Friday, June 25, 2010

lpn_11_14a

Jilid 11
Ji Cin peng agak terkejut juga ketika menyaksikan kemunculan Hoa Kok khi ditempat itu, mencorong sinar tajam dari balik matanya yang jeli, setelah menatap sekejap wajah lawannya dengan pandangan sedingin es, ia bertanya ketus, “Boleh aku tahu, apakah saudara adalah manusia yang bernama Thiat kiam kuncu (lelaki sejati berpedang baja) Hoa Kok khi?”
“Tidak berani, tidak berani, akulah orang she Hoa apakah nona adalah ketua dari perguruan panah bercinta?”
Ji Cin peng mendengus dingin.
“Hmm..! Ada persoalan apa kau datang kemari?” tegurnya kemudian setelah berhenti sejenak.
Dengan ujung matanya Hoa Kok khi menyapu sekejap wajah Gak Lam kun, lalu sambil tertawa ringan ia menjawab, “Perkataan dari nona memang tidak salah, adapun kedatangan aku orang she Hoa adalah untuk mencari Gak lote.
Gak Lam kun mendengus dingin.
“Hmm..! Hoa Kok-khi, kalau kau memang datang untuk menghantar kematianmu sendiri, jangan salahkan kalau aku orang she Gak akan bertindak keji kepadamu”
Sekali lagi Lelaki sejati berpedang baja Hoa Kok-khi tertawa terbahak-bahak.
“Haaah… haaah… haaah… Gak Lote, kau jangan salah paham, aku orang she Hoa datang kemari justru hendak mengajakmu untuk membicarakan suatu usaha barter”
“Barter apalagi yang hendak dibicarakan?” Gak Lam kun semakin naik darah, “kau tak usah kuatir, aku orang she Gak tidak akan menerima syaratmu sekalipun aku bakal mati.
Hoa Kok khi tertawa.
“Tapi kau musti tahu racun dari Tay siu im khi tak akan bisa dibebaskan oleh siapa pun!”
Dengan sinis dan penah nada menghina Gak Lam kun mendengus dingin, katanya: 4
“Sebagai seorang lelaki sejati, hidup tak perlu digirangkan, kenapa mati musti dirisaukan? Kau tak usah menggunakan ancaman mati untuk menggertak aku orang she Gak… Hmm! Tapi sebelum menjelang saat kematianku, kaupun jangan harap bisa lolos dari kematian pula ditanganku”
Lelaki sejati berpedang baja Hoa Kok khi kembali tersenyum.
“Kagum, kagum, sungguh mengagumkan!” pujinya, “kau memang betul-betul seorang manusia yang luar biasa, aku orang she Hoa paling mengagumi manusia berjiwa ksatria semacam kau, karena akupun tidak tega untuk turun tangan membinasakan dirimu, coba kalau tidak…”
Mendengar perkataan itu, kemarahan Gak Lam kun kontan saja berkobar kembali, ia tertawa dingin dengan nada yang menyeramkan, kemudian ejeknya dengan sinis, “Hmm… anggapanmu kau sanggup membunuhku dengan kepandaian silat yang kau miliki?”
Lelaki sejati berpedang baja Hoa Kok khi kembali tertawa.
“Gak lote!” demikian katanya, “berbicara menurut ilmu silat yang kau miliki, tidak banyak jago persilatan didunia ini yang sanggup memiliki ilmu silat setarap denganmu, boleh dibilang ilmu silatmu sudah cukup menjagoi seluruh dunia, tapi kalau ingin memimpin umat persilatan terpaksa kepandaianmu musti dilatih puluhan tahun lagi. Sedang mengetahui kepandaian silat yang aku orang she Hoa miliki, entah bagaimanakah pendapat dari Gak lote?”
“Tentu saja jago pilihan!” sahut Gak Lam kun dengan suara yang sangat hambar.
Hoa Kok khi tersenyum.
“Terima kasih banyak, terima kasih banyak atas pujianmu” katanya, “sejak dua puluh tahun berselang aku orang she Hoa sudah disebut orang jago nomor satu dalam dunia persilatan, sampai kini aku rasa nama baik tersebut belum sampai kunodai, haahh… haaahh… haaahh… terlepas dari taraf ilmu silat yang kita miliki, menyinggung soal pengetahuan dalam dunia persilatan maupun kecerdasan otak, aku orang she Hoa percaya masih sanggup untuk mengalahkan Gak lote. Kentongan kelima berselang, ketika kau membunuh si Kakek ular dari lautan timur Ou Yong hu secara keji, bila aku muncul tepat pada waktunya untuk menghalangi niatmu itu, aku yakin kau tak akan sanggup membunuh orang she Ou itu seperti apa yang kau kehendaki, waktu itu si Kakek sakti berwajah pualam dari bukit Sian ngo tay san dan Kongsun po dari bukit Hoa san juga bersembunyi disekitar sana, bayangkan sendiri lote sanggupkah kau melawan kerubutan dari empat orang jago lihay sekaligus?”
Ketika mendengar ucapan tersebut, Gak Lam kun merasakan hatinya bergetar keras, sukar dilukiskan betapa terkejutnya begitu berbahaya dan banyak tipu muslihatnya coba kalau waktu itu mereka muncul berbareng, kemudian bersama-sama mengerubutinya, tak bisa disangkal lagi jiwanya lebih banyak terancam bahaya maut daripada keberuntungan.
“Hoa Kok khi!” tiba-tiba Ji Cin peng menegur dengan suara dingin sekarang sanggupkah kau mengobati luka racunnya itu?
Lelaki sejati berpedang baja Hoa Kok khi mengelus jenggotnya dan tersenyum.
“Asal dia menyanggupi untuk sebuah permintaanku, tanggung penyakitnya itu akan lenyap hingga tak berbekas”
Tiba-tiba Ji Cin peng menubruk maju tiga langkah serunya lagi dengan suara dingin, “Apakah obat itu berada disakumu?”
Sambil berkata, kelima jari tangan kirinya segera direntangkan kemudian secepat kilat melancarkan cengkeraman kedepan.
Hoa Kok khi tergelak-gelak, teriaknya dengan suara lantang, “Obat itu tidak berada dalam sakuku bagaimanapun juga tidak seharusnya nona merampas dengan menggunakan kekerasan!”
Sambil berkata diapun melepaskan sebuah pukulan dahsyat kemuka dengan jurus Ki hong teng ciau (burung hong terbang, ular sakti melihat).
“Dengan cara menyergap kau telah melukai orang lain apa salahnya jika kugunakan cara yang sama pula untuk menghadapi dirimu?” bentak Ji Cin peng dengan marah.
Dengan cekatan ia menghindarkan diri dari serangan Hoa Kok khi, kemudian sambil memutar lengan dia lepaskan tiga buah serangan totokan, hal mana memaksa Hoa Kok khi mau tak mau harus mundur dua langkah untuk melepaskan diri.
Diam-diam Lelaki sejati berpedang baja Hoa Kok khi berpikir didalam hatinya, “Ilmu silat yang dimiliki perempuan ini sungguh amat lihay, dalam tiga buah serangan jarinya ini, hampir kesemuanya merupakan ilmu mengebut baju menolak jalan darah yang maha dahsyat… aku tak boleh memandang enteng dirinya!”
Hawa murninya segera dihimpun kembali menjadi satu, kemudian secara beruntun ia lepaskan lima buah serangan berantai.
Kelima buah serangan itu tampaknya sangat enteng, biasa dan amat sederhana, padahal dibalik kesederhanaan itu justeru terselip perubahan jurus yang tak terlukiskan hebatnya, dalam waktu singkat seluruh serangan jari tangan Ji Cin peng hampir telah terbendung semuanya.
Melihat kehebatan lawannya, diam-diam Ji Cin peng mengerutkan dahinya, kemudian berkata, “Rupanya kelima buah serangan yang kau pergunakan barusan, semuanya merupakan jurus-jurus pukulan berhawa dingin dari perguruan Pek kut bun…”
Selesai berkata tubuhnya kembali menerjang kemuka, telapak tangan kirinya seperti sebuah cakar burung elang langsung menyapu kedepan, sementara ujung jari telunjuk dan jari tengah tangan kanannya melancarkan totokan langsung kemuka.
Lelaki sejati berpedang baja Hoa Kok khi segera merasakan dibalik serangannya itu terkadang banyak perubanan yang sangat aneh dan luar biasa karenanya untuk sesaat ia tak sanggup mencarikan pemecahan untuk mematahkan ancaman tersebut dan lagi diapun tak berani menyambut serangan itu dengan keras lawan keras, terpaksa tubuhnya harus melompat kesamping untuk menghindarkan diri.
Ji Cin peng menghentikan tubuhnya, lalu berkata dengan dingin.
“Hmm..! Tampaknya kau memang seorang manusia yang tahu mutu serangan, kenapa tidak kau sambut pukulan Ci cit kan kun (langsung menunjuk alam jagad) ku itu secara langsung?
Hoa Kok khi tertawa terbahak-bahak.
“Haaah… haaah… haaah… ilmu silat yang nona miliki jauh diatas dugaan aku orang she Hoa, aku betul-betul merasa kagum denganmu!”
“Hmm! Jika tahu diri, lebih baik cepat serahkan obat pemunahnya kepadaku.
Tiba-tiba terdengar Gak Lam kun membentak dengan penuh kegusaran, “Nona Bwe, bantuanmu itu biar kuterima didalam hati saja, tapi maaf aku tak dapat menerimanya dengan begitu saja.
Kena dibentak oleh Gak Lam kun, untuk sesaat lamanya Ji Cin peng berdiri tertegun, hampir saja airmatanya jatuh bercucuran.
Dengan wajah yang merah padam, Gak Lam kun kembali berpaling kearah Hoa Kok khi kemudian bentaknya.
“Hoa kok khi, dendam baru perhitungan lama kita lebih baik kita selesaikan sekarang juga. Nah sambutlah seranganku ini!”
“Sreeet… dengan jurus sin liong jut sui (naga air) ia melancarkan sebuah pukulan langsung kedepan.
Serangan itu dilancarkan Gak Lam kun dalam keadaan gusar kekuatannya benar-benar hebat dan mengerikan sekali, seandainya sampai kena pada sasarannya, tak bisa diragukan lagi orangnya tentu akan tewas atau paling tidak terluka parah.
Kedua orang itu sudah pernah terlibat satu kali dalam suatu pertarungan sengit, dengan sendirinya mereka berduapun sama-sama telah memahami pula sampai dimanakah taraf kepandaian silat yang dimiliki lawannya, maka begitu melancarkan serangan, dia telah mempergunakan tenaganya mencapai tujuh bagian.
Hoa kok khi segera silangkan tubuhnya sambil menghindarkan diri kesamping, kemudian telapak tangannya diputar lalu disodok kedepan dengan jurus Peng ho kas tong (sungai es mulai membeku)
Dengan jurus Liu thian jiu (tangan langit mengalir) Gak Lam kun menyambut pukulan dari Hoa kok khi itu dengan tangan kirinya, kemudian sambil berpekik nyaring tubuhnya kembali menerjang kedepan.
Hoa Kok khi segera memutar tangan kanannya dengan jurus im hong say tee (angin dingin menyapu bumi) selapis bayangan telapak tangan segera tercipta menyelimuti seluruh angkasa dibalik bayangan yang amat tebal itu terseliplah tenaga pukulan berhawa dingin yang amat menusuk tulang, agaknya dia bermaksud hendak menahan gerak maju dari Gak Lam kun.
Siapa tahu gerakan tubuh dari Gak Lam kun ternyata sangat aneh dan jauh diluar dugaan, bukan saja ia dapat menghindarkan diri dari lapisan bayangan telapak tangan yang melindungi tubuh Hoa kok khi, malah tubuhnya sempat menerjang maju lebih kedepan.
Gerakan tubuh yang aneh dan maha sakti itu tak lain tak bukan adalah ilmu gerakan Ji gi ngo heng jit seng liong heng sin hoat yang tiada tandingannya dikolong langit itu.
Bukan saja gerakan tersebut membuat Hoa Kok khi merasa sangat terperanjat, sekalipun Ji Cin peng yang berada disamping ikut pula merasakan semangatnya berkobar kembali, ia merasa hanya dengan suatu gerakan aneh ternyata, jurus serangan macam apapun tak sanggup untuk membendung gerakan majunya.
Sesudah bergerak maju kedepan, Gak Lam kun menggerakkan sepasang tangannya secara bersama dengan telapak tangan ditangan kiri ilmu jari ditangan kanan secara beruntun dia lancarkan beberapa buah serangan berantai.
Didalam waktu singkat si anak muda itu telah melepaskan lima buah bacokan dan sembilan totokan.
Kelima buah pukulan dan sembilan buah totokan itu bukan saja kesemuanya dilancarkan dengan kecepatan luar biasa lagipula amat keji dan tidak kenal ampun, semua sasaran tertuju pada jalan darah kematian, sebuah pukulan terarah pula pada bagian-bagian penting setiap serangan itu semuanya berbobot dan sanggup mencabut nyawa manusia.
Termakan oleh serangkaian pukulan berantai yang dilancarkan hampir bersamaan waktunya itu, Hoa Kok khi terdesak mundur berulangkali ketika ia berhasil lolos dari ketiga belas buah serangan itu, secara kebetulan tubuhnya juga mundur sejauh tiga belas langkah.
Gak Lam kun segera tertawa dingin, katanya, “Hoa Kok khi, beranikah kau menyambut jurus pukulan Ngo ci tan sian (lima jari menyentil harpa) yang akan kulancarkan ini?”
Tanpa menanti jawaban telapak tangan kirinya melancarkan sebuah serangan tipuan kedepan, sementara kelima jari tangannya didorong kedepan sejajar dengan dada.
Ketika menyaksikan gerakan itu, Lelaki sejati berpedang baja Hoa Kok khi tampak agak tertegun, ia merasa jurus serangan itu belum pernah dijumpai selama hidupnya, lamat-lamat iapun merasakan bahwa dibalik kelima jari tangannya yang mengendor, sesungguhnya tersimpan suatu gerakan membunuh serta perubahan yang amat lihay, ia tak berani menyambutnya dengan keras lawan keras, terpaksa sepasang kakinya menjejak tanah dan tubuhnya segera mundur beberapa depa dari posisi semula.
Sekulum senyuman dingin yang penuh dengan ejekan dan nada menghina menghiasi ujung bibirnya, kemudian terdengarlah Gak Lam kun menyindir sinis, “Hoa Kok khi, mengapa kau tak berani menyambut seranganku itu dengan kekerasan?”
Lelaki sejati berpedang baja Hoa Kok khi tersenyum.
“Suatu jurus lima jari mementil harpa yang sangat hebat!” pujinya, “aku rasa dibalik serangan tersebut tentunya mengandung pula tenaga sakti Tok liong ci jiau?”
Seraya berkata ia melompat kedepan dan menerjang kembali si anak muda itu, telapak tangannya dibacok kedepan dengan sejajar dada, lalu katanya lebih lanjut, “Gak lote, bagaimana kalau kaupun merasakan juga sebuah jurus Hong yu pin tiok (Angin dan hujan turun bersama) ku ini?”
“Kenapa tidak?” bentak Gak Lam kun pula dengan suara keras.
Tangan kanannya segera diayunkan kedepan, lalu disambutnya serangan dari Hoa Kok khi itu dengan keras lawan keras.
Hoa Kok khi tertawa dingin tiba-tiba saja gerakan tangannya merendah kebawah, kelima jari tangannya direntangkan lebar-lebar dan dari sebuah gerakan pukulan langsung tiba-tiba saja berubah menjadi suatu sambaran miring.
Gak Lam kun segera menggoyangkan telapak tangannya, tiba-tiba saja jari telunjuk dan jari tengahnya berputar satu lingkaran, kemudian dengan suatu gerakan cepat menyentil kedepan.
Sejak melancarkan serangan saling beradu sampai gerak serangan sesungguhnya kedua orang itu sama-sama melakukan tiga kali perubahan didalam setiap kali perubahan terkandunglah jurus serangan mematikan yang dahsyat dan mengerikan.
Terdengar Gak Lam kun dan Hoa Kok khi sama-sama mendengus dingin kemudian kedua orang itu sama-sama melompat kebelakang.
Dalam bentrokan pukulan yang terjadi secara diam-diam dan sama sekali tidak menimbulkan suara itu, tampaknya kedua belah pihak sama-sama telah menderita luka dalam.
Sesudah mundur kebelakang cepat-cepat kedua orang itu memejamkan matanya untuk beristirahat.
Kalau paras muka Hoa Kok khi berubah menjadi pucat pias, maka paras muka dengan ketajaman mata Ji Cin peng yang luar biasa itu, ternyata ia tidak berhasil mengetahui dengan cara bagaimanakah kedua orang itu menderita luka, diapun tidak mendengar suara benturan kekerasan akibat bentrokan dari pukulan kedua orang itu.
Buru buru Ji Cin peng melompat kedepan menghampiri si anak muda itu, lalu bisiknya, “Kau terluka?”
Suaranya penuh kesedihan, rasa kuatir, rasa kasihan dan penuh rasa perhatian!
Sepasang mata Gak Lam kun yang terpejam rapat pelan-pelan membuka sedikit, lalu manggut-manggut.
“Ehmm! Cuma luka yang ia deritapun tidak terhitung ringan!” sahutnya lirih.
Diam-diam Ji Cin peng membesut airmata dipipinya, lalu bertanya kembali, “Parahkah lukamu?”
Gak Lam kun tersenyum.
“Aku pikir memang tidak enteng! Luka ditambah luka, pokoknya aku toh cuma mempunyai selembar nyawa!”
Mendengar perkataan itu Ji Cin peng merasa semakin pedih hatinya, ia merasa hatinya seperti tersayat-sayat oleh pisau tajam, titik airmata tak terbendung lagi segera meleleh keluar membasahi pipinya.
Mendadak Hoa Kok khi membuka kembali sepasang matanya, setelah menatap wajah Gak Lam kun sekejap sambil tersenyum katanya, “Pukulan dari Gak lote itu memang betul-betul sangat lihay hampir saja selembar nyawa aku orang she Hoa ikut terenggut, kalau toh kau enggan membicarakan soal barter tersebut, terpaksa aku musti mohon diri lebih dahulu”
Selesai berkata ia lantas putar badan dan siap meninggalkan tempat itu.
“Hoa Kok khi!” dengan suara dingin Gak Lam kun segera menegur, “sampai kini aku toh belum mampus, masa kau hendak angkat kaki dengan begitu saja?”
Secepat sambaran petir ia menerjang maju ke depan dengan jurus Sam yang kay tay (tiga kekuatan panas membuka bukit) ketiga jari tangannya secara gerakan mendatar menerobos kedepan dan secara terpisah mengancam tiga buah jalan darah penting ditubuh Hoa Kok khi.
Serangannya belum sampai, tiga gulung desingan angin jari tangan sudah menekan badan lebih duluan.
Menghadapi ancaman tersebut Hoa Kok khi merasa sangat terkejut pikirnya, “Betapa kuat dan ampuhnya angin serangan jari tangan itu!”
Cepat-cepat tubuhnya miring kesamping menghindarkan diri dari datangnya ancaman tadi, tangan kirinya dengan jurus To coan im yang (memutar balikkan im yang) menerobos kemuka, dibalik serangan yang kuat terkandung pula suatu ilmu Ki na jiu (ilmu menangkap dengan tangan kosong) yang lihay, ia ancam urat nadi pada pergelangan tangan musuh.
Gak Lam kun tertawa dingin, totokan tiga jarinya tiba-tiba berubah gerakan, diantara perputaran jari-jari tangannya tahu-tahu ia sudah berebut untuk mencengkeram pergelangan tangan Hoa Kok khi lebih dulu.
Kalau dua jago lihay sedang bertarung maka menang kalah seringkali ditentukan hanya dalam sekejap mata, karena kurang hati-hati Hoa Kok khi segera harus menelan kerugian besar, urat nadi pada pergelangan tangannya terasa menjadi kaku dan tahu-tahu urat nadinya sudah kena dicengkeram oleh Gak Lam kun.
Tapi bagaimanapun juga, Hoa Kok khi adalah seorang jago kawakan yang berilmu tinggi dan berpengalaman luas, meski terancam jiwanya ia tidak menjadi panik gugup
Begitulah, kendatipun Gak Lam kun berhasil merebut posisi diatas angin dan mencengkeram urat nadi pada pergelangan tangan lawan, namun sebelum si anak muda itu sempat mengerahkan tenaganya untuk menggencet urat nadi penting itu, mendadak kelima jari tangan kanannya membalik pula keatas lalu mencengkeram urat nadi pada pergelangan tangan Gak Lam kun, sekalipun waktunya berselisih namun perselisihan itu boleh dibilang kecil sekali.
Setelah kehilangan posisinya yang menguntungkan, apalagi kelima jari tangannya yang mencengkeram urat nadi pada pergelangan Gak Lam kun ternyata tidak tepat letaknya. Hoa Kok khi segera berpikir dalam hati kecilnya, “Sekarang aku sudah menderita kerugian akibat kehilangan posisi yang menguntungkan, aku tak boleh membiarkan ia mengerahkan tenaga dalamnya lebih dulu…
Karena berpikir demikian, hawa murninya segera dikerahkan keluar dengan cepat.
Padahal pada waktu itu kelima jari tangan Gak Lam kun telah pula mengerahkan tenaganya, kontan saja kedua belah pihak sama-sama merasakan hatinya bergetar keras urat pada pergelangan tangannya menjadi kencang dan sakit bagaikan dijepit oleh japitan baja.
Dalam keadaan beginilah pelan-pelan Ji Cin peng berjalan maju kedepan dan menghampiri kedua orang itu.
Gak Lam kun mengerti apa yang dipikirkan gadis itu, tapi ia merasa perbuatan yang rendah, terkutuk dan memalukan itu tidak sepantasnya dilakukan, walau dikerjakan gadis itu tapi kenyataannya demi kepentingannya…
Maka dengan suara keras pemuda itu segera berteriak, “Adik Bwee, kau tidak boleh… tidak boleh berbuat demikian sebab… perbuatan itu tak bisa kuterima… sampai matipun aku tak akan mati dengan mata meram…”
Mendengar perkataan itu Ji Cin peng tertegun, ia mencintainya ia tak ingin pemuda itu mati maka mau tak mau dia harus melakukan sergapan yang rendah dan terkutuk itu demi menyelamatkan jiwa kekasihnya…
Sementara ia masih tertegun kedengaran Gak Lam kun mendengus tertahan, tubuhnya digetar mundur sejauh tiga empat langkah oleh tenaga dalam Hoa Kok khi, sementara cekalan pada pergelangan tangan masing-masing pun segera terlepas.
Hoa Kok khi sendiripun mundur dua langkah dengan sempoyongan, lalu sambil tertawa katanya.
“Nona Bwee, apakah kau ingin menyergapku mumpung ada kesempatan baik yang tersedia?”
Hawa nafsu membunuh menyelimuti seluruh wajah Ji Cin peng, ia tertawa dingin lalu menjawab.
“Mana, mana sekarang tak bisa dibilang sebagai sergapan mumpung ada kesampatan!”
Sambil mengucapkan kata-kata itu, hawa murninya segera disalurkan kedalam telapak tangannya lalu didorong kedepan, maksudnya ia hendak menghajar Hoa kok khi sehingga terluka dalam seketika itu juga.
Siapa tahu baru saja hawa murninya dilontarkan keluar, tiba-tiba ia merasa ada segulung hawa pukulan yang amat panas serta segulung hawa pukulan yang dingin menusuk tulang secara bersamaan waktunya menggulung tiba dari kiri dan kanan.
Dengusan tertahan menggema memecahkan kesunyian, dengan sempoyongan Hoa kok khi mundur kebelakang lalu tubuhnya roboh terjengkang diatas tanah…
Sebaliknya Ji Cin peng sendiripun mundur dua langkah dengan wajah pucat pias, namun dibalik sorot matanya yang gusar ia melotot kearah seorang tojin berbaju kuning dengan wajah tertegun.
Siapakah tosu itu? Ternyata dia adalah Kui to (tosu setan) Thian yu Cinjin.
Rupanya ia datang tepat pada saat Ji Cin peng sedang melepaskan pukulan dahsyatnya tadi, diam-diam ia segera melancarkan pula sebuah pukulan dengan ilmu Ang yan ciang (pukulan api membara).
Perlu diterangkan, Ang yan ciang merupakan kepandaian andalannya, dalam perkiraan imam tersebut pukulan yang dilancarkan paling tidak dapat melukai gadis tersebut.
Siapa tahu, akibat dari bentrokan tersebut hawa darah yang berada dalam dadanya bergolak keras, hampir saja kepalanya menjadi pusing tujuh keliling, kenyataan tersebut tentu saja sangat mengejutkan hatinya.
Menurut apa yang dia ketahui, dalam dunia persilatan dewasa ini jarang sekali ada orang yang mampu menerima sebuah pukulan Ang yan ciangnya tanpa cedera atau terluka, apalagi pada saat yang bersamaan tadi Hoa Kok khi sedang melancarkan pula sebuah pukulan dahsyat dengan hawa pukulan berhawa dinginnya.
Sementara itu, Ji Cin peng sendiripun ikut merasa terperanjat, karena didalam serangannya tadi ia telah sertakan tenaga sakti Boa yok sin kang dari Lam hay sin ni yang maha sakti itu.
Gak Lam kun maupun Hoa Kok khi sama-sama sudah terjatuh dan duduk diatas tanah.
Sedangkan si Tosu setan Thian yu tojin maupun Ji Cin peng sama-sama menyadari bahwa mereka telah bertemu dengan musuh tangguh, untuk sesaat kedua belah pihak sama-sama tidak melancarkan serangan tapi diam-diam mengerahkan hawa murninya untuk mengendalikan golakan-golakan darah didadanya.
Keheningan yang luar biasa segera mencekam daerah disekeliling tempat itu, meski dipagi hari namun mendatangkan pula suatu perasaan hening yang serius.
Angin musim gugur berhembus kencang, daun dan ranting beterbangan dan menimbulkan suara yang amat gemerisik.
Tiba-tiba seorang mendengus tertahan, ternyata Gak Lam kun yang sedang duduk bersila itu roboh terjengkang ketanah.
Ji Cin peng sangat terkejut menyaksikan kejadian itu, buru-buru ia melompat kedepan dan berjongkok disampingnya, kemudian sambil mengerahkan tenaga dalamnya ia mulai menguruti dada Gak Lam kun.
Sayang usahanya itu tidak mendatangkan hasil apa-apa, Gak Lam kun masih tetap tergeletak tidak sadarkan diri.
Kenyataan tersebut amat mengalutkan pikiran Ji Cin peng, sorot matanya segera dialihkan kewajah Hoa Kok khi.
Dalam keadaan begitulah tiba-tiba ia melompat bangun, lalu ujarnya, “Nona Bwee, tenaga dalam yang kau miliki memang luar biasa sekali!”
Ji Cin peng tertegun, ia tak menyangka kalau Hoa Kok khi bisa sadar kembali sedemikian cepatnya sesudah nadi penting ditubuhnya terluka oleh pukulan Boan yok sinkangnya tadi, hal tersebut benar-benar merupakan suatu kejadian yang aneh dan diluar dugaan.
Teringat kembali keadaan dari Gak Lam kun, dengan nada marah ia lantas membentak, “Hoa Kok khi, jika kau tak bisa menolongnya, maka kaupun jangan harap bisa tinggalkan tempat ini dengan selamat!”
000000O000000
Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi tersenyum.
“Kalau aku tidak terluka lebih dulu oleh bentrokan tadi, dalam setengah menit saja aku bisa melepaskan diri dari cengkeraman nadiku!”
Terhadap kcnampuan Hoa Kok khi untuk menembusi urat Meh hiat sendiri yang terluka Ji Cin peng merasa kaget bercampur tercekat, pikirnya diam-diam, “Ilmu silat yang dimiliki orang ini memang betul-betul hebat sekali, tampaknya keselamatan jiwa Gak Lam kun lebih banyak celakanya daripada rejeki!”
Berpikir sampai disitu hawa amarah dalam dada Ji Cin peng tak terbendungkan lagi bahunya bergerak sedikit dan tubuhnya telah menerjang beberapa kaki jauhuya, ia lantas snembentak, “Betulkah tenaga dalammu sudah pulih kemba1i seperti sedia kala?”
“Yaa, sembilan puluh persen telah pulih kembali kalau sekarang kita harus bertarung maka hal ini hanya akan mempercepat proses kematiannya saja, lagipula bicara menurut kemampuan yang kita miliki belum tentu nona bisa meraih keuntungan banyak, maka aku pikir lebih baik kita jangan bertarung saja”
Sebetulnya hawa napsu membunuh telah menyelimuti seluruh wajah Ji Cin peng, ia bermaksud untuk menggunakan segenap kepandaian yang dimilikinya untuk melukai Hoa Kok khi.
Kini, setelah mendengar perkataan itu buru-buru ia menahan tubuhnya yang sedang bergerak maju, lalu katanya dengan dingin, “Wahai orang she Hoa kalau kau bisa menyembuhkan sakitnya apapun yang kau inginkan aku sanggup memberikannya kepadamu”
Betapa girangnya Hoa Kok khi setelah mendengar janji itu, dengan wajah berseri ia lantas berseru, “Dapat dipercayakah ucapan nona itu?”
Ji Cin peng sangat marah.
“Ucapanku lebih berat dari sebuah bukit karang, masa aku akan mengingkari janji?”
“Haaahhh… haaahhh… haaah…” Hoa Kok khi tertawa terkekeh-kekeh, “sebagai seorang ketua suatu perguruan dan sebagai burung hong diantara manusia, tentu saja perkataan nona Bwe dapat dipercaya, masa aku orang she Hoa menaruh curiga?”
“Sudah, tak usah banyak bicara, apa yang kau inginkan? Katakan dengan cepat!”
Hoa Kok khi tersenyum.
“Aku tidak menginginkan barang apa-apa dari nona” katanya, “apa yang kuinginkan tak lebih hanya mengharapkan agar nona bersedia mengabulkan sebuah permintaanku”
Diam-diam Ji Cin peng berpikir dihati, “Permintaan apa yang dia inginkan? Tapi sudah pasti adalah suatu permintaan yang sulit dilaksanakan, cuma… asal penyakit yang diderita Gak Lam kun bisa sembuh, apapun yang ia harapkan aku bersedia untuk melakukannya”
Berpikir sampai disini gadis itu lantas berkata lagi, “Persoalan apa yang kau inginkan? Hayo cepat katakan!”
Hoa Kok khi tertawa.
“Soal ini biar kita bicarakan setelah kusembuhkan dirinya nanti, yang penting asal nona menyanggupi lebih dulu!” katanya.
Sekalipun Ji Cin peng tahu bahwa orang itu adalah seorang manusia yang licik dan banyak akal muslihatnya seperti rase, tapi demi menyelamatkan jiwa Gak Lam kun, sekalipun selembar jiwanya harus dikorbankan mau tak mau harus disanggupi juga.
Maka setelah termenung sejenak diapun mengangguk.
“Baiklah, kuturuti kehendakmu itu, Nah, sekarang tolonglah dia lebih dahulu!”
Hoa Kok khi lantas berpaling kearah Thian yu Cinjin lalu katanya, “Thian yu to heng tolong periksalah sampai kapan dia baru akan sadar kembali?”
Sebelum Si tosu setan Thian yu Cinjin menjawab Gak Lam kun yang berbaring diatas tanah itu mendadak melompat bangun seraya berseru, “Tidak usah kau repot-repot menolongku!”
Tindakannya ini segera membuat tiga orang jago linay dari dunia persilatan tersebut menjadi tertegun.
Hoa Kok khi termangu sejenak, kkemudian sambil tersenyum ujarnya, “Gak lote, kau memang betul-betul seorang manusia berbakat aneh dari dunia persilatan sedari kapan kau telah sadar kembali?”
Pelan-pelan Gak Lam kun bangkit berdiri, setelah tertawa dingin jawabnya, “Aku sudah sadar lama sekali, apa yang kalian bicarakan telah kudengar semua dengan jelas.”
Berbicara sampai disini ia berhenti sejenak, lalu dengan sinar mata yang lembut dan penuh rasa terima kasih ditatapnya muka Ji Cin peng, lalu setelah menghela nafas sedih katanya, “Nona Bwe, budi kebaikan yang kau berikan kepada aku orang she Gak akan terukir selalu dalam hatiku, tapi aku tidak percaya kalau ia memiliki kemampuan untuk mengobati lukaku ini, sekalipun dia mempunyai obat untuk menyembuhkan lukaku, belum tentu aku bersedia menerima pengobatannya. Nah, berhubung aku Gak Lam kun masih mempunyai urusan penting lainnya, terpaksa aku akan mohon diri lebih dulu”
Selesai berkata, dengan langkah lebar buru-buru ia tinggalkan tempat tersebut.
Gerakan tubuhnya sangat cepat, hampir tidak mirip dengan seseorang yang sedang meronta melawan elmaut, malah boleh dibilang ia sama sekali tidak mirip dengan orang yang terluka apapun.
Ji Cin peng hanya termangu-mangu sambil memandang tingkah lakunya itu, ia baru sadar kembali dari lamunannya sambil berteriak, “Gak siang kong… Gak siang kong..! Harap kau berhenti dulu sebentar!”
Suara teriakannya itu agak bernada gemetar, sepertinya gadis itu sudah tak sanggup mengendalikan lagi perasaan sedih dan dukanya.
Mendengar teriakan itu, terpaksa Gak Lam kun harus menghentikan langkah kakinya dan berpaling.
Seperti seekor burung walet, dengan cepat Ji Cin peng memburu kehadapannya, sepasang biji matanya yang besar dan jeli telah penuh airmata, ditatapnya pemuda tersebut dengan lembut dan penuh kasih sayang…
ltulah tatapan wajah yang murung, penuh kepedihan hati!
Tapi rasa cintanya kepada pemuda itu terpancar keluar secara gamblang dari sinar matanya.
Gak Lam kun menghela napas sedih, gumamnya dengan suara lirih, “Selamat tinggal orang yang kukasihi, aku dapat teringat selalu akan dirimu, kau adalah orang kedua yang kucintai selama kehidupanku didunia ini karena bentuk tubuhmu serta cinta kasihmu yang sayu terlalu mirip dengannya, adik Peng kekasih sayangku yang telah tiada! Tapi akupun mencintaimu, sayang… sikapmu yang begitu agung, begitu suci bersih membuatku merasa rendah diri, lagi pula kehidupanku sudah tinggal beberapa hari saja…”
Ji Cin peng hanya berdiri dihadapannya dengan termangu, memandang mulutnya yang bergumam, melihat titik airmatanya yang meleleh keluar dan membasahi dadanya…
Menyaksikan kemurungan dan kesedihan yang menyelimuti dirinya, gadis itu menghela napas sedih, diambilnya secarik saputangan dan pelan-pelan disekanya airmata yang membasahi pipi Gak Lam kun itu.
Secara diam-diam tosu setan Thian yu cinjin dan Hoa Kok khi telah berlalu dari sana, suasana disekeliling tempat itu telah pulih kembali kedalam keheningan.
Namun perasaan Gak Lam kun dan Ji Cin peng bagaikan gelombang dahsyat ditengah samudra bebas, bergelora dan bergulung tiada hentinya, siapapun tidak berbicara, siapapun tak tahu apa yang musti dilakukan.
Setelah berdiri saling termenung sekian lamanya, Gak Lam kun baru berkata pelan, “Nona Bwee, bila kau tiada perkataan lain, aku hendak mohon diri terlebih dahulu”
“Lukamu begitu parah, andaikata disergap oleh orang lagi..?
Gak Lam kun tertawa getir, tukasnya, “Didalam dua hari yang singkat ini, aku yakin masih sanggup untuk menahan serangan dari jago lihay macam apapun”
Mendengar jawaban tersebut, paras muka Ji Cin peng segera berubah sangat hebat.
“Jadi kau… kau telah mengerahkan tenaga dalammu secara paksa..? Hal ini mana boleh? Apakah kau telah mengerahkan ilmu Huan pu hwee kong sinkang (ilmu sakti mengembalikan cahaya kekehidupan)?”
Gak Lam kun mengangguk pelan.
“Benar, aku telah menggunakan ilmu Huan pu hwe kong sinkang ajaran guruku, sisa kekuatan yang berada dalam nadi-nadi keng meh telah kudesak semua untuk berhimpun menjadi satu, didalam dua hari ini kekuatan saktiku tak akan menghilang, tapi itu berarti kehidupanku telah menyurut semakin pendek”
Selesai mendengar perkataan itu, airmata Ji Cin peng bercucuran semakin deras, ia tahu ilmu Huan pu hwee kong adalah suatu kepandaian rahasia yang maha sakti, sekalipun seseorang yang jiwanya sudah terancam bahaya maut jika menggunakan kepandaian ini maka segenap kekuatan tubuhnya akan pulih kembali seperti sedia kala, namun kejadian inipun berarti menghilangkan kesempatan untuk menyembuhkan penyakitnya dengan bahan obat-obatan, kecuali kematian tiada jalan kedua yang dapat ditempuhnya lagi.
Ji Cin peng amat mencintainya, setelah tahu bahwa nyawa kekasihnya tinggal dua hari saja, ia tak dapat mengendalikan rasa sedih dan duka yang berkecamuk dalam dadanya, sambil menangis terisak ia berteriak keras, “Engkoh Gak… kenapa kau musti berbuat demikian…”
Tubuhnya segera dijatuhkan kedalam rangkulan Gak Lam kun.
Untuk sesaat lamanya Gak Lam kun merasa yaa terkejut yaa girang, ia balas memeluk gadis itu erat-erat, ia merasa hal tersebut merupakan 34
suatu kenikmatan serta kebahagiaan diluar dugaan yang bisa dinikmatinya menjelang kematian.
Gak Lam kun bukan malaikat, bukan pula dewa, seorang malaikat sendiripun akan terpesona, terbuai oleh kasih sayang seorang gadis yang cantik dan agung seperti Ji Cin peng, apalagi dia tak lebih hanya seorang manusia biasa.
Isak tangis Ji Cin peng makin lama semakin mengibakan hati, keadaannya waktu itu bagaikan seekor anak domba yang merengek-rengek mencari induknya.
Dia ingin menceritakan keadaan sesungguhnya kepadanya…
Tapi mendadak…
Gak Lam kun mendorong tubuhnya dan melepaskan diri dari pelukannya, kemudian dengan langkah cepat ia berlalu meninggalkan tempat itu.
Ji Cin peng tertegun, kemudian teriaknya keras-keras, “Engkoh Gak, engkoh Gak… kau berhenti dulu… engkoh Gak…”
Suaranya semakin mengibakan hati, membuat siapapun yang mendengarnya merasa sedih dan ikut murung.
Gak Lam kun menghela napas sedih, katanya, “Selamat tinggal kekasihku yang menawan hati, aku akan selalu mengingat-ingat raut wajahmu yang cantik jelita itu… tapi aku harap kau dapat melupakan aku, sebab aku tak dapat mengangkangi dirimu, hal tersebut hanya akan menambah kesedihan hatimu belaka…”
Gak Lam kun bagaikan seorang gila, ia kabur terbirit-birit meninggalkan tempat itu…
Ji Cin peng sangat sedih, ia merasa benak maupun dadanya serasa hampa belaka, ia merasa seluruh semangat dan kehidupannya seakan-akan telah dibawa pergi oleh Gak Lam kun, membuatnya berdiri termangu sekian lama ditempat…
Entah berapa lama sudah lewat, helaan napas panjang yang sedih tiba-tiba menyadarkannya kembali dari lamunan.
“Nenek Siau…”
Ji Cin peng segera memutar badannya dan menjatuhkan diri kedalam pelukan seorang perempuan berambut putih yang menggembol sepasang pedang dibelakangnya.
Dengan lembut perempuan berambut putih itu berkata, “Anak peng, kau jangan bersedih hati sehingga merusak tubuhmu sendiri, kendalikanlah perasaan cintamu yang meluap-luap itu”
“Nenek, aku tak mampu…” keluh Ji Cin peng.
Perempuan tua berambut putih itu menghela napas panjang.
“Aaaai… kalau memang demikian, mengapa waktu itu kau latih ilmu Ciat eng kang (ilmu menolak cinta)?”
Ucapan tersebut segera menyadarkan kembali Ji cin peng dari lamunannya ia menjadi teringat kembali dengan sumpahnya… ia tidak mencintainya ia harus membunuhnya dan membalaskan dendam bagi kematian dua orang tuanya…
Tapi hal ini bukan suatu pekerjaan yang gampang, ia telah berusaha sepenuh tenaga untuk menenteramkan hatinya tapi tidak berhasil.
Ia tahu bahwa dihadapannya telah terpentang suatu masa percobaan yang menakutkan sekali, terutama beberapa hari belakangan ini ia harus lebih dapat mengendalikan perasaan cintanya, sebab ia mulai merasa bahwa dirinya makin lama semakin terjerumus kembali kedalam lautan cinta, sekali bertindak kurang hati-hati, akibatnya ia betul-betul akan tenggelam ditengah samudra cinta yang tak bertepian itu.
Sementara itu Gak Lam kun sudah kabur menuju kearah daerah pegunungan disebelah utara pulau gersang tersebut…
Dibawah sinar matahari, tampaklah aneka warna bunga liar tumbuh dengan suburnya disana sini, persis seperti perasaan hatinya ketika itu, beraneka warna dan saling bercampur aduk menjadi satu.
Tapi sesudah keindahan akan datang kegelapan, yang membuat kau tak dapat menyaksikan lagi semua keindahan tersebut, karena sinar matahari telah condong kelangit barat.
Dengan termangu-mangu Gak Lam kun berdiri dibawah sinar senja, memandang aneka bunga dihadapannya dengan terpesona…
Pikiran maupun perasaannya ketika itu adalah kosong, hampa, tiada sesuatu yang melintas.
Dalam waktu singkat, matahari telah tenggelam dibalik samudra jauh didepan sana.
Senja pun menjelang tiba dan menyelimuti seluruh jagat.
Angin musim gugur berhembus lewat, malam terasa lebih dingin dan menusuk tulang.
Pelan-pelan Gak Lam kun sadar kembali dari pikirannya yang gundah dan kalut.
Rembulan telah muncul diufuk timur, menembusi lapisan awan hitam dan memancarkan sinarnya yang keperak-perakan kepermukaan jagad.
Gak Lam kun menghela nafas ringan, kemudian gumamnya lirih.
“Malam bulan purnama, malam yang indah dan cerah, itulah malam bulan delapan tanggal lima belas… malam bulan Tiong ciu… aaa! Nyawaku akan berakhir pada tengah hari tanggal enam belas.”
Timbul kembali kemurungan serta kepedihan yang amat tebal dalam hati kecilnya.
Sekonyong-konyong… ditengah keheningan malam yang mencekam, tiba-tiba berkumandang suara harpa yang indah dan merdu.
Suara itu meski lirih dan lembut, tapi kedengaran begitu merdu dan mempesonakan hati.
Seperti suara yang datang dari swargaloka seperti suatu lamunan kosong dan bukan kenyataan.
Tapi begitu mendengar suara harpa tersebut, kontan saja Gak Lam kun merasakan hatinya bergetar keras.
Ia merasa suara permainan khim itu justru merupakan irama Mi tin loan hun ki dari Soat san Thian li, suatu kepandaian khusus dari perguruan See Thian san.
Tapi, bukankah malam ini baru tanggal empat belas? Apakah ia mengundang aku sehari lebih pagian?”
Tapi, sekarang ia berada ditengah bangunan loteng yang aneh dan misterius itu, dengan cara apa dirinya akan masuk kedalam?
Berpikir sampai disini, cepat-cepat Gak Lam kun memusatkan semua pikiran dan perhatiannya lalu menentukan arah darimana datangnya irama khim tersebut.
Tiba-tiba sekilas perasaan kaget dan tercengang melintas diatas wajah Gak Lam kun.
Ternyata ia menemukan bahwa irama permainan khim dari Soat san thian li itu berasal dari sekitar tempat dimana ia berada sekarang, mungkin berasal dari pantai samudra sebelah utara yang jaraknya kurang lebih masih ada beberapa ratus kaki dari situ.
Mula-mula pemuda itu kuatir salah mendengar, sepasang telinga dan memperhatikannya lagi dengan seksama, terbukti suara itu memang berasal dari arah yang dimaksud.
Gak Lam kun tidak ragu-ragu lagi, ia segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dan bergerak menuju keutara pantai laut.
Irama khim itu makin lama semakin lirih dan melemah mengikuti semakin majunya tubuh Gak Lam kun mendekati asal, suara tadi malah akhirnya begitu lirih dan pelan hingga sukar ditangkap dengan pendengaran.
Untungnya Gak Lam kun tahu bahwa gejala aneh itu akan ditangkap oleh pendengaran manusia bila seseorang makin mendekati tempat berasalnya sumber suara Mi tin loan hun ki.
Sekalipun suara irama khim itu sedemikian lirih dan lembut, tapi dibalik kelembutan tersebut justru terkandung suatu kekuatan daya pengaruh yang luar biasa, membuat pikiran dan perasaan orang menjadi tenang, hampir saja ingin menari dan berjoget mengikuti irama tersebut.
“Irama musik dari Soat san thian li memang betul-betul luar biasa sekali, aku yang begini hapal dengan irama musik itupun nyaris terpengaruh, apalagi orang lain, mana mungkin mereka bisa mempertahankan diri?”
Tiba-tiba permainan khim itu berhenti sama sekali.
Gak Lam kun tahu bahwa ia sudah mendekati sumber dari irama khim itu dalam jarak ratusan kaki, oleh sebab itu permainan khim, tadi malah tidak terdengar sama sekali olehnya, atau dengan perkataan lain bukan orang itu yang menghentikan permainan khimnya.
Ternyata irama Mi tin loan hun ki adalah semacam kepandaian maha sakti dari tingkat atas, bukan saja dapat mengaburkan pendengaran orang, lagi pula memiliki semacam daya pengaruh iblis yang tebal sekali.
Satu-satunya titik kelemahan yang dimiliki irama tersebut adalah mereka yang berada dekat dengan pemetik khim itu justru malah tak dapat mendengarnya sama sekali, apalagi setelah berada seratus kaki dari sumber permainan itu, suaranya malah betul-betul lenyap tak berbekas.
Gak Lam kun tahu bahwa ia sudah semakin dekat dengan diri Soat san thian li, buru-buru pemuda itu berhenti, melepaskan jubah hijaunya dan mengenakan dandanan dari Tok liong Cuncu Yo long.
Kemudian selangkah demi selangkah pelan-pelan ia berjalan mendekati sumber irama khim itu…
Tak lama kemudian, Gak Lam kun mendengar suara gulungan ombak samudra berkumandang dengan nyaringnya dari sebelah samping sana.
Cepat ia mendongakkan kepalanya, maka tampaklah didepan sana terbentang tanah datar seluas puluhan kaki, kedua belah sampingnya berupa tebing-tebing karang yang tingginya mencapai ratusan kaki dan langsung berhubungan dengan permukaan samudra.
Disudut sebelah utara menghadap kesamudra sana justru terdapat sebuah batu karang besar yang mirip dengan sebuah penahan angin, bukan saja telah membendung deburan ombak yang meninggi sebukit, menghalangi pula pemandangannya kearah samudra bebas.
Gelombang yang berlapis-lapis menggulung dan menghantam diatas batu karang memercikkan butiran air keempat penjuru dan menciptakan selapis kabut yang tebal, dipandang dari kejauhan tampak seperti selapis kabut tebal yang membeku diudara.
Semakin dekat ia menghampiri tanah datar itu getaran-getaran akibat memecahnya ombak diatas batu karangpun terasa makin besar.
Gemuruh suaranya memekikkan telinga ibaratnya guntur yang menggelegar diangkasa.
Pohon siong, rerumputan hijau penuh tumbuh diatas permukaan tanah sesungguhnya tempat itu adalah sebuah tempat yang indah.
Tiba-tiba sorot mata Gak Lam kun menyapu kearah belasan kaki didepan sana, dibawah sebatang pohon siong, diatas sebuah batu karang datar yang luasnya beberapa kaki, duduk bersila seorang gadis berbaju warna perak yang mempunyai rambut sepanjang bahu.
Ia duduk dengan menghadap keutara, dalam pangkuannya memeluk sebuah khim antik dan sedang memetiknya dengan penuh kesungguhan.
Oleh karena Gak Lam kun datang dari selatan menuju keutara, tentu saja dia tak dapat melihat jelas raut wajahnya, yang dapat dikenal hanya potongan badannya yang dipandang dari belakang.
Tapi kalau dipandang dari potongan badan bagian punggungnya, bisa diketahui bahwa gadis itu memang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan.
Diam-diam Gak Lam kun mengerutkan dahinya, sebab ia merasa bahwa potongan tubuh gadis itu kalau dilihat dari belakang, ternyata mirip sekali dengan potongan badan si gadis yang telah melukai Si Tiong pek dalam gedung mungil beberapa hari berselang.
Puluhan tombak dibelakang gadis tersebut Gak Lam kun menghentikan langkahnya, lalu berkata dengan lantang, “Yo long telah datang sendiri untuk memenuhi undangan dari Thian li..!”
Perkataan itu diucapkan dengan mempergunakan nada suara dari Yo Long, berat, parau tapi nyaring.
Namun gadis berbaju perak itu masih juga duduk membelakanginya, bahkan berpalingpun tidak, hanya tubuhnya agak bergetar, seakan-akan merasa agak tergolak perasaannya.
Lama sekali Gak lam kun menunggu, ketika belum juga mendengar suara jawaban, ia berkata sekali lagi, “Yo Long datang berkunjung sendiri untuk memenuhi janji dari Thian li..!”
“Kau adalah Yo Long?” sementara suara yang halus dan lembut berkumandang memecahkan keheningan.
Mendengar teguran itu, Gak Lam kun merasa terkejut, segera pikirnya, “Jangan-jangan ia sudah ragu kalau aku bukan guruku sendiri?”
Berpikir sampai disitu. Gak Lam kun lantas menjawab.
“Memangnya masih ada orang lain?”
“Baru tanggal berapakah malam ini, kembali gadis berbaju perak itu bertanya dengan suara lirih.
“Bulan delapan tanggal empat belas!”
“Lebih pagi seharipun boleh juga baiklah! Kau boleh kemari”
Gak Lam kun merasa nada ucapannya terlalu menyombongkan diri, hal mana membuat hatinya merasa kurang senang, tapi diapun tak berani membangkang sebab Soat san thian li adalah orang yang setingkat dengan gurunya.
Pelan-pelan Gak Lam kun maju kedepan lalu berhenti tiga kaki dibelakangnya setelah itu, katanya lagi, “Apakah Thian li telah membawa datang Lencana pembunuh naga..?”
“Sudah!” kembali gadis berbaju perak itu menjawab sambil membelakanginya.
Jawabannya singkat jelas dan bernada ketus namun dibawah irama suaranya yang merdu seperti kicauan burung nuri, justru, kedengarannya begitu merdu dan membuat hati orang berdebar.
Yaa, suara orang itu adalah suara pembicaraan dari seorang gadis yang masih muda, suara seorang gadis yang cantik jelita.
“Kalau memang sudah kau bawa kemari, tolong Thian li suka menyerahkan Lencana pembunuh naga itu kepadaku” kata Gak Lam kun lebih lanjut”
Mendengar perkataan itu, tiba-tiba saja gadis berbaju perak itu mendengus dingin…
Mendadak ia memutar tubuhnya dan melayang keudara, lalu tahu-tahu sudah berada tujuh delapan depa dihadapan Gak Lam kun.
“Hei, kau bukan Soat san thian li!” si anak muda itu segera berpekik kaget.
Gadis itupun mendengus dingin.
“Hmm! Kau sendiripun bukan Yo Long, siapa kau?!” balas hardiknya.
Ternyata gadis berbaju perak itu adalah seorang gadis cantik jelita yang baru berusia delapan sembilan belas tahun, ia cantik sekali kecantikannya tidak mirip manusia biasa melainkan lebih mirip dengan bidadari yang baru turun dari kahyangan.
Menyaksikan kecantikan gadis itu Gak Lam kun merasakan jantungnya berdebar keras, pikirnya, “Benarkah didunia ini terdapat seorang gadis yang sedemikian cantiknya..?”
Tanpa terasa gadis itu kembali diamatinya dengan lebih seksama.
Muka seperti bunga tho, alis matanya lentik dan indah, hidungnya mancung dan bibirnya kecil mungil.
Tak salah lagi, kecantikan wajahnya memang luar biasa sekali, membuat siapapun yang melihatnya tanpa terasa akan dibikin termangu olehnya.
Gadis berbaju perak itu segera mendengus dingin, bentaknya.
“Siapa kau? Sudah bosan hidup rupanya?”
Tiba-tiba Gak Lam kun tersadar kembali dari lamunannya, diam-diam ia merasa malu sendiri dengan keadaan dirinya yang mirip orang kehilangan sukma itu.
Dengan cepat ia memusatkan kembali semua perhatiannya, lalu dengan dingin membentak, “Siapa pula kau?”
Dengan alis mata berkernyit gadis itu tertawa terkekeh-kekeh, “Haaah… haaaah… haaaah… siapakah aku? Aku adalah Bi ji..!”
Dari suara tertawa cekikikannya yang merdu itu Gak Lam kun segera mengetahui bahwa dia adalah seorang gadis polos yang masih belum hilang sifat kekanak-kanakannya.
“Apakah nona mendapat tugas dari Thian li untuk datang kemari?” tegur Gak Lam kun dengan suara dalam.
Gadis berbaju perak itu tidak menjawab, ia malah balik bertanya, “Apakah kau juga datang untuk melaksanakan tugas dari Yo long?”
“Yo long adalah guruku yang mewariskan ilmu silat kepadaku, aku memang datang kemari untuk menyambut Lencana pembunuh naga atas perintah guruku, jika nona memang sedang mendapat tugas dari Soat san thian li, maka aku harap Lencana pembunuh naga agar segera diserahkan kepadaku agar aku pun dapat menyelesaikan tugas ini”
Gadis berbaju perak itu segera tertawa dingin.
“Heehhh… heeehhh… heeehhh… Lencana pembunuh naga? Hmm! Bagaimanapun juga Yo Long harus datang kemari sendiri”
Permintaannya itu memang suatu permintaan yang menyulitkan, kemana ia harus pergi mencari Yo Long kedua?
Gak Lam kun segera menghela napas panjang, katanya, “Guruku telah tiada lagi!”
Mendengar jawaban itu, tubuh si nona berbaju perak agak menggigil kencang, wajahnya menjadi amat sedih mulutnya berkemak-kemik seperti sedang berdoa kepada seseorang…
Melihat itu Gak Lam kun menghela napas sedih katanya, “Suhuku telah dikerubuti orang dibukit Yan po gan dibukit Hoasan pada delapan belas tahun berselang, kemudian racun yang mengeram dalam tubuhnya kambuh dan pada musim gugur empat tahun berselang telah berpulang kealam baka…”
Sementara Gak Lam kun hendak melanjutkan perkataannya mendadak dengan wajah diliputi hawa napsu membunuh gadis berbaju perak itu menukas dengan nada dingin, “Kau tak usah melanjutkan kata katamu itu aku telah berdoa kepada ibuku dan memberitahukan bahwa musuh besarnya telah mati tapi sekarang aku hendak menuntut balas terhadap muridnya.”
Gak Lam kun menjadi tertegun dan melongo, ia tidak habis mengerti dengan duduknya persoalan yang sedang dihadapinya.
“Nona, apa yang sedang kau bicarakan?” tegurnya keheranan.
Gadis berbaju perak itu kembali tertawa terkekeh-kekeh.
“Terus terang kuberitahukan kepadamu, Soat san thian 1i adalah ibuku, sedang Yo Long adalah musuh besar ibuku, sebelum meninggal dunia ibuku telah berpesan agar kucari Yo Long sampai ketemu serta membalaskan sakit hatinya. Ibuku pun berpesan agar Yo Long jangan dibunuh melainkan seluruh ilmu silat yang dimilikinya harus dipunahkan kemudian menembusi tulang pipa kutnya dengan emas murni dan merantainya didepan kuburan ibuku sampai mati. Sekarang, andaikata Yo Long sudah mati maka kau harus serahkan jenasahnya kepadaku agar kubawanya kedepan kuburan ibuku dan berlutut dihadapannya, biar mayatnya dihembus angin diterpa hujan hingga badannya membusuk dan tulang baunya kusebarkan kesekeliling kuburan. Kau adalah muridnya, tentu saja kau dapat menunjukkan letak jenasah itu kepadaku, bila kau tak mau menyerahkannya kepadaku maka kau pun tak akan kubiarkan hidup, atau kalau tidak kau akan kubunuh, lalu setelah kutemukan jenasah Yo Long maka jenasah kalian berdua kurantai didepan kuburan ibuku agar sepanjang masa merasakan penderitaan hebat”
Mendengar perkataan itu, Gak Lam kun merasa mendongkol bercampur gusar, selain daripada itu dia pun merasa terkejut bercampur curiga.
Mendongkol dan marah tentu saja disebabkan gadis itu amat mencemooh dan menghina gurunya yang telah tiada.
Kaget dan curiga karena pesan terakhir dari Soat san thian li ini, kenapa perempuan itu sedemikian bencinya kepada Yo Long?
Heran dan curiganya ini menimbulkan perasaan ingin tahu, sebab semasa masih hidupnya dulu belum pernah Yo Long menceritakan soal budi dendamnya dengan Soat san thian li.
Gak Lam kun tertawa seram, katanya, “Haaah… haaah… haaah… nona, aku pikir perkataanmu itu mungkin cuma gurauan belaka.”
Yaa, sebab ketika gadis berbaju perak itu mengucapkan kata-kata tersebut, dia mengucapkannya dengan suara begitu ringan dan santai, maka Gak Lam kun mengira bahwa perkataannya itu tak mungkin terjadi.
“Kenapa? Kau mengira aku sedang membohongimu?” ejek si nona berbaju perak sambil tertawa merdu.
Gak Lam kun ikut tertawa ringan.
“Aku pikir nona cantik seperti nona tak mungkin adalah seorang manusia yang kejam dan berhati busuk!”
Tiba-tiba nona berbaju perak itu mengerutkan dahinya, lalu dengan dingin ia berkata, “Aku ingin bertanya kepadamu, sesungguhnya kau bersedia untuk menyerahkan jenasah Yo Long kepadaku atau tidak?”
Ketika menyaksikan perubahan wajahnya itu Gak lam kun merasakan hatinya bergetar keras, sekarang ia baru tahu bahwa dugaannya meleset, ternyata ia berbicara sungguh-sungguh, dengan demikian maka Gak Lam kun segera terseret dalam lembah lamunan yang amat kalut.
Triing! Triing..! dua kali dentingan khim yang membetot sukma menggetar dalam hatinya…
Gak Lam kun segera merasakan hawa darah dalam dadanya mengalami pergolakan hebat, kejadian ini mengejutkan sekali hatinya, buru-buru dia memusatkan pikirannya dan hawa murni dihimpun menjadi satu, dengan mata terpejam ia duduk bersemedi.
Triiing! Triiing… Traaang! Traaang… jari jemari si nona baju perak yang lembut kembali menari diantara senar-senar khimnya dan memetikkan empat kali dentingan merdu.
Akan tetapi keempat dentingan pencabut nyawa tersebut ternyata sama sekali tidak mendatangkan manfaat apa-apa bagi Gak Lam kun.
Melihat itu, kembali si nona berbaju parak tertawa cekikikan, katanya kemudian, “Ditinjau dari kemampuanmu untuk menahan enam dentingan irama Siang simci, hal ini membuktikan bahwa kau memang benar-benar ahli waris dari Yo Long!”
Pelan-pelan Gak Lam kun membuka matanya kembali, kemudian berkata, “Nona, tak mungkin aku akan serahkan jenasah Yo Long kepadamu, sekalipun Soat san thian li benar-benar mempunyai ikatan dendam dengan guruku sebelum aku berhasil menyelidikinya sampai jelas, tak ingin kuberikan banyak komentar mengenai persoalan tersebut. Dan kini satu persoalan yang harus dilakukan adalah memohon kepada nona agar menyerahkan Lencana pembunuh naga itu kepadaku, sedangkan mengenai persoalan selanjutnya terserah apa yang hendak nona lakukan”
“Sebelum meninggal ibuku memang berpesan agar Lencana pembunuh naga kuserahkan kepada Yo Long, tapi sekarang ia sudah tiada lagi, itu berarti benda mustika itu sudah tak ada pemiliknya lagi, atau dengan perkataan lain siapa kuat siapa yang akan memperolehnya. Nah, bila sekarang kau menginginkan Lencana pembunuh naga itu, boleh saja! Kecuali kau berhasil mengalahkanku!”
Tertegun Gak Lam kun setelah mendengar perkataan itu.
“Nona, apakah kau hendak mengingkari janji?” tegurnya.
Gadis berbaju perak itu balas tertawa dingin.
“Heeehhh… heehhh… heeehh… kalau toh nona berkata demikian, terpaksa aku harus menuruti perkataanmu dengan merebutnya mempergunakan kekerasan” Gak Lam kun tertawa seram.
“Tunggu sebentar!” cegah si nona berbaju perak itu tiba-tiba, “boleh saja kalau ingin beradu kekuatan, tapi lakukan itu setelah duduknya persoalan menjadi jelas”
“Hmm! Apalagi yang hendak kau ucapkan? Hayo katakan saja berterus terang”
“Lencana pembunuh naga adalah benda mestika yang tiada ternilai harganya, setiap umat persilatan dalam dunia persilatan tak seorangpun yang tidak ingin mendapatkannya, padahal diatas pulau terpencil ini sekarang telah berkumpul begitu banyak gembong iblis dari pelbagai tempat, maka andaikata orang yang berhasil mendapatkan Lencana pembunuh naga itu bukan seorang jago silat yang berilmu tinggi dan memiliki kecerdasan yang luar biasa, pasti mustika tersebut bakal dirampas lagi oleh orang lain.”
“Selanjutnya walaupun Lencana pembunuh naga mengandung suatu partai harta pusaka yang tak terhitung nilainya, tapi dimanakah letak harta karun tersebut disimpan? Untuk menemukan letak tempat itu, tentu saja harus menguntungkan pula pada pengalaman serta pengetahuan dari orang yang mendapatkannya. Maka dari itu, didalam pertarungan yang bakal berlangsung diantara kita berdua hari ini, bukan ilmu silat saja yang harus diadu, melainkan kecerdasan, pengetahuan serta pengalaman juga musti diuji, apakah kau dapat menerima pendapatku ini?”
“Entah nona hendak beradu semua hal tersebut dengan cara apa?” tanya Gak Lam kun hambar.
0000O0000
“Dalam soal pengetahuan, kita harus beradu untuk membuat sebait syair, pertama kali kau yang hanya mengajukan persoalan lalu aku yang ajukan soal, sekalipun hanya beradu dalam satu hal, sesungguhnya adu kepandaian semacam ini membutuhkan juga kecerdasan” demikian si nona berbaju perak berkata sambil tertawa.
Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan kembali, “Karena untuk membuat sepasang Lian, hanya seorang manusia yang berotak encerlah yang dapat melakukannya, jika kau setuju maka sekarang juga kita boleh mulai beradu membuat Lian itu”
Sudah belasan tahun lamanya Gak Lam kun mengikuti Tok liong cuncu Yo Long yang orang berbakat setan, kecuali ilmu silat, dalam ilmu pengetahuan pun tak luput ia peroleh gemblengan dari Yo Long.
Maka setelah mendengar perkataan itu jawabnya, “Kalau begitu harap nona ajukan pertanyaan lebih dulu!”
Tampaknya nona berbaju perak itu seperti sudah mempunyai rencana yang matang, ia segera tertawa hambar.
“Kau adalah tamu sedang aku adalah tuan rumah, sudah sepantasnya kalau kau dulu yang mengajukan persoalan!” katanya.
Gak Lam kun manggut-manggut ujarnya kemudian.
“Kalau begitu biar aku pamerkan kejelekanku.
Setelah termenung sejenak katanya, “Lembah sepi bukit sunyi, sinar rembulan berwarna keperak-perakan…”
Nona berbaju perak itu tersenyum katanya, “Lian itu rada susah untuk dicarikan pasangannya, untung See Thian san kami mempunyai pemandangan alam yang terwujud, baiklah kupinjam hal tersebut saja”
Maka diapun bersenandung, “Akar ganggang daun teratai, titik air hujan berbunyi merdu” Gak Lam kun segera manggut-manggut.
“Pengetahuan nona memang amat hebat, Lembah sepi bukit sunyi dan akar ganggang daun teratai memang merupakan sepasang Lian yang ideal, betul sekali! Nah, sekarang kau boleh mengajukan persoalan, aku akan mencoba untuk menjawabnya”
Nona berbaju perak itu sendiri juga tahu bahwa Gak Lam kun adalah seorang pemuda yang berpengetahuan luas, kalau cuma membuat Lian sederhana saja jelas tak akan menyulitkan dirinya, maka sesudah termenung sejenak ia bersenandung lagi, “Kecerdasan menangkan kemurungan, bukit kosong udara hampa, sekalipun rembulan bersinar cerah manusia bermuram durja…”
Mendengar persoalan yang diajukan gadis itu, paras muka Gak Lam kun agak berubah, ia merasa persoalan itu benar-benar sulit sekali, ia menghela napas sedih.
Baru saja pemuda itu akan mengaku kalah tiba-tiba ia mendongakkan kepalanya memandang angkasa dan menemukan lapisan awan yang bergerak diangkasa, satu ingatan lantas melintas dalam benaknya.
Dengan cepat ia bersenandung, “Awan tipis laksana samudra perak, terbang melayang ditengah udara, tiada jalan menuju sorgaloka, dunia makin sesat…”
“Suatu jawaban yang bagus sekali, tepat sekali!” puji nona berbaju perak itu dengan rasa kagum, “didalam soal pengetahuan kita anggap seri, nah mari kita beradu kepandaian silat sekarang”
“Ilmu silat itu terdiri dari beraneka ragam, tolong tanya nona ingin beradu tenaga dalam, atau ilmu pukulan tangan kosong? Ataukah ilmu pedang…”
Nona berbaju perak itu tertawa.
“Sekalipun beraneka ragam, lebih baik lagi kalau kita bisa memilih suatu jenis yang meliputi semua jenis kepandaian tersebut..!”
“Apakah nona ingin beradu ilmu pedang?”
“Bagi seorang yang berlatih silat, kalau ingin mencapai tingkatan yang tinggi dia memang harus berlatih ilmu pedang, lagipula dalam beradu ilmu pedang kitapun bisa beradu tenaga dalam maupun aneka macam ilmu pukulan tangan kosong lainnya”
“Tapi aku tidak membawa pedang…”
Sambil tersenyum gadis berbaju perak itu menukas, “Aku memiliki dua bilah pedang, tak menjadi soal kalau kupinjamkan sebilah untukmu, cuma aku pikir kalau kita musti beradu jurus pedang hanya mengandalkan gerakan belaka, hal ini rasanya terlalu sederhana, lagipula selesai bertarung menang kalah segera ditentukan dan tidak mungkin akan terjadi kesempatan untuk seri, maka aku pikir dalam beradu ilmu silat, lebih baik kita bagi menjadi dua macam pertandingan saja”
Setelah mendengar perkataan tersebut, Gak Lam kun merasakan bahwa gadis itu adalah seorang jago yang cerdik dan berakal banyak, mungkin saja ia sedang melaksanakan suatu siasat untuk menjebak.
Tapi sebagai seorang laki-laki sejati yang berwatak tinggi hati, ia tak ingin menyerah dengan begitu saja, dia ingin tahu permainan setan apakah yang sedang dimainkan gadis tersebut.
Maka tanyanya, “Bolehkah aku tahu dua macam pertandingan yang bagaimanakah itu? Apakah kau dapat menerangkan lebih dahulu?”
Gadis berbaju perak itu tertawa.
“Semacam adalah beradu ilmu silat secara lisan sedang semacam lagi adalah beradu kepandaian dengan gerakan”
Gak Lam kun segera tersenyum.
“Bagus, bagus sekali, kalau begitu mari kita beradu kepandaian secara lisan lebih dahulu. Nona silahkan kau untuk melancarkan lebih dahulu”
Sikap nona berbaju perak itu betul-betul amat santai setelah tertawa merdu katanya.
“Baiklah! Harap kau perhatikan baik-baik, pada jurus yang pertama kugunakan gerakan Kiam hay leng po (pecahan ombak ditengah samudra pedang) untuk menyerang jalan darah Khi si hiat dikaki kananmu, kemudian menukik keatas menusuk jalan darah Tay ing hiat diatas pelipis dan menyapu kebawah menyambar jalan darah Gwa leng hiat dipinggang”
Diam-diam Gak Lam kun merasa terperanjat, jurus serangannya itu betul-betul hebat sekali, bukan saja perubahan jurusnya sakti bahkan aneh dan susah diduga sebelumnya.
Sesudah berpikir sejenak, ia lantas menjawab, “Jurus serangan Kiam hay leng po dari nona memang betul-betul lihay sekali, tapi kugunakan jurus Sin ki hou sian (kesempatan hidup muncul kembali) untuk membacok nadi penting dipergelangan tangan kananmu yang menggenggam pedang, dengan gerakan tersebut dua perubahan saktimu bisa kubendung, kemudian badanku menerobos kedepan, pedangku dengan jurus Sin liong sam sian (naga sakti muncul tiga kali) menyerang atas, tengah dan bawah tiga tempat penting ditubuhmu”

Jilid 12
Nona berbaju perak itu tertawa.
“Suatu jurus serangan Sin ki hou sias yang hebat, dengan menyerang menolong diri bahkan sekalian memunahkan dua gerakan serangan lainnya, tapi meski gerakanku kena kau kunci, pedangku segera kutarik kembali kebelakang, lalu dengan jurus Im hay toan gak (lautan awan memotong bukit) kusambut gerakanmu, ingin kulihat apakah jurus Sin liong sam sianmu bisa kau kerahkan lebih jauh atau tidak?”
“Bagus sekali! Bagus sekali!” puji Gak Lam kun, “jurus im hay toan gak itu memang tandingan dari jurus Sin liong sam sian, cuma ditengah jalan gerakannya kurubah menjadi Ciau ta kim ciong (memukul keras genta emas), bukan saja gerakan ini bisa memunahkan hawa pembunuhan yang terkandung dalam jurus Im hay toan gak mu itu, lagipula aku bisa gunakan jurus Sin liong tiau tau (naga sakti palingkan kepala) untuk memburu dirimu, ingin kulihat apakah kau bisa menghindarkan diri dari serangan kilatku ini?”
Tergetar juga perasaan nona berbaju perak itu, jawabnya.
“Jurus Sin liong tiau tau memang khusus untuk mendahului lawan sambil melancarkan sergapan, bila kugunakan jurus Shia ta kim ling (memukul miring genta emas) untuk mundur sambil menutup diri, aku rasa jurus seranganmu itu pasti dapat kuhindari.”
Sekarang posisi Gak Lam kun sudah berada diatas angin, sambil tertawa hambar katanya.
“Setelah jurus Sin liong tiau tau secara beruntun kulancarkan tiga buah serangan berantai dengan gerakan-gerakan Hud kiam cian huan (seribu ciptaan pedang Buddha), Siau ci thian lam (matahari tenggelam bianglala menyelimuti angkasa), ingin kulihat dengan cara apa kau hendak menyambut serangan-serangan ini?”
Sekulum senyuman segera menghiasi ujung bibir nona berbaju perak itu, jawabnya, “Seandainya kau tidak mempergunakan tiga jurus berantai itu untuk mendesakku, mungkin aku benar-benar akan terperosok dibawah angin, ketika kau sedang menggunakan jurus Hud kiam cian huan untuk diganti menjadi jurus Siau ci thian lam, kugunakan jurus To coan im yang (memutar balikan im dan yang) untuk merebut posisi denganmu, lalu dengan jurus Pek im jut siu (awan putih muncul dari bukit) kubacok sepasang kakimu, ingin kulihat apakah kau mampu untuk menahan diri?”
Betapa terperanjatnya Gak Lam kun dengan kesudahan tersebut, sekalipun rangkaian jurus serangannya cukup ketat dan kuat toh muncul juga titik kelemahan dibaliknya dengan begitu posisinya kembali kena didesak dibawah angin.
Demikianlah pertarungan secara lisan berlangsung amat seru, berpuluh-puluh jurus sudah berlangsung namun menang kalah sukar ditentukan, setiap jurus serangan yang mereka sebutkan selalu mengandung perubahan gerakan yang luar biasa.
Dibawah desakan si nona berbaju perak setelah ia berbasil merebut posisi diatas angin, Gak Lam kun benar-benar terdesak hebat, sekalipun ia masih menyebutkan terus jurus-jurus serangannya tapi setiap kali keadaannya selalu terancam bahaya ini semua membuat peluh membasahi sekujur tubuhnya.
Mendadak ia berpekik nyaring serunya keras-keras, “Sekalipun jurus Ci kiam hui sian (pedang sakti terbang berputar) mu membacok pergelang tangan dengan menelusuri pedangku tapi aku bisa membuang pedang untuk menarik tangan sementara tangan kiriku dengan ilmu sentilan Tan ci sin thong kugetar kutung pedang ditanganmu itu”
Nona berbaju perak itu tertawa dingin.
Dalam genggaman masih ada separuh pedang sebaliknya kau sudah bertangan telanjang, nah dalam pertarungan lisan ini apakah kau tidak segera mengaku kalah?”
Gak Lam kun tertawa dingin pula, jawabnya, “Sekalipun tangan kananku membuang pedang, tapi kaki kananku masih bisa mencongkel pedang itu keatas, bukankah tanganku masih bisa memegang pedang lagi? Coba pikirlah dulu, yang menang kau atau aku?”
Nona berbaju perak itu mendengus dingin.
“Hmm..! Memangnya kau anggap begitu gampang? Ketika kau mencongkel pedang untuk menangkapnya, kutungan pedang ditanganku bisa kutimpuk kearah bagian mematikan ditubuhmu, dengan jarak sedekat ini lagipula perhatianmu sedang bercabang, memangnya kau bisa meloloskan diri dengan selamat?”
Mendengar itu Gak Lam kun segera menghela napas panjang.
“Aaaai… aku tidak menyangka kalau kau akan bertindak demikian” katanya, “tapi aku toh bisa membuang pedang sambil mundur kebelakang, aku pikir untuk menyelamatkan diri masih bukan suatu pekerjaan yang sulit bagiku”
 
Design by Free Themes | Bloggerized by Wulunggeni - Blogger Themes