alunan lagu yang indah dan merdu sekali lagi berkumandang memenuhi seluruh angkasa.
Tapi kali ini Gak Lam kun duduk tenang bagaikan seorang pendeta tua, kejangan-kejangan yang semula mencekam kulit tubuhnya dan badan yang semula gemetar keras kini sudah menjadi tenang semuanya.
Bahkan diatas wajahnya yang pucat pias seperti mayat itu kini sudah mulai bersemu merah.
Ia tampak begitu tenang, begitu santai dan seolah-olah tidak merasakan penderitaan apapun.
Malah kemudian, sekulum senyuman yang penuh ejekan tersungging diujung bibirnya.
Betapa terkejutnya gadis berbaju perak itu, apalagi setelah menyaksikan paras mukanya begitu tenang dan sama sekali tidak terpengaruh oleh irama iblis yang dimainkan itu, muka yang cantik jelita itu mulai berubah pucat pasi jari jemarinya menari semakin kencang diatas senar-senar khimnya.
Kurang lebih sepertanak nasi kemudian, keadaan Gak Lam kun masih tetap tenang dan sedikitpun tidak nampak terpengaruh, bahkan begitu tenangnya bagaikan air dikolam.
Menyaksikan keadaan tersebut, gadis berbaju perak itu segera tertawa dingin lalu serunya, “Untuk mempertahankan keutuhan diri Lencana pembunuh naga ini, jangan kau salahkan kalau terpaksa aku harus bertindak keji kepadamu!”
Begitu selesai berkata tangan kanannya segera bergerak cepat dan memetik senar khim itu dengan gerakan mendatar.
“Crring..!” dentingan nyaring kembali menggeletar diudara…
“Uuaak..!” tidak ampun Gak Lam kun muntahkan darah kental.
“Criiing! Criiing..! Criiing..!” sekali lagi terdengar tiga kali dentingan yang amat nyaring.
Ketiga buah dentingan tersebut kedengarannya sangat lembut dan merdu sekali, akan tetapi bagi pendengaran Gak Lam kun ibaratnya tiga bunyi geledek yang meledak diatas batok kepalanya, kontan saja ia kehilangan seluruh daya kendalinya.
Ia memuntahkan darah kental yang menyembur keluar sangat deras, tubuh yang semula masih duduk bersila kini roboh keatas tanah, suasana pun pulih kembali dalam keheningan.
Tiba-tiba gadis berbaju perak itu melepaskan khim antik itu dari pondongannya kemudian berjalan kesamping Gak Lam kun, setelah memeriksa hembusan napasnya, tiba-tiba saja paras mukanya berubah sangat hebat…
Ternyata napas Gak Lam kun telah berhenti, peluh dingin membasahi jidatnya, muka yang pucat pias kini berubah menjadi kelabu, tubuhnya kaku seperti sesosok mayat.
Memandang paras mukanya yang amat memedihkan hati itu, tanpa terasa dua titik airmata jatuh berlinang membasahi pipinya.
Mendadak ia merangkap sepasang tangannya didepan dada, lalu dengan suara lirih mulai berdoa, “Oooh… Gak siangkong wahai Gak siangkong… maafkanlah daku! Sesungguhnya aku tidak bermaksud membunuhmu tapi engkau terlalu keras kepala, hal ini mau tak mau memaksaku untuk turun tangan keji kepadamu, tapi sekarang aku merasa menyesal sekali, untuk menebus dosaku ini, aku telah bertekad untuk sepanjang tahun mendampingimu disisi kuburanmu.”
“Ooooh ibu! Wahai ibuku! Biji tak akan melanggar pesan terakhirmu, sepanjang hidupku sekarang tak akan kucintai seorang lelaki darimana pun, tapi sekarang, lantaran memainkan irama Kiu hian tay boan yok sin ing, aku telah mencelakai jiwanya, maka aku mohon kepada kau orang tua agar menyetujui tekadku ini untuk menemaninya sepanjang masa, karena ia telah mati, bukankah kau orang tua tidak melarangku untuk mencintai seseorang yang telah mati?”
Selesai berdoa, ia membungkukkan badannya dan memungut lencana pembunuh naga itu, kemudian dimasukkan kembali kedalam kotak kumala tersebut…
Kemudian diambilnya kembali Khim antik itu dan… “Criing! Criing!” dia memainkan irama yang memilukan hati.
Irama tersebut bernada sedih, penuh kedukaan kemurungan dan kemasgulan.
Diantara gulungan ombak yang menghantam diatas batu karang, irama khim itu sungguh mengharukan hati siapapun.
Angin laut berhembus lewat menggoyangkan rambutnya yang lembut, bunyi pohon siong yang terhembus angin menambah sedih dan murungnya pemandangan waktu itu.
Ditengah sinar rembulan yang purnama, tiba-tiba muncul seorang gadis berbaju putih yang pelan-pelan menuju ketanah datar tersebut.
Gadis berbaju putih itu melirik sekejap kearah Gak Lam kun yang tergeletak ditanah lalu tampak agak tertegun.
Tiba-tiba saja ia menjerit kaget, lalu secepat kilat menubruk kearah depan.
Dipeluknya Gak Lam kun erat-erat, lalu teriaknya keras-keras, “Engkoh Gak..!”
Teriakan tersebut segera menyadarkan gadis berbaju perak itu dari kesedihannya, dengan sepasang matanya yang jeli dia melirik sekejap kearah gadis berbaju putih itu, kemudian setelah menghela napas sedih katanya, “Kau kenal dengan orang ini?”
Siapa gadis berbaju putih itu? Dia tak lain adalah Ji Cin peng.
Dalam cemas dan gugupnya, ia tak sempat untuk menjawab pertanyaannya lagi, dengan cepat dia meraba denyutan nadi Gak Lam kun, ketika dirasakan bahwa denyutan jantungnya masih bergerak, dia segera mengerahkan tenaga dalamnya dan menguruti disekeliling dada si anak muda itu.
Sudah berulangkali Ji Cin peng menguruti dada si anak muda ini, akan tetapi belum juga sadar kembali, hal mana membuat gadis itu mulai gelisah, pikirannya menjadi kalut sekali.
Tiba-tiba gadis berbaju perak itu menghela napas panjang, katanya kemudian dengan lirih, “Ia sudah meninggal dunia!”
Ji Cin peng membelalakkan sepasang matanya lebar-lebar, ditatapnya gadis berbaju perak itu sekejap, kemudian hardiknya, “Apakah kau yang telah mencelakainya?”
Sekali lagi gadis berbaju perak itu menghela nafas panjang.
“Yaa, benar! Tapi aku amat menyesal sekali!”
“Dengan menggunakan kepandaian apakah kau telah melukainya?” Ji Cin peng kembali bertanya.
“Nadi-nadi pentingnya sudah terluka oleh getaran irama Kiu huan tay boan yok sin im yang kulancarkan akibatnya ia meninggal dunia!”
“Heeeh… heeeh… heeeeh… masakah irama sakti Kiu huan tay boan yok sin im bisa dipakai untuk membunuh orang?”
Mendengar pertanyaan itu, gadis berbaju perak tersebut menjadi tertegun, kemudian ia balik bertanya, “Apakah kau sanggup untuk menerima permainan irama sakti dari Kiu huan tay boan yok sin im ini?”
“Heeeh… heeeh… heeeh… sekalipun aku tidak mempunyai kepercayaan tersebut, akan tetapi sebentar lagi aku pasti akan mencoba kelihayanmu itu”
Sehabis berkata, gadis itu segera menepuk pelan jalan darah Mia bun hiat dipunggung Gak Lam kun, setelah itu hawa murninya segera disalurkan kedalam tubuhnya.
Dalam waktu singkat hawa murninya itu telah menembusi jalan darah Hu ciat hiat, Pek hwei hiat dan Hian ki hiat ditubuh Gak Lam kun.
Akan tetapi, sekalipun ia sudah bekerja keras selama seperminum teh lamanya, kecuali denyutan jantung didada Gak Lam kun masih berdetak, sekujur badannya hampir sudah menjadi dingin dan kaku persis seperti sesosok mayat.
Sampai disini, Ji Cin peng benar-benar merasa kecewa sekali, ia menghela napas sedih dan katanya, “Betulkah kau telah mempergunakan irama sakti Kiu huan tay boan yok sin im melukai nadi-nadi penting didalam tubuhnya?”
Gadis berbaju perak itu mengangguk.
“Ilmu silat yang dimilikinya terlalu tinggi kecuali mempergunakan kepandaian ini, aku tak akan sanggup untuk menangkan kehebatan ilmu silatnya…
Sekuat tenaga Ji Cin peng berusaha untuk mengendalikan rasa sedih yang mencekam hatinya, kembali ia bertanya, “Apakah kau dapat mencarikan akal untuk menyembuhkan luka yang dideritanya itu?”
Gadis berbaju perak itu gelengkan kepalanya berulangkali.
“Sekalipun ibuku masih hidup didunia, belum tentu ia sanggup untuk mengobati lukanya itu!”
“Kenapa kau begitu tega untuk mencelakai jiwanya?” bisik Ji Cin peng dengan airmata bercucuran saking sedihnya.
Mendengar perkataan itu, gadis berbaju perak itu tertegun, lalu diam-diam gumamnya, “Yaa, benar, kenapa aku begitu tega untuk mencelakai jiwanya..?”
Dalam pada itu Ji Cin peng duduk dengan tenang disana tanpa bergerak ataupun mengucapkan sepatah katapun sambil membopong tubuh Gak Lam kun yang sedang menderita luka parah itu.
Tiada airmata yang jatuh bercucuran membasahi wajahnya, tiada pula suara isak tangis yang memecahkan keheningan.
Tiba-tiba saja Ji Cin peng menundukkan kepalanya dan mencium noda darah diujung bibir Gak Lam kun, ia tak takut kotor ia tak takut perbuatannya itu ditertawakan orang.
Dengan sepasang mata terbelalak besar gadis berbaju perak itu mengawasi gerak gerik gadis itu wajahnya amat tenang dan wajar, sama sekali tiada rasa dengki atau iri.
Pemandangan itu benar-benar merupakan suatu pemandangan yang penuh dengan kepedihan dan keseriusan.
Tapi dibalik ketenangan yang mencekam sekeliling tempat itu justru terkandung suatu kekuatan yang merangsang perasaan orang membuat siapapun juga yang menyaksikan adegan semacam ini akan merasa ikut terharu dan bersedih hati…
Lama, lama sekali…
Tiba-tiba Ji Cin peng berkata dengan suara dingin, “Aku akan membalaskan dendam bagi sakit hatinya!”
Pelan-pelan Ji Cin peng menurunkan tubuh Gak Lam kun dari pelukannya, selapis hawa napsu membunuh yang mengerikan telah menyelimuti seluruh wajahnya.
Gadis berbaju perak itu menghela napas sedih, tiba-tiba tanyanya, “Apakah hubunganmu dengannya?”
“Aku adalah istrinya!” jawab Ji Cin peng dingin.
Mendengar jawaban tersebut, sekujur tubuh gadis berbaju perak itu gemetar keras, tapi hanya sebentar kemudian wajahnya telah pulih kembali menjadi tenang, ia tertawa getir lalu katanya.
“Kalau memang demikian, silahkan kau turun tangan!”
Ji Cin peng bukan orang yang ceroboh, diapun tahu bahwa orang yang sanggup melukai kekasihnya hingga terluka parah pasti mempunyai kepandaian silat yang sangat lihay dari sakunya dia mengeluarkan pedang Giok siang kut kiam yang amat tajam itu, sambil meloloskan dari sarungnya ia berkata dengan suara dingin, “Cabut keluar senjata tajammu !”
Gadis berbaju perak itu kembali menghela napas sedih.
“Terus terang kuberitahukan kepadamu, setelah melukai jiwanya tadi aku merasa amat menyesal sekali, tapi kalau kau belum juga bisa memahami keadaanku, akupun tak bisa berbuat apa-apa lagi!”
Sambil berkata dia mengambil kembali khim antiknya dan mulai memetik dua kali…
“Criiing! Criiing!”
Walaupun tenaga dalam yang dimiliki Ji Cin peng sangat sempurna, daya tahannya pun sangat tinggi, akan tetapi dua kali dentingan bunyi irama khim itu membuat jantungnya berdebar keras dan peredaran darahnya bergolak keras, buru-buru ia membuang semua pikiran kalut untuk memusatkan diri menghadapi musuh.
Pedang pendek didalam genggamannya itu segera digetarkan keras, kemudian secara beruntun melancarkan tiga buah serangan berantai.
Walaupun ketiga buah serangan tersebut dilancarkan tidak bersamaan waktunya, namun kecepatannya luar biasa sekali sehingga hampir bersamaan waktunya tiba ditubuh lawan.
Gadis berbaju perak itu segera bergerak kesamping, dengan suatu gerakan tubuh yang enteng dan gesit dia menghindarkan diri dari ketiga bacokan pedang itu.
“Criiing..! Criiing..! Criiing..!” kembali terdengar suara dentingan khim berbunyi diudara.
Sambil menghimpun tenaga dalamnya kembali Ji Cin peng melancarkan sebuah tusukan kedepan, tiba-tiba saja hawa murninya terasa mengendor, tubuhnya bergetar dan mundur dua langkah dengan sempoyongan.
Sambil membopong khim antiknya, gadis berbaju perak itu kembali berkata dengan suara hambar.
“Kau sanggup menahan enam dentingan irama sakti dari Kiu hian tay boan yok sin im yang kulancarkan, ini menunjukkan bahwa tenaga dalam yang kau miliki benar-benar hebat, aku hendak memperingatkanmu, jika kau harus menyerang dengan hawa murni yang buyar, maka akibatnya hawa murni akan menyerang kedalam nadi-nadi pentingmu sendiri…”
Belum lagi perkataan itu selesai diucapkan, Ji Cin peng telah menerjang kembali, pedangnya menggunakan jurus Thian li hui ko (gadis langit mengayunkan tombak) tiba-tiba dari gerakan membacok berubah menjadi gerakan menotok yang diancam adalah jalan darah diatas bahu kanan gadis berbaju perak itu.
Dibalik serangannya itu lamat-lamat mengandung beberapa gerakan membunuh yang luar biasa sekali.
Baru saja gadis berbaju perak itu berkelit kesamping, Ji Cin peng tidak sudi memberi kesempatan baginya untuk memetik senar tali khimnya lagi, ia menerjang maju lebih kedepan, pedangnya secara beruntun melancarkan beberapa buah bacokan.
Dalam waktu singkat bayangan pedang membumbung tinggi keangkasa, hawa pedang yang tajam menyusup keempat penjuru.
Dalam sekejap mata Ji Cin peng telah melancarkan delapan buah serangan maut.
Dibawah desakan yang gencar dan dahsyat dari ilmu pedang maha sakti itu, gadis berbaju perak tersebut betul-betul tidak mempunyai kesempatan untuk memetik tali senar khimnya, malah sebaliknya setiap kali harus menghadapi keadaan yang sangat berbahaya.
Kejut dan heran Ji Cin peng menghadapi kenyataan tersebut, ia tak menyangka kalau delapan belas buah serangan pedang kilatnya yang sangat luar biasa itu belum berhasil juga untuk melukai lawannya, itu berarti jika jurus pedangnya tak dapat disambung lebih lanjut, akibatnya dia sendirilah yang akan terluka oleh irama maut tersebut. Maka Ji Cin peng segera menerjang maju kedepan, menggunakan kesempatan itu ia melancarkan sebuah tusukan dengan mempergunakan jurus Cuan im ci seng (menembusi awan memetik bintang).
Gadis berbaju perak itu segera mementalkan serangan pedang itu dengan mempergunakan khim antiknya, lalu sepasang kaki menjejak tanah dan ia melompat ketengah udara.
Ji Cin peng tidak memberi kesempatan bagi musuhnya untuk kabur dari jangkauan serangannya, melihat dia melompat keudara gadis itupun ikut melompat ketengah udara, pedang pendeknya dengan menciptakan selapis cahaya pelangi berwarna putih langsung menerobos maju kedepan.
Tiba-tiba ia menyaksikan gadis berbaju perak itu menarik keatas sepasang kakinya, lalu dalam beberapa kali jumpalitan saja ia sudah berada ditempat semula.
Mimpipun Ji Cin peng tidak menyangka kalau gerakan tubuhnya secepat itu, dia tahu apabila musuhnya dibiarkan kabur dari jangkauan serangannya, maka begitu irama khim mulai dipetik, niscaya dia tak akan mampu untuk menahan datangnya serangan tersebut.
Didalam gugup dan cemasnya, dari tengah udara ia mengeluarkan tiga biji tasbeh dan segera diayunkan kedepan.
Itulah senjata rahasia khas dari Lam hay sin ni, sambaran tasbeh tersebut sedemikian cepatnya bak sambaran kilat ditengah udara.
Pada waktu itu, jari tangan gadis berbaju perak itu sudah menempel diatas tali senar khim dan siap memetiknya, tapi lantaran ketiga biji tasbeh itu sudah keburu menyambar datang lebih dahulu terpaksa mau tak mau dia harus menggeser badan untuk menghindarkan diri.
Didalam kesempatan itulah Ji Cin peng telah menerjang maju kedepan dan secara beruntun pedang pendeknya kembali melancarkan tiga buah serangan berantai.
Akibat dari serangan Ji Cin peng yang bertubi-tubi itu terpaksa si gadis berbaju perak itu harus mundur sejauh beberapa langkah.
Diam-diam ia merasa terkejut dan keheranan juga menghadapi kejadian ini, pikirnya, “Sungguh hebat dan luar biasa sekali kepandaian silat yang dimiliki gadis ini, terutama sekali permainan ilmu pedangnya suugguh tidak lebih lemah dari permainan pedang Malaikat pedang Siang hong im…
Diatas wajah Ji Cin peng yang dingin, lamat-lamat sudah mulai muncul hawa napsu membunuh yang mengerikan, ia mendengus dingin tiba-tiba pedang dan telapak tangannya melancarkan serangan.
Pedangnya melancarkan serangan dengan jurus Bang hong jut ciau (selaksa kumbang dari sarang) suatu jurus serangan yang mematikan dari ilmu pedang Tay ik tiu bun kiam hoat aliran Lam hay, sementara telapak tangan kirinya melancarkan serangan dengan jurus Sin liong huan hay(naga sakti menggulung samudra) yang disertai dengan tenaga sakti Boan yok sinkang.
Tiba-tiba terdengar bentakan keras berkumandang memecahkan kesunyian, menyusul kemudian muncul segulung tenaga pukulan yang maha sakti langsung menyergap belakang punggung Ji Cin peng.
Berada dalam keadaan seperti ini, mau tak mau Ji Cin peng harus melindungi diri sendiri, tubuhnya segera bergeser empat depa kesamping ketika berpaling maka tampaklah kurang lebih dua kaki dibelakangnya berdiri seorang kakek berbaju hijau yang rambutnya telah memutih semua dilihat dari dandanannya, tak salah lagi kalau dia adalah seorang tokoh silat yang berilmu tinggi.
Kakek berbaju hijau itu menggembol sebilah pedang antik pada punggungnya dengan sepasang mata yang tajam bagaikan kilat ia memandang Ji Cin peng sekejap, kemudian pelan-pelan berkata, “Tolong tanya apakah kau adalah murid dari Lam hay sin ni?”
Begitu menyaksikan kakek tersebut, tanpa ditanyapun Ji Cin peng sudah tahu bahwa kakek tersebut adalah See ih kiam seng (malaikat pedang dari wilayah See ih) Siang Bong im.
Ia lantas tertawa dingin dan balik bertanya, “Bolehkah aku tahu bahwa kau adalah See ih kiam seng Siang losianseng..?”
Kiam seng Siang Bong im mengelus jenggotnya dan tersenyum.
“Benar, itulah lohu!” sahutnya.
“Siang lo sianseng!” kata Ji Cin peng dengan dingin, “namamu sudah menggetarkan seluruh dunia persilatan, sungguh beruntung kita bisa jumpa muka pada malam ini, aku seorang pelajar yang belum tamat belajar ingin sekali memohon petunjuk beberapa jurus kepandaian silatmu yang maha sakti itu”
Mendengar perkataan tersebut, See ih kiam seng Siang Bong im segera tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh… haaahhh… haaahhh… selamanya orang baru akan menggantikan orang lama, kaum generasi yang muda memang selalu lebih hebat dan pemberani…”
Belum habis perkataan itu, mendadak dari kejauhan berkumandang suara gelak tertawa yang menggetarkan seluruh angkasa ditengah malam tersebut.
Ketika Ji Cin peng mendongakkan kepalanya, maka tampaklah Thi eng sin siu (kakek sakti elang baja) Oh Bu hong dibawah iringan Kim, Gin dan Lan tiga orang thamcunya sedang bergerak mendekat dengan kecepatan luar biasa.
Dibelakang mereka mengikuti pula delapan belas orang elang baja yang tersohor itu.
Langkah Thi eng sin siu Oh Bu hong amat santai dan tenang, jenggot panjangnya bergoyang keras terhembus angin malam, sekali lagi ia tertawa terbahak-bahak dengan nyaringnya.
“Haaahhh… haaahhh… haaahhh… tak kusangka kalau kalian semua telah datang selangkah lebih dahulu, maaf jika kami dari Thi eng pang datang agak terlambat!”
Belum habis perkataan itu, serentetan suara dingin lain yang mengerikan kembali berkumandang, “Sungguh pagi amat kedatangan kalian, biarlah aku si tua bangka yang tidak mati-mati ikut datang meramaikan suasana ini”
Berbareng dengan selesainya perkataan itu, tampaklah sesosok bayangan manusia bagaikan sesosok sukma gentayangan yang telah menerjang masuk kedalam gelanggang, orang itu bukan lain adalah Ji poh lui sim ciam Lui Seng thian adanya.
Dalam waktu singkat, tempat yang amat sempit itu telah berkumpul sekian banyak jago-jago yang berilmu tinggi.
Ketika semua kawanan jago itu menyaksikan diri Gak Lam kun yang tergeletak kaku diatas tanah, mula-mula mereka agak tertegun, terutama sekali Kim eng thamcu Ki Li soat dari perkumpulan Thi eng pang.
Terdengar ia menjerit kaget lalu serunya, “Haah, rupanya dia…”
Mungkin penemuan tersebut sangat menggetarkan perasaannya sehingga sekujur tubuhnya yang indah itu tampak agak menggigil keras.
Berbareng dengan berkumandangnya jeritan kaget itu, tiba-tiba terdengar seseorang menghela napas panjang, lalu berseru, “Oooh… betapa lihaynya irama khim tersebut…”
Kontan saja gadis berbaju perak itu menjerit keras, lalu teriaknya dengan suara panik, “Ada setan… ada setan…”
Paras mukanya berubah menjadi pucat pias seperti mayat, sekujur tubuhnya gemetar keras.
Ternyata Gak Lam kun yang mula-mula berbaring dengan tubuh kaku itu secara tiba-tiba bangun dan berduduk.
Kejut dan girang Ji Cin peng menyaksikan kejadian itu, serta merta ia memutar badannya sambil berseru, “Kau… kau tidak apa-apa..?”
Suaranya penuh dengan rasa kuatir, kasihan dan sayang, sekalipun nadanya agak gemetar.
Gak Lam kun manggut-manggut.
“Ya, aku masih sanggup bertahan!” sahutnya.
Melihat pemuda itu tidak mati, gadis berbaju perak itupun dapat tersenyum kembali serunya sambil tertawa, “Hei, rupanya kau belum mati?”
“Ehmmm..! Aku memang belum mati, maka aku minta agar kau dapat memenuhi janjimu itu” kata Gak Lam kun sambil menarik muka.
Menggunakan kesempatan sedang berbicara, dengan suatu gerakan yang cepat Gak Lam kun menyapu sekejap keadaan disekeliling tempat itu…
“Hei, sebenarnya kenapa kau bisa bangun kembali?” terdengar gadis berbaju perak itu bertanya dengan wajah penuh kecurigaan.
“Sesungguhnya didunia ini penuh dengan kejadian yang aneh serta benda-benda yang janggal, karena itu aku sendiripun tak tahu kenapa bisa hidup kembali” sahut pemuda itu hambar.
Sebagaimana telah diucapkan tadi, sebenarnya Gak Lam kun sendiripun merasa heran dan tercengang ketika mengetahui bahwa ia dapat sadar kembali dari pingsannya, sebab sejak dulu sampai sekarang ia telah tahu bahwa ilmu irama Kiu hian tay boan yok sin im adalah suatu irama iblis yang lihay sekali.
Tiba-tiba gadis berbaju perak itu berpaling kewajah Ji Cin peng, setelah menghela napas sedih katanya, “Sungguh tak kusangka kalau dalam dunia persilatan dewasa ini masih ada orang yang sanggup menyembuhkan penyakit semacam ini”
Mendengar perkataan itu, Gak Lam kun segera menyadari bahwa hidupnya kembali disaat ini adalah berkat pertolongan dari Bwe Li pek, dengan cepat ia berpaling kearah Ji Cin peng dan katanya sambil menghela napas panjang, “Aaai… Nona Bwe, selama kehidupanku sekarang, entah dengan cara apakah Gak Lam kun dapat membalas budi kebaikanmu itu”
Mendengar perkataan itu, sekali lagi si gadis berbaju perak itu merasa tertegun, tiba-tiba ia berpaling kearah Ji Cin peng memandangnya sekejap dan berkata sambil tertawa, “Ooo… rupanya kau sedang berbohong tadi”
Mendengar perkataan itu, merah padam selembar wajah Ji Cin peng karena jengah, ia segera menundukkan kepalanya.
Oleh tanya jawab yang tiada ujung pangkalnya ini, semua orang yang hadir ditempat itu menjadi kebingungan dan tak habis mengerti dengan apa yang mereka bicarakan, demikian juga halnya dengan Gak Lam kun sendiri, ia tak tahu apa arti dari pembicaraan kedua orang gadis tersebut.
Perasaan Ji Cin peng pada saat ini amat menderita, kiranya yang dimaksudkan oleh gadis berbaju perak tadi adalah soal pengakuannya sebagai istri Gak Lam kun.
Ji Cin peng kuatir sekali jika gadis berbaju perak itu membongkar rahasianya secara langsung, maka sambil mendongakan kepalanya ia berkata kembali, “Dibalik persoalan ini sesungguhnya terdapat latar belakang yang sangat kalut sekali, aku harap agar kau jangan menambah kesulitan bagiku saja!”
Gadis berbaju perak itu segera tertawa dingin, katanya, “Siapakah yang akan menambah kesulitanmu? Hmm…”
Paras muka Gak Lam kun ikut berubah menjadi serius, tiba-tiba katanya, “Nona, lebih baik kau selesaikan dengan segera pekerjaan yang harus kau lakukan”
“Persoalan apa?”
Hawa amarah sudah mulai menyelimuti seluruh wajah Gak Lam kun, tegurnya, “Apakah kau hendak mengingkari janji?”
Gadis berbaju perak itu segera tertawa berderai-derai.
“Haaah… haaah… haaah… setelah kau ambil benda tersebut, apakah tidak takut kalau dirampas orang lagi? Baiklah! Kalau toh aku yang telah kalah pada malam ini, terpaksa benda itu harus kuserahkan kepadamu.”
Seraya berkata gadis berbaju perak itu mengambil keluar sebuah kotak kumala dari dalam sakunya.
Sementara itu semua jago lihay yang berada disekitar gelanggang serta merta telah maju beberapa langkah kedepan.
Thi eng sin siu Oh Bu hong tertawa terbahak-bahak, sepasang matanya yang lebih tajam dari sembilu itu menatap kotak kumala ditangan gadis berbaju perak itu tajam-tajam kemudian tegurnya, “Tolong tanya, apakah nona berasal dari perguruan See thian san pay..?”
Gadis berbaju perak itu segera tertawa merdu.
“Benar!” sahutnya, “apakah kau ingin tanya apa isi dalam kotak kumala ini?”
Thi eng sin siu Oh Bu hong segera tersenyum.
“Nona memang cerdik sekali” katanya, “tolong tanya apa benar isi kotak kumala itu adalah Lencana pembunuh naga?”
Gadis berbaju perak itu manggut-manggut.
“Ehmm, kaupun amat cerdas! Benda yang berada didalam kotak kumala ini memang benar Lencana pembunuh naga yang dapat membuat setiap orang persilatan berubah muka, eeeh… kau menanyakan persoalan ini sampai sedemikian jelasnya, apa maksud dan tujuanmu?”
Oh Bu hong kembali tertawa terbahak-bahak.
“Haaahh… haaahhhh… haaahhh… walaupun Lencana pembunuh naga adalah benda mustika yang tiada taranya dalam dunia persilatan, akan tetapi aku Oh Bu hong masih tak kesudian untuk merampasnya dengan kekerasan dewasa ini tak sedikit jumlah jago lihay yang berkumpul dipulau ini, bila sampai terjadi pertarungan maka tidak sedikit nyawa manusia yang akan melayang ditempat ini. Lolap rasa kita harus mencari sebuah akal yang adil untuk menyelesaikan persoalan ini yakni mempergunakan kehebatan ilmu silat masing-masing untuk menetapkan milik siapakah Lencana pembunuh naga itu, entah bagaimana menurut pendapat nona..?”
Gadis berbaju perak itu segera tersenyum.
“Usulmu itu memang adil sekali cuma sayangnya Lencana pembunuh naga itu sudah menjadi milik Gak siangkong, dalam hal ini aku sudah tak dapat mengambil keputusan lagi karena itu lebih baik kau ajukan saja persoalan itu kepadanya”
Gak Lam kun segera maju dua langkah kedepan menerima kotak kemala tersebut dari tangan gadis berbaju perak itu lalu sambil tertawa dingin katanya, “Cara yang diusulkan Oh pangcu memang terhitung bagus sekali, cuma sayangnya aku tak dapat menyetujui usulanmu itu”
Seraya berkata anak muda itu berpaling dan memberi tanda kepada Ji Cin peng untuk berangkat meninggalkan tempat itu.
Sambil tertawa terbahak-bahak, Oh Bu hong segera maju kedepan dan menghadang jalan perginya.
“Sekalipun kau maju kedepan juga percuma, sebab kepergianmu itu pasti akan dihadang oleh orang-orang lain, itu berarti walaupun lohu tidak turun tangan, toh akhirnya Lencana pembunuh naga itu tak akan berhasil kau pertahankan”
Gak Lam kun segera tertawa dingin.
“Heeehhh… heeehhh… heeehhh… peringatan maupun maksud baik Oh pangcu biar kuterima dalam hati, terima kasih banyak atas kebaikan hatimu itu” katanya.
Thi eng sin siu kembali tertawa, tanyanya kemudian, “Andaikata orang lain telah turun tangan untuk merampas Lencana pembunuh nagamu apakah pihak Thi eng pang juga boleh ikut memeriahkan keramaian ini?”
“Heeehhh… heeehhh… heeehhh… tentu saja boleh!” sahut Gak Lam kun sambil tertawa dingin, “seandainya Oh pangcu mempunyai kegembiraan untuk turut ambil bagian, silahkan saja untuk turun tangan”
Oh Bu hong segera menyingkir kesamping dan memberi jalan, katanya sambil tertawa, “Lebih baik kita tentukan dengan sepatah kata itu saja, apabila orang lain tidak merampas badanmu itu, pihak Thi eng pang pasti tak akan secara sengaja menyulitkan dirimu”
Gak Lam kun tidak menyangka kalau Oh Bu hong bisa bersikap demikian terbuka atas peristiwa ini, padahal Oh Bu hong sekalian masih belum tahu kalau Tang hay coa siu (kakek ular dari lautan timur) Ou Yong hu telah tewas ditangannya.
Baru saja Gak Lam kun dan Ji Cin peng hendak melanjutkan kembali perjalanannya kedepan, tiba-tiba terdengar kembali suara tertawa dingin yang mengerikan berkumandang diudara.
“Heeehhh… heeehhh… heeehhh… Gak lote harap jangan pergi dulu” katanya, “aku Lui Seng thian ingin merundingkan suatu persoalan denganmu”
Gak Lam kun merasa terkejut sekali menyaksikan jalan perginya dihadang oleh kakek dengan panah mautnya, apalagi setelah menyaksikan tabung maut itu ditujukan kearahnya serta Ji Cin peng.
Setelah termenung sejenak, diapun bertanya dengan suara dingin, “Lui locianpwe, perundingan apakah yang hendak kau bicarakan dengan diriku?”
Jit poh lui sim ciam Lui Seng thian tertawa seram, kemudian katanya pelan, “Gak lote, aku rasa kaupun seorang yang pintar, dan situasi diatas pulau inipun telah kau ketahui dengan jelas, maka apabila kau bersedia mengijinkan lohu untuk turut serta dalam membahas rahasia lencana itu, lohupun bersedia membantu dirimu untuk menghadapi hadangan-hadangan dari musuh tangguh yang telah berada didepan mata sekarang”
Gak Lam kun tertawa.
“Lui locianpwe, biarlah maksud baikmu itu kuterima didalam hati saja, sayang aku Gak Lam kun selamanya enggan berlutut dihadapan orang sambil memohon bantuannya!”
Jit poh lui sim ciam Lui Seng thian kembali tertawa seram.
“Heehhh… heehhhh… heeehhh… Gak lote, kau pasti sudah mengetahui betapa lihaynya panah inti geledek yang bisa membunuh korbannya dari jarak tujuh langkah ini bukan? Aku harap kau suka berpikir tiga kali lebih dulu sebelum bertindak”
Thi eng sin siu Oh Bu hong kembali tertawa terbahak-bahak, katanya, “Haaahhh… haaahhh… haaahhh… Gak lote, sekarang kami orang-orang dari Thi eng pang terpaksa harus ikut serta didalam keramaian ini…!”
Sambil berkata pelan-pelan ia berjalan maju kedepan.
Jilid 13
Lui Seng Thian segera mengalihkan panah inti geledek Jit poh lui sim ciamnya mengarah
diri Oh Bu hong, lalu bertanya dengan keras.
“Oh Bu hong, jika kau berani maju selangkah lagi, jangan salahkan kalau lohu tak akan bertindak sungkan-sungkan lagi kepadamu….”
Ji Cin peng pun sadar bahwa peristiwa yang telah terjadi hari ini tak mungkin bisa diselesaikan secara baik-baik, maka begitu panah inti geledek milik Lui Seng thian beralih ditujukan kearah Oh Bu hong, ia merasa bahwa kesempatan baik ini tak boleh dibiarkan lewat dengan begitu saja….
Ia tidak ragu-ragu lagi, sambil membentak keras tubuhnya menerjang maju kemuka, telapak tangan kirinya dengan jurus Hui tim cing tam (mengebut debu mencari ketenangan) segera dikebaskan kedepan sementara kedua jari tangannya dengan disertai tenaga penuh langsung disodokkan kearah jalan darah Khi bun hiat.
Lui seng thian adalah seorang gembong iblis tua yang sangat lihay sepasang bahunya segera digetarkan dan tahu-tahu ia sudah mundur delapan depa dari posisi semula, kini tabung bulatnya kembali ditujukan kearah gadis tersebut.
000000O00000
Begitu sudah lepas dari incaran musuh, sudah barang tentu Ji Cin peng tak sudi membiarkan dirinya diancam oleh lawan lagi, dengan suatu kecepatan yang luar biasa ia memutar badannya dan langsung menerjang kesisi Lui Seng thian.
Gerakan itu bukan cuma menghindarkan diri dari ancaman saja bahkan sekaligus telah melancarkan serangan, gerakan tersebut benar-benar dilakukan dengan kecepatan yang luar biasa.
Perputaran badannya sambil disertai gerakan maju kedepan itu sungguh dilakukan dengan menempuh bahaya maut nyaris tabung bulat itu mampir diatas tubuhnya meski hanya selisih beberapa inci saja untung saja gerakan tubuhnya itu digunakan secara tepat dan bagus, coba kalau tidak sekalipun tidak terluka parah oleh tabung bulat tersebut, paling tidak diapun akan ditawan kembali dibawah ancaman musuh.
Lui Seng thian sesungguhnya adalah seorang jago lihay yang sudah lama tersohor namanya dalam dunia persilatan, mana pengalamannya menghadapi musuh sudah cukup banyak, tak sedikit pula jago lihay yang pernah dijumpainya, tapi sayang sekali gerakan tubuh dari Ji Cin peng terlalu aneh dan sakti, kali inipun ia baru menjumpai untuk pertama kalinya, tak urung dibuat tertegun juga ia oleh kejadian tersebut.
Gerakan tubuh yang barusan dipergunakan oleh Ji Cin peng itu bernama Lam hay peng po leng im sin hoat (ilmu gerakan tubuh menyeberangi awan tenang dilautan selatan), gerak geriknya bukan cuma aneh, sakti dan lihay lagi, gerakan itu agak sedikit mirip dengan gerakan Ji gi heng jit seng liong heng sin hoat dari Gak Lam-kun.
Dikala Lui Seng thian masih tertegun itulah, Ji Cin peng telah menerjang kesamping tubuhnya, dengan menggunakan jurus Peng hong tiang kang (salju menutup sungai tiangkang) tangan kanannya dihantam kedepan dengan disertai tenaga yang luar biasa, begitu tabung bulat milik Lui Seng thian dipukul sampai menyingkir kesamping, telapak tangan kirinya, secepat kilat melancarkan empat buah pukulan dahsyat secara beruntun. 6
Keempat buah serangan itu meski dilancarkan dengan jarak yang berbeda, tapi karena kecepatannya terlalu hebat, sehingga sepintas lalu tampaknya keempat buah pukulan itu dilancarkan secara berbareng, ini semua membuat pandangan mata orang menjadi kabur dan sukar untuk menghindarkan diri.
Lui Seng thian merasa amat terkejut, dengan cepat tubuhnya melompat mundur kebelakang, menanti punggungnya hampir menempel dengan permukaan tanah, kakinya segera mengerahkan tenaga penuh dan seluruh tubuhnya mencelat sejauh delapan sembilan depa lebih dari posisi semula dengan tubuh hampir menempel diatas permukaan tanah.
Akibat dari serangan tersebut, walaupun Lui Seng thian berhasil meloloskan diri dari serangkaian ancaman tersebut, akan tetapi tabung panah inti geledeknya kena dihantam oleh pukulan Ji Cin peng sehingga terjatuh keatas tanah.
Sekalipun kedua belah pihak hanya bergebrak dalam satu jurus belaka, akan tetapi masing-masing pihak telah mempergunakan jurus paling tangguh yang jarang dijumpai dalam dunia persilatan hal mana membuat para jago yang menyaksikan jalannya pertarungan dari sisi gelanggang sama-sama terkejut dan menghela napas panjang.
Cara yang telah dipergunakan oleh Ji Cin peng untuk menghindari sergapan, menerjang kedepan, mendesak mundur tabung panah, melancarkan serangan dan mendesak musuh, semuanya mempergunakan jurus-jurus serangan yang tangguh, terutama sekali dikala melancarkan sebuah pukulan untuk memaksa Lui Seng thian untuk membuang senjata Jit poh lui sim ciamnya tadi, gerakan tersebut betul-betul luar biasa sekali.
Setelah berhasil meloloskan diri dari serangan Ji Cin peng tadi, hawa amarah yang membara dalam dada Lui seng thian benar-benar tak terkendalikan sambil tertawa dingin dengan suara yang menyeramkan ia berseru, “Ilmu silat yang dimiliki nona benar-benar luar biasa sekali, kau merupakan satu-satunya jago tangguh yang pernah kujumpai selama hidupku ini, sungguh tak kusangka dalam usia tuaku ini lohu masih sempat untuk bertemu dengan jago setangguh nona….”
Setelah tertawa serak dengan nada menyeramkan ia berkata lebih jauh, “Cuma, aku harap nona bersedia untuk menjelaskan asal usul perguruanmu agar bisa menambahkan pengetahuan lohu untuk kali ini, aku ingin tahu ilmu silat dari perguruan manakah yang sesungguhnya begitu sakti dan luar biasa”
Sebagaimana diketahui, Lui Seng thian adalah seorang jago kawakan yang sudah sering melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, pengetahuan serta pengalamannya cukup luas, iapun seringkali menjumpai pelbagai ilmu silat dari pelbagai aliran dalam dunia ini, sekalipun tidak hapal seratus persen, tapi asal pihak lawan telah melancarkan serangannya, dengan cepat dia akan mengetahui asal usul dari perguruannya itu….
Gak Lam-kun sendiri walaupun sudah tahu jelas kalau gadis ini mempunyai hubungan dengan Lam hay sin ni tapi dia sendiripun tidak berhasil mengetahui asal usul dari ilmu silat yang dipakai gadis tersebut, dia hanya merasa bahwa tangan gadis itu diayunkan sekali dan tahu-tahu jurus serangan yang sangat aneh tapi lihay itu telah dipergunakan.
Sementara itu Ji Cin peng sedang tertawa dingin lalu berkata, “Ilmu silat yang kugunakan ini tidak berasal dari partai manapun, buat apa kau musti menanyakannya?”
Jit poh lui sim ciam Lui Seng thian adalah seorang gembong iblis tua yang ternama, ilmu silatnya amat menonjol dalam deretan jago kenamaan dalam dunia persilatan, selama hidup belum pernah dihina dan dicemooh orang dengan cara serendah ini.
Kontan saja hawa amarah dalam tubuhnya berkobar, dengan tubuh gemetar keras ia tertawa dingin tiada hentinya.
“Heeeh…. heeeh…. heeeh…. bocah perempuan kau benar-benar amat takabur, begitu berani kau pandang hina diriku”
Sambil berkata, selangkah demi selangkah ia berjalan kedepan dan menghampiri gadis tersebut.
Tiba-tiba Ji Cin peng menggunakan ujung kakinya untuk mencukil tabung bulat berisi Jit poh lui sim ciam itu, begitu berhasil diterima dalam genggamannya ia lantas membentak nyaring, “Hayo majulah jika kau memang tidak takut mampus”
Lui Seng thian benar-benar menghentikan langkah tubuhnya, ia tertawa seram lalu katanya, “Lohu tidak percaya kalau dalam dunia persilatan dewasa ini masih terdapat orang kedua yang bisa mempergunakan tabung anak panah ini.”
“Jawab saja kau pingin hidup atau mati?” kata Ji Cin peng dingin, “terserah kemauanmu sendiri, aku tahu bahwa suatu pertarungan sengit tak akan terhindari lagi bila ditinjau dari situasinya sekarang ini, jika kubunuh dirimu berarti aku akan kehilangan seorang musuh tangguh”
Sekalipun Lui Seng thian adalah seorang gembong iblis yang membunuh orang tak berkedip, akan tetapi menghadapi ancaman jiwa yang mempertaruhkan mati hidupnya, ia tak berani bertindak secara sembarangan.
Bila meninjau keadaan yang terbentang didepan mata sekarang, aku tidak percaya kalau nona bisa melindunginya untuk meninggalkan tempat ini dengan selamat.
Ji Cin peng tidak menggubris ucapan itu, tiba-tiba ia berpaling kearah Gak Lam-kun seraya berkata, “Gak siangkong, mari kita pergi dari sini!”
Selesai berkata ia lantas melangkah kearah samping kiri.
Sementara pembicaraan itu sedang berlangsung secara diam-diam Lui Seng thian telah menghimpun segenap hawa murni yang dimilikinya, terdengar gelak tertawa seram berkumandang memecahkan kesunyian tahu-tahu sepasang telapak tangannya secara beruntun telah melancarkan serangkaian pukulan berantai.
Sementara itu, delapan belas orang elang baja dari Thi eng pang telah membentak bersama lalu maju kedepan sambil melakukan pengurungan yang ketat.
Hawa pedang serasa memancar kemana-mana, kedelapan belas bilah pedang itu meluncur datang dari empat arah delapan penjuru dan langsung ditujukan ketubuh gadis tersebut.
Berada dalam keadaan seperti ini Ji Cin peng segera tertawa dingin, telapak tangannya disilangkan didepan dada sambil berdiri serius, sementara tabung bulat yang berada ditangan kanannya diputar sedemikian rupa menciptakan selapis bayangan hitam yang menerjang kearah delapan belas orang anggota Thi eng pang itu.
Delapan belas elang baja dari Thi eng pang sudah pernah menyaksikan keganasan dari Jit poh lui sim ciam, ketika mereka saksikan Ji Cin peng memutar tabung bulatnya sedemikian rupa seakan-akan hendak melancarkan serangan dengan panah itu, serta merta mereka membuyarkan diri dan mencari selamatnya masing-masing.
Ji Cin peng berdiri dengan telapak tangan kiri disilangkan didepan dada, ketika hendak saling bertemu dengan kekuatan dari Lui Seng thian, tiba-tiba saja ia menghantam serangan itu kesamping, rupanya ia hendak memancing serangan lain kearah sana.
Tiba-tiba ia merasakan kembali datangnya segulung angin pukulan yang sangat kuat langsung menerjang kearahnya.
Kiranya Lui Seng thian telah membagi segenap kekuatan yang diraihnya menjadi dua bagian yang masing-masing dihimpun kedalam kedua belah telapak tangannya.
Dasar cerdik ia menyerang secara beruntun dengan cara tenaga yang meluncur secara berlapis-lapis, hal ini membuat Ji Cin peng sama sekali tidak menyangka ataupun bersiap sedia, kontan saja ia kena diterjang oleh gulungan angin pukulan yang datang secara berlapis-lapis itu….
Untung saja reaksinya cukup cepat, sepasang kakinya segera menjejak tanah lalu dengan mengikuti arah meluncurnya angin pukulan tersebut, tubuhnya meluncur kedepan dan baru melayang turun tiga kaki jauhnya dari tempat semula.
Lui Seng thian terkejut sekali menghadapi kenyataan tersebut, segera pikirnya, “Ilmu silat yang dimiliki orang ini benar-benar sukar diduga dengan akal biasa tampaknya ia sudah terkena oleh pukulanku yang maha dahsyat itu kenapa ia tampak biasa saja dan sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda terluka?”
Darimana dia bisa tahu kalau sebelum berlangsungnya pertarungan tadi, secara diam-diam Ji Cin peng telah menghimpun tenaga khiekang pelindung badan Sian thian khikangnya untuk melindungi badannya?
Tenaga dalam semacam itu termasuk tenaga yang bersifat lunak, begitu terkena serangan yang datangnya dari luar maka tenaga itu segera akan memberikan reaksi yang hebat mengikuti datangnya aliran tenaga itu, gadis tersebut segera melayang keudara dan atas gerakannya inilah maka terhindarlah dia dari getaran keras yang mengakibatkan terlukanya isi perut gadis tersebut.
Sementara Lui Seng thian masih tertegun dan berdiri termangu-mangu, Ji Cin peng telah melompat turun dari atas udara sambil melancarkan sebuah pukulan dahsyat.
Lui Seng thian cukup tahu akan kelihayan musuhnya ia tak berani menyambut datangnya serangan dengan keras lawan keras, ujung baju kanannya dengan cepat dikebaskan kedepan, sementara tubuhnya bergeser sembilan depa jauhnya kesebelah kiri.
Cepat-cepat Ji Cin peng menekuk pinggangnya dan secara tiba-tiba berjumpalitan diudara, dengan kecepatan bagaikan sambaran petir ia mengejar langsung kemana kaburnya Lui Seng thian, angin jari setajam pisau langsung dilontarkan kedepan untuk menghajar belakang bahunya.
Waktu itu sepasang kaki Lui Seng thian belum sempat berdiri tegak ketika merasakan datangnya desingan angin jari dari Ji Cin peng, betapa terkesiapnya jago tua itu, buru-buru badannya menjatuhkan diri kedepan, lalu dengan jurus Hui tau wang gwat (berpaling sambil memandang rembulan) ia melepaskan sebuah serangan balasan.
Rupanya dia tahu bahwa tak mungkin baginya untuk menghindarkan diri dari serangan kilat Ji Cin peng itu, maka timbulnya niatnya untuk beradu jiwa.
Telapak tangannya segera dibalik sambil meluncur kedepan, segenap kekuatan tubuhnya yang dimilikinya disalurkan keluar, angin pukulanpun menggulung dengan hebatnya.
Sekalipun, Ji Cin peng memiliki ilmu silat yang amat sakti sayangnya ia masih cetek dalam pengalaman suatu pertarungan, menghadapi sikap nekat Lui Seng thian yang mengajak beradu jiwa ini sedikit banyak ia menjadi panik juga.
Betul juga serangan nekad dari Lui Seng thian tersebut segera memaksa Ji Cin peng harus menarik kembali serangannya untuk melindungi diri, pinggangnya lantas direndahkan kebawah dan tubuhnya yang sedang menerjang kemuka dihentikan secara paksa, kemudian mengikuti hembusan angin pukulan yang menggulung datang itu tubuhnya melayang sejauh enam tujuh depa kebelakang.
Begitu lolos dari bahaya maut setelah melancarkan serangan sambil menyerempet bahaya peluh dingin segera membasahi setujur tubuh Lui Seng thian saking kagetnya.
Tiba-tiba Thi eng sin siu Oh Bu hong tertawa terbahak-bahak, tubuhnya melayang diudara bagaikan seekor burung elang raksasa, begitu melayang melewati atas kepala Ji Cin peng sambil rentangkan sepasang lengannya, pedang dan tongkat Thi eng kiam serentak digetarkan kemuka untuk menyerang diri Gak Lam-kun.
Sungguh cepat serangan tersebut, belum sirap gelak tertawanya, desingan toya pedang itu sudah mengurung sekeliling batok kepalanya.
Gak Lam-kun terperanjat, ia merasa hawa murni dalam tubuhnya sekarang telah mencapai keadaan yang paling lemah, tubuhpun serasa melayang-layang diatas awan dengan entengnya, darimana mungkin ia dapat membendung tibanya serangan dahsyat itu.
Dalam cemas dan gugupnya, cepat-cepat ia gunakan ilmu gerakan tubuhnya yang aneh untuk berputar kesebelah kiri.
Oh Bu hong menekuk pinggang, tiba-tiba saja tubuhnya maju beberapa depa kedepan toya pedang Thi eng kiamnya melepaskan sebuah serangan kosong sementara tangan kirinya melepaskan cengkeraman.
Menanti sepasang kakinya telah mencapai permukaan tanah, tahu-tahu tangan kirinya telah mencengkeram urat nadi diatas pergelangan tangan kanan Gak Lam-kun.
Semua kejadian ini hanya berlangsung didalam waktu yang amat singkat….
Baik Ji Cin peng maupun kawanan jago lainnya yang ada didalam gelanggang, semuanya tidak menyangka kalau Gak Lam-kun bisa ditangkap oleh Oh Bu hong dengan cara yang begitu mudah, menanti Ji Cin peng bersiap-siap hendak melakukan pertolongan. Oh Bu hong telah berhasil menangkap korbannya.
Sekalipun demikian, gerakan Ji Cin peng dikala melakukan tubrukan itu dilakukan dengan kecepatan luar biasa, baru saja Oh Bu hong berhasil mencengkeram pergelangan tangan kanan Gak Lam-kun, angin serangan jari tangan dari Ji Cin peng tahu-tahu sudah tiba dibelakang punggungnya.
Rupanya Oh Bu hong telah menduga bahwa Ji Cin peng pasti akan melakukan pertolongan, maka begitu berhasil mencengkeram pergelangan tangan kanan Gak Lam-kun, segera ia menyingkir kesamping.
Sekalipun gerakan itu dilakukan cukup cepat, toh punggungnya kena disapu juga oleh angin jari tangan Ji Cin peng….
“Breeet….!” pakaiannya segera tersambar robek dan punggungnya muncul sebuah guratan sepanjang beberapa senti.
Gagal dengan serangannya tersebut, Oh Bu hong telah berhasil mantapkan dirinya, dengan sentakan keras ia membetot Gak Lam-kun kedepan.
Termakan oleh kekuatan tersebut Gak Lam-kun yang pada dasarnya sudah lemah itu segera tertarik kedepan, dan tubuhnya melintang dihadapan mukanya.
Dalam pada itu serangan kedua dari Ji Cin peng baru saja dilancarkan, Oh Bu hong segera mengerahkan tenaga dalamnya kelengan kiri dan mendorong tubuh Gak Lam-kun untuk menyongsong datangnya, ancaman dari gadis tersebut.
Yang satu menyerang yang lain menyongsong gerakan tersebut benar-benar dilakukan dengan kecepatan luar biasa, menunggu Ji Cin peng menyadari bahwa Oh Bu hong telah mempergunakan Gak Lam-kun untuk menyongsong tibanya serangan itu, serangan jarinya yang dahsyat tahu-tahu sudah berada dimuka dada Gak Lam-kun.
Keadaan menjadi gawat, agaknya jari tangan Ji Cin peng yang tajam dan runcing itu segera akan menempel diujung baju Gak Lam-kun….
Disaat yang amat kritis inilah, mendadak gadis itu menarik kembali serangan tangan kanannya.
Tiba-tiba Oh Bu hong tertawa dingin, lalu bentaknya, “Gak lote, kau menginginkan Lencana pembunuh naga ataukah menginginkan jiwa sendiri?”
Gak Lam-kun membentak gusar, ia mengibatkan tangannya keras-keras dengan maksud hendak melepaskan diri dari cengkeraman Oh Bu hong, andaikata hal ini terjadi dihari-hari biasa maka kebasan yang dilakukan sekuat tenaga itu pasti dapat membuatnya lepas dari cengkeraman orang.
Berbeda jauh dengan keadaan pada saat ini dalam keadaan hawa murni yang membuyar, kebasannya itu bukan saja gagal memenuhi harapan, bahkan daya tekanan yang menekan pergelangan tangan kanannya terasa makin berat, ibaratnya dijepit dengan tanggem besi yang kuat, cuma anehnya ternyata tidak terasa sakit.
Mencorong sinar tajam dari balik mata Ji Cin peng, dengan cekatan ia mengegos kesamping kanan menghindari Gak Lam-kun lalu diantara getaran tangannya secara beruntun ia melancarkan tiga buah serangan kilat dengan gerakan-gerakan yang aneh dan sakti.
Termakan oleh tiga buah pukulan berantai itu, Oh Bu hong terdesak mundur sejauh empat langkah lebih, tapi tangan kirinya masih mencengkeram pergelangan tangan kanan Gak Lam-kun erat-erat, sementara tongkat pedang elang bajanya yang berada ditangan kanan, diayunkan berulangkali untuk membendung datangnya ancaman tersebut, setelah bersusah payah sekian lama akhirnya berhasil juga ia menghindari ketiga buah serangan dahsyat itu.
Betapa terkesiapnya Oh Bu hong ketika menundukkan kepalanya dan tidak menjumpai Gak Lam-kun dalam keadaan kesakitan. Sebab sebagaimana yang ia ketahui, barangsiapa nadinya tercengkeram, maka sekalipun tenaga dalamnya amat sempurna, dalam keadaan begini akan membuyar juga kekuatannya, badan akan terasa kaku dan sakitnya bukan kepalang.
Tapi yang dijumpai sekarang, sekalipun Gak Lam-kun tidak memberikan perlawanan namun sikapnya cukup santai.
Thi eng sin siu Oh Bu hong segera tertawa dingin, ancamnya, “Jika kau berani melancarkan sebuah serangan lagi kepadaku, segera kuhancurkan tulang pergelangan tangannya!”
“Hmm….!” Ji Cin peng mendengus dingin, menyandera orang sambil mengancam, terhitung manusia macam apakah kau ini? Kalau berani hayolah kita berduel satu lawan satu….
Oh Bu hong tertawa terbahak-bahak, sebelum Ji Cin peng menyelesaikan perkataannya ia segera menukas.
“Antara lohu dengan nona tak pernah terikat oleh dendam sakit hati ataupun perselisihan lain, kenapa aku musti beradu jiwa dengan dirimu….”
Mendadak Gak Lam-kun membentak marah, “Bagi seorang laki-laki sejati lebih baik dibunuh daripada dihina, bila bersikap semacam ini kepadaku, jangan salahkan kalau aku hendak memakimu!”
Dalam pada itu, ketiga orang Thamcu dari Thi eng pang berserta kedelapan belas orang elang bajanya telah menyebarkan diri keempat penjuru dengan mengambil posisi mengepung.
Menyaksikan keadaan semacam ini, sadarlah Ji Cin peng bahwa dirinya amat terjepit malam ini, anehnya sampai sekarang tak seorangpun dari anggota perguruannya tiba disana.
Dalam menghadapi keadaan seperti ini tiba-tiba ia membentak keras, “Lui Seng thian, sambutlah ini!”
Tiba-tiba ia melempar tabung panah inti geledek Jit poh lui sim ciam itu kepada Lui Seng thian.
Begitu menerima kembali tabung bulatnya, Lui Seng thian segera tertawa seram.
“Heehhh…. heeehhh…. heeehhh…. tua bangka Oh, panah inti geledek yang bisa mencabut nyawa orang dalam tujuh langkah ini telah kutujukan kepadamu!”
Perubahan ini terjadi sangat mendadak dan sama sekali diluar dugaan para jago Thi eng pang. Mimpipun mereka tak mengira kalau Ji Cin peng bakal menyerahkan kembali senjata ampuh tersebut kepada Lui Seng thian.
Mendengar ancaman itu, Oh Bu hong segera tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh….haaahhh….haaahhh…. kau musti tahu, bukan aku seorang yang kau tuju, disini masih ada seorang Gak lote”
Sekali lagi Lui Seng thian tertawa seram.
“Heeehh…. heeehh…. heeehh…. tua bangka Oh, mungkin kaupun sudah tahu dengan tabiatku selamanya lohu hanya memikirkan bagaimana caranya mencapai tujuan, aku tak pernah mempersoalkan tindakan apa yang musti kuambil”
Ou Bu hong tertawa dingin, “Heeehh…. heeehh…. heeehh…. kalau begitu lakukanlah sekarang juga….!”
Dalam waktu singkat situasi yang terbentang didepan mata berubah menjadi amat tegang, diam-diam Ji Cin peng segera mengerahkan tenaga dalam untuk bersiap sedia, dia kuatir Lui Seng thian benar-benar akan membidikkan panah inti geledeknya kearah mereka berdua.
Situasi ketika itu sungguh menjadi amat serius dan mengerikan, pertarungan sengit setiap saat bisa meletus.
Lui Seng thian sama sekali tidak menekan tombol tabungnya, diapun hanya bersiap siaga penuh dengan sikap yang was-was, hal ini sudah barang tentu menambah tegang dan seramnya suasana disana.
Entah sedari kapan, gadis berbaju perak dan See ih kiam seng Siang Bong im telah mengundurkan diri dari daerah disekitar tempat itu….
Gulungan ombak samudra berkejaran dilautan bebas dan memecah diatas batu karang, peredaran darah didalam tubuh semua orang terasa begitu bergelora dan bertambah cepat.
Tiba-tiba Lui Seng thian tertawa seram, suaranya yang keras memecahkan keheningan dan suasana tegang disekeliling tempat itu.
“Tua bangga Oh!” katanya dengan dingin, “apakah kau tidak merasakan sesuatu yang aneh dan mencurigakan?”
Oh Bu hong tertawa dingin.
“Tua bangka Lui, kau anggap aku bisa termakan oleh siasat busukmu yang licik itu?”
Thi eng sin siu mengira dia akan melancarkan sergapan dan sengaja mengucapkan kata-kata itu untuk mengalihkan perhatiannya.
Lui Seng thian kembali tertawa dingin katanya
“Tua bangka Oh, seandainya aku orang she Lui hendak menyergap dirimu, sejak tadi hal mana telah kulakukan”
“Haaaa…. haaaa…. haaaa…. kalau begitu apa yang hendak kau bicarakan?” Thi eng sin siu tertawa terbahak-bahak.
“Menurut dugaanku, Lencana pembunuh naga yang berada disaku Gak lote pasti adalah lencana palsu”
Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar, paras muka semua orang segera berubah hebat.
Gak Lam-kun mengejek sinis.
“Palsu juga boleh, asli juga boleh, kecuali aku sudah mampus kalau tidak jangan harap kalian bisa mendapatkannya” ia berseru.
Thi eng sin siu tertawa dingin pula.
“Gak lote, kenapa pikiranmu tidak lebih kau buka? Ketahuilah, Lencana pembunuh naga bukan terhitung sebuah rahasia besar lagi, tidak sedikit orang persilatan yang sudah mengetahui tentang persoalan ini sudah begitu banyak manusia lihay yang telah berdatangan kepulau terpencil ini dengan harapan bisa mendapatkan mustika itu, sekalipun Gak lote berhasil kabur pada malam ini, aku rasa juga tak mungkin bisa menghindari pengejaran serta pencarian dari kawanan jago persilatan dari pelbagai golongan didunia ini. Apalagi sekalipun lencana tersebut berhasil kau dapatkan, toh belum tentu mustika tersebut akan kau dapatkan dengan gampang.”
Gak Lam-kun mendengus dingin, bentaknya tiba-tiba, “Hei, mau apa kau mencengkeram terus pergelangan tanganku ini?”
Oh Bu hong tertawa.
“Kecuali kau bersedia mengambil keluar lencana pembunuh naga itu dan membiarkan kami memeriksa keasliannya.”
“Hmm….! Kau anggap aku orang she Gak sudi kau ancam dengan cara begini? Buat seorang lelaki sejati, lebih baik mati daripada dihina.”
Mendadak Thi eng sin siu melepaskan cengkeramannya pada pergelangan tangan kanan Gak Lam-kun, lalu sambil mundur dua langkah katanya, “Aku tidak kuatir kalian bisa kabur dari sini!”
Ji Cin peng dengan cepat maju kedepan dan menghampiri Gak Lam-kun, lalu dengan suara lembut katanya, “Gak siangkong, bolehkah kau pinjamkan sebentar lencana pembunuh naga itu kepadaku!”
Gak Lam-kun manggut-manggut dari dalam sakunya ia mengeluarkan kotak kumala tersebut.
“Tunggu sebentar!” mendadak seseorang membentak keras.
Gan tiong ciang (pukulan batu karang) Kwan kim ceng dari perkumpulan Thi eng pang segera melompat kedepan dan melancarkan sebuah bacokan kilat kedepan.
Ji Cin peng segera memutar balik telapak tangan kanannya, kemudian menyambut datangnya ancaman tersebut sambil membentak, “Mundur kau!”
“Blaang….” ketika dua gulung angin pukulan yang maha dahsyat bertemu satu sama lainnya ditengah udara, segera terjadilah ledakan keras yang mengakibatkan timbulnya pusaran angin kencang, pasir dan batu kerikil segera beterbangan keudara.
Manusia yang bernama Pukulan batu karang Kwan Kim ceng itu segera mencelat kebelakang dan tergetar sejauh satu langkah lebih.
Sementara itu, Ji Cin peng telah menerima kotak kumala tersebut segera ujarnya dengan dingin, “Lencana pembunuh naga yang kalian kehendaki berada didalam kotak kosong”
Kotak yang sementara itu sudah dibuka oleh Ji Cin peng tampak kosong melompong tak ada isinya sementara Lencana pembunuh naga yang berwarna warni itu entah sudah kabur kemana.
Tak terkirakan rasa gusar Gak Lam-kun sesudah menyaksikan kejadian itu, ia mendengus dingin lalu makinya.
“Budak liar kau berani menipu aku.”
Lui Seng thian pun tertawa seram.
“Heeeh…. heeeh…. heeeh…. Gak lote, dugaanku tidak salah bukan? Tak nanti orang-orang dari See thian san menyerahkan Lencana mustika itu kepadamu dengan segampang ini”
Berbicara sampai disitu, dia lantas berpaling kearah Thi eng sin siu sambil melanjutkan, “Tua bangka Oh? Lohu ada satu persoalan yang hendak dirundingkan denganmu, apakah kau punya keberanian untuk menjawabnya?”
“Persoalan apa?” tanya Oh Bu hong sambil tertawa dingin, “harap kau mengatakannya lebih dulu, setelah kupikirkan baru dibicarakan lebih lanjut….”
Mendengar itu, diam-diam Lui Seng thian memaki didalam hati, “Tua bangka bajingan ini betul-betul seorang bangsat tua yang berhati licik”
Berpikir sampai disitu katanya kemudian dengan dingin, “Tua bangka Oh, aku rasa kau pasti telah bertekad untuk mendapatkan lencana pembunuh naga itu bukan?”
“Betul!” sahut Oh Bu hong ketus, “jauh-jauh dari ribuan li lohu datang kemari, kalau tidak bertekad untuk memperolehnya lantas dengan maksud apa aku datang kemari?”
“Kalau begitu kita adalah sama-sama setujuan. Tapi, seperti kau lihat sendiri, disinipun hadir kawanan jago dari See thian san, dari Perguruan panah bercinta serta sekawanan jago lihay lainnya, yakinkah kalian Thi eng pang untuk memperoleh mustika?”
Walaupun ucapan tersebut ditujukan kepada Oh Bu hong, tapi sinar matanya dialihkan kewajah Ji Cin peng serta memperhatikan perubahan mimik wajahnya itu.
Tapi paras muka Ji Cin peng amat dingin dan kaku bagaikan es, ia seperti tidak merasa murung tidak pula merasa gembira, tapi jelas terlihat memancarkan sikap anggun yang membuat setiap orang yang melihat merasa tunduk dan menaruh hormat.
Oh Bu hong tertawa terbahak-bahak.
“Haaahh…. haaahh…. haaahh…. asal saudara Lui bersedia untuk menggabungkan diri dengan perkumpulan kami, sembilan puluh sembilan persen Lencana pembunuh naga itu akan menjadi milik perkumpulan kita”
Lui Seng thian tertawa dingin.
“Heeehh…. heeehh…. heeehh…. apakah maksudmu hendak menarik aku menjadi anggota Thi eng pang? Sayang sekali aku orang she Lui tak sudi menerima perintah orang lain!”
Bukan menjadi marah. Oh Bu hong kembali tertawa, katanya kembali, “Kalau begitu, apa maksud saudara Lui dengan perkataanmu tadi?”
“Menurut maksud lohu, ada baiknya jika Thi eng pang bekerja sama dengan perguruan panah bercinta untuk bersama-sama menghadapi perguruan See thian san.”
Mendengar ucapan itu Oh Bu hong segera tertawa terbahak-bahak.
“Haaah…. haaah…. haaah…. jadi andaikata lencana pembunuh naga itu berhasil didapatkan, maka pihak Thi eng pang kami harus bertarung melawan perguruan panah bercinta untuk menentukan siapakah pemenangnya yang berhak untuk mendapatkan Lencana pembunuh naga? Lantas bagaimana dengan kau sendiri dan Gak lote?”
“Kami berdua? Tentu saja yang satu bergabung dengan Thi eng pang sedang yang lain bergabung dengan perguruan panah bercinta tapi bukan dalam arti kata masuk menjadi anggota.”
Ketika mereka berbicara sampai disitu, diam-diam Ji Cin peng dan Gak Lam-kun telah berlalu dari sana.
Oh Bu hong tertawa tergelak.
“Haaahhh…. haaahhh…. haaahhh…. saudara Lui, pintu gerbang Thi eng pang selalu terbuka bagimu, bila kau bersedia masuk kedalam perkumpulan kami, dengan senang hati lohu akan menyambut kedatanganmu untuk bersama-sama menciptakan suatu pekerjaan besar. Kini semua orang sudah pergi dari sini, kita tak boleh kehilangan kesempatan baik ini sehingga didahului orang lain.
Berbicara sampai disitu, dia lantas memimpin kawanan jago Thi eng pang berangkat meninggalkan tempat itu.
Bulan bersinar cerah diangkasa, sinar yang keperak-perakan memancar keempat penjuru.
Gak Lam-kun dan Ji Cin peng melakukan perjalanan bersama dengan santainya….
Ji Cin peng menghela napas panjang, katanya, “Gak siangkong, benarkah kau bertekad untuk mendapatkan Lencana pembunuh naga itu?”
Gak Lam-kun menghela napas pula dengan suara lirih, sahutnya, “Didalam Lencana pembunuh naga terkandung suatu rahasia yang maha besar dan rahasia itu menyangkut suatu mustika dunia yang tiada taranya didunia ini, setiap orang berusaha untuk mendapatkan, bahkan dengan pelbagai cara berusaha untuk merebutnya, aaai….”
Sekali lagi Gak Lam-kun menghela napas lanjutnya, “Tapi aku bukannya menjadi merah mata lantaran mustikanya melainkan….”
Ketika berbicara sampai disini, tiba-tiba Gak Lam-kun menghentikan kata-katanya.
“Apakah pesan gurumu menjelang kematiannya mengharuskan kau untuk mendapatkannya?” tanya Ji Cin peng.
Gak Lam-kun gelengkan kepalanya berulangkali.
“Walaupun suhu berpesan agar Lencana itu kudapatkan, lalu mengasingkan diri dari dunia persilatan dan berusaha memecahkan rahasia lencana ini, tapi aku adalah seorang yang sudah hampir mati, aku tak dapat melaksanakan lagi tugas tersebut”
“Benarkah kau bakal mati?” Ji Cin peng bertanya dengan sedih.
Gak Lam-kun berpaling dan memandang Ji Cin peng sekejap tampak wajahnya telah basah oleh airmata.
Gak Lam-kun segera menghela napas panjang.
“Masa matipun bisa pura-pura, aai…. kini aku sudah merasakan sekujur badanku lemas tak bertenaga tubuhnya menjadi enteng seperti mau terbang, rencana yang sebenarnya telah kususun dengan rapi selama dua hari ini tampaknya sudah tak mungkin untuk diselesaikan lagi”
Ji Cin peng yang pada dasarnya sudah sedih kini makin sedih lagi sehabis mendengar perkataan itu.
“Mati, bukan suatu peristiwa yang menakutkan”, Gak Lam-kun berkata lagi, “sebab tiap manusia tentu akan mati bila usianya telah mencapai tua, sekalipun demikian aku merasa bahwa tidak seharusnya kalau aku mati pada saat seperti ini.”
“Benar! Tidak seharusnya kau mati dengan begitu saja”
Gak Lam-kun tertawa getir.
“Tapi sekarang, urusan sudah menjadi begini apalagi yang bisa dilakukan?”
Perasaan mereka berdua pada saat ini dicekam oleh rasa sedih yang luar biasa mereka berjalan dengan mulut membungkam dan perasaan yang kosong, seakan-akan pikiran dan perasaan mereka telah tercebur kedalam samudra luas yang tak terkirakan dalamnya.
Entah berapa lama sudah lewat, dengan perasaan yang kosong mereka berjalan sampai disuatu tanah perbukitan.