Friday, June 25, 2010

lpn_18_20a

Jilid 18
Haaahhh… haaahhh… haaahhh… saudara Thian yu, kita harus berangkat selangkah lebih duluan! serunya.
Si Tosu setan Thian yu Cinjin tertawa seram pula.
“Benar, benar sekali, kita semua memang tak boleh berdiri melulu disini sambil menghirup angin barat laut!”
Seraya berkata, secepat sambaran petir kedua orang itu segera meluncur masuk kedalam bangunan gedung itu.
Tong Bu kong yang menjumpai kejadian tersebut menjadi amat terperanjat, segera teriaknya, “Hey, saudara berdua, siaute bersedia mengekor dibelakang kalian..!”
Dengan kelicikan dan kecerdasan otaknya, setelah mempertimbangkan sejenak untung ruginya, ia lantas menghimpun tenaga dan mengikuti dibelakangnya.
Tak lama kemudian Kongsun Po serta Say Khi pit menyusul kemudian memasuki gedung bangunan itu.
Triiing..! Triiing..! dua kali suara dentingan berkumandang memecahkan keheningan.
Sambil tertawa cekikikan terdengar si nona berbaju perak itu berkata lembut, “Gak Lam kun Lencana pembunuh naga milikmu selamanya tak akan dapat direbut kembali!”
Gak Lam kun mendengus dingin.
“Hmmm! Selama aku tak bisa mendapatkannya kaupun jangan harap bisa mendapatkan pula!”
Nona berbaju perak itu tertawa merdu.
“Benarkah itu..? Hiiihhh… hiiihhh… hiiihh… apa salahnya kalau kita mencoba lebih dulu.”
Sambil berkata, dengan lemah gemulai dia berjalan kedepan, diikuti oleh See ih sam seng dibelakangnya, segera merekapun berangkat memasuki gedung yang misterius itu, malahan sebelum pergi ia sempat melemparkan sekulum senyuman kepada Gak Lam kun.
Lirikan mata itu terlalu tajam dan mendebarkan hati orang yang melihat, tentu saja Gak Lam kun tak berani beradu pandangan dengannya, buru-buru ia berpaling kearah lain dengan perasaan yang amat gundah dan tak karuan…
Ji Cin peng yang menyaksikan kejadian itu segera merasakan api cemburunya berkobar, diam-diam ia mendesis gusar sambil memaki, “Perempuan yang tak tahu malu!”
Sekalipun rasa cemburunya berkobar-kobar, bagaimanapun juga dia adalah seorang ketua dari suatu perguruan besar, sikap gagah dan supelnya masih tercermin jelas diatas wajahnya, cuma saja selapis senyuman dingin tersungging diujung bibirnya, hal mana membuat orang segera tahu kalau gadis itu sudah dibuat gusar.
Sengaja gadis itu mempertinggi suaranya sambil berseru, “Siau Nay nay, bagaimana caranya untuk merampas kembali Lencana mustika itu?”
Perempuan tua berambut putih itu termenung sebentar, kemudian jawabnya pelan, “Satu-satunya jalan hanyalah memasuki pula gedung bangunan yang misterius itu!”
“Baik!” ucap Ji Cin peng sambil tersenyum, “mari kita segera memasuki gedung ini!”
Ia bisa diangkat sebagai ketua perguruan panah bercinta, karena gadis itu memang memiliki suatu kelebihan yang melampaui orang lain.
Dia tahu dalam gedung bangunan tersebut penuh dengan alat jebakan yang sangat berbahaya, bila terlalu banyak orang yang memasukinya justru malahan akan mempersulit kedudukan sendiri, korban yang berjatuhanpun mungkin akan lebih banyak, maka buru-buru ia memberi tanda kepada kedelapan belas pemanah panah bercintanya agar mengundurkan diri dari situ, sementara dia hanya membawa Jit poh toan hun Kwik To, Siau Nay nay, Han Nio nio serta Siangkoan It berempat.
Keempat orang ini semuanya merupakan jago-jago paling top dari perguruan panah bercinta, mereka rata-rata merupakan seorang jagoan yang sanggup mengatasi sendiri setiap perubahan situasi yang bakal terjadi, maka dengan hadirnya keempat orang ini, otomatis pihak Thi eng pang tak berani memandang rendah kekuatan mereka lagi.
Ketika Thi eng pangcu Oh Bu hong menyaksikan ketua perguruan panah bercinta menyusun kekuatannya begitu rupa, diam-diam merasa amat terkejut, buru-buru ia berpesan kepada Ki li Soat dengan suara lirih, kemudian berangkat seorang diri melanjutkan perjalanannya.
Pelan-pelan Ki li Soat berjalan mendekati Gak Lam kun, kemudian panggilnya pelan, “Gak siangkong…”
Akan tetapi berhubung Ji Cin peng yang ada disampingnya melotot terus dengan sorot matanya yang tajam dan menggidikkan, setelah menghela napas panjang dihatinya, Ki li Soat buru-buru menelan kembali ucapannya yang hendak diutarakan itu.
Gak Lam kun agak tertegun, kemudian tegurnya, “Apakah nona Ki ada sesuatu persoalan?”
Ki Li soat hanya menggelengkan kepalanya berulangkali, dengan hati yang sedih dan murung ia menundukkan kepalanya kemudian pelan-pelan berjalan meninggalkan tempat itu.
Malam seraya bertambah sunyi dan sepi, bintang-bintang bertaburan diangkasa dan memancarkan sinar yang redup…
oOo
00O00 00O00
Sambil memegang kencang-kencang Lencana pembunuh naganya, dengan suatu gerakan cepat Si Tiong pek melayang masuk kedalam gedung bangunan itu.
Baru saja kakinya menempel diatas permukaan tanah, mendadak ia merasakan suasana disekeliling tempat itu menjadi gelap gulita, kenyataan tersebut sangat membuat hatinya tertegun.
Tanpa terasa dengan perasaan keheranan ia bergumam, “Dengan jelasnya aku masih ingat kalau saat ini hari masih terang benderang, kenapa secara tiba-tiba bisa berubah menjadi gelap gulita sepekat ini…”
Cepat ia mendongakkan kepalanya untuk memeriksa keadaan cuaca, tampak udara amat bersih, bintang-bintang tersebar diangkasa dan berkedip-kedip, rembulan dengan sinarnya yang redup memancar keseluruh angkasa, kalau bukan malam telah menjelang tiba, apa pula namanya itu..?
Si Tiong pek benar-benar merasa tercengang dan tidak habis mengerti, kalau diperhatikan waktu itu maka bisa diperkirakan kentongan ketiga tengah malam sudah menjelang tiba, tapi bukankah ia baru tiba belum lama? Mengapa sedemikian cepatnya cuaca berubah dari siang menjadi malam?
Semakin berpikir ia merasa hatinya semakin terkejut, sehingga untuk sesaat lamanya menjadi termangu.
Tiba-tiba ia menyaksikan sesosok bayangan hitam sedang bergerak maju kedepan sana.
Si Tiong pek amat terkejut, sambit mempersiapkan pukulannya, ia membentak, “Siapa disitu?”
Orang itu segera menghentikan gerakan tubuhnya lalu tertawa terkekeh-kekeh dengan seramnya.
“Heeehhh… heeehhh… heeehhh… kau sudah terjerumus dalam istana rembulan, itu berarti selama hidup jangan harap kau bisa melihat matahari lagi!”
Si Tiong pek semakin terperanjat, bentaknya keras-keras, “Apa kau bilang?”
Kembali orang itu tertawa seram.
“Heeehhh… heeehhh… heeehhh… aku yakin kau seorang bocah muda masih belum mempunyai pengetahuan seluas itu, istana Kiu ciong kiong sudah amat tersohor dalam dunia persilatan, sekalipun kau memiliki Lencana pembunuh naga juga jangan harap bisa keluar dari istana ini, selama hidup kau akan selalu terkurung dalam istana rembulan ini!”
Kiranya bangunan gedung ini bernama istana Kiu ciong kiong, semuanya terbagi menjadi sembilan ruangan yang terdiri dari Gwat kiong (istana rembulan), Jit kiong (istana matahari), Kiam kiong (istana emas), Gin kiong (istana perak), Sik kiong (istana batu), Im kiong (istana Im), Leng kiong (istana dingin), Sui kiong (istana air), dan Hwee kiong (istana api).
Semua istana tersebut dibangun dengan letak yang beraturan mengikuti kedudukan bintang, arsiteknya adalah Ku yang cu, pemilik istana Kiu ciong kiong itu sendiri.
Sedemikian hebatnya bangunan tersebut, membuat barangsiapa yang terjerumus kedalam istana itu, maka selama hidup jangan harap bisa meninggalkan istana tersebut dengan selamat.
“Jadi kau sendiripun terjebak pula didalam istana Gwat kiong..?”
“Benar!” jawab manusia itu sambil tertawa seram, “sekalipun nasib kita sama namun ada pula perbedaannya, lohu datang kemari lebih duluan serta mengetahui cara untuk meninggalkan tempat ini, sebaliknya kau… heeehh… heeehh… heeehh…”
Si Tiong pek menjadi amat penasaran setelah mendengar perkataan itu, diapun tertawa dingin.
“Aku tidak percaya kalau ruangan ini sedemikian lihaynya!”
Selesai berkata ia lantas melompat kedepan dan meluncur dari situ dengan kecepatan luar biasa.
Tapi baru saja tubuhnya bergerak maju, mendadak dirasakan hawa murni dalam tubuhnya tersendat-sendat, seakan-akan telah menjumpai daya tekanan suatu kekuatan yang amat besar dan menggetarkannya sehingga balik kembali ketempat semula.
Tapi begitu ia mundur ketempat tadi tenaga tekanan itupun lenyap dengan sendirinya, Kenyataan ini membuat Si Tiong pek merasa amat terperanjat, ia menjadi gugup dan tak tahu apa yang musti dilakukan.
Menyusul kemudian ia mencobanya kembali beberapa kali, tapi apa yang dialaminya ternyata sama dan tak jauh berbeda, sekarang dia baru tahu lihay dan tertunduk sedih dengan kening berkerut.
Terdengar orang itu tertawa terbahak-bahak.
“Haaahh… haaahh… haaahh… bagaimana? Tidak salah bukan perkataanku tadi?”
Si Tiong pek adalah seorang yang suka menyembunyikan kelihayan sendiri, mengetahui kalau istana Gwat kiong mempunyai suatu keanehan yang tersendiri, satu ingatan dengan cepat melintas dalam benaknya, ia tertawa tergelak-gelak hingga suaranya memantul ketempat yang jauh sekali.
Selesai tertawa, dia maju kedepan dan berkata, “Cianpwe, siapa namamu? Terimalah salam hormat dari boanpwe…”
Belum habis dia berkata, orang itu sudah berkata kembali dengan suara yang dingin, “Si Tiong pek, secara tiba-tiba kau bersikap begitu menghormat kepadaku, bukankah kau mengandung maksud tertentu…”
Suaranya dingin, kaku dan tak berperasaan, bahkan kedengaran begitu sinis dan mengandung nada menghina.
Si Tiong pek terkesiap, segera pikirnya, “Siapakah orang ini? Kenapa ia bisa mengetahui namaku…”
Berpikir sampai disitu, diapun lantas tertawa seram seraya menjawab, “Saudara, seorang manusia sejati tak akan menyembunyikan indentitas sendiri, kenapa aku tak bisa teringat siapa gerangankah dirimu itu…”
Meskipun istana Gwat kiong diterangi sinar rembulan yang menyorot keempat penjuru, tapi oleh karena orang itu menyembunyikan diri dibalik kegelapan, maka sulitlah baginya untuk mengenali raut wajah orang itu, secara lamat-lamat dia hanya menyaksikan sesosok bayangan tubuh manusia yang berwarna hitam belaka…
Orang itu segera tertawa seram, katanya, “Siapakah diriku, aku rasa kau tak perlu tahu, cuma…”
Diam-diam Si Tiong pek mendengus dingin tiba-tiba ia membentak sangat keras.
“Saudara benar-benar terlalu menghina orang!”
Dengan kelicikan serta kebusukan hatinya menggunakan kesempatan dikala ia membentak keras itu, mendadak tubuhnya bergerak maju kedepan, telapak tangan kanannya direntangkan lebar-lebar, kelima jari tangannya dengan membawa desingan angin tajam langsung mencengkeram kearah tubuh orang itu.
“Heeehhh… heeehhh… heeehhh… rupanya kau ingin mampus..!” seru orang itu sambil tertawa seram.
Ditengah kegelapan, tidak nampak bagaimana caranya ia menghimpun tenaga, tahu-tahu segulung angin pukulan yang maha dahsyat telah dilontarkan kedepan menyambar datangnya serangan dari Si Tiong pek yang sedang menerjang tiba itu.
Belum lagi tubrukan Si Tiong pek mencapai sasarannya, ia sudah merasakan segulung tenaga pukulan yang sangat kuat dan dahsyat menyergap kearah tubuhnya, diam-diam ia merasa terperanjat, buru-buru gerak majunya ditahan dan tubuhnya segera melompat kesamping untuk menghindarkan diri…
Orang itu kembali tertawa seram.
“Lebih baik jangan turun tangan secara sembarangan, kepandaian silat yang kau miliki itu masih selisih jauh sekali dari puncak kesempurnaan..!”
Semenjak mempelajari ilmu pedang dan ilmu pukulan dari kitab pusaka Hay ciong kun boh, tenaga dalam yang dimiliki Si Tiong oek telah memperoleh kemajuan yang amat pesat, dengan kepandaian tersebut ia sudah dapat terhitung sebagai seorang jagoan lihay kelas satu dalam dunia persilatan.
Siapa tahu serangan Ngo ci tian goan yang dipergunakannya tadi, bukan saja tidak menghasilkan apa-apa malahan sebaliknya kena dipaksa mundur oleh lawannya.
Buat seorang yang ahli, begitu pertarungan berlangsung itu segera akan diketahui lihay atau tidaknya seseorang, maka dari serangan yang barusan dilakukan, Si Tiong pek segera menyadari bahwa ia masih bukan tandingan orang itu, terutama sekali terhadap tenaga pukulannya jauh begitu sempurna, jelas ia masih selisih jauh sekali.
Maka sambil tertawa seram, katanya, “Kepandaian yang kumiliki memang masih jauh ketinggalan ketimbang kepandaian anda, cuma…”
Orang itu segera mendegus dingin.
“Hmmm! Jika kau masih kurang puas, silahkan saja untuk melancarkan serangan berikutnya!”
Si Tiong pek tertawa seram.
“Heeeehhh… heeehhh… heeehhh… aku memang merasa sangat tidak puas, tapi sekarang bukanlah saatnya untuk turun tangan, bagaimana kalau pertarungan dilanjutkan setelah aku keluar dari istana Gwat kiong ini?”
“Hmmmm… kau anggap bisa keluar dari sini dengan gampang?” ejek orang itu sambil tertawa seram.
Si Tiong pek balas tertawa dingin.
“Heeehh… heeehh… heeehh… didunia ini tiada persoalan yang sulit, yang ada hanya orang yang tidak berniat, asal aku mau melakukan pemeriksaan yang seksama dan teliti, pada suatu hari toh akhirnya aku bisa keluar juga dari sini!”
Orang itu menghela napas panjang, sampai lama sekali ia membungkam dalam seribu bahasa.
Si Tiong pek menjadi tercengang dan keheranan ketika dilihatnya orang itu tiba-tiba membungkam diri, pikirnya, “Asal usul orang ini sukar diduga, dengan jelas dia tahu kalau Lencana pembunuh naga itu berada ditanganku, mengapa ia tidak mencobanya untuk merampas dariku? Sebaliknya malahan bersedia mengulur waktu denganku disini? Apakah kedatangannya kemari bukan lantaran Lencana pembunuh naga… sebaliknya oleh karena sebab-sebab tertentu?”
Semakin dipikir ia merasa semakin curiga, akhirnya sambil tertawa katanya, “Apakah kedatanganmu kepulau terpencil inipun dikarenakan Lencana pembunuh naga?”
Orang itu mendengus.
“Hmmm..! Kalau bukan karena Lencana pembunuh naga, memangnya lohu mau melakukan perjalanan sejauh ini datang kemari… hmm..! Untungnya saja kedatanganku tidak sia-sia, sebentar lagi Lencana pembunuh naga itu akan segera terjatuh ketanganku…”
Mendengar perkataan itu Si Tiong pek merasakan hatinya seketika menjadi dingin separuh, ternyata apa yang diduganya semula tak salah, orang itu memang datang untuk mendapatkan Lencana pembunuh naga, padahal Lencana mustika itu berada disakunya, itu berarti suatu pertarungan sengit untuk mempertahankan Lencana pembunuh naga itu segera akan berlangsung kembali!
Berpikir sampai disitu, ia lantas tertawa dingin katanya, “Lencana pembunuh naga yang kau cari-cari sekarang berada disakuku, kenapa kau masih belum juga turun tangan untuk merampasnya?”
Orang itu tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhhh… haaahhhh… haaahhhh… sekalipun lohu tidak merampasnya, toh benda itu pada akhirnya akan terjatuh pula ketanganku!”
“Mana mungkin?” seru Si Tiong pek tidak percaya.
Kembali orang itu tertawa seram.
“Heeehhhh… heeehhhh… heeehhhh… Istana Gwat kiong hanya ada jalan masuk tanpa jalan keluar, kalau toh kau sudah masuk kemari maka jangan diharapkan bisa keluar lagi, tempat ini kecuali rembulan yang bersinar sepanjang masa, hanya batu kerikil yang melapisi permukaan tanah, coba bayangkan sendiri, seandainya kau terkurung sampai delapan sepuluh hari, apa yang hendak kau makan?”
Setelah berhenti sebentar, katanya lebih lanjut, “Waktu itu kau akan kelaparan sehingga tenaga untuk menggerakkan tanganpun tidak dimiliki, andaikata lohu hendak mengambil Lencana pembunuh naga itu, bukankah ibaratnya merogoh saku sendiri? Coba pikirkanlah, betul tidak perkataanku ini?”
Dari perkataan tersebut, Si Tiong pek segera menyadari bahwa kelicikan serta kebusukan hati orang ini jauh melebihi dirinya.
Pepatah bilang: “Manusia adalah besi, nasi adalah baja, sekali tidak makan laparnya bukan kepalang!”
Betul dia memiliki kekuatan dan keberanian yang luar biasa, tapi kalau tidak makan maka beberapa hari kemudian dirinya akan mati kelaparan disini, sekalipun Lencana pembunuh naga dimilikinya juga apa pula gunanya..?
Berpikir sampai disitu, dia lantas mendengus dingin, katanya, “Caramu itu memang suatu cara yang bagus dan sempurna, tetapi… haaahh… haahh… haaahhh… jika aku tidak makan, apakah kau bisa..?”
Kembali orang itu tertawa seram.
“Heeehhh… heeehhh… heehhh… soal ini tak perlu kau kuatirkan, lohu sudah mempersiapkan segala sesuatunya dengan komplit!”
Blaaam! Orang itu menepuk-nepuk sebuah kantong karung goni yang dibawanya, kemudian merogoh kedalamnya dan mengeluarkan seekor ayam goreng yang besar dan gemuk, bau harum semerbak segera tersiar sampai kemana-mana.
Si Tiong pek merasa amat terperanjat, diam-diam ia mengeluh, katanya dengan gemas.
“Dengan kepandaian yang kau miliki, sesungguhnya tak perlu berbuat demikian, jika ingin merampas lencana pembunuh naga ini, rampas saja dengan kekerasan, buat apa…
Orang itu tertawa seram lagi.
“Menggunakan kesempatan lohu akan melatih semacam ilmu silat yang maha sakti, menanti kau sudah kelaparan setengah mati dan ilmu saktiku telah selesai kulatih, maka kau akan membawa lencana pembunuh naga itu untuk keluar dari sini…”
Mendadak ia merasa bahwa dirinya telah salah berbicara, cepat-cepat mulutnya ditutup dan kata-kata yang belum selesai diucapkan segera ditelan kembali.
Mendadak terdengar suara tertawa yang tajam berkumandang datang memecahkan keheningan.
Dengan sekujur tubuh bergetar keras, Si Tiong pek segera berpaling kearah mana berasalnya suara itu.
Tampaklah dari balik kegelapan muncul Jit poh toan hun (tujuh langkah pemutus nyawa) Kwik To yang berwajah kuning kaku, ia berdiri disitu sambil tertawa dingin tiada hentinya.
Si Tiong pek menjadi amat terperanjat, buru-buru dia himpun segenap tenaga dalam yang dimilikinya kedalam telapak tangan untuk bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan…
Kwik To kembali tertawa seram katanya, “Orang she Si, cepat serahkan Lencana pembunuh nagamu kepadaku!”
Si Tiong pek tertawa dingin.
“Kau sedang mimpi rupanya”
Kwik To kembali mendengus dingin.
“Lohu, berani datang kemari, berarti aku mempunyai cara untuk membekuk batang lehermu!”
Mendadak seseorang tertawa panjang dengan suara yang dingin menyeramkan.
“Heeehh… heeehh… heeehh… Kwik To, kau berani merampas barang daganganku? Hati-hati dengan senjata Jit poh lui sim cianku ini, aku bisa menyuruh kau mampus saat ini juga”
Ditengah kegelapan, orang itu mengangkat tangannya keatas, benar juga panah inti geledek Jit poh lui sim ciam telah ditujukan ketubuh Jit poh toan hun Kwik To.
Setelah mendengar ancaman ini, Si Tiong pek merasa makin terperanjat, ia tidak menyangka kalau orang itu adalah Lui Seng Thian.
Kwik To segera tersenyum katanya, “Oooh… rupanya saudara Lui yang berada disitu, maaf kalau lohu tidak mengenalinya tadi!”
“Heeehhh… heeehhh… mana, mana” jawab Lui Seng Thian sambil tertawa aneh, “asalkan saudara Kwik bersedia mengundurkan diri dari sini, lohu pasti tak akan menyusahkan diri Kwik heng…”
Kwik To berpikir sebentar, kemudian jawabnya, “Sekalipun lohu mengundurkan diri dari sini, belum tentu saudara Lui akan berhasil mendapatkan Lencana pembunuh naga…”
“Kenapa?” tanya Lui Seng Thian tertegun.
Kwik To tersenyum.
“Dewasa ini semua jago lihay dari segala penjuru dunia telah berkumpul semua disini, sekalipun kau Lui Seng Thian mempunyai kegagahan yang luar biasa juga tak nanti bisa mengangkangi benda itu sendirian, bukan saja perguruan panah bercinta bertekad untuk mendapatkan Lencana pembunuh naga tersebut, sekalipun perguruan dan perkumpulan lainnya juga sama saja”
Lui Seng Thian mendengus dingin menukas pembicaraannya yang belum selesai, katanya, “Soal ini tak perlu kaurisaukan, lohu yakin masih sanggup untuk mengatasi persoalan ini…”
Setelah berhenti sebentar, bentaknya, “Saudara Kwik, harap kau segera mengundurkan diri, kalau tidak panah inti geledek Jit poh lui sim ciamku tak akan mengenal belas kasihan lagi..!”
Jit poh toan hun Kwik To mendengus dingin.
“Hmm! Kalau begitu silahkan saja saudara untuk mencobanya!”
“Creeeet!” tiba-tiba kilatan cahaya api memancar dalam istana Gwat kiong, mengikuti ayunan tangan kiri Jit poh toan hun, kabut hitam yang sangat tebal segera memancar keempat penjuru, dalam waktu singkat seluruh istana Gwat kiong telah diselimuti oleh asap berwana hitam itu.
Tiba-tiba sinar rembulan menjadi lenyap, empat penjuru hanya diliputi oleh kegelapan yang pekat…
Tiba-tiba terdengar Kwik To tertawa seram, katanya, “Saudara Lui, coba lihatlah! Bukankah panah inti geledek Jit poh lui sim ciam tak mampu mengapa-apakan diriku”
Jit poh lui sim ciam Lui Seng Thian tidak menyangka kalau secara tiba-tiba Jit poh toan hun Kwik To bakal melepaskan kabut hitam, melihat bayangan orang lenyap dari pandangan, ia menjadi teramat gelisah.
“Saudara Kwik!” serunya sambil tertawa seram, “siasatmu Boan thian kok hay (mengelabuhi langit menyeberangi samudra) ini tak akan berhasil membuat aku orang she Lui menjadi terkecoh!”
Seraya berkata, panah inti geledek Jit poh lui sim ciam ditangannya pelan-pelan dialihkan kearah luar.
Semangat Si Tiong pek kontan saja berkobar, dikala ia sedang merasa kepepet dan merasa tak kuat menahan kejaran dari dua orang jago lihay, tahu-tahu Kwik To mengeluarkan ilmu mengelabuhi orang yang sangat lihay itu dengan cepatnya pula dia melemparkan tubuh sendiri keluar.
Mendadak… sebuah cakar raksasa yang bergerak lincah menyambar keatas tubuhnya.
Si Tiong pek merasa amat terkesiap, buru-buru ia membuang bahunya kesamping sambil melayang kesebelah kiri, tapi belum lagi tubuhnya sempat berdiri tegak, bayangan hitam itu sudah menyusul pula dari arah belakang.
Dalam gelisahnya ia lantas membentak, “Kwik To kau berani!”
Tiba-tiba tubuhnya bergeser keluar, secepat kilat telapak tangan kanannya melepaskan sebuah pukulan dahsyat keatas dada orang itu.
Kwik To tertawa seram, ejeknya, “Kalau ingin tak mampus, serahkan saja Lencana pembunuh naga itu kepadaku!”
Kelima jari tangannya yang terpentang lebar-lebar mendadak diayunkan ketengah udara… dengusan tertahan berkumandang memecahkan keheningan, tak bisa dihindari lagi, Si Tiong pek sudah kena dicengkeram oleh Kwik To dengan ilmu cengkeramannya yang maha lihay.
Karena kesakitan, si anak muda itu mendengus tertahan, secepat sambaran kilat sebuah tendangan dilancarkan.
Waktu itu Jit poh lui sim ciam Lui Seng Thian sedang kesal mencari tempat persembunyian Jit poh toan hun Kwik To, maka begitu mendengar suara bentakan dari Si Tiong pek, tanpa terasa ia mengambil keputusan dihati, hawa napsu membunuhpun segera menyelimuti seluruh wajahnya.
Terdengar ia tertawa dingin, lalu teriaknya, “Kalian berdua tak usah saling berebut lagi!”
“Blaaam..!”
Suatu ledakan keras menggelegar menggetarkan seluruh angkasa, percikan bunga api tersebar kemana-mana, diantara kilatan cahaya emas, beberapa jalur panah berapi telah meluncur keluar dengan cepatnya.
“Lui Seng Thian kau sungguh teramat keji!” teriak Kwik To dengan suara lantang.
Dalam keadaan demikian, tak sempat lagi baginya untuk merampas Lencana pembunuh naga tersebut, dengan cepat ia melemparkan tubuh Si Tiong pek keluar, sementara ia sendiri menjatuhkan diri ketanah dan bergelinding sejauh beberapa kaki dari tempat semula…
Sreet..! Sreeet..! Diantara desingan panah geledek, benda-benda penyebar maut itu berseliweran diatas tubuh Kwik To yang masih mendekam ditanah itu.
Dalam pada itu, baru saja tubuh Si Tiong pek terlempar keudara oleh tenaga lemparan Jit po toan hun Kwik To, dua jalur cahaya api secepat kilat meluncur datang kearahnya dengan kekuatan yang mengerikan.
Pemuda itu menjadi amat terkesiap, bisiknya dihati.
“Habis sudah riwayatku kali ini..!”
Berhubung anak panah geledek menyambar datang dengan kecepatan yang luar biasa, Si Tiong pek sudah tidak memiliki kesempatan lagi untuk berpikir panjang.
Dia tahu bila melompat keatas maka bahaya yang mengancam keselamatan jiwanya akan makin bertambah besar, satu-satunya jalan hanya bisa membuyarkan hawa murni seraya meluncur turun kebawah.
“Criit..!” dua jalur sinar emas menyambar lewat dari atas kepalanya dengan membawa desingan angin tajam, menanti ia membuka matanya kembali, tampaklah sinar bintang berkilauan, setelah memandang sekejap sekeliling sana, pemuda itu baru sadar bahwa ia telah terlepas dari kurungan istana rembulan.
Pelan-pelan rasa kaget dan rasa ngerinya mereda, tanpa sadar ia menghembuskan napas panjang.
Tapi belum lagi helaan napasnya selesai, mendadak dilihatnya berpuluh-puluh sosok bayangan manusia berdiri tak jauh dari dirinya berada.
Tampak olehnya See ih samseng (tiga malaikat dari wilayah See ih) masing-masing berdiri disatu arah yang berlawanan, sedangkan si nona berbaju perak dari Thian san berada ditengah, waktu itu dia sedang memandang kearahnya sambil tersenyum manis.
Hal mana dengan cepat membuat Si Tiong pek berdiri tertegun.
Pelan-pelan gadis berbaju perak itu maju kedepan menghampirinya, lalu sambil tertawa ringan katanya, “Kau baru saja keluar?”
Mendengar perkataan itu Si Tiong pek menjadi tertegun, pikirnya dengan cepat.
“Darimana dia bisa tahu kalau aku baru saja keluar dari istana rembulan? Nona ini memiliki kecantikan yang tak terlukiskan oleh kata-kata, bila aku bisa kawin dan memperistri dirinya, tidak sia-sia hidupku dalam dunia dewasa ini!”
Berpikir demikian, ia lantas tertawa lirih, sahutnya, “Kau telah mengetahui segala sesuatunya”
“Tentu saja” jawab si nona baju perak sambil tertawa terkekeh-kekeh, “Ketika kau terjerumus kedalam istana rembulan, lalu menerjang keluar secara paksa, semua kejadian ini dapat kuikuti dengan jelas.”
Tercekat perasaan Si Tiong pek oleh ucapan tersebut.
“Kalau segala sesuatunya dapat kau lihat, kenapa kau sendiri tidak masuk, kedalam…”
Kembali nona berbaju perak itu tertawa terkekeh-kekeh.
“Dengan otak setanmu yang licin aku sudah tahu kalau istana rembulan tak akan berhasil mengurung dirimu, telah kuperhitungkan bahwa kau pasti akan keluar dari tempat ini.”
Si Tiong pek tahu bahwa gadis berbaju perak ini adalah satu-satunya ahli waris dari aliran See Thian san, dengan dimilikinya Lencana pembunuh naga tersebut, sudah barang tentu dia jauh lebih hapal terhadap tempat-tempat tersebut daripada orang lain, bahkan segala gerak geriknya selama inipun tak dapat mengelabuhi dirinya…
Melihat pemuda itu hanya membungkam saja, nona berbaju perak itu berkata lagi sambil tertawa, “Dapatkah kau serahkan kembali Lencana pembunuh naga itu kepadaku..?”
Ucapan tersebut diutarakan dengan suara datar lagi pelan, sama sekali tiada nada paksaan atau suara bengis yang tak sedap didengar.
Si Tiong pek yang pada dasarnya memang sudah terpikat oleh kecantikan wajahnya itu, kontan saja merasakan hatinya bergetar keras sesudah mendengar ucapan tersebut…
Ucapan yang pelan dan lembut ibaratnya sebuah nyanyian merdu, bukan cuma menggetarkan hatinya, bahkan menimbulkan pula pasang surut yang keras dalam hati kecilnya…
Tak sedikit gadis cantik yang pernah dijumpai selama ini, tapi belum pernah ia kehilangan semangat seperti hari ini, ia merasa dirinya tidak memiliki alasan yang cukup kuat untuk menampik permintaan orang, sekalipun Lencana pembunuh naga tak ternilai harganya, tapi gadis cantik rupawan yang berada dihadapannya sekarang agaknya mempunyai nilai yang jauh lebih tinggi daripada Lencana pembunuh naga tersebut, seluruh perasaannya mulai mabuk dan terbuai.
Tanpa ragu-ragu lagi ia merogoh kesakunya dan mengeluarkan kotak kumala tersebut, kemudian sambil diangsurkan kehadapan gadis berbaju perak itu, katanya, “Ambillah nona!”
Gadis berbaju perak itu tertawa ringan, ia membuka sebentar kotak kumala tersebut tapi segera menutupnya kembali, sambil tertawa katanya kemudian, “Terima kasih banyak, lebih baik kau simpan sendiri benda itu secara baik-baik!”
Selesai berkata, dengan memimpin See ih sam seng, pelan-pelan ia berlalu dari situ.
Untuk sesaat lamanya Si Tiong pek berdiri termangu ditempat tanpa mengetahui apa yang musti dilakukan, nona itu hanya menerimanya sebentar lantas dikembalikan kembali kepadanya, apa maksud sesungguhnya dari gadis tersebut? Sepintas lalu sikapnya tanpa berperasaan tapi tampak pula seperti tak berperasaan, pikiran dan perasaannya segera saja berubah menjadi makin kacau…
Dalam perasaan gundahnya tanpa sadar Si Tiong pek mulai bersenandung, ia tak tahu bagaimanakah perasaan hatinya sekarang, dia hanya merasa bahwa gadis berbaju perak itu merupakan gadis idaman hatinya…
Langkah si nona baju perak itu sangat lamban ia dapat mendengar pula suara senandung Si Tiong pek, sambil tertawa serunya kemudian, “Orang goblok itu sungguh amat romantis…”
Malaikat telapak tangan Nio Go hau yang berada disisinya segera tertawa seram.
“Sejak dulu sampai sekarang, orang yang selalu romantis hanya akan menerima kekesalan, biarkan saja ia merasa gundah seorang diri!”
Malaikat racun Lo Kay seng terbahak-bahak pula.
“Haaahhh… haaahhh… haaahhh… si nona, apakah kau telah berhasil menukar Lencana pembunuh naga itu?”
Sambil tertawa gadis berbaju perak itu mengangguk.
“Tentu saja telah kutukar, sekarang Lencana pembunuh naga sudab muncul dua buah, walaupun mereka berpengetahuan dan pengalaman amat luas, jangan harap bisa mengetahui rahasia tersebut, biar saja mereka saling berebut benda yang salah…”
Malaikat pedang Pek Bong in tertawa terbahak-bahak pula.
“Haaahh… haaahh… haaahh… semua tempat dalam istana Kiu tiong kiong sudah kita hapalkan diluar kepala, sekalipun tanpa lencana pembunuh naga kitapun bisa pergi kemana-mana sambil memejamkan mata, buat apa nona menukarnya kembali..?”
“Aku harus menyerahkannya kepada Gak Lam kun!” jawab si nona baju perak itu sambil mendengus.
Ucapan ini segera membuat tiga malaikat dari wilayah See ih menjadi tertegun mereka tidak habis mengerti apa sebabnya nona berbaju perak itu berbuat demikian?
Sementara gadis berbaju perak itupun hanya tertawa misterius, dengan cepatnya ia berlalu dari sana.
Sisa matahari telah tenggelam dilangit barat, senja mulai mencekam seluruh jagad…
Sambil memegang kotak kumala tersebut Si Tiong pek berdiri termangu-mangu sambil mengawasi bayangan punggung si nona yang pergi jauh, akhirnya ia menghela napas sedih.
Mendadak…
Sesosok bayangan hitam menubruk datang dari belakang tubuhnya dan secepat kilat menyambar kotaK kumala yang berada ditangannya itu.
Si Tiong pek terkesiap, cepat-cepat ia menarik tangannya sambil berputar kian kemari, secara beruntun kakinya telah berpindah dua posisi yang berbeda.
Tapi berhubung lengan kirinya sudah kutung, gerak geriknya menjadi kurang leluasa, maka belum lagi tubuhnya sempat berhenti, segulung angin pukulan telah berhembus datang.
“Uaaak..!” tak bisa dicegah lagi Si Tiong pek muntah darah segar, dengan sempoyongan tubuhnya mundur beberapa langkah berulangkali, sementara kotak kumala tersebut lantaran terhajar oleh angin pukulan yang amat keras itu, segera mencelat ketengah udara.
“Kiranya kalian…” teriak Si Tiong pek dengan gusarnya.
Setelah berhasil melukai Si Tiong pek dengan pukulan dahsyatnya, diam-diam terkesiap juga hati Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi sewaktu dilihatnya kotak kumala tersebut mencelat ketengah udara, dengan suatu kecepatan luar biasa ia segera menerjang kemuka dan menyambar kotak kumala tersebut.
Tampak bayangan manusia berkelebat menyusul kemudian terdengar si Tosu setan Thian yu Cinjin tertawa seram sambil berseru.
“Haaahh… haaahh… haaahh… saudara Hoa, tak usah repot-repot, biar lohu yang mewakilimu untuk mengambil kotak kumala tersebut…”
Ketika telapak tangan raksasanya diayunkan pelan ketengah udara, secepat kilat kotak kumala tersebut sudah terjatuh ketangannya.
Terkesiap Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi menyaksikan kejadian itu, sambil tertawa terkekeh katanya kemudian, “To heng, harap kau simpan benda itu untuk sementara waktu, tapi jangan lupa benang seutas tak akan mampu menjadi kain, tanpa lohu pun Lencana pembunuh naga tak lebih cuma sebuah benda yang tak berguna. Bukankah begitu to heng.”
ooooooo
Tercekat juga perasaan si Tosu setan Thian yu cinjin sesudah mendengar perkataan itu, pikirnya, “Rase tua ini sungguh amat lihay, aku tak boleh sampai menyalahi dirinya…”
Berpikir demikian, sambil tertawa terbahak-bahak sahutnya, “Haaahhh… haaahhh… haaahhh… tentu saja, tentu saja kita toh sudah bertekad untuk bekerja sama, hidup bersama matipun bersama, apalagi begitu banyak jago persilatan yang tersebar disini dewasa ini, masih banyak hal yang harus membutuhkan bantuan dari saudara Hoa…”
Bukan hanya sekali saja Si Tiong pek menderita kerugian besar ditangan Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi, luka lama ditambah dengan luka baru, tak urung keadaan tersebut membuatnya tak tahan juga, setelah mendengus tertahan kembali ia muntahkan darah segar.
Dengan penuh kebencian Si Tiong pek segera berseru, “Orang she Hoa, suatu ketika hutang piutang diantara kita pasti akan kuperhatikan!”
“Haaahhh… haaahhh… haaahhh… mana, mana” jawab Thiat kiam kuncu, “membuat perhitungan, setiap saat lohu pasti akan mengiringinya!”
Berbicara sampai disitu, selapis napsu membunuh yang mengerikan tiba-tiba menyelimuti seluruh wajahnya, pelan-pelan ia berjalan menghampiri pemuda itu.
Si Tiong pek menjadi terkejut sekali.
“Hey! Mau apa kau?” teriaknya.
Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi tertawa dingin tiada hentinya.
“Api sekecil bintangpun sanggup membakar sebuah padang rumput yang luas, lohu tak ingin terjadinya kebakaran besar yang akan memusnahkan sebuah padang rumput nan luas, sebab itu satu-satunya jalan bagiku hanyalah memadamkan percikan api yang mumpung belum membesar. Seharusnya kau tahu bukan, apa yang hendak kulakukan!”
Tosu setan Thian yu Cinjin tertawa seram, katanya pula, “Kalau membabat rumput tidak keakar-akarnya bila angin musim semi berhembus lewat, dia akan tumbuh kembali. Tindakan dari saudara Hoa memang betul-betul suatu tindakan yang cerdik…”
Tampaknya kedua orang itu mempunyai niat yang sama, dengan cepat mereka berdiri disudut timur dan barat serta mengawasi Si Tiong pek tanpa berkedip.
Diam-diam Si Tiong pek mengeluh ketika dilihatnya dua orang jago tangguh dari dunia persilatan ini mengepung dirinya rapat-rapat, sekalipun ia telah menguasai seluruh kepandaian yang tercantum dalam kitab pusaka Hay Ciong kun boh, tapi luka lama ditambah luka baru yang dideritanya membuat ia tak sanggup untuk menghimpun kembali tenaga murninya…
Dengan perasaan agak ngeri ia tertawa lalu katanya, “Jalan pemikiran kamu berdua memang sungguh amat sempurna, baiklah kuserahkan selembar nyawaku ini untuk kalian berdua!”
Hawa murni yang masih tersisa segera dihimpun kedalam lengan kanannya, tampak sekujur tubuhnya menggigil keras mukanya pucat pias seperti mayat, namun ia masih berusaha keras untuk mempertahankan diri, hawa murni yang tersisa ditubuhnya dan agak tersendat-sendat itu sekuat tenaga dihimpun menjadi satu.
Tosu setan Thian yu Cinjin yang menyaksikan kejadian itu segera tertawa terbahak-bahak, ejeknya, “Si lote, kau masih begitu muda, tampan lagi, tidakkah merasa terlampau sayang untuk mampus duluan…”
Si Tiong pek tertawa seram.
“Tidak mengapa, dua puluh tahun kemudian toh aku akan muncul lagi sebagai seorang Hohan.”
Thiat kiam Kuncu Hoa Kok khi mendengus sinis.
“Manusia dari dunia persilatan, biar lohu sempurnakan keinginan hatimu itu!”
Weeess..! Segulung angin pukulan yang sangat kuat, bagaikan gelombang besar disamudra langsung menghantam ketubuh Si Tiong pek.
Sebaliknya Si Tiong pek sendiripun pelan-pelan mengangkat pula telapak tangan kanannya, lalu didorong kedepan.
“Enyah kau dari sini!” bentak Thiat kiam Kuncu Hoa Kok khi dengan suara yang dalam dan berat.
“Blaam…” suatu ledakan keras yang memekikkan telinga segera berkumandang memecahkan keheningan.
Bersamaan dengan terjadinya ledakkan tersebut, tubuh Si Tiong pek segera terlempar keluar dari gelanggang.
Pada saat itulah, mendadak seorang membentak keras, “Siapa yang berani melukai anak muridku?”
Menyusul bentakan itu, beberapa sosok bayangan manusia dipimpin langsung oleh Thi eng pangcu Oh Bu hong menerjang masuk kedalam arena.
Dengan suatu gerakan cepat Oh Bu hong menyambut tubuh Si Tiong pek yang mencelat keudara itu, menyaksikan keadaannya yang parah, mendadak timbul suatu perasaan sedih yang aneh dalam hatinya, sepasang matanya menjadi merah, hampir saja dia akan melelehkan airmatanya.
Untung saja tenaga dalam yang dimilikinya cukup sempurna, dalam waktu singkat ia berhasil menguasai kembali perasaannya, setelah tertawa terbahak-bahak katanya, “Kalau ingin menggebuk anjing, lihat dulu siapa pemiliknya, kalian berdua telah menghajar muridku sampai terluka begini parah, tampaknya kalian memang berniat untuk bermusuhan dengan diri lohu”
Sambil berkata dia lantas memberi tanda.
Ciang seng ki su (sastrawan aneh selaksa bintang) Wan Kiam ciu, Gan tiong cian (pukulan batu karang) Kwan Kim ciang serta Ki Li soat serentak menggerakkan tubuhnya menyebarkan diri keempat penjuru, dalam waktu singkat mereka telah mengurung Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi serta Tosu setan Thian yu Cinjin ditengah kepungan.
Wajah Si Tiong pek telah berubah menjadi kaku bagaikan kayu, sambil membuka sedikit matanya yang mulai pudar, ia berbisik.
“Suhu, jangan melepaskan mereka berdua…”
“Tentu saja!” jawab Thi eng sin siu (kakek sakti elang baja) Oh Bu hong sambil membaringkan tubuhnya keatas tanah, “suhumu tak akan membiarkan orang lain menganiaya dirimu sekehendak hatinya sendiri!”
Setelah berhenti sejenak, dengan suara lembut dia bertanya lagi, “Dimanakah Lencana pembunuh naga tersebut?”
“Ditangannya!” jawab Si Tiong pek sambil menuding kearah Tosu setan Thian yu Cinjin.
Dengan sinar mata setajam sembilu kakek sakti elang baja Oh Bu hong menatap sekejap wajah tosu setan Thian yu Cinjin.
Ditatap sekejap ini, tanpa terasa terkesiap juga hati Tosu setan Thian yu Cinjin karena ngeri.
Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi menyapu, sekejap sekeliling tempat itu, kemudian katanya, “Sebagai seorang jago persilatan, dia toh sudah tahu resikonya suatu pertarungan? Siapa yang kuat dia tetap hidup, siapa lemah dia akan mampus, kalau ia sampai terluka ini harus disalahkan pada ilmu silat sendiri yang kurang becus, kenapa kau malahan menyalahkan diri kami berdua?”
Thi eng sin siu Oh Bu hong mendengus berat.
“Hmm! Enak betul kalau berbicara, kendatipun apa yang kau ucapkan benar, lohu bukannya seorang manusia yang tak bisa mempertimbangkan keadaan, mendingan kalau satu lawan satu… Heeehh… heeehh… heeehh… aku rasa bukan hanya saudara Hoa seorang yang turun tangan…”
Berbicara sampai disitu dengan sorot mata sinis ia melirik sekejap kearah Kui to Thian yu Cinjin.
Ditatap seperti ini berkobarlah hawa amarah didalam hati Tosu setan Thian yu Cinjin, dengan penuh kegusaran dia berteriak, “Saudara Oh, kau melototi diri lohu terus menerus, apakah merasa tidak puas denganku…”
Oh Bu hong tertawa seram.
“Betul, betul, aku memang merasa tak leluasa menyaksikan tingkah lakumu yang tengik, apalagi menyaksikan hawa sesat yang menyelimuti tubuhmu… Hmm! Jiwa perampok selamanya tetap merampok, watak macam itu memang sangat memuaskan hatiku.
Bagaimanapun juga Tosu setan Thian yu Cinjin adalah seorang manusia yang berotak cerdas dan berpengalaman luas, ia tahu Thi eng sin siu Oh Bu hong memang sengaja hendak memanasi hatinya, andaikata Lencana pembunuh naga tidak berada disakunya, dia pasti tak akan tahan menghadapi ejekan dan cemoohan tersebut, tapi keadaannya sekarang sama sekali berbeda, maka diapun hanya tertawa saja.
Sambil tertawa ringan, katanya, “Saudara Oh betul-betul pandai bergurau, masa kau menuduh lohu sebagai seorang perampok.
Agak kagum juga Oh Bu hong oleh ketebalan iman lawannya, dia tertawa sinis, kemudian sambil berpaling katanya, “Pek ji, bagaimana kejadiannya sehingga kau terluka…”
Si Tiong pek pun seorang pemuda yang pintar! buru-buru jawabnya, “Untuk berhasil merampas Lencana pembunuh naga itu dari tanganku, mereka berniat untuk membunuh tecu agar menghilangkan bibit bencana dikemudian hari…”
Seraya berkata matanya melirik sekejap kearah Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi, sorot mata itu penuh memancarkan api kegusaran yang bengis dan menggidikkan hati.
Agak tercekat perasaan Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi, ujarnya kemudian, “Saudara Si pandai betul berbicara, yang melukai dirimu toh lohu seorang, kenapa kau hitung pula saudara Kui to dalam perhitunganmu? Kalau berita ini sampai tersiar ditempat luaran, apakah orang tak akan menuduh kami sebagai orang dewasa yang menganiaya anak kecil?”
Haruslah diketahui kecerdikan Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi sedikitpun tidak berada dibawah kecerdikan siapapun, ia sengaja melimpahkan tanggung jawab persoalan tersebut keatas pundaknya dengan harapan bisa menggunakan kesempatan ini untuk menaklukkan si Tosu setan Thian yu Cinjin.
Ia berharap dengan sikapnya yang gagah dan bijaksana ini bukan saja tosu setan akan tunduk kepadanya, bahkan akan benar-benar takluk seratus persen, apalagi dia pun tahu, dengan berkata demikian meski pada akhirnya pihak Thi eng pang akan mengerubutinya, Thian yu Cinjin tak nanti akan berpeluk tangan belaka dengan membiarkan ia dikerubuti seorang diri.
Betul juga, si Tosu setan Thian yu Cinjin segera tertawa seram, lalu berkata, “Saudara Hoa, sekalipun kau tidak menghitung serta, merekapun tak nanti akan melepaskan kita berdua.”
“Kalau kalian berdua sudah mengetahui akan segala akibatnya lebih baik tinggalkan saja nyawa kalian disini!” tukas Oh Bu hong sambil tertawa seram.
Begitu selesai berkata, tubuhnya segera menerjang kemuka, sebuah pukulan dahsyat langsung dilontarkan keatas batok kepala Tosu setan Thian yu Cinjin.
Ngeri juga Thian yu Cinjin menghadapi serangan lawan, teriaknya kemudian, “Hmm! Kau kira aku takut untuk menyambut seranganmu ini?”
Hawa murninya segera dihimpun kebalik sela-sela jari tangannya kemudian dilancarkan sebuah pukulan yang tak kalah kuatnya menyongsong datangnya ancaman dari Thi eng sin siu Oh Bu hong tersebut.
“Braaas..!” ketika sepasang telapak tangan saling beradu, terjadilah suatu desisan tajam.
Tosu setan Thian yu Cinjin kontan merasakan hatinya menjadi dingin separuh, separuh bagian lengannya tiba-tiba menjadi kaku. hampir saja dia tak mampu untuk mengangkatnya kembali.
Begitu melepaskan serangannya yang pertama, Thi eng sin siu Oh Bu hong segera menubruk maju kedepan.
Dengan cepat Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi meloloskan pedangnya, lalu sambil tertawa terbahak bahak katanya, “To heng, biar lohu saja yang meminta petunjuk dari saudara Oh. Kau mundur saja lebih dulu!”
Ia tahu tenaga dalam yang dimiliki Kakek sakti elang baja Oh Bu hong teramat sempurna, walaupun untuk sesaat tak mungkin Tosu setan Thian yu Cinjin akan menderita kekalahan ditangannya, tapi dengan Lencana pembunuh naga tersebut ditangannya, dia kuatir bila waktu berlangsung agak lama maka akhirnya benda mustika itu akan terampas kembali oleh Oh Bu hong.
Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan benda mustika itu adalah membiarkan dirinya yang menghadapi Thi eng sin siu Oh Bu hong, dengan begitu si Tosu setan Thian yu Cinjin baru mempunyai kesempatan untuk meninggalkan tempat itu, kalau tidak demikian, kuatirnya hari ini mereka berdua akan sama-sama terbunuh ditangan orang-orang perkumpulan Thi eng pang.
Demikianlah menyusul seruan tersebut, dengan jurus Pek im jut siu (awan putih keluar dari poros) pedangnya langsung menusuk kedepan dengan kecepatan luar biasa.
Selama ini Ki li Soat tak berani turun tangan secara sembarangan sebelum mendapat perintah dari Oh Bu hong, maka ketika dilihatnya Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi muncul ketengah arena, tanpa terasa lagi ia tertawa dingin tiada hentinya.
Seraya mementangkan telapak tangannya, ia membentak, “Berhenti kau!”
Terdesak oleh serangan yang dilancarkan dari arah samping ini, terpaksa Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi menarik kembali gerakan tubuhnya yang sedang meluncur kemuka, pedang bajanya diangkat keatas, kemudian bentaknya, “Lohu enggan bertarung melawanmu, hayo cepat menyingkir dari sini!”
Jurus serangan ini meski hanya jurus Ciong hay kui cu (sisa mutiara didasar samudra) yang amat sederhana tanpa sesuatu yang aneh, namun dibalik kesederhanaan tersebut justru tersimpan pelbagai perubahan yang luar biasa.
Tampak cahaya pedang itu begitu meluncur kemuka, tiba-tiba saja ditariknya kembali.
Ki Li soat tertawa dingin katanya, “Kau tak usah takabur, hari ini juga aku hendak meringkus dirimu…”
Tiba-tiba Cian seng kisu Wan Kiam ciu tampil kedepan, lalu serunya lantang.
“Nona Ki! harap mundur kebelakang, biar lohu yang menghadapi dirinya!”
Cian seng kisu Wan Kiam ciu termashur sebagai si juru pemikir dalam perkumpulan Thi eng pang, bukan saja kepandaian silatnya amat lihay, kecerdasan otaknya juga menakutkan, kebanyakan hasil-hasil cemerlang yang berhasil diraih Thi eng pang selama ini adalah berkat hasil karyanya…
Oleh karena Cian seng kisu Wan Kiam ciu sifatnya tak suka menonjolkan diri, maka sangat jarang orang perkumpulan yang tahu tentang asal usulnya, bahkan Thi eng pangcu sendiripun tidak begitu tahu tentang asal usulnya yang sebetulnya.
Ketika Ki Li soat menyaksikan Cian seng kisu Wan Kiam ciu telah turun tangan, ia pun merasa agak lega sedikit, ia tahu tak mungkin baginya untuk menangkan Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi, satu-satunya orang yang sanggup menghadapi jago lihay ini memang tak lain adalah Cian seng Kisu Wan Kiam ciu.
Begitu terjun kearena pertarungan Cian seng kisu segera melancarkan serangkaian serangan berantai yang maha dahsyat, ini semua memaksa Thiat Kiam kuncu Hoa Kok khi terdesak mundur berulangkali, diam-diam ia merasa terkejut juga oleh keampuhan tenaga dalam yang dimiliki Cian seng kisu Wan Kiam ciu.
“Saudara Wan” kata Hoa Kok khi kemudian, dengan perasaan tercekat, “kenapa kau musti memusuhi lohu?”
Wan Kiam Ciu tertawa seram.
“Orang yang tidak segolongan tak mungkin berkomplot kaupun tak usah banyak berbicara lagi!”
Pertarungan yang berlangsung antara kedua orang ini dilakukan dengan kecepatan tinggi, dalam sekejap mata puluhan jurus sudah lewat tanpa terasa.
Pada saat itulah, mendadak terdengar Oh Bu hong membentak keras, “Kena!”
“Blaaam..!” suara benturan keras terjadi msnyusul kemudian Si Tosu setan Thian yu Cinjin mundur lima enam langkah dengan sempoyongan.
Pucat pias seluruh wajah Thian yu Cinjin, agaknya luka yang dideritanya cukup parah, serunya dengan geram, “Kau… kau terlalu kejam!”
Sepasang telapak tangannya diangkat sejajar dengan dada, sekujur tubuhnya menggigil keras, ditatapnya wajah Oh Bu hong tanpa berkedip.
Menjumpai keadaan musuhnya itu, Oh Bu hong tertawa terbahak-bahak, katanya.
“Serahkan Lencana pembunuh naga itu kepadaku, maka akupun akan mengampuni selembar jiwamu!”
Si Tosu setan Thian yu Cinjin segera mendongakkan kepalanya dan tertawa seram.
“Haaahhh… haaahhh… haaahhh… lebih baik kau tak usah bermimpi disiang hari bolong!”
“Itu berarti mencari jalan kematian buat diri sendiri!”, bentak Oh Bu hong sambil menerjang maju kedepan.
Tangan kirinya dengan jurus Ciong hay to ciau (membunuh naga ditengah samudra) tiba-tiba menyergap kemuka, kelima jari tangannya direntangkan lebar-lebar lalu mencengkeram dada Thian yu Cinjin dengan kecepatan luar biasa.
Merah berapi-api sepasang mata Thian yu Cinjin karena gusar, diapun membentak keras, “Mari kita beradu jiwa!”
Berbareng dengan bentakan tersebut, bukan saja ia tidak menghindari datangnya serangan jari tangan lawan, malahan sepasang telapak tangannya dengan cepat ditolak kemuka dengan jurus Ji cu say hui (sepasang mutiara memancarkan sinar), sedangkan kakinya mengikuti gerakan tersebut melancarkan sebuah tendangan kilat.
Pertarungan nekad yang mengajak saling beradu jiwa ini sedikit banyak mendatangkan perasaan ngeri juga buat Oh Bu hong…
Pada saat itulah tiba-tiba dari tengah arena berkumandang suara dengusan dingin Liong gin heng (dengusan naga sakti) yang menggetarkan sukma.
Menyusul dengusan naga Liong gin heng tersebut, tahu-tahu ditengah arena telah bertambah dengan seorang manusia bertopeng muka naga, sepasang tangan mengenakan sarung tangan cakar naga perenggut nyawa serta mengenakan jubah naga berwarna kuning…
Siapa lagi orang itu kalau bukan Tok liong Cuncu yang ditakuti orang selama ini?
Belum lagi dengusan Liong gin hengnya selesai, Tok liong Cuncu telah membentak keras, “Tahan!”
Berhubung munculnya Tok liong Cuncu secara mendadak, serentak pertarungan yang sedang berlangsung diarena terhenti dengan segera.
Thi eng pangcu Oh Bu-hong tampak agak tertegun, dia tak habis mengerti kenapa Gak Lam kun harus menyaru kembali dengan tampangnya yang begini menyeramkan?
Ketika Si Tosu Setan Thian yu Cinjin menyaksikan kemunculan Tok liong Cuncu, mendadak sekujur tubuhnya menggigil keras, sekalipun ia tahu bahwa Tok liong Cuncu yang berada dihadapannya sekarang kemungkinan besar adalah penyaruan dari Gak Lam kun, namun oleh karena ia pernah berbuat keji terhadap Tok liong Cuncu dimasa lalunya, maka kejadian tersebut selalu merupakan momok yang mengerikan hatinya selama ini.
Dengan wajah berubah hebat, dia berseru, “Saudara Hoa, coba kau lihat sobat tua kita telah muncul kembali disini!”
“Betul, penagih hutang kita telah datang menjenguk kita!” sahut Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi dengan wajah memucat pula.
Dengan tatapan dingin dan menyeramkan Tok liong Cuncu memandang sekejap wajah kedua orang itu, kemudian serunya, “Setelah berjumpa denganku, mengapa kalian belum juga bunuh diri?”
Suara dingin bagaikan es, membuat siapapun yang mendengarnya merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri…
Hoa Kok khi segera tertawa seram, ujarnya, “Setelah bertemu dengan Tok liong Cuncu seharusnya kami berdua akan bunuh diri, tapi sayang saudara bukan…”
“Kenapa?” Tok liong Cuncu kelihatan agak tertegun, “masakah Tok liong Cuncu juga ada yang palsu…”
Walaupun selama ini Thiat kiam Kuncu Hoa Kok khi serta Kui to Thian yu Cinjin juga banyak mendengar kabar yang mengatakan, bahwa Tok liong Cuncu adalah hasil penyaruan dari Gak Lam kun, tapi mereka sendiri tak berani mempercayainya dengan begitu saja, maka setelah berjumpa sendiri dengan musuh bebuyutannya sekarang, diam-diam mereka berdua mengeluh juga…
Kui to Thian yu Cinjin berusaha memberanikan diri, lalu sambil tertawa seram katanya, “Menurut berita yang tersiar dalam dunia persilatan, Tok liong Cuncu yang sering kali muncul belakangan ini adalah hasil penyamaran dari muridnya, jangan-jangan kau adalah muridnya yang dimaksudkan itu…”
Tok liong Cuncu segera tersenyum.
“Jadi kalau begitu, muridku juga berada diistana Kiu ciong kiong ini!” katanya.
Mendengar perkataan tersebut, kembali semua jago yang hadir diarena merasa tertegun, perkataan dari Tok liong Cuncu ini sungguh membingungkan hati, jangan-jangan dia adalah Tok liong Cuncu yang asli? Kalau tidak, kenapa ia tak tahu kalau Gak Lam kun juga berada disini?
Tapi, ketika berada dibukit Hoa san tebing Yan po gan, bukankah Tok liong Cuncu sudah terluka parah dan tak mungkin tertolong lagi? Bagaimana mungkin ia masih bisa hidup sampai sekarang? Apalagi sebelum peristiwa tersebut ia sudah minum obat racun menembus usus yang jahat sekali?
Siapa pula orang ini? Gak Lam kun? Ataukah Tok liong Cuncu?
Sementara itu, Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi serta Si Tosu setan Thian yu Cinjin lambat laun sudah mulai merasakan seriusnya persoalan, walaupun mereka berdua memiliki tenaga dalam yang sempurna namun tak berani sembarangan turun tangan.
Para jago lihay dari perkumpulan Thi eng pang juga mulai merasakan ketidak beresan dari masalah ini, Oh Bu hong sadar kemunculan dari Tok liong Cuncu ini pasti dikarenakan Lencana pembunuh naga, ia baru mulai merasa bahwa Lencana mustika itu mulai berada dalam keadaan yang gawat dan menegangkan.
Mendadak Si Tiong pek melompat bangun dan berduduk serunya, “Gak Lam kun, buat apa kau musti menyaru sebagai setan guna menakuti orang?”
Tok liong Cuncu memutar badannya lalu menjawab.
“Kau kenal dengan Gak Lam kun? Tampaknya kau adalah sahabat muridku..?”
Si Tiong pek mendengus dingin.
“Hmm..! Tahu akan dirinya bukan berarti aku musti adalah sahabat karibnya!”
Pada saat itulah, mendadak dari kejauhan sana berkelebat datang sesosok bayangan manusia sambil berlarian mendekati teriaknya keras-keras, “Suhu!”
Tok liong berpaling lalu tertawa.
“Untung saja aku dapat berjumpa lagi denganmu!” ia berkata.
Tampaklah Gak Lam kun berlarian mendekat dengan wajah berseri dan penuh kegembiraan, dia langsung menghampiri Tok liong Cuncu.
Apa yang sudah menjadi kenyataan, kini telah hancur berantakan kembali…
Ternyata Tok liong Cuncu bukan hasil penyamaran dari Gak Lam kun, lantas siapakah dia?
Kedatangan Gak Lam kun secara tiba-tiba ini membuktikan dugaan semua orang, bahwa walaupun Gak Lam kun pernah menyaru sebagai Tok liong Cuncu, tapi kali ini Tok Liong Cuncu tersebut benar-benar bukan hasil penyaruannya.
Seketika itu juga paras muka Si Tosu setan Thian yu Cinjin berubah hebat, jangankan tenaga untuk melakukan perlawanan, kekuatan untuk melarikan diripun sudah tidak dimiliki lagi, sekujur badannya mengejang keras, wajahnya menunjukkan minta belas kasihan.
Paras muka Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi ikut berubah pula menjadi pucat pias seperti mayat, saking takutnya ia hampir tak berani mendongakkan kepalanya, diam-diam hatinya menciut, karena ketakutan setengah mati, otaknya diputar keras berusaha untuk mencari jalan keluar guna melarikan diri dari pulau terpencil tersebut.
Selesai menjalankan penghormatan, Gak Lam kun berkata.
“Suhu, bukankah kau telah berjanji tak akan terjun kembali kedalam dunia persilatan? Mengapa kali ini kau datang kemari dengan menempuh perjalanan yang begini jauh?”
Mukanya menunjukkan rasa bingung dan tidak habis mengerti, seolah-olah ia merasa tidak memahami kenapa suhunya tiba-tiba bisa muncul ditempat itu.
Tok liong Cuncu tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh… haaahhh… haaahhh… kalau aku tidak datang, mana mungkin kau bisa masuk kedalam istana Kiu ciong kiong…”
Belum habis ia berkata, tiba-tiba kepalanya didongakkan memandang ketempat kejauhan.
Tampaknya Ji Cin peng dari perguruan panah bercinta dengan membawa serta Kwik To, Han Hu hoa serta nenek berambut putih berdatangan ketempat itu.
Ketika Jit poh toan hun Kwik To menyaksikan kemunculan Tok liong Cuncu disitu, ia tampak agak tertegun, kemudian pikirnya, “Siapa pula orang ini? Jangan-jangan…”
Belum habis dia berpikir, Tok liong Cuncu telah membentak lebih duluan, “Kwik To, kemari kau!”
Diam-diam Jit poh toan hun merasa terkesiap, tapi ia maju pula kedepan, sahutnya sambil tertawa seram, “Naga beracun tua rupanya kau belum mampus!”
Perlu diketahui, dari tujuh belas orang musuh besar Tok liong cuncu yang tercatat dalam buku catatan musuh besarnya Jit poh toan hun Kwik To dikenal sebagai seorang ahli dalam mempergunakan obat-obatan beracun.
Atas racun penembus utus Cuan cong tok yok yang dibuatnya, ia menaruh kepercayaan yang besar, ia tak pernah percaya kalau Tok liong cuncu dapat meloloskan diri dari bencana tersebut.
Sambil tertawa seram Tok liong Cuncu lantas berkata, “Jika lohu sampai mati, maka apa yang kalian harapkan bisa terpenuhi? Dan kini aku belum mati, itupun jauh diluar dugaan kalian semua…yaaa, bagaimana lagi? Sebetulnya lohu suka mati saja, tapi selama ini akupun tak tega untuk membawa budi kebaikan kalian kedalam liang kubur…”
Sorot matanya yang tajam bagaikan kilat, membawa pula kewibawaan yang besar. Dalam pandangan para jago hal mana semakin mendatangkan perasaan bergidik bagi siapapun yang melihatnya, diam-diam semua orang mulai menyusun rencana guna melarikan diri dari situ.
Paras muka Kwik To seketika berubah juga, serunya, “Jadi kau hendak membalas dendam…”
Tok liong Cuncu tertawa seram.
“Tujuh belas tahun hidup sengsara dan menderita, tujuh belas tahun menahan dendam berdarah sedalam lautan, sudah beribu-ribu hari aku harus menahan diri, hari seperti inilah yang kunantikan selalu, siapapun jangan harap bisa menghalangi niatku untuk menuntut balas…”
Thiat kiam Kuncu Hoa Kok khi dengan cepat meloloskan pedang bajanya, kemudian berkata, “Saudara Kwik, kalau toh orang lain sudah bertekad tak akan melepaskan kita, rasanya kita banyak bicarapun tak ada gunanya!”
 
Design by Free Themes | Bloggerized by Wulunggeni - Blogger Themes