Welcome to website

UNDERCONTRUCTION

private.

Sunday, August 29, 2010

huihuhihu

kp_32-35_part3

Iblis perempuan seribu tahun pun tidak ambil diam, bersamaan waktunya dia melancarkan sebuah pukulan kearah Ji gi siu.
Selama ini Ji gi siu jarang sekali berbicara dan suka membungkam diri dalam seribu bahasa, namun kepandaian silat yang dimilikinya sudah mencapai tingkatan yang luar biasa.
Melihat serangan gabungan dari kedua orang lawannya, dia segera mengembangkan ilmu gerakan tubuhnya, dalam sekali kelebatan saja tahu-tahu dia sudah lolos dari arena pertarungan.
Bagaikan sedang menangkap kelinci liar saja, kedua orang tersebut menyerang Ji gi siu dari kiri dan kanan, tapi lawannya begitu cekatan dan selalu berhasil menghindar, maka terjadilah adegan saling kejar mengejar bagaikan anak kecil yang sedang bermain petak umpat.
Dipihak lain Sam yap koay mo dan Tay gi siu pun sudah terlibat dalam suatu pertarungan yang seru, bila berbicara soal tenaga dalam maka kemampuan yang dimiliki sam yap koay mo masih ketinggalan jauh sekali.
Tidak sampai sepuluh gebrakan kemudian sekujur badan Sam yap koay mo sudah penuh luka, darah bercucuran membasahi wajahnya dan pakaian yang pada dasarnya memang tak karuan semakin compang-camping dibuatnya sehingga boleh dibilang sama jeleknya dengan pakaian tambal sulam yang dikenakan si pengemis Siau yau kay.
Tay gi siu merupakan tokoh silat yang termashur karena kebijaksanaan dan kebaikan hatinya, dia tak pernah membunuh orang tanpa alasan yang kuat, meski begitu siksaan yang diberikan kepada lawannya sekarang cukup mendatangkan penderitaan dan siksaan yang lebih hebat bagi Sam yap koay mo.
Sambil tetap bertarung, Tay gi siu Khong sian mengejek sambil tertawa:
"Hey tua bangka yang tidak mampus-mampus, apakah kau belum mau menyerah kalah? Cepatlah pulang kerumah untuk belajar beberapa tahun lagi, dengan mengandalkan kemampuan itu masih jauh dari cukup untuk menjagoi dunia persilatan, tidakkah kau rasakan bahwa kulit mukamu kelewat tebal?"
Sam yap koay mo merasa amat sakit hati, begitu menderitanya dia hingga perasaan-nya bagaikan diiris-iris dengan pisau tajam, sambil meraung penuh amarah teriaknya:
"Tolol, aku menginginkan nyawa anjing mu itu!"
Bersamaan dengan selesainya teriakan mana secara membabi buta dia menubruk kedepan.
Melihat kenekadan dan cara menyerang lawannya yang membabi buta, Tay gi siu Khong sian menggelengkan kepalanya berulang kali sambil menghela napas.
Begitu tubrukan musuh tiba, dia segera mengegos kesamping, tapi serangan Sam yap koay mo sungguh teramat cepat, tahu-tahu saja dia sudah menerjang kembali kesisi tubuhnya.
Dengan gusar Tay gi siu Khong Sian mengumpat:
"Rupanya kau benar-benar sudah bosan hidup!"
Secara beruntun dia lancarkan beberapa pikulan keatas panggung lawan, Sam yap koay segera berteriak:
"Aduuuhh!"
Sam yap koay mo menjerit kesakitan dan memuntahkan darah segar, tubuhnya segera terguling keatas tanah dengan selembar wajahnya menempel diatas permukaan tanah, lama sekali tubuh itu tak bergerak lagi, rupanye ia sudah tewas seketika.
Dengan kematian dari Sam yap koay mo, Tay gi siu khong Sian segera berjalan menghampiri rekannya Ji gi siu.
Sebaliknya ketika Ji gi siu menjumpai kawan-nya telah berhasil sukses, dia segara merubah gerakan tubuhnya, seperti seekor kupu-kupu dia mulai bergerak cepat diantara kedua orang lawan-nya.
Tahu-tahu terdengar dua kali dengusan tertahan bergema memecahkan keheningan, Ji gi siu tertawa panjang dan mengundurkan diri kesisi Tay gi siu, rupanya dia telah berhasil menaklukkan pula kedua orang lawan-nya, demonstrasi kepandaian yang dilakukan sepasang manusia bodoh dari bukit Wu san ini, selain hebat, lagi pula sangat mengagumkan, justru karena kemuliaan dan kebajikan mereka inilah maka kedua orang itu disambut dengan perasaan kagum oleh setiap jago.
Dengan senyuman gembira menghiasi wajahnya, Hui im Tongcu Gak Siy bwee segera menyambut kedatangan mereka berdua sambil berkata:
"Kalian berdua tentu cukup lelah..."
Dalam pada itu paras muka si Kun lun indah Siau Wi goan telah berubah menjadi merah padam seperti babi panggang.
Sudah jelas terlihat sekarang bahwa pertarungan malam ini berakhir dengan kekalahan total di pihaknya, bila ia masih juga tak tahu diri serta tidak mau segera berganti lain haluan, sudah jelas lebih banyak ancaman bahaya baginya daripada keberuntungan.
Maka dengan cepat dia mengajak si mayat hidup Ciu Jit hwe dan Manusia penghisap darah Pi Ciang hay untuk merundingkan situasi tersebut.
Dengan wajah angkuh dan senyum dingin menghiasi wajahnya, si mayat hidup Ciu jit hwee segera berkata:
"Biar aku yang turun ke gelanggang"
"Tapi...tapi...hal ini mana boleh jadi? kata Kun lun indah Siau Wi goan dengan perasaan keberatan.
"Atau kau bermaksud untuk turun tangan sendiri?"
Kun lun indah Siau Wi goan semakin sangsi sehabis mendengar perkataan itu, untuk sesaat dia menjadi terbungkam.
Melihat itu si mayat hidup Ciu Jit hwee segera berkata sambil tertawa dingin:
"Aku cukup mengerti tentang perasaanmu sekarang, hmm! Andaikata kita bukan lagi menghadapi musuh tangguh, kaulah orang pertama yang ku bacok sampai mampus!"
Keringat dingin segera bercucuran keluar membasahi seluruh tubuh Kun lun indah Siau wi goan sehabis mendengar perkataan ini, terutama sesudah menyaksikan mimik wajah si Mayat hidup Ciu Jit hwee yang begitu buas dan bengis, ia semakin terkesiap lagi dibuatnya.
Tanpa sadar dia segera bangkit berdiri dan bersiap-siap untuk terjun kearena.
Dengan suara yang menyeramkan si Mayat hidup Ciu jit hwee kembali berkata:
"Lebih baik kau terjun pada babak yang terakhir nanti, biar aku yang turun tangan lebih dulu untuk membereskan beberapa orang itu...."
Dengan langkah pelan, si mayat bidup Ciu Jit hwe terjun kearena, setelah mengalihkan sorot matanya yang bengis untuk me mandang sekejap kawanan pendekar tersebut jengeknya dingin:
"Siapa yang akan turun kegelanggang lebih dulu?"
Menjumpai Si Mayat hidup Ciu Jit hwee turun tangan sendiri, diam-diam Hui im Tongcu dibuat panik, dia tak tahu siapa yang harus diutus untuk turun ke gelanggang kali ini.
Mendadak tampak olehnya Siau yau kay bangkit berdiri, melihat pengemis tersebut, Hui im tongcu pun segera manggut-manggut menyatakan persetujuan-nya.
Dengan langkah yang setengah terseret Siau yau kay terjun kearena pertarungan dan langsung menghampiri si mayat hidup Ciu Jit hwee, lalu katanya sambil tertawa:
"Tua bangka Ciu, orang tua seusia mu sudah sepantasnya hidup santai sambil menikmati sisa hidup, buat apa sih kau mesti menampilkan diri untuk menyerempet bahaya?"
Si mayat hidup Ciu Jit hwee sama sekali tidak menggubris ejekan tersebut, malahan bentaknya dengan marah:
"Kembali kau!"
"Hee...hee...hee...apakah aku si pengemis tua kurang pantas untuk melawanmu?" kembali Siau yau kay berseru sambil tertawa.
"Betul, suruh Ciong liong si keledai gundul itu untuk keluar...!"
"Waduh...waduuuh... kenapa sih mesti mengumbar hawa amarah dengan percuma? orang yang sudah tua, semestinya punya jiwa yang lebih terbuka dan watak lebih lembut, kalau dia yang keluar maka kehadiran-nya tak bakal mermenguntungkan dirimu, kalau pingin makan, silahkan mencicipi aku si tulang lembek saja"
"Pergi kau dari sini! Dengan kedudukanmu dan kemampuanmu, kau masih belum berhak untuk bertarung melawanku"
Sekalipun perkataan dari si Mayat hidup ini tidak kelewatan namun nadanya toh kedengaran rada jumawa, bayangkan saja bagaimana pun juga Siau yau kay termasuk seorang jago lihay yang punya nama dan kedudukan didalam dunia persilatan, berbicara soal kedudukan diapun hanya setingkat dibawah Ciong liong lo sianjin, tidak seharusnya dia menggunakan kata-kata semacam itu untuk menghadapinya.
Akan tetapi Siau yau kay masih saja menunjukkan wajahnya yang penuh senyum sambil berkata:
"Tua bangka, setelah hidup sekian lama didunia ini, aku si pengemis sudah bosan hidup, tolonglah kau suka berbuat kebajikan dengan memenuhi pengharapanku ini, berilah kematian kepadaka secepatnya, jasa dan budi mu itu tentu akan kuingat selalu"
Si mayat hidup Ciu Jit hwee paling benci mendengarkan perkataan gila semacam itu, amarahnya semakin membara selesai mendengarkan perkataan tersebut, dengan wajah menyeringai seram dia segera menghimpun tenaga dalamnya lalu sambil membentak keras melontarkan telapak tangan-nya kemuka.
Segulung angin serangan yang amat dahsyat pun segera menggelung dan meluncur ke depan.
Sepintas lalu orang mengira Siau yau kay adalah manusia yang hidup semaunya sendiri, padahal dalam otaknya justru penuh siasat, begitu melihat datangnya serangan musuh, ia tak berani menyambut dengan kekerasan.
Dengan cekatan tubuhnya berputar untuk menghindar sejauh dua kaki lebih, serta meloloskan diri dari ancaman tersebut.
Si Mayat hidup Ciu Jit hwee tetap mempertahankan kewibawaan-nya dengan tidak mendesak musuhnya lebih jauh, ketika lawan-nya menghindar maka diapun segera menghentikan pula gerakan tubuhnya.
Pelan-pelan Siau yau kay berjalan kembali menuju kehadapan-nya, lalu sambil tertawa katanya:
"Tua bangka Ciu, tenaga yang kau pergunakan masih kurang kuat, kumohon kepadamu tolonglah memperketat seranganmu itu"
Sesungguhnya si Mayat hidup Ciu Jit hwee memang tak pernah memandang sebelah matapun terhadap lawannya, tampak dia menggerakkan tubuhnya dan maju kedepan sambil melepaskan sebuah pukulan lagi.
Siau yau kay Wi Kian pun tidak ambil diam, dengan cepat dia mengeluarkan ilmu gerakan tubuh andalannya Ciok tiong lun poh cap lak tui, dalam sekali berkelebatan saja tubuhnya sudah melesat maju kemuka.
Tindak tanduk dari si mayat hidup Ciu jit bwee memang sangat aneh, seusai melepaskan sebuah serangan, dia tidak melanjutkan dengan serangan berikut, seakan-akan ilmu silat yang di milikinya terdiri dari jurus-jurus tunggal yang tidak bersambungan satu dengan lainnya.
Tatkala Siau yau kay baru saja menghindar, Mayat hidup Ciu Jit bwee pun mengincar posisi musuhnya lalu melancarkan sebuah pukulan lagi, namun dengan cekatan pula Siau yau kay telah berkelit kembali.
Secara beruntun si mayat hidup Ciu Jit bwee melancarkan tiga buah serangan, tapi semuanya berhasil dihindari Wi Kian secara mudah.
Andaikata berganti orang lain, niscaya serangan lain akan dilepaskan secara beruntun untuk mendesak lawan-nya, namun tidak demikian dengan gembong iblis tua itu, oleh sebab itu suasana diarena tidak berlangsung seru, ibarat seorang guru yang sedang memberi pelajaran kepada muridnya saja, pertarungan berjalan tersendat-sendat.
Siau yau kay sendiripun merasa sangat keheranan menghadapi kejadian seperti ini, maka sesudah berpikir sebentar dia segera berpekik nyaring, gerakan tubuhnya berubah secara tiba-tiba dan secepat sambaran kilat melepaskan sebuah pukulan dahsyat ke dada Ciu jit hwee.
Jurus serangan tersebut sesungguhnya di maksudkan untuk memancing musuh masuk perangkap, betul juga, Ciu Jit bwee segera naik pitam, pikirnya dihati:
"Kurang ajar benar pengemis sialan ini, aku tak ingin menghajarnya serta memberi kesempatan hidup untukmu, kau justru berani mencabut kumis harimau, tampaknya kalau tidak diberi pelajaran dia tak akan tahu diri...."
Maka dengan cepat dia melancarkan serangan balasan dan secara beruntun melepas tiga jurus pukulan gencar, yang digunakan-nya gerakan tubuh yang amat cepat bagaikan sambaran kilat.
"Pengemis busuk, kau benar-benar pingin mampus rupanya!" dia membentak dengan penuh amarah.
Melihat musuhnya sudah turun tangan, Siau yau kay menjadi amat gembira, cepat-cepat dia mengeluarkan ilmu langkahnya yang luar biasa untuk bergerak kian kemari seperti orang yang mabuk kepayang, tahu-tahu saja dia sudah terlepas dari ancaman si mayat hidup Ciu jit hwee tersebut.
Sementara itu si mayat hidup Ciu Jit bwee tidak bertindak santai lagi, begitu ketiga buah serangan-nya mengenai sasaran yang kosong, dia sudah dibuat amat gusar sampai jenggot putihnya pada berdiri kaku, mendadak muncul niat jahatnya.
Diam-diam dia menyalurkan hawa beracun Hu si im tong ciang nya kedalam lengan, kemudian melepaskan pukulan gencar kedepan.
Atas kejadian ini maka dibalik serangan itu segera terasa hawa dingin yang menusuk tulang, hal ini membuat sekujur tubuh Siau yau kay mengigil kedinginan.
Sadarlah pengemis kita bahwa musuhnya telah menggunakan pukulan beracun-nya, dalam keadaan begini diapun tak berani ber tindak main-main lagi.
Segenap hawa murni yang dimilikinya segera dihimpun kedalam tubuhnya, sementara itu langkah kakinya masih mengeluarkan gerakan tubuh yang aneh untuk menghindari ancaman musuh.
Orang kuno bilang:
"Daripada berjaga lebih baik menyerang", sebab bila seseorang hanya berdiri melulu diarena niscaya banyak titik kelemahan yang akan terlihat, meskipun kau memiliki kepandaian yang hebat pun tak mungkin mampu menghadapi ancaman tersebut secara beruntun, kecuali musuhmu hanya seorang manusia kelas tiga, kalau tidak sudah pasti kekalahan berada dipihakmu.
Adapun musuh yang dihadapi Siau yau kay sekarang adalah seorang gembong iblis yang memiliki kedudukan sangat tinggi didalam golongan hitam dunia persilatan dewasa ini, berarti dia harus mengandalkan kecepatan geraknya untuk meraih kemenangan, sebaliknya bila mempertahankan diri terus menerus, ini sama artinya dengan mencari kematian buat diri sendiri.
Dalam pada itu, si mayat hidup Ciu Jit bwee melancarkan serangan untuk mempertahankan diri, pukulan demi pukulan semuanya dilancarkan dengan jurus-jurus maut yang mematikan, disamping, terselip pula hawa racun Hu si im tong ciang yang maha dahsyat, bisa dilihat betapa hebatnya ancaman tersebut.
Tak sampai setengah seminuman teh kemudian, Siau yau kay hanya mampu menangkis belaka dan sama sekali tak berkemampuan lagi untuk melancarkan serangan balasan.
Hui im tongcu Gak say hwee yang menyaksikan kejadian itu segera memohon kepada Put Gho cu untuk terjun kearena sambil berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan yang tidak diinginkan, tapi sebelum Put gho cu beranjak, Hian cing tojin telah menampilkan diri lebih dahulu.
Sudah barang tentu Hui im Tongcu merasa kurang leluasa untuk menampik, maka dia pun mengangguk memberikan persetujuannya, maka Hian Cing tojin segera terjun kearena.
Kun lun indah Siau Wi goan yang menyaksikan ketua Bu tong pay telah terjun kearena, buru-buru minta kepada An tay cu untuk turun ke arena, tapi Leng gho cinjin yang merupakan gurunya telah terjun lebih dulu ke gelanggang.
Hian cing tojin sedang bersiap sedia terjun ke arena untuk membantu Siau yau kay, ketika menjumpai Leng gho cinjin terjun kearena pula, ia menjadi tertegun dan untuk sesaat tak mampu berkata-kata.
Sementara itu Leng gho cinjin telah menghampirinya dan berseru sambil tertawa seram.
"Hian cing totiang, baik-baikkah kau selama ini? hutang piutang kita pada dua puluh lima tahun berselang seharusnya diselesaikan pula pada kesempatan ini"
Diantara Hian cing tojin dengan Leng gho cinjin memang mempunyai perselisihan lama, sebagai seorang tosu yang pendiam terutama memandang hina terhadap Kun lun pay, maka Hian cing tojin tidak menanggapi perkataan dari Leng gho cinjin tersebut.
Menyaksikan hal ini, mencorong sinar bengis dari balik mata Leng gho cinjin, serunya kemudian sambil tertawa licik:
"Cabut keluar pedangmu, masih kita ulangi sistem pertarungan tempo dulu, bagaimana kalau bertarung lagi sebanyak ratusan jurus?"
Dari punggungnya pelan-pelan Hian cing tojin meloloskan sebilah pedang, lalu sambil menatap musuhnya tajam-tajam ia menyahut denga suara hambar:
"Bertarung bukan beradu mulut, silahkan!"
Tak terlukiskan amarah Leng gho cinjin menghadapi sikap lawannya yang sombong dan tak memandang sebelah matapun kepadanya itu, dengan cepat dia meloloskan pedangnya lalu dengan menggunakan jurus Selaksa lebah keluar dari sarang, secepat sambaran kilat dia tusuk tubuh Hian cing tojin sambil teriaknya:
"Hidung kerbau, lihat pedang!"
"Serangan yang bagus!" dengus Hian cing tojin dingin.
Pedangnya diputar dengan cepat sambil melakukan getaran, tiga kuntum bunga pedang segera memercik diangkasa dan secara terpisah mengancam lawan-nya dari posisi atas, tengah dan bawah.
Dalam sekali gebrakan saja, dia sudah mengancam tiga buah jalan darah penting ditubuh musuh.
Bagi seorang ahli silat, satu gebrakan saja sudah cukup untuk mengetahui apakah lawan-nya berisi atau tidak, Hian cing tojin memang tenang seperti perawan, begitu bergerak segesit kelinci, serangan yang dilepaskan langsung menggunakan satu diantara tiga jurus maut dari Bu tong kiam hoat, bisa dibayangkan betapa dahsyatnya ancaman tersebut...
Sebaliknya Leng gho cinjin adalah ketua Kun lun pay, lagipula merupakan guru dari si Kun lun indah Siau Wi goan, sudah barang tentu kesempurnaan tenaga dalam maupun ilmu silatnya bukan sembarangan.
Meski melihat datangnya ancaman, dia tak sampai gugup dan dihindari dengan mudah, menyusul kemudian ia balas melepaskan sebuah serangan dahsyat.
Disaat kedua orang itu masih terlibat dalam pertarungan yang amat seru itulah, menndadak terdengar suara Siau yau kay sedang menjerit kesakitan.
Hian cing tojin segera berpaling dengan perasaan terkejut, lalu serunya tertahan:
"Aaaah!"

ooo0ooo0ooo0oo0ooo

Rupanya Siau yau kay telah menderita luka parah dan terduduk diatas tanah denga wajah pucat pias seperti mayat dan noda darah membasahi ujung bibirnya.
Sementara itu si Mayat hidup Ciu Tit bwee masih melanjutkan langkahnya kedepan dan mendekati pengemis tersebut.
Tatkala Hian cing tojin menjerit kaget karena menyaksikan peristiwa itu, Leng gho cinjin segera memanfaatkan kesempatan yang sangat baik ini untuk melepaskan serangan-nya dari samping.
Bagi jago-jago lihay yang bertarung, pikiran cabang merupakan pantangan yang amat besar, begitu Hian cing tojin terganggu kosentrasinya tadi, pihak musuh segera manfaatkan peluang itu melakukan penyerangan.
Tahu-tahu saja sebuah tusukan pedang dari Leng gho cinjin telah dilepaskan.
Serta merta Hian cing tojin memutar pedangnya berulang kali untuk memunahkan serangan mana dengan keras lawan keras, posisinya pun dari pihak penyerang menjadi pihak terserang...
Begitu Leng gho cinjin berhasil menempati posisi sebagai penyerang, keangkuhan-nya segera timbul kembali, sambil berpekik nyaring dia getarkan pergelangan tangan-nya sambil berubah jurus dan mengembangkan permainan lima pedang Kun lun kiam hoatnya.
"Sreet..sreet..sreet..!"
Secara beruntun dia lancarkan tiga buah serangan pedang yang diarahkan ke atas, tengah dan bawah, kesempurnaan ilmu pedangnya memang mengagumkan, sedang gerakan tubuhnya sangat aneh, kekejiannya pun tak malu menjadi ketua Kun lun pay.
Didalam keadaan demikian, Hian cing tojin tak berani berayal lagi, cepat-cepat dia lepaskan pula tiga jurus seraagan pedang untuk memunahkan ancaman mana, bahkan napsu ingin menangnya segera timbul kembali.
Tiba-tiba saja dia melompat mundur sejauh beberapa langkah, kemudian sambil menjejakkan kakinya keatas tanah dan berpekik nyaring, tubuhnya melayang ditengah udara, lalu pedangnya digetarkan dan menggunakan jurus Bintang rembulan saling berpadu, secepat petir dia babat kepala Leng gho cinjin.
Waktu itu Leng gho cinjin sedang dibuat keheranan karena melihat gerak mundur dari Hian cing tojin, belum habis rasa tercengangnya itu melintas lewat, tahu-tahu tubuh Hian cing tojin sudah melejit keudara dan menyambar batok kepalanya.
Cepat-cepat Leng gho ciajin mengerutkan tulang sambil merendahkan badannya, sapuan pedang dari Hian cing tojin itu persis menyapu diatas kepalanya yang membuat rambutnya terpapas dan bergugutan keatas tanah.
Menyusul kemudian Hian cing tojin melayang turun keatas tanah, pedangnya segera dicolokkan kemuka dengan jurus mendorong bukit membendung samudra dan menusuk Hoa kay hiat ditubuh Leng gho cinjin.
"Huuuh, kepandaian silat kucing kaki tiga begitu mah belum pantas untuk dipamerkan dihadapan orang, saudara Leng gho, sudah tiba saatnya bagimu untuk beristirahat panjang!"
Hijau membesi selembar wajah Leng gho cinjin seusai mendengar perkataan itu, namun mau tak mau dia harus menangkis serangan dari Hian cing tojin tiu dengan kekerasan.
Siapa tahu dalam serangannya barusan Hian cing tojin hanya mengerahkan tenaga dalamnya sebesar dua bagian saja, begitu tertangkis, pedang itupun melejit kesamping.
Tapi gara-gara untuk menangkis serangan pedang itu Leng gho cinjin telah menggunakan tenaga dalamnya sebesar puluhan bagian, akibatnya pertahanan tubuhnya menjadi terbuka sama sekali.
Memang disinilah letak tujuan dari Hian cing cinjin, dengan siasatnya itu disaat pedangnya tertangkis, tidak tampak gerakan tubuh yang digunakan, tahu-tahu saja pedangnya sudah menusuk kembali ke dada lawan.
Leng gho cinjin segera mendengus tertahan sambil mengeluh kesakitan, sedangkan Hian Cing tojin sudah melompat keluar dari arena dan berseru sambil tertawa:
"Maaf, maaf....!"
Sampai Hian cing tojin sudah mengundurkan diri dari arena, Leng gho cinjin masih tetap berdiri tegak di tempat semula dengan sepasang mata melotot besar lagi bulat.
Mendadak pedangnya terjatuh dari cekalan, menyusul kemudian tuabuhnya bagaikan batang pohon yang tumbang, tahu-tahu ikut roboh terjungkal keatas tanah.
Menanti semua orang menengok kearahnya dengan pandangan terkejut ternyata Leng gho cinjin sudah menghembuskan napasnya yang penghabisan.
Saat itu di arena tinggal si mayat hidup Ciu Jit bwee seorang masih tetap berdiri di situ, sementara Siau yau kay Wi Kian sudah ditolong orang untuk memperoleh pengobatan dari Ciong liong lo sianjin.
Suma Than yu yang menjumpal si mayat hidup Ciu Jit hwee masih berdiri ditempat, maka diapun minta ijin kepada Hui im tongcu lalu melompat kehadapan gembong iblis itu sambil ujarnya:
"Mohon petunjuk dari locianpwee!"
Mayat hidup Ciu Jit bwee melirik sekejap searah Suma Thian yu, tiba-tiba saja paras muka setan-nya yang menyeramkan itu berubah menjadi dingin dan kaku bagaikan selapis baja, dengan suara geram bentaknya keras-keras:
"Bocah dungu yang masih bau tetek, lebih baik pulang saja kerumah untuk minta ibumu menyusui, apa gunanya mencari kematian ditempat ini?"
Baru saja perkataan itu selasai diutarakan, nampak si harimau angin hitam Lim Khong telah melompat keluar dari barisan dan memberi hormat kepada gurunya, si mayat hidup sambil berkata:
"Suhu, untuk membunuh ayam buat apa memakai golok penjagal kerbau? Biar Lim khong saja yang membereskan bocah bau ini!"
Si mayat hidup Ciu Jit hwee tertawa hambar dan mengundurkan diri dari situ.
Sepeningga1 si mayat hidup, dari barisan lawan kembali tampil seseorang yang tak lain adalah si rasul garpu terbang Kiong Lui.
Begitu tiba disamping Lim Khong, dia segera berseru dengan wajah menyeringai seram:
"Orang she Suma, toaya khusus datang untuk membuat perhitungan denganmu"
Suma Thian yu memandang sekejap kearah dua orang lawan-nya ini, kemudian tanyanya sambil tersenyum:
"Kalian berdua hendak maju bersama, atau kah...?"
"Tentu saja maju bersama!" sahut si Rasul garpu terbang Kiong Lui dangan licik dan hina.
Suma Thian yu tertawa panjang, dipandangnya sekejap orang itu dengan sinar mata menghina, lalu sahutnya sambil menggelengkan kepalanya berulang kali:
"Baru pertama kali ini kujumpai manusia bermuka setebal kalian berdua, ayoh loloskan senjata kalian untuk bertarung!"
Sedari tadi Rasul garpu terbang Kiong Lui memang sudah mempersiapkan senjata andalan-nya, tongkat kepala harimau ber bentuk rembulan, tampak ia membentak keras lalu merentangkan senjatanya di tengah udara, mulutnya yang lebar menyeringai memperlihatkan wajah yang menyeramkan, sementara hidungnya yang besar lagi tebal bergetar tiada hentinya.
Harimau angin hitam Lim Khong pun meloloskan sebilah senjata yang berbentuk aneh dari pinggangnya, mereka berdua dengan sorot mata yang tajam menggidikkan mengawasi Suma Thian yu dengan pandangan penuh amarah.
Sesungguhnya tujuan Suma Thian yu terjun ke arena tadi adalah untuk menghadapi si mayat hidup Ciu Jit hwee, sedang terhadap kedua orang ini boleh dibilang tak memandang sebelah matapun juga.
Pelan-pelan dia meloloskan pedang Kit hong kiamnya dari punggung, lalu dia konsentrasikan diri pada ujung pedang dan mengunakan tenaga dalamnya untuk bersiap diri.
Harimau angin hitam Lim Khong dan Rasul garpu terbang Liong Lui saling berpandangan sekejap, tiba-tiba rasul garpu terbang itu menggerakkan senjatanya, diiringi suara bentakan keras, toya kepala harimaunya segera dibabatkan ke depan.
Senjata andalannya Suma Thian yu adalah pedang yang termasuk senjata ringan, bila dia harus menangkis serangan tongkat kepala harimau lawan dengan kekerasan, niscaya akibatnya tak terlukiskan dengan kata-kata.
Maka dengan cekatan dia melangkah kesamping untuk menghin-darkan diri dari ancaman tersebut.
Harimau angin hitam Lim Khong jauh lebih licik dan munafik ketimbang rekan-nya, dia sama sekali tidak melepaskan serangannya mengarah kemuka, ditunggu sampai kesempatan baik tiba, serangan baru dilepaskan secara gencar.
Begitulah ketika Suma Thian yu menghindar kekanan tadi, serta merta dia ayunkan senjatanya untuk membabat tubuh musuh.
"Serangan bagus" jengek Suma thian yu sambil tertawa dingin, "orang she Lim, hari ini aku tak akan membiarkan kau hidup lebih lama"
Secepat sambaran kilat, pedang Kit hong kiamnya ditusukkan ketubuh Lim khong, ketika serangan sampai ditengah jalan, tiba-tiba ia memutar badan sambil berganti gerakan, dengan membawa tenaga serangan yang kuat dan gerakan yang cepat, dia babat wajah si rasul garpu terbang.
Taktik suara ditimur menyerang dibarat yang diterapkan pemuda tersebut memang sangat jitu lagipula tepat, Rasul garpu terbang dibuat gelagapan dan panik sehingga hampir saja termakan oleh ancaman Suma Thian yu tersebut, untung saja dia masih sempat mengegos kesamping untuk melepaskan diri.
Siapa tahu taktik yang dipakai Suma thian yu merupakan taktin berantai yang mengandung maksud ganda, tujuan yang sesungguhnya dari serangan ini bukan Kiong lui melainkan harimau angin hitam Lim khong.
Dia sengaja berpura-pura melancarkan serangan-nya kearah Kiong lui tak lain untuk menjebak kelengahan Lim Khong, dimana kekuatan dan sasaran yang sebenarnya tak lain adalah Lim Khong sendiri.
Begitulah, secara tiba-tiba Suma Thian yu memutar badannya, segenap tenaga dihimpun kedalam lengan kanan lalu dengan jurus mengejar guntur membendung petir, dia serang Lim Khong secara mendadak.
"Serahkan nyawsa anjingmu!" serunya sambil tertawa panjang.
Mimpi pun si Harimau angin hitam Lim Khong tak menyangka kalau Suma Thian yu akan menggunakan taktik berantai untuk menjebak dirinya, melihat keadaan sudah mendesak dan tak mungkin lagi baginya untuk menghindar, dengan tubuh bergetar keras ia berpekik pedih:
"Mati aku!"
Suma Thian yu sangat membencinya karena peristiwa dilembah Cing im kok tempo hari, dimana dia dipaksa sampai tercebur ke air, maka kali inipun dia tidak ragu-ragu melepaskan tusukan-nya keperut Lim Khong.
Pada saat itulah mendadak dari arah belakang terasa desingan angin tajam, ternyata Rasul garpu terbang telah menyergapnya dari belakang.
Dalam keadaan begini, andaikata Suma Thian yu melanjutkan tusukan-nya ketubuh Lim Khong, niscaya dia sendiripun akan terserang oleh sergapan Kiong Lui.
DlSAAT yang amat kritis inilah tiba-tiba melintas satu ingatan didalam benak Suma Thian yu, tiba-tiba saja dia mengegos kesamping sambil mengeluarkan ilmu langkah Ciok tiong luan poh nya.
Dalam sekejap mata dia sudah menghindar dan menyelinap kepunggung Lim Khong, telapak tangan kirinya langsung didorong kemuka dengan kecepatan tinggi.
Waktu itu si Harimau angin hitam Lim Khong telah memejamkan matanya sambil menunggu kematian, tiba-tiba saja dia merasakan pandangan matanya menjadi terang, ketika membuka matanya kembali ternyata bayangan tubuh Suma Thian yu sudah lenyap dari pandangan.
Sebagai penggantinya dia justru melihat Kiong lui dengan tongkat kepala harimaunya sedang menerjang tiba.
Ia menjadi terkejut sekali, dalam anggapan-nya Kiong Lui telah berkhianat kepadanya, pagar makan tanaman dengan mengorbankan dirinya demi keuntungan sendiri.
Sementara dia masih tertegun dan belum sempat melakukan sesuatu gerakan untuk menghindarkan diri, tahu-tahu dari belakang tubuhnya sudah menyambar datang segulung kekuatan yang menghantam badan-nya sehingga terhuyung kedepan.
Atas kejadian tersebut, tubuh si harimau angin hitam Lim Khong pun secara otomatis terhuyung kemuka dan menyambut datangnya serangan maut tongkat kepala harimau dari si rasul garpu terbang Kiong lui, andaikata serangan tersebut mengenai tubuhnya sudah dapat dipastikan nyawanya akan melayang.
Rasul garpu terbang pun bukan manusia sembarangan, ketika kehilangan jejak Suma thian yu dan melihat Lim khong sedang menyongsong kedatangannya, dia menjadi sangat terkejut, dalam keadaan demikian dengan sekuat tenaga tongkat kepala harimaunya dimiringkan kesamping, namun tubuh Lim khong masih tetap menerjang ke atas tubuhnya.
Untuk menyelamatkan diri sendiri dari musibah yang tidak diinginkan, Rasul garpu terbang segera mendorongkan telapak tangannya kemuka dan menahan gerak terjangan Lim Kong secara paksa.
Tapi pada saat itulah pedang Kit hong kiam dari Suma Thian yu telah menembusi punggung si harimau angin hitam itu sehingga tembus sampai kedadanya.
Diiringi jeritan ngeri yang memilukan hati pelan-pelan tubuh Lim Khong roboh terjengkang ke atas tanah.
Menyaksikan kecepatan gerak dari Suma Thian yu, sadarlah si Rasul garpu terbang Kiong Lui bahwa kepandaian silat yang dimiliki si anak muda itu kini telah mengalami kemajuan yang pesat dan bukan seperti dulu lagi.
Dengan perasaan gusar dan benci yang bercampur aduk, si Rasul garpu terbang segera memutar tongkat kepala harimaunya dan langsung dihantamkan ketubuh Suma Thian yu.
Pada saat inilah si mayat hidup Ciu jit hwee yang semula telah mengundurkan diri, sekali lagi terjun kedalam arena.
Melihat penampilan kembali si mayat hidup kedalam arena, Hui im Tongcu segera sadar bahwa gembong iblis ini tentu bertekad untuk bertarung sampai titik darah penghabisan dengan pemuda tersebut, hatinya menjadi amat gelisah.
Mendadak.....
Dari tengah udara berkumandang datang suara pekikan keras yang memekakkan telinga, mendengar suara itu Suma Thian yu segera mengundurkan diri dari arena.
Tampak sesosok bayangan manusia melayang turun kedalam arena dengan kecepatan luar biasa, ternyata pendatang tersebut adalah Heng ci Cin jin, gurunya dua bersaudara Thia.
Toan im siancu Thia Yong yang pertama-tama datang menyongsong disusul pula oleh Bi hong siancu Wan Pek lan.
Dengan langkah yang pelan Heng si cin jin berjalan menuju kehadapan Hui im Tongcu, lalu katanya sambil tertawa ramah:
"Apabila kedatangan pinto agak terlambat harap sudi dimaafkan!"
Hui im tongcu merendah berulang kali serta mempersilahkan Heng si cinjin untuk mengambil tempat duduk.
Tapi sambil tertawa Heng si Cinjin segera berkata:
"Pinto sudah datang terlambat, oleh sebab itu sudah sepantasnya bila pinto yang menghadapi babak pertarungan ini sebagai penebus dosa"
"Kalau begitu, merepotkan toheng untuk turun tangan" sahut Hui im tongcu Gak Say owee sambil tersenyum.
Heng si cinjin segera melangkah masuk kedalam arena.
Rasul garpu terbang Kiong Lui sadar kalau kepandaian silatnya tak akan mampu mengungguli Suma Thian yu, tapi lain halnya dengan bertarung melawan tosu tua tersebut, meskipun hasilnya belum ketahuan, paling tidak ia dapat memaksa Suma Thian yu untuk bertarung melawan si mayat hidup Ciu Jit hwee.
Berpikir demikian, dia segera menghadang jalan pergi Heng si cinjin, serunya:
"Kiong Lui mohon petunjuk darimu!"
"Haaah...haaah...haaah, kedatanganmu memang paling tepat, silahkan!" jawab Heng si cinjin sambil tertawa terbahak-bahak.
Dengan cepat Kiong Lui mengerahkan kembali tenaga dalamnya dan mengangkat senjata tongkat kepala harimaunya untuk melancarkan serangan, ditengah deruan angin serangan yang sangat kuat dan bayangan tongkat yang menyelimuti angkasa, ia langsung menerjang tubuh Heng si cinjin habis-habisan.
Dengan tangan kosong Heng si cinjin segera mengembangkan pula permainan silatnya untuk melayani serangan lawan.
Dalam pada itu si mayat hidup Ciu jit hwee sudah tak sabar lagi untuk menunggu, tiba-tiba bentaknya:
"Bocah keparat Suma, ayoh cepatan sedikit menyerahkan nyawa anjingmu!"
Perlahan-lahan Suma Thian yu masuk kedalam arena, sahutnya hambar:
Bertarung melawan manusia macam kau hanya akan mengotori tangan sauya mu saja, lebih baik suruh manusia she Siau itu yang keluar berbicara!"
"Bocah keparat" tukas mayat hidup Ciu jit hwee dingin, "asalkan kau mampu bertarung sebanyak sepuluh jurus melawanku, kau tak usah kuatir"
"Sepuluh jurus?" Suma Thian yu tertawa nyaring, "setan tua, kau terlalu memandang tinggi kemampuanmu itu, jangan lagi sepuluh jurus, seratus gebrakan pun masih sanggup sauya layani"
Mencorong sinar buas dari balik mata mayat hidup Ciu Jit hwee sesudah mendengar perkataan ini, dengan wajah menyeringai seram seperti binatang buas yang siap menerkam mangsanya, dia awasi Suma Thian yu tanpa berkedip.
Sebaliknya Suma Thian yu kembali mengejek sambil tersenyum:
"Hey setan tua, aku dengar ilmu pukulan Hu si im tong ciang mu merupakan kepandaian tangguh diantara kalangan perampok, sauya mu ingin sekali mencoba kehebatan ilmu tersebut, bagaimana kalau kita beradu tiga pukulan lebih dulu?"
Si Mayat hidup Ciu jit hwee segera mendongakkan kepalanya dan tertawa.
"Haah...haah...haah... bagus, bagus sekali, memang tantanganmu paling bagus, sudah sekian lama aku hidup di dunia ini namun baru pertama kali ini ku jumpai bocah yang bernyali begitu besar seperti kau, bila tidak kupenuhi harapanmu itu, kau tentu mengira aku tidak memberi muka untuk mu, baiklah, bersiap-siaplah untuk menerima seranganku!"
Sembari berkata dia segera bergerak mundur sejauh tujuh delapan langkah kebelakang sehingga jarak di antara kedua belah pihak menjadi satu kaki lebih lima depa.
Suma Thian yu bukannya mundur malah maju lebih kedepan, jarak yang semula sudah jauh pun kini semakin diperpendek lagi.
Mayat hidup Ciu Jit hwee segera duduk bersila diatas tanah, membusungkan dadanya dan mendongakkan kepalanya sambil mengawasi Suma thian yu dengan pandangan hina.
Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian ini menjadi gembira sekali, diam-diam dia ulangi lagi rahasia ilmu silat yang dipelajari dari kitab tanpa kata lalu turut bersila pula diatas tanah sambil menghimpun tenaga.
"Setan cilik apa yang kau ragukan lagi?" tegur mayat hidup Ciu Jit hwee secara tiba-tiba dengan suara dingin.
Suma thian yu tertawa hambar.
"Yang ragu-ragu justru kau sendiri hey setan tua, meskipun ilmu pukulan Hu si im tong ciang dahsyatnya luar biasa, namun jangan harap bisa melukai sauyamu barang seujung rambutpun"
Begitu ucapan mana diutarakan ke luar, semua hadirin sama-sama terperanjat, sorot mata setiap orangpun sama-sama dialihkan ke wajah Suma Thian yu.
Bi hong siancu Wan Pek lan dengan mata berkaca-kaca mengawasi pula wajah kekasihnya dengan perasaan kuatir, panik dan penuh perhatian.
Sepasang manusia bodoh dari bukit Wu san berpaling pula kearah Put gho Cu dan bertanya lirih:
"Amankah anak Yu? Kami kuatir bocah ini hanya menuruti emosi sehingga tidak mikirkan keselamatan sendiri"
Put gho cu menggelengkan kepalanya berulang kali:
"Dengan tenaga dalam yang pinto miliki pun masih belum mampu untuk menandingi Ciu Jit hwee, tentu saja anak Yu pun tak akan mampu"
"Bagaimana kalau kita panggil saja agar dia mundur?" tanya Tay gi siu Khong Sian dengan perasaan kuatir.
Tiba-tiba terdengar Ciong liong lo sian jin berkata sambil tertawa terbahak-bahak.
"Haaah...haaah...haaah... kalian bertiga terlalu menguatirkan keselamatan anak Yu, andaikata ia tak yakin bisa mengatasi musuhnya, tak mungkin bocah itu berbuat demikian, kalian toh tahu anak Yu tak pernah melakukan perbuatan yang menyerempet bahaya"
Perkataan dari Ciong liong lo sianjin hanya dapat menenangkan perasaan para jago untuk sementara waktu, namun tak dapat menghilangkan perhatian mereka terhadap keselamatan si anak muda tersebut.
Pada saat itu, kedua orang yang duduk saling berhadapan itu sudah saling menghimpun tenaga dalamnya.
Tiba-tiba terdengar si Mayat hidup Ciu jit hwee membentak keras dengan suara yang menggeledek:
"Lihat pukulan!"
Sekilas cahaya biru segera menyelimuti angkasa disertai angin yang menderu-deru dengan kencangnya, diringi pula suara desingan angin tajam segera menyambar ketubuh Suma Thian yu.
Tanpa sadar semua jago mengalihkan sorot matanya ke wajah Suma thian yu, tampak si anak muda itu meluruskan sepasang telapak tangan-nya ke depan dengan mata tangan menghadap keluar, sepasang matanya melotot tajam kearah sepasang tangan-nya, tidak terdengar suara bentakan, tidak jelas pula kemana larinya angin serangan yang dilepaskan.
Mendadak terdengar suara ledakan keras yang memekikkan telinga berkumandang ditengah arena.
"Blaaamm!"
Dengan pandangan terkejut dan tertegun semua orang mengalihkan pandangan-nya ke arena.
Suma Thian yu sama sekali tak bergerak dari posisi semula, hanya permukaan tanah dimana ia duduki telah amblas sedalam tiga inci lebih.
Sebaliknya si mayat hidup Ciu Jit hwee masih tetap seperti keadaan semula, sama sekali tak berkutik dari posisinya.
Hui im Tongcu Gak Say hwee yang menyaksikan kejadian tersebut menjadi amat gelisah, cepat-cepat dia bertanya kepada Ciong liong lo siang jin:
"Suhu, anak Yu...."
"Tidak usah kuatir, dia tak akan menderita kalah!"
"Tapi dia sudah...!"
"Kau tak akan mengerti, tak usah banyak bertanya lagi"
Hui tongcu segera berpaling kembali ke arena, tiba-tiba saja ia mendengar si Mayat hitam Ciu Jit hwee telah membentak lagi dengan penuh kegusaran:
"Setan cilik, sambut lagi sebuah pukulan ku ini!"
Angin serangan yang menyambar kedepan kali ini jauh lebih kencang dan dahsyat, cahaya biru yang menyelimuti angkasa pun, semakin tebal menggulung datang bagaikan awan hitam sebelum badai menjelang, dengan hebat dan dahsyatnya menggulung keseluruh badan Suma Thian yu.
Senyuman dingin yang tipis dan hambar segera tersungging di ujung bibir Suma Thian yu, sekali lagi sepasang telapak tangan-nya di lontarkan kedepan, tidak terdengar suara tiada pula sesuatu gerakan, semua orang menyaksikan udara menjadi cerah secara tiba-tiba dan tak kelihatan suatu gejala yang aneh pun.
Tiba-tiba...
"Blaamm...! Blaammm...!"
Secara beruntun terdengar lagi suara dentuman keras yang bergema secara beruntun.
Angin puyuh segera menderu-deru, awan gelap menyelimuti seluruh angkasa dan suasana menjadi amat kalut.
Dalam waktu singkat bayangan tubuh kedua orang itu sudah terkurung oleh deruan angin yang memekikkan telinga itu.
Beberapa orang yang hadir didalam arena hanya menangkap sekali suara dengusan kecil yang tertahan.
Dengan perasaan kuatir Hui im tongcu dan Bi hong siansu segera berseru tertahan:
Bagaimana ini? Bagaimana ini?"
Diam-diam Ciong liong lo sianjin sendiri pun merasa gelisah sebab ditinjau dari suara dengusan tadi, mirip sekali dengan suara dari Suma Thian yu, hal ini membuat rasa percayanya pada diri sendiri menjadi goyah.
Lambat lain pasir yang beterbanganpun mulai mereda, awan hitam mulai buyar dan keadaan dalam arena menjadi cerah kembali, apa yang kemudian terlihat membuat para jago berseru kaget.
Ternyata kedua orang yang sedang bertarung itu tetap duduk kaku seperti patung, sama sekali tak bergerak barang sedikitpun jua, keadaan mereka tidak ubahnya seperti para hwesio yang sedang bersemedi.
Tak lama kemudian Suma Thian yu menggerakkan badannya dan bangkit berdiri, lalu tanpa mengucapkan sepatah katapun kembali kerombongan-nya.
Bi hong siancu Wan Pek lan yang menjumpai kekasihnya masih hidup menjadi amat gembira, cepat-cepat dia maju kemuka menyambut kedatangannya.
Sementara itu para jago masih mengawasi si mayat hidup Ciu Jit hwee tanpa berkedip, mereka yang berpihak kepadanya berharap agar gembong iblis itu bangkit kembali, tetapi yang membencinya berharap agar ia tak pernah bisa bangkit kembali.
Namun akhirnya si mayat hidup bergerak, namun ia bukan bangkit berdiri melainkan pelan-pelan roboh terjungkal keatas tanah dan tak berkutik lagi.
Buih putih meleleh keluar dari ujung bibirnya dan buih itu sudah bercampur darah, wajahnya menjadi hijau membesi lalu putuslah nyawa iblis tersebut.
Akhirnya si gembong iblis yang menjuluki diri sebagai mayat hidup itu tergeletak di atas tanah dan tak pernah berkutik lagi, ia benar-benar menjadi sesosok mayat.
Kejadian ini kontan saja disambut dengan tepuk sorak yang gegap gempita dari pihak para pendakar.
Bukti menunjukkan bahwa ilmu silat dari kitab tanpa kata mampu mengatasi keganasan Hu si im hong ciang yang amat beracun dan kini Suma Thian yu telah menjadi seorang pahlawan.
Tiba-tiba terdengar kembali suara pekikan nyaring bergema memecahkan keheningan.
Heng si cinjin dan Rasul rasul garpu terbang yang semula masih bertarung sengit, kini sudah lenyap entah pergi kemana.
Namun tiada orang yang menaruh perhatian akan kejadian ini sebab perhatian semua orang telah ditujukan keatas wajah Sip hiat jin mo atau iblis manusia penghisap darah ini.
Hui im tongcu sebagai pemimpin rombongan akhirnya juga turun tangan, Put gho cu dan Tam Pak cu bermaksud menghalangi tapi segera dicegah oleh Ciong Hong lo sianjin.
Hui im tongcu merupakan nama yang asing bagi umat persilatan, kecuali para pendekar bahkan Kun lun indah sendiripun tak tahu tentang orang tersebut, tentu saja rasul garpu terbang tahu dengan jelas, hanya sayang dia tak sempat memperkenalkan-nya kepada si iblis penghisap darah.
Ketika iblis manusia penghisap darah Pi Ciang hay melihat seorang perempuan yang terjun menghadapinya, dia menjadi mendongkol, timbul niat jahatnya untuk menghabisi nyawa perempuan ini.
Siapa tahu Hui im tongcu yang tiba dihadapan Manusia iblis penghisap darah itu segera menjura dengan, hormat sambil menegur:
"Empek Pi, mungkin kau sudah melupakan Say bwee?"
Manusia iblis penghisap darah Pi Ciang hay tertegun dan mengawasi wajah Gak Say bwee tanpa mengucapkan sepatah katapun, dia merasa bingung karena perempuan asing ini menyebut empek kepadanya.
Hui im tongcu Gak Say bwee kembali berkata sambil tertawa manis:
"Tentu saja kau tak akan teringat kepada Say bwee, tapi kau pasti kenal dengan mendiang suamiku!"
"Siapa yang kau maksud?"
"Gak Cing thian!" Gak Say bwee segera menyebut nama suaminya.
Paras muka manusia iblis penghisap darah segera berubah hebat sesudah mendengar nama itu, tanpa terasa dia berseru:
"Kau...kau adalah... aku benar-benar hampir tak percaya"
"Yaa, empek Pi pasti masih ingat bahwa kau pernah membopong seorang bayi perempuan loloskan diri dari cengkeraman maut"
"Tentu masih ingat, peristiwa ini berlangsung empat puluh tahun berselang, aaai waktu berlalu amat cepat, aku sudah melupakan diriku sendiri apalagi orang lain?"
Setelah menghela napas panjang dengan perasaan pedih, kembali dia berkata:
"Yaa, aku masih ingat waktu itu kau berusia tiga tahun, kemudian sewaktu kita bersuara kembali, waktu itu kau sudah kawin dengan Cing thian..!"
Hui im tongcu Gak Say bwee mengangguk berulang kali, dia gembira karena pertarungan ini berhasil dihindari dan pertumpahan darah yang tak perlupun bisa dilewati.
Dengan keputusan si Manusia iblis penghisap darah untuk melepaskan babak pertarungan ini maka Kun lun indah Siau Wi goan menjadi kelabakan setengah mati dan benar-benar mati kutunya apalagi setelah mengetahui bahwa korban dipihak dia amat besar, tiba-tiba saja timbul niatnya untuk melarikan diri.
Secara diam-diam ia menarik ujung baju istrinya sambil berbisik lirih:
"Adik Eng, kalau tidak angkat kaki sekarang juga, kita bakal kehilangan nyawa di sini"
"Aku tak akan pergi dari sini!" tukas Hu yong tertawa Chin Lan eng sambil tertawa dingin, "paling tidak aku harus membunuh seseorang lebih dahulu sebelum dapat melampiaskan rasa dendamku!"
"Adik Eng....kau...."
"Kau tak usah turut campur, kau suami bedebah, kalau ingin kabur silahkan kabur lebih dulu, tapi aku perlu memberitahukan kepadamu, lebih baik kau tak usah bermimpi disiang hari bolong, dalam keadaan demikian kau hanya bisa menyelamatkan diri bila mau beradu jiwa...."
Selesai berkata dia meloloskan pedangnya dan terjun kearena, umpatnya kepada para jago:
"Kalau ada nyali ayoh segera terjun ke arena, dengan mengandalkan pedangku ini Chin Lan eng siap membantai kalian manuia manusia bedebah dari golongan lurus!"
Tay hoa kitsun Chin Leng hui merasa sangat sedih melihat perbuatan putrinya itu, namun dia tak ingin menyaksikan putri kandungnya itu tewas ditangan orang lain, maka timbul tekadnya untuk membereskan sendiri nyawa putrinya yang sesat itu.
Tanpa merundingkan persoalan ini dengan para jago lagi, ia segera terjun ke arena.
Namun sebelum dia sempat bertindak, Chin siau sudah melompat kehadapan Chin lan eng lebih dulu sambil membentak marah:
"Sauya akan menuntut balas hutang berdarahmu itu!"
"Hutang berdarah? Hmm hutang darah apa?"
"Hutang darah dari keenam anggota keluarga Chin!"
"Apa urusannya dengan lonio? Kan perbuatan itu merupakan hasil karya dari bocah keparat Suma?"
"Perempuan bedebah, kau masih ingin memfitnah orang?" umpat Chin Siau sangat gusar, "apakah kau masih juga melakukan perbuatan terkutuk ini menjelang kematianmu?"
"Setan cilik, kau tak usah banyak bicara, lihat pedang!"
Dengan jurus bangau putih pentang sayap, pedangnya ditusukkan kajalan darah Thian loh hiat ditubuh Chin Siau secara tiba-tiba.
Chin Siau membentak keras, pedangnya dengan jurus walet sakti membalik awan, menyelinap ke samping sambil menangkis tusukan itu, kemudian dengan jurus naga muncul diempat samudra, dia melancarkan serangan balasan.
Sementara melancarkan serangkaian serangan yang gencar tadi, diam-diam Chin lan eng telah merogoh kedalam sakunya dan mengeluarkan dua batang panah beracun.
Waktu itu berhubung Chin Siau sedang memejamkan matanya sambil berkonsentrasi mengeluarkan ilmu pedang butanya, sudah barang tentu ia tidak sempat memperhatikan semua gerak-geriknya itu.
Chin Lan eng sendiripun merupakan seorang jago pedang kenamaan, dia mempunyai kesempurnaan yang luar biasa dalam ilmu pedang terutama aliran Bu tong pay, karenanya pertarungannya melawan Chin Siau jadi seimbang dan untuk sesaat sukar untuk menentukan siapa yang lebih unggul diantaranya.
Ditengah berlangsungnya pertarungan yang amat seru itu, mendadak terdengar Tay hoa kitsu berteriak keras:
"Hati-hati siauhiap dengan senjata rahasia!"
Dengan perasaan terkejut para jago berpaling kearena, ternyata entah sejak kapan Hu yong senyum Chin Lan eng telah menyambit ke dua batang panah beracun-nya itu.
Chin Siau amat terkesiap, cepat-cepat pedangnya diputar menciptakan selapis bunga pedang yang melindungi seluruh tubuhnya, lalu dengan cekatan mundur kebelakang.
"Traanng! traaang!"
Terdengar dua kali dentingan nyaring bergema memecahkan keheningan, kedua batang panah beracun itu sudah tertangkis semua, lalu nampak Chin Siau berpekik nyaring dan secepat kilat menerobos masuk kebalik lapisan pedang dari Chin Lan eng sambil membentak keras:
"Perempuan bedebah, serahkan nyawamu!"
Jeritan ngeri yang memilukan hati segera berkumandang memecahkan keheningan, suara itu berasal dari mulut Chin Lan eng dan bergema hingga menembusi angkasa.
Ketika semua jago mengalihkan kembali perhatian-nya, tampak Chin Siau telah bermandi darah, sedangkan Chin Lan eng berdiri sambil menggunakan pedangnya untuk menopang badan, sepasang matanya melotot besar dan penuh penderitaan, dia mengawasi Chin siau tanpa berkedip, sementara darah bercucuran keluar dari dadanya.
Lambat laun sinar mata yang melototi Chin Siau itu semakin memudar dan sayu, meski begitu dia masih mencoba untuk mempertahankan diri, sorot matanya dengan liar berkeliaran mengawasi sekitar arena seakan-akan tak rela mati sendirian sebelum suaminya ikut tewas pula.
"Blaamm...!" akhirnya robohlah iblis perempuan ini ketanah dan tak bangun lagi untuk selamanya.
Tay hoa kitsu segera menutup mukanya dengan kedua belah tangan-nya, dia tak tega menyaksikan perstiwa tersebut.
Hatinya benar-benar hancur lebur.
Dengan mata kepala sendiri ia saksikan putrinya lahir, dan sekarang diapun menyaksikan dengan mata kepala sendiri dia tewas, biarpun selama ini dia membenci perbuatan serta tingkah laku putrinya, bagaimanapun juga dia adalah tetap putri kandungnya, siapa yang tak merasa sedih?
Setelah Siau hu yong Chin Lan eng tewas secara mengerikan maka sorot mata semua orang pun dialihkan kewajah Kun lun indah Siau Wi goan.
Ternyata gembong iblis ini masih tetap duduk dengan tenang ditempat semula, bergerak sedikitpun tidak.
Sekali lagi Suma Thian yu tampil kedepan arena sambil membentak keras:
"Siau tayhiap, apakah kau hanya bersembunyi terus macam cucu kura kura?"
Walaupun ia sudah berteriak berulang kali namun tak terdengar suara jawaban sekejap pun.
Sementara semua orang merasa keheranan, pada saat itulah terdengar seorang berkata dengan lantang:
"Anak Yu, dia telah tewas bunuh diri, Omintohud..."
"Apa?" Suma Thian yu berseru tertahan.
Ketika mengetahui orang itu adalah Heng si Cinjin, kembali dia berseru:
"Locianpwe, mana si rasul garpu terbang?"
"Ia sedang tidur, paling cepat besok baru bangun, tapi selama hidupnya jangan harap dia mampu memegang tongkatnya lagi!"
"Kenapa? Apakah ilmu silatnya sudah punah?" tanya Suma thian yu keheranan.
Sambil bertanya ia berpaling kearah Manusia iblis penghisap darah, sebab Kiong lui adalah muridnya, kejadian ini tentu akan menyebabkan Manusia iblis penghisap darah mendendam kepada Heng si cinjin, bahkan bisa menjadi timbul pertarungan yang seru dan mati-matian antara mereka berdua.
Siapa tahu Manusia iblis penghisap darah sama sekali tidak menjadi gusar karena kejadian ini, malahan sambil tertawa terbahak-bahak katanya:
"Haha ha ha ha....kalau sudah di punahkan ilmu silatnya malah kebetulan bagiku, sebab aku sendiripun memang bermaksud akan memunahkan kepandaian silat yang dimilikinya, dia berbakat jelek dan berotak bebal, kemajuan yang diperolehnya sangat lamban seperti jalan-nya siput, tak mungkin manusia semacam dia bisa berhasil dengan baik, malahan jadi rakyat biasa lebih baik baginya"
Siapapun tak akan menyangka kalau seorang gembong iblis macam Manusia iblis Penghisap darah dapat mengucapkan perkataan seperti ini, opo tumon?
Dengan tewasnya beberapa iblis itu, maka ancaman terhadap kedamaian dunia pun berakhir...
Untuk sementara waktu suasana dalam dunia persilatan menjadi tenang kembali.
Menyaksikan mayat-mayat yang bergelimpangan diatas tanah serta darah segar berceceran bagaikan anak sungai, para jago sama-sama menghela napas sedih.
Mereka sama-sama sebagai manusia, mengapa ada satu golongan yang berbuat sesat, serta suka melakukan kejahatan sehingga harus berakhir secara demikian tragis?
Bila tak ingin mengalami nasib seperti ini mengapa pula mereka melakukan perbuatan terkutuk semacam itu?
Para jago bersama-sama berdiri serius di depan lapangan itu sambil berdoa bagi ketenangan arwah para gembong iblis tersebut, sekalipun orang-orang itu pernah menjadi musuh mereka, namun setelah mati berarti semua dosa dan kesalahan merekapun berakhir.

Dan sampai disini pula kisah "KITAB PUSAKA" ini, sampai berjumpa kembali dalam kisah lain.

T A M A T

kp_32-35_part2

Tampaknya sastrawan berpena baja Thia Cuan pun dapat menjumpai keanehan itu, maka setelah termenung sejenak dia pun mencari alasan untuk menginap semalaman, disana diapun segera mengajak adiknya pergi ke kota untuk mengunjungi sanak keluarga.
Dengan demikian didalam penginapan tinggal Suma Thian yu dan Bi hong siancu dua orang, sebagai seorang pemuda yang baru pertama kali mengunjungi kota tersebut ia segera mengajak Wan Pek lan untuk berjalan-jalan pula.
Berangkatlah mereka keluar kota dan memasuki sebuah warung teh yang termashur disebelah utara kota, setelah mengambil tempat duduk mereka pun memesan air teh.
Suasana hening untuk sesaat, tiba-tiba Bi hong siancu wan Pek lan berkata:
"Engkoh Thian yu, bukankah tadi kau pernah membicaiakan soal paman Tio?"
"Ya, kasihan Tio toako, dia telah menemui ajalnya di lembah Put kui kok" kata Suma Thian yu sedih, "bencana ini bisa terjadi gara-gara ulah ku, kalau diingat kembali sekarang aku benar-benar merasa menyesal sekali"
Padahal wan Pek lan menyinggung soal Tio Ci hui tak lain karena hendak mencari alasan untuk mengajak pemuda itu berbincang-bincang.
Siapa sangka Suma Thian yu tidak menduga sampai disitu, berbicara soal Tio Ci hui diapun berbicara terus tiada hentinya.
Atas perkataan itu, boleh dibilang Wan pek lan sama sekali tidak memperhatikan-nya, barang sepatah kata pun dia tak menaruh perhatian.....
Apa yang dikuatirkan wan Pek lan sekarang adalah bagaimana menggiring si anak muda untuk membicarakan persoalan diantara mereka, sedang mengenai tewasnya Tio Ci hui, dia tak ingin memperhatiannya untuk sementara waktu.
Suma Thian yu yang sedang berbicara tiada hentinya, tiba-tiba saja menjumpai paras muka Wan Pek lan amat dingn dan hambar, ia menjadi tertegun dan segera bertanya keheranan:
"Adik Lan, apakan kau merasa tak enak badan?"
"Tidak"
"Aku lihat paras muka mu rada tak beres, cepat katakan kepadaku, sebenarnya apa yang sedang kau murungkan?"
"Kau!"
"Aku?" Suma Thian yu terkejut di samping keheranan, menguatirkan aku....?"
"Tapi sekarang sudah tidak kuatir lagi"
Sejak berpisah dengan dirimu... dengan tersipu-sipu malu dia menundukkan kepalanya kembali.
Suma Thian yu segera menggeserkan badan-nya mendekati gadis itu, kemudian bertanya lirih:
"Adik Lan persoalan apa yang membuat hatimu sedih?"
"Aku menguatirkan keselamatan jiwamu"
"Bukankah sekarang aku berada dalam keadaan baik baik?"
"Tapi..."
"Tapi kenapa?"
"Sewaktu kau pergi ke Tibet aku telah jatuh sakit"
Suma Thian yu segera menjadi paham, digenggamnya tangan Wan Pek lan erat-erat lalu katanya:
"Adik Lan, aku telah mencelakaimu, tapi aku pun mempunyai kesulitan ku sendiri yang tak dapat diutarakan kepada orang, sudahlah, kau tak usah bersedih hati lagi, aku toh sudah kembali kesisimu tanpa kekurangan sesuatu apa pun?"
"Aku takut kehilangan kau" bisik Wan Pek lan tersipu-sipu, "engkoh Thian yu, masih ingatkah kau dengan sumpah dan janji kita dulu.....?"
"Tentu saja masih ingat, adik Lan kau kelewat curiga, demi kau, aku telah pulang dengan menyerempet bahaya, kesemuanya ini kaulah yang memberikan semangat dan keberanian kepadaku, kini kita dapat berkumpul kembali untuk selamanya"
Mendengar perkataan tersebut, Wan Pek lan menjadi tenang kembali bagaikan menelan obat penenang saja, pikiran dan perasaan-nya segera menjadi cerah kembali.
Tapi bila teringat olehnya bahwa badai pembunuhan berdarah sudah makin mendekat, rasa murung dan sedih segera timbul kembali.
"Aku selalu merasa takut" katanya kemudian, "berapa hari lagi, pertarungan antara kaum lurus dan sesat akan berlangsung, aku kuatir kau...."
"Aai....adik Lan kau jangan terlalu menguatirkan persoalan itu"
"Tidak, mungkin kau tak merasakan apa-apa, tapi aku sudah pernah merasakan bagaimana menderitanya akibat suatu perpisahan, aku tak ingin merasakan kembali siksaan akibat berpisah dalam kematian...."
"Adik Lan, buat apa sih kau mengucapkan perkataan yang tidak mendatangkan keberuntungan seperti itu? Kau seharusnya mendorongku, memberi semangat kepadaku, kita adalah orang-orang persilatan yang memandang tawar soal mati hidup, apalagi badai berdarah itupun sudah merupakan suatu takdir yang tak mungkin bisa diselamatkan oleh setiap orang, sekali pun kita bakal tewas didalam pertarungan berdarah ini, kematian tersebut merupakan suatu kebanggaan, apa kau lupa dengan ucapan Bu Thian sang? Dari dahulu sampai sekarang manusia manakah yang sanggup menghindari kematian? Bila kita dapat mati secara kesatria demi kepentingan dan keadilan orang banyak, maka kematian kita itu merupakan suatu kematian yang terhormat, bukankah demikian?"
Wan Pek lan segera tertunduk malu sesudah mendengarkan perkataan dari Suma Thian Yu yang gagah perkasa itu, tapi dari ini pula dapat di ketahui bahwa kekasihnya memang seorang pemuda gagah berjiwa besar, beruntunglah dia dapat memperoleh seorang calon suami yang begini gagah dan perkasa seperti Suma thian yu.
Maka dia pun tersenyum, tersenyum manis sekali, cantik sekali dan menawan hati.
Sementara mereka masih berbincang-bincang dengan riang gembira, mendadak dari samping meja mereka berdiri seorang lelaki kekar yang langsung berjalan menghampiri mereka.
Lelaki kekar itu bertubuh tinggi besar dan berwajah menyeramkan, setibanya disamping wan pek lan, ia segera tertawa cengar-cengir sambil menegur:
"Nona manis, apakah kau berasal dari luar daerah?"
Wan Pek lan mendongakan kepalanya memandang sekejap ke arah orang itu, kemudian sama sekali tidak menggubris, kembali dia melanjutkan pembicaraannya dengan Suma Thian yu.
Melihat wan Pek lan sama sekali tidak mengubris tegurannya, lelaki kekar itu menjadi amat gusar, dengan suara menggeledek ia segera membentak:
"Nona manis, apakah kau tidak mendengar perkataan toaya mu? Ayoh bangkit berdiri, kau harus menemani toaya mu secara baik-baik, kalau tidak, toaya akan menghajar batok kepala mu sampai hancur berantakan"
Rupanya lelaki ini memang sengaja datang untuk mencari gara-gara, ketika dilihatnya kedua orang muda mudi itu berasal dari luar daerah, timbul niatnya untuk mempermainkan mereka, sayang seribu kali sayang, ia justru sudah salah mencari sasaran.
Pelan-pelan wan pek lan bangkit berdiri, lalu dengan suara yang tetap lembut katanya:
"Bangkit berdiri ya bangkit berdiri, mau apa kau?"
Lelaki kekar itu diam-diam tertegun melihat korbannya sama sekali tidak takut, tapi segera bentaknya keras-keras:
"Ayoh cepat menyembah kepada toako mu untuk minta maaf atau kalau tidak turut toaya pulang ke rumah, tanggung kau akan senang sepanjang hidup"
Mendingan kalau tidak mendengar perkataan itu, paras muka Wan Pek lan segera berubah hebat, matanya melotot besar dan mukanya merah membara karena marah.
Suma Thian yu yang berada disisinya kuatir nona itu mencari urusan, cepat-cepat dia menarik gadis itu sambil berkata:
"Adik Lan, duduklah saja, buat apa kau mesti mencari gara-gara dengan anjing budukan semacam itu"
"Bocah keparat, apa kau bilang!" teriak lelaki itu dengan kening berkerut dan mata mendelik, "toaya adalah anjing budukan? bagus sekali kau berani mencari gara-gara dengan toaya mu? Hmm tampaknya kau sudah bosan hidup!"
Dia segera mengayunkan telapak tangan-nya membacok tubuh Suma Thian yu.
Menghadapi serangan tersebut Suma Thian yu sama sekali tidak gugup, segera disambutnya ancaman itu lalu mencengkeram pergelangan tangannya kencang-kencang, tak ampun lagi lelaki itu segera menjerit kesakitan bagaikan ayam yang mau disembelih.
Dengan wajah tetap tenang dan senyumaan dikulum, Suma Thian yu berkata:
"Saudara kau benar-benar manusia bermata anjing, terus terang saja aku katakan, bila ingin mempermainkan orang, lebih baik carilah korban yang lemah, jika berani membuat gara-gara dengan sauyamu, maka sama artinya kau lagi mencari penyakit buat diri sendiri!"
Sementara itu si lelaki kekar tadi sudah mandi keringat, wajahnya menunjukkan penderitaan yang hebat, suara rintihannya yang semula keras makin lama semakin pelan dan akhirnya lirih sebagai gantinya dia mulai merintih dan merengek minta ampun.
Suma Thian yu segera melepaskan kembali cengkeramannya dan duduk kembali ke tempat semula.
Siapa tahu lelaki itu memang tak tahu diri, dia bukannya mundur teratur setelah peristiwa tersebut sebaliknya malahan mengayunkan telapak tangannya membacok batok kepala Suma Thian yu.
Padahal jarak diantara mereka berdua amat dekat, apa lagi lelaki itupun menyerang disaat anak muda tersebut tidak siap akibatnya semua orang yang berada dirumah makan itu sama-sama menjerit tertahan karena kaget.
Pada saat kepalan lelaki itu hampir mengenai batok kepala Suma Thian yu, tiba-tiba saja pemuda itu berkelit sambil mengayunkan kembali tangan-nya.
"Enyah kau dari sini!"
Lelaki kekar itu menjerit kesakitan, seluruh badan-nya terlempar ketengah udara bagaikan layang-layang putus benang, setelah melewati dua buah meja, badannya segera terbanting keras-keras diatas tanah.
Sekali lagi lelaki tersebut mengerang kesakitan.
Suma Thian yu yang menyaksikan masalahnya sudah berkembang semakin besar menjadi kehilangan kegairahnya untuk tetap berada disitu, ia segera menarik Wan Pek lan, membayar rekening dan segera beranjak dari situ.
Baru saja kedua prang itu melangkag keluar dan pintu warung, mendadak terdengar seseorang membentak keras:
"Berhenti, tunggu dulu!"
Ketika mendengar bentakan tersebut, Suma Thian yu mengira rekan-rekan dari lelaki kekar itu datang mencari gara-gara, dengan cepat ia berpaling.
Tampak seorang kakek berbaju sastrawan yang kumal dan penuh tambalan, ternyata kakek berusia enam puluh tahunan itu tak lain adalah Sin sian siangsu Yu Seng see.
Sejak berpisah digua Jit yang sian tong, baru kali ini Suma Thian yu berjumpa lagi dengan orang ini, dia segera berteriak gembira:
"Yu locianpwee"
Mengetahui siapa yang memanggilnya, Sin sian siangsu segera tertawa terbahak-bahak dengan gembiranya.
"Haahh...haaahh...ternyata kau belum mati? Dunia persilatan pasti akan selamat, haaahh...haaahh..."
Kemudian setelah melirik sekejap kearah Bin hong siancu, sambil tertawa misterius, terusnya:
"Heeehh...heeehh...orang bilang kalau lolos dari kematian rejeki pasti akan berdatangan, tampaknya rejekimu sedang berdatangan semua...haaa... haaa.."
Tapi ketika tertawa sampai setengah jalan, mendadak ia seperti teringat akan sesuatu, segera ujarnya lagi kepada Suma Thian yu:
"Bocah cilik, mari kuperkenalkan seorang sahabat kepadamu"
Tidak sampai Suma Thian yu menjawab, dia sudah berpaling sambil teriaknya:
"Hey, setan cilik ayoh cepat keluar!"
Suma Thian yu tidak tahu siapakah yang akan diperkenalkan kepadanya, sementara dia masih berpikir, dihadapan matanya telah muncul seorang pemuda yang amat tampan.
Begitu bersua pemuda tadi, mula-mula Suma Thian yu merasa agak terkesiap, kemudian sambil tertawa terbahak-bahak, katanya:
"Saudara Chin" mengapa kau pun berada disini, tampaknya dunia memang bulat, di mana saja kita akan bersua, selamat berjumpa, baik-baik bukan dirimu selama ini?"
Sin sian siangsu yang menyaasikan kejadian ini menjadi tercengang juga, serunya keheranan:
"Hei, rupanya kalian adalah kenalan lama, kalau begitu aneh jadinya"
Ternyata pemuda itu tak lain adalah Chin Siau, musuh bebuyutan dari Suma Thian yu.

ooOoo

TERDENGAR Chin Siau berkata:
"Saudara Suma, siaute merasa kangen sekali denganmu, semua kesalahan paham di masa lampau kini sudah menjadi jelas, akulah yang salah sehingga mau percaya perkataan orang dengan begitu saja, hampir aku menyusahkan kau, harap kau sudi memaaafkan"
"Aaah, mana, mana..."
Suma Thian yu yang mendengar bahwa kesalahan paham sudah dapat diselesaikan tentu saja merasa amat gembira, senyuman yang menghiasi wajahnya pun nampak semakin tambah cerah.
Tampaknya Chin Siau memang senang mengguyur orang dengan sebaskom air dingin, mendadak ia berkata lagi:
"Namun siaute masih ingin mencoba sekali lagi kelihayan ilmu silatmu itu"
"Apa? kau ingin bertaru lagi dengan ku?" Suma Thian yu termangu-mangu.
"Benar, tapi niatku ini berlandaskan maksud baik, lagipula menentukan menang kalah dibawah syarat yang sangat adil, tanpa dilandasi rasa dendam ataupun sakit hati, kitapun bisa bertarung dengan memakai bambu sebagai pengganti pedang. Dengan begitu kitapun tidak usah saling melukai, saudara Suma, apakah kau bersedia memberi muka kepada siaute...?"
Semua perkataan dari Chin Siau ini diutarakan dengan nada tulus dan bersungguh-sungguh.
Sin sian siangsu yang berada disisinya, segera menyela pula:
"Bagus, bagus sekali, aku si pelajar rudin yang setuju nomor satu, mari, mari, aku bersedia menjadi saksi, mari kita segera berangkat keluar kota"
Suma Thian yu yang menghadapi kejadian ini hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil menghela napas, namun dia pun merasa kagum atas keinginan Chin Siau yang begitu mantap dan tidak tergoyahkan oleh pengaruh apa pun.
Berangkatlah mereka berempat menuju keluar kota dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh masing-masing, tak selang berapa saat kemudian mereka sudah tiba diluar kota.
Tampaknya Sin sian siangsu hapal sekali dengan daerah disekitar tempat itu, dia mengajak ketiga orang lain-nya menuju ketengah sebuah lapangan yang luas, kemudian katanya:
"Ayoh cepat persiapkan pedang bambu, waktu sudah tak banyak lagi, bila sampai terlambat dan pintu kota sudah tutup, kita bakal kerepotan sendiri"
Yang dimaksud sebagai pedang bambu tak lebih hanya sebatang bambu biasa, hampir pada saat yang bersamaan mereka berdua telah mempersiapkan sebuah bambu dan kembali ke tengah lapangan.
Sin sian siangsu segera berkata lagi:
"Apabila diantara kalian berdua tiada ikatan dendam ataupun sakit hati, lebih baik batasilah pertarurgan dengan saling menutul daripada pertarungan ini mesti berekor panjang dikemudian harinya, nah sekarang kalian boleh mulai!"
Selesai berkata dia lantas mengajak Bi hong siancu wan pek lan mundur kesamping.
Chin Siau segera melompat ke depan arena, sedangkan Suma Thian yu pun pelan-pelan berjalan ke depan lawannya.
Chin Siau adalah murid kesayangan Bu bok ceng (pendeta bermata buta), dia termashur karena ilmu pedang butanya.
Ketika ia sudah mengetahui posisi dari Suma Thian yu, sepasang matanya segera dipejamkan rapat-rapat, pedang bambunya dilintangkan di depan dada, perhatian dipusatkan ke depan dan ia siap-siap melancarkan serangan pertama.
Suma Thian yu segera menghimpun pula segenap perhatian dan pikirannya dengan, memusatkan pandangan ke ujung pedang, hatinya tenang bagaikan air dan tubuhnya kokoh bagaikan bukit Thay san.
Sin sian siangsu yang menyaksikan kejadian ini segera berbisik kepada Bi hong siancu:
"Chin Siau pasti kalah"
"Darimana kau bisa tahu?"
"Tunggu saja nanti, kau pasti akan mengetahui dengan sendirinya bahwa perkataanku ini tak bakal salah"
Dalam pada itu, Chin siau telah turun tangan, dengan jurus naga sakti masuk samudra, secepat sambaran kilat dia melancarkan sebuah babatan ke wajah Suma thian yu.
Menghadapi datangnya ancaman tersebut, Suma Thian yu sama sekali tidak gugup ataupun panik, ditunggunya serangan lawan dengan tenang, menanti ujung bambu itu hampir mencapai batok kepalanya, dia baru bertindak cepat membabat pinggang Chin Siau dengan jurus memetik tali pie pa.
Sesungguhnya Chin Siau hanya bermaksud memancing musuhnya dengan jurus serangan tadi, karenanya ketika jurus pertama di lepaskan, ia telah mempersiapkan jurus kedua, karena itu serangan dari Suma Thian yu pun tidak berhasil mengenai sasaran.
Secara beruntun kedua orang itu bertarung sampai tujuh gebrakan lebih, namun posisinya tetap setali tiga uang alias sama-sama kuat, siapapun tak berhasil meraih ke untungan dari lawannya.
Bagaimana pun juga Chin Siau adalah seorang pemuda yang ingin mencari menangnya sendiri, melihat usahanya gagal untuk meraih keuntungan, ia menjadi amat gelisah.
Mendadak gerakan tubuhnya dirubah, pedangnya dengan jurus Nuri terbang Hong menari, secepat kilat menusuk keulu hati Suma Thian ya dengan kecepatan bagaikan sambaran petir.
Siapa tahu waktu serangan tersebut mencapai tengah jalan, tiba-tiba gerakan-nya berubah dengan jurus selaksa bunga dipersembahkan Buddha, ia melepaskan serangan berikut.
Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian ini diam-diam tertawa geli, ia tahu untuk menaklukan pemuda ini satu-satunya jalan adalah mengalah kepadanya dengan begitu hubungan diantara kedua belah pihak pun dapat terjalin dengan lebih akrab.
Berpikir demikian, diapun segera merubah kembali serangannya.
Mendadak terdengar dua kali jerit kesakitan bergema memecahkan keheningan, tahu-tahu orang yang sedang bertarung di tengah arena itu sudah berpisah satu sama lain-nya.
Sambil meraba bahu sendiri, Suma Thian yu segera berseru sambil tertawa:
"Saudara Chin memang benar-benar memiliki kepandaian tanggung, aku benar-benar merasa kagum"
Chin Siau sendiripun sedang memegang perut sendiri dengan kening berkerut, katanya kemudian sambil meringis:
"Aku mengaku kalah, kalah dengan setulus hati, kagum, sungguh mengagumkan, apabila Suma heng tidak memberi muka kepadaku, sudah dapat di pastikan aku pasti akan semakin malu"
"Aaaah, bila tidak menyerempet bahaya, mana mungkin aku bisa memukul saudara Chin" kata Suma Thian yu tetap merendah, "keberuntunganku kali ini tak lebih hanya karena saudara Chin sudi mengalah"
"Saudara Suma, dengan ucapanmu itu aku merasa semakin malu sendiri" kata Chin Siau tertawa, "aku benar-benar sudah takluk, berbicara sesungguhnya aku dapat merasakan bahwa saudara Suma memiliki kepandaian silat yang amat tangguh, mau diserang tiada lubang kelemahan, kokoh dan tangguh bagaikan lapisan baja, betul-betul suatu kemampuan yang hebat"
Sin sian siangsu yang menonton jalan-nya pertarungan itu dari samping pun segera menimbrung pula sambil tertawa tergelak.
"Apa yang dikatakan Chin Siau memang benar, kali ini aku benar-benar merasa terbuka mataku, sampai aku sendiri pun dibuat kagum setengah mati, aku percaya diriku sendiripun tidak akan bisa menahan sebanyak sepuluh jurus di tangan setan cilik ini!"
"Sudah, sudahlah, tak usah kalian tempeli emas diwajahku, mari kita masuk kekota!"
Setelah kejadian hari ini, Chin siau semakin menaruh perasaan kagum dan hormat kepada Suma thian yu dan sejak itu pula persahabatan mereka berjalan semakin akrab dan rapat.
Ketika Suma thian yu dan Bi hong siancu kembali kerumah penginapan, dua bersaudara Thia segera menyambut kedatangan mereka.
Begitu bersua muka, sastrawan berpena baja Thin cuan segera menegur sambil tertawa tergelak.
"Haah...haahh... gembira kah hiante berpesiar?"
Dari pertanyaan tersebut Suma Thian yu tahu bahwa yang dimaksudkan dua bersaudara Thia adalah hubungannya dengan Wan pek lan, maka ia segera menggelengkan kepalanya sambil menghela napas:
"Merusak kegembiraan saja...merusak kegembiraan saja....
"Apa? Kalian berdua....."
"Bukan!" tukas Suma Thian yu segera.
Secara ringkas dia pun segera menceritakan semua pengalaman yang baru saja dialaminya bersama wan pek lan.
Mendengar kalau Suma Thian yu beradu kepandaian dengan Chin Siau, dua bersaudara Thia segera mendepak-depakan kakinya berulang kali sambil berseru:
"Sayang, sungguh sayang kami tak punya rejeki untuk turut menyaksikan tontonan bagus itu, mengapa kau tak kembali dulu untuk mengundang kami?"
"Aaah, mana mungkin? Baiklah biar aku perkenalkan dengan kalian besok pagi"
Keesokan harinya Sin sian siangsu dengan mengajak Chin Siau telah berkunjung, ketika mereka berkumpul, pembicaraan pun segera berlangsung hangat.
Yang paling hebat adalah Toan im siancu Thia yong segera tertarik pada ketampanan Chin Siau sejak pertemuan pertama sehingga dalam pembicaraan selanjutnya sorot matanya yang jeli sering melirik kearah Chin Siau.
Begitu pula keadaan-nya dengan Chin Siau, ia segera terpikat oleh kecantikan wajah Toan im siancu sejak pertemuan pertama bertemu, seakan-akan tergetar oleh aliran listrik bertegangan tinggi, keduanya merasa tergetar dan cepat-cepat melengos kearah lain.
Betapa gembiranya Sin sian siangsu yang menyaksikan peristiwa tersebut, dengan perasaan lega dia terbahak-bahak sambil katanya:
"Kali ini aku si pelajar rudin benar-benar bisa hidup santai dan menganggur.
Perkataan yang diutarakan sangat tiba-tiba ini kontan saja membuat Thia Cuan dan Suma Thian yu menjadi tertegun, apalagi setelah menyaksikan keadaan dari Sin sian siangsu itu, mereka semakin terheran-heran dibuatnya. Sin sian siangsu memandang sekejap ke arah Chin Siau dan Thia Yong berdua, kemudian sambil memejamkan matanya dan tertawa misterius ia berkata:
"Ayoh berangkat, pertunjukan yang menarik selalu berlangsung belakangan disaat permainan akan berakhir, kini langkah pertama sudah mulai, berarti aku si pelajar rudin akan menyakstkan tontonan yang menarik hati"
Maka berangkatlah ke enam orang itu melanjutkan perjalanannya lagi.
Menjelang tengah hari mereka sudah berada dua puluh li dari perkampungan Lu ming ceng dibawah kaki bukit Hoa san, itu berarti menjelang senja nanti mereka sudah akan mencapai tempat tujuan.
Lu ming ceng disebut sebuah perkampungan, padahal yang benar hanya terdiri dari lima enam keluarga saja yang dihari-hari biasa hidup sebagai pemburu, diantaranya terdapat sebuah keluarga yang hidup terpisah dari kelompok keluarga lain-nya.
Keluarga ini mendirikan bangunan-nya dibawah kaki bukit, selain megah pun indah dengan bunga dan bambu yang mengelilingi seputar bangunan.
Pemiliknya berasal dari marga Chin, ia pindah ketempat tersebut sejak setahun berselang.
Sebagai seorang kakek berusia enam puluh tahunan, dia sangat ramah terhadap semua penduduk perkampungan, hal ini dikarenakan kakek Chin ini memang seorang yang saleh, ramah dan suka menolong kaum yang lemah.
Orang ini tak lain adalah Tay Hoa kitsu (pertapa dari Tay hoa) Chin leng hui, seorang pendekar besar dari Bu tong pay dimasa lalu, yang tak lain adalah ayah kandung dari Hu yong siancu Chin Lan eng, perempuan cabul yang berhati keji itu.
Sejak disia-siakan anaknya yang menempuh jalan sesat, kakek ini menjadi tawar terhadap segala macam urusan keduniawian, sejak berdiam disini, saban hari dia menanam sayur di pagi hari dan melatih diri di malam hari, tak heran kalau ilmu silat yang dimilikinya dapat mencapai tingkatan yang lebih sempurna.
Entah dari mana Ciong liong lo sianjin mendapat tahu tentang alamatnya itu, ternyata dia telah memilih tempat tersebut sebagai pusat berkumpulnya para jago dari golongan lurus dalam pertarungan antara kaum sesat dan lurus yang akan berlangsung tak lama kemudian.
Ketika senja menjelang tiba, matahari sudah mulai tenggelam dibalik bukit sana. Suara burung yang berkicau kembali kesarangnya membuat suasana diperkampungan Lu ming ceng tersebut terasa lebih ramai dan meriah.
Tiba-tiba dari dari luar perkampungan terdengar suara derap kaki kuda yang amat ramai, ternyata Suma Thian yu berenam telah tiba ditempat tersebut.
Tampaknya penduduk perkampungan Lu ming ceng sudah terlatih secara ketat dalam hal begini, segera ada orang yang lari ketempat kediaman Chin Leng hui untuk melaporkan kedatangan rombongan tersebut.
Tatkala Suma Thian yu sekalian sedang mencari tahu tempat tinggal dari Ciong liong lo sianjin dari penduduk setempat, Tay hoa kitsu Chin Leng hui dengan mengajak seorang bocah cilik telah muncul dimuka perkampungan.
Begitu bersua dengan Suma Thian yu, bocah cilik itu segera berteriak gembira:
"Engkoh Yu, kau telah membuatku menderita karena selalu memikirkan kau, aku harus meninjumu keras-keras"
Dengan kepalan tinjunya dia segera memukul tubuh Suma Thian yu dengan perasaan gemas.
Suma Thian yu sama sekali tidak membeti perlawanan, ia membiarkan dirinya dipukul, kemudian sambil tertawa tergelak baru katanya:
"Adik Liong, sudab cukupkah kau memukuli aku?"
"Belum puas"
"Tapi kau toh mesti memberitahukan sebab musababnya lebih dahulu"
Gak Sin liong, si bocah cilik itu menghentikan pukulannya, lalu sambil cemberut katanya:
"Engkoh Yu, mengapa kau tidak memberi kabar secepatnya? Tahukah kau aku sudah setahun lebih menantikan kabarmu di dalam gua Hui im tong, hmm! Coba bayangkan sendiri pantaskah kau dipukul?"
Mengetahui apa alasannya, Suma Thian yu segera tertawa terbahak-bahak, dia tangkap tubuh Gak Sin liong lantas memukul pantatnya dua kali kemudian ia baru membawanya masuk kedalam.
Sementara itu Tay hoa kitsu yang melihat kedatangan Sin sian siansu pu tampak gembira sekali, mereka sudah berangkat duluan kembali kerumahnya.

Ketika semua orang menuju kerumah kediaman Tay hoa kitsu, tampak Siau yau kay berjongkok didepan pintu macam pengemis kelaparan saja, disisinya nampak cawan bobroknya itu.
Sepasang manusia bodoh dari Wu san juga berada disitu, mereka hanya duduk ditepi sumur sedangkan didepan pintu berdiri seorang nyonya muda yang lembut dan cantik, dia adalah ibu dari Gak Sin liong, yakni Hui im tongcu Gak Say bwee.
Ketika orang-orang itu melihat kemunculan Suma Thian yu yang sama sekali tak terduga itu, mula-mula tertegun bercampur keheranan, sebab dalam anggapan mereka semua, Suma Thian yu sudah tewas.
Tak heran kalau mereka semua serentak maju mengerubungi Suma Thian yu.
Sambil tersenyum Hui tim tongcu Gak Say bwee segera berseru:
"Harap kalian masuk kedalam, mari kita berbincang-bincang didalam saja"
Mereka semua pun bersama-sama masuk kedalam ruangan tengah, sementara Hui im tongcu segera menitahkan kepada Gak Sin liong untuk masuk kedalam dan mengundang keluar sucou nya.
Suasana dalam ruanganpun menjadi ramai sekali, semua orang berebut mengajukan pertanyaan kepada Suma Thian yu.
Dalam keadaan beginilah tiba-tiba terdengar Gak Sin liong berseru keras:
"Sucou ku datang!"
Serentak semua orang menghentikan pembicaraan sambil berdiri disamping dengan serius, tampak dibelakang Gak Sin liong mengikuti Ciong liong lo sianjin yang segera manggut-manggutkan kepalanya dan berkata sambil tersenyum:
"Silahkan duduk saudara sekalian, atas kehadiran kalian lolap ucapkan banyak terima kasih"
Setelah semua orang duduk, Suma thian yu baru maju kedepan dan berlutut dihadapan ciong liong lo sianjin dan Put Gho cu sambil berkata:
"Thian yu yang tidak berbakti baru sekaranng pulang kembali, untuk keterlambatan ini harap sudi dimaafkan"
Ciong liong lo sianjin tertawa terbahak-bahak.
"Haah...haah...haah... sudah kuduga kalau anak Thian yu dilindungi oleh rejeki dan umur panjang, ternyata dugaanku memang tidak meleset"
Sebaliknya Put Gho cu yang menyaksikan murid kesayangan-nya dapat kembali dengan selamat pun segera memperlihatkan perasaan yang sangat gembira.
Kedua orang tua itu segera memerintahkan kepada pemuda itu untuk duduk, menyusul kemudian Sin sian siangsu, Chin Siau, dua bersaudara Thia dan Bi hong siancu sekalian maju memberi hormat.
Ketika didesak oleh semua orang, Suma Thian yu pun segera menceritakan kisah perjalanannya semenjak berangkat ke Tibet sampai pulang kembali kerumah.
Selesai mendengarkan penuturan tersebut, Put Gho cu segera berkata:
"Anak Yu, benarkan kokcu dari lembah put kui kok adalah Hui thian long cay (srigala bengis terbang kelangit) yang dulu pernah merajai wilayah See ih?"
Suma Thian yu segera menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya:
"Tecu tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya, tapi tampang orang itu..."
"Tak usah dikatakan lagi, aku kenal dengan orang ini, bila ucapanmu benar maka kokcu dari lembah Put kui kok tersebut sudah benar adalah srigala bengis terbang kelangit dan bininya pun sudah pasti San hoa popo"
Ketika pembicaraan sampai disitu, Put gho cu pun menceritakan pula kisah pengalaman-nya dulu.
Peristiwa tersebut terjadi pada lima puluh tahun berselang sewaktu Put gho cu sedang dalam perjalanan menuju kewilayah See ih, dia telah berkunjung kerumah srigala bengis itu.
Tapi dalam suatu pembicaraan yang berbeda pendapat akhirnya kedua orang itu saling bermusuhan sendiri.
Sementara itu nama besar Put Gho cu termashur dan menggetarkan seluruh dunia persilatan, bahkan namanya sempat termasyur sampai wilayah See ih, karena itulah Hui thian long pay atau srigala bengis ini sudah bersiap mengajaknya berduel.
Akhir dari pertarungan tersebut, Put Gho cu menderita luka parah sedangkan serigala bengis itu terjerumus kedalam jurang dan tidak diketahui nasibnya.
Sungguh tidak disangka lima puluh tahun kemudian ternyata srigala bengis itu masih hidup bahkan menjadi kokcu dalam lembah Put kui kok, peristiwa tersebut benar-benar jauh diluar dugaan siapa pun.
Mendengar penuturan dari Put Gho cu tersebur, semua orang pun menaruh kesan yang lebih mendalam terhadap serigala bengis itu.
Terdengar Hut Gho cu berkata lebih jauh:
"Menurut pendapatku, sudah pasti srigala bengis terbang dilangit telah bersengkongkol dengan Kun lun indah untuk melakukan perbagai macam kejahatan"
"Dari nana kau bisa tahu?" tanya Toa gi Khong Sian segera.
"Hal ini menurut penilaianku saja, ketika Thian yu berhasil kabur dari penjara, dia telah membunuh pula ketiga orang jago dari srigala bengis itu, dalam keadaan demikian siapapun tak akan mampu menahan diri, apalagi bagi srigala bengis yang selalu angkuh dan tinggi hati"
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia pun berkata lebih jauh:
"Sekalipun Kun lun indah tidak mengundangnyapun, dia sama saja akan mengajak anak buahnya untuk bergabung. Orang ini berhati keji dan buas, sudah pasti dia akan berusaha untuk membalas dendam dan tak akan melepaskan Thian yu dengan begitu saja"
Sian yau kay segera tertawa terbahak-bahak:
"Ha ha ha ha, kalau mau datang biarkan saja datang, kalau ingin pergi biarkan pergi, buat apa kita mesti merisaukan? Kali ini kita bertindak tegas, bukankah tujuannya untuk membersihkan dunia persilatan dari manusia-manusia kurcaci seperti mereka itu? Kalau dia datang sendiri kemari, hal ini malah kebetulan jadi kitapun tak usah repot-repot sendiri"
"Benar sih benar" kata Put Gho cu kembali, "cuma kau mesti tahu, serigala bengis terbang dilangit adalah manusia yang tidak mudah dihadapi"
"Bagi aku si pengemis, yang penting adalah menghabisi riwayat manusia durjana semacam itu, sampai waktunya aku si pengemis yang pertama-tama akan mencobanya"
Begitulah setelah pembicaraan berlangsung amat asyik, Ciong liong lo sianjin pun segera memanggil Suma Thian yu agar mendekatinya, lalu berbisik:
"Anak yu, mata kitab pusaka itu?"
"Berada disaku anak Yu" cepat-cepat Suma Thian yu mengeluarkan kitab tersebut dari sakunya dan diserahkan kepada Cong liong lo sianjin.
Setelah menerima kitab itu, Ciong liong lo sianjin pun tidak memeriksanya lagi, kepada semua orang dia berkata dengan suara dalam:
"Saudara sekalian, badai berdarah yang mengancam dunia persilatan saat ini sesungguhnya timbul karena kitab pusaka ini, sepintas lalu saja peristiwa ini terjadi seakan-akan karena perselisihan antar pribadi yang kemudian dihimpun menjadi satu, padahal yang sebenarnya adalah disebabkan kitab pusaka tersebut"
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali dia menyambung:
"Nasiblah yang mempermainkan manusia, sejak kitab pusaka ini muncul kembali, suasana didalam dunia persilatan sudah dicekam ketakutan, tampaknya Thian telah mengutus Thian yu untuk bertanggung jawab atas badai pembunuhan ini"
Kata-kata yang sederhana dari Ciong liong lo sianjin ini sesungguhnya kalau diperhatikan kembali justru mengandung arti yang lebih mendalam.
“Sebagai contoh adalah nasib Thian yu, sejak kecil sudah tertimpa bercana, lalu dia ikut Kit hong kiam kek, dan diterima sebagai murid oleh Put Gho cu, bahkan mendapat perlindungan dan kasih sayang dari kalian semua, hingga sekarang nasibnya boleh dibilang kurang bahagia atau lebih tepat dikatakan penuh diliputi kemisteriusan. Setelah beberapa kali menemui musibah, dia selalu berhasil lolos dalam keadaan hidup sampai akhirnya membawa kembali kitab pusaka yang hilang, bukankah kesemuanya ini merupakan permainan dari takdir?”
Ketika Ciong liong lo sianjin menyelesaikan kata-katanya, sorot mata semua orang pun bersama-sama dialihkan ke wajah Suma Thian yu, membuat wajah pemuda itu berubah menjadi merah padam bagai kepiting rebus.
Tay gi Siu Khong Sian segera tertawa terbahak-bahak, serunya kemudian:
"Haaah...haah... haah...untung saja setan cilik ini berhasil merebut kembali kitab pusaka itu, kalau tidak, akulah yang pertama-tama tak akan membiarkannya hidup"
Kemudian sambil terpaling kearah adiknya Ji gi siu, terusnya:
"Bukankah begitu adikku?"
"Hmmmm" Ji gi siu segera menyahut.
Sementara semua orang sedang berbincang-bincang dengan riang gembira, tiba-tiba dari belakang pintu muncul seorang penduduk yang berseru dengan napas tersengkal-sengkal.
"Diluar ada tamu"
Tay hoa Kitsu sebagai tuan rumah kembali bangkit berdiri siap beranjak keluar, tapi Siau yau kay segera memanggilnya sambil berseru:
"Tak usah kesana, suruh saja dia mengajak kemari"
Tay hoa kitsu Chin leng hui pun mengurungkan niatnya dan memerintahkan penduduk itu untuk mengajak tamu tersebut masuk.
Tak lama kemudian penduduk itu sudah muncul kembali dengan seorang penunggang kuda, ketika Tay hoa kitsu melihat orang itu tak dikenal, diapun menjadi menyesal karena membiarkan tamu asing itu masuk sampai kedalam.
Orang itu adalah seorang lelaki kekar berusia tiga puluh tahunan yang berpakaian ringkas dan menyoren golok dipunggungnya, ia menunggang kuda hitam yang amat kekar.
Tiba di ruang depan, orang itu sama sekali tidak melompat turun dari kudanya, dia menjura kepada Tay hoa kitsu dengan hambar dan berseru lantang:
"Aku mendapat perintah dari Siau tayhiap menyampaikan kabar, besok malam pada kentongan pertama, dia akan datang tepat pada waktunya di lapangan Koan jit Pang!"
Sementara Tay hoa kitsu hendak menjawab, tiba-tiba Siau yau kay telah munculkan diri dan berseru kepada lelaki itu:
"Hey, apakah orang she Siau sudah datang?"
"Aku merasa kurang leluasa untuk menjawab pertanyaan itu!"
"Aku bilang orang she Siau itu sudah datang belum?" sekali lagi Siau yau kay mengulangi lagi kata-katanya.
"Aku tidak tahu!"
"Sepulangnya nanti beritahu kepadanya, aku si pengemis menyuruh dia datang membawa dupa besok malam" seru Siau yau kay kemudian sambil tertawa ketolol-tololan.
Mendengar perkataan yang tak genah dari pengemis tua itu, lelaki tersebut tidak banyak bicara lagi, dia segera menggebrak kudanya dan berlalu dari situ.
Tay hoa kitsu pun segera melaporkan kejadian ini kepada Ciong liong lo sianjin. Mendapat laporan itu, lo sianjin hanya manggut-manggut saja kemudian meneruskan kembali kata-katanya.
"Aku rasa isi dari kitab pusaka ini sudah dipelajari semua oleh Thian yu, dan dia pun sudah memahami semua rahasianya, berarti tak ada gunanya untuk disimpan lagi dari pada mendatangkan bencana dikemudian hari, maka lolap bermaksud hendak memusnahkan saja kitab ini"
Semua orang merasa amat terkejut setelah mendengar ucapan ini, sedangkan Put Gho cu segera menimbrung pula.
"Maksud cianpwe memang bagus, cuma kalau kita rusak kitab pusaka ini apakah tidak melanggar cita-cita dari Ku hay siansu yang dulu menciptakan kitab tersebut?"
Ciong liong lo sinjin segera manggut-manggut.
"Ketika Ku hay siansu membuat kitab ini sebenarnya dia bermaksud untuk menyiapkan kitab ini demi mengatasi bencana berdarah yang bakal terjadi, kini bila kitab tersebut tidak dimusnahkan, berarti pada generasi mendatang masih akan terjadi kekacauan demi kekacauan, sampai kapan dunia persilatan baru akan menjadi tenang?"
Mendengar ini, samua orang pun memberikan persetujuan-nya, maka Ciong lo sianjin pun segera memusnahkan kitab pusaka tersebut.
Sementara itu Hui im tongcu bangkit berdiri dan berkata sambil tersenyum:
"Sekarang Suma hiantit sudah kembali dengan selamat, aku rasa kedudukan sebagai pemimpin rombongan pun harus dipikul oleh hiantit, entah bagaimana dengan pendapat kalian semua?"
Cepat-cepat Suma Thian yu menampik usul tersebut, sedangkan semua orang pun berpendapat lebih baik Hui im tongcu saja yang meneruskan mamegang jabatan itu.
Sebab ia sudah lama mempersiapkan diri, disamping itupun sudah mempunyai gambaran terhadap situasi pada umumnya, maka jabatan harus dialihkan kepada Thian yu, mereka kuatir hal ini justru akan ditunggangi musuh.
Melihat semua orang masih tetap mendukungnya, terpaksa Hui im tongcu pun harus meneruskan kembali jabatan-nya untuk menjadi pemimpin rombongan. Maka dia pun membeberkan semua rencananya yang telah dipersiapkan selama ini.
Mendadak ia merasa masih ada dua orang yang belum hadir, segera tanyanya:
"Heran, mengapa Tam pak cu locianpwee dan Hian cing totiang belum nampak juga?"
Suma Thian yu segera menceritakan pengalamannya sewaktu berjumpa dengan Hian cing suheng.
Mendengar itu Put Gho cu berkata:
"Mereka tak mungkin akan mengingkari janji, hanya masalahnya mereka terlalu nakal, sudah jelas telah datang, siapa tahu justru bersembunyi diatas tiang rumah jadi pencuri kecil, apakah hal ini tidak menggemaskan saja!"
Mendengar perkataan itu semua orang segera mengangkat kepalanya dan memandang keatas, namun mereka tidak berbasil menemukan sesuatu apapun, maka tanpa terasa mereka pun mengalihkan kembali sorot matanya ke wajah Put Gho cu.
Melihat hal ini, Put gho cu hanya tersenyum saja tanpa menjawab.
Sebaliknya Ciong liong lo sianjin segera berkata sambil tertawa terbahak-bahak:
"Haa...haa...haah...sudah, sudahlah, kalian tak usah bermain-main lagi, waktu yang tersedia buat kita sudah tak banyak lagi, harus segera berangkat"
Semua orang mengira perkataan dari Ciong liong lo sianjin ini ditujukan kepada Put gho cu, siapa tahu Siau yau kay segera membentak keras:
"Hey, masih juga belum mau menampakan diri, apakah menunggu sampai aku si pengemis tua yang membekuk batang leher kalian?"
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, tiba-tiba terdengar seseorang tertawa nyaring, lalu bersamaan dengan berkelebatnya bayangan manusia, Tam pak cu telah munculkan dirinya.
Tay gi siu Kong Sian kontan saja mengumpat:
"Main sembunyi macam tikus, rupanya kau hendak jadi mata-mata untuk menyelidiki kami?"
"Haah... haaah... yang lagi menjadi mata-mata berada di dapan"
Kemudian menghadap keluar pintu dia berteriak pula:
"Hidung kerbau, mengapa kau belum masuk juga?"
Ketika semua orang berpaling, tampak Hian cing tojin telah muncul didepan pintu, dibawah ketiaknya nampak menjepit seorang lelaki, ternyata lelaki itu tak lain adalah manusia yang mendapat perintah untuk menyampaikan kabar dari Siau wi goan tadi. Rupanya setelah meninggalkan tempat itu tadi, lelaki tersebut telah balik kembali dan secara diam-diam menyelundup masuk ke dalam.
Siapa tahu gerak-geriknya itu sudah diamati terus oleh Tam Pak cu dan Hian cing to liang, belum lagi berhasil menyusup, ia sudah ditangkap oleh Hian cing tojin.
Hui im tongcu berseru dengan gembira:
"Tak nyana kalian bisa datang engan membawa hadiah, sungguh bagus sekali, totiang, letakkan bajingan itu ke tanah, silahkan minum secawan air teh sebagai jasa bagi jerih payahmu"
Hian cing tojin meletakkan lelaki ke atas tanah, kemudian ia memberi hormat kepada Ciong liong lo sianjin, setelah itu baru memberi salam kepada gurunya, Put gho cu.
Dalam pada itu, Hui im tongcu telah memberi tanda kepada Gak Sin liong agar menyekap lelaki itu ke dalam penjara, kemudian ia baru menanyakan banyak soal rahasia dari Tam pak cu sebagai persiapan untuk menghadapi musuh esok malam.
Sesungguhnya bentrokan yang terjadi antara golongan lurus dan sesat dimasa lalu sudah seringkali terjadi, hanya saja belum pernah diselenggarakan secara besar-besaran seperti kali ini.
Kalau dimasa lalu, pertarungan selalu diselenggarakan dipusat suatu partai atau perkumpulan, hanya kali ini kedua belah pihak setuju untuk melangsungkan pertarungan di lapangan Koan jit peng dipuncak bukit Hoa san.
Dengan cara demikian, maka tiada kemungkinan bagi ke dua belah pihak untuk mempergunakan akal muslihat yang licik keji ataupun persiapan jebakan serta alat perangkap yang licik, semua pertarungan akan diselenggarakan dengan mengandalkan kekuatan yang murnii dan ilmu silat yang sejati.
Disamping itu, pertarungan pun bukan di langsungkan demi memperebutkan semacam benda mustika atau dendam kesumat, seandainya adapun hanya merupakan urusan pribadi segelintir manusia saja, seperti misalnya Suma Thian yu terhadap Kun lun indah, Siau yau kay terhadap Kun lun indah dan Chin Siau terhadap Siau hu yong.
Pertarungan yang berlangsung kali lni hanya boleh dibilang untuk mengadu kekuatan dan melihat siapa yang mampu merajai seluruh dunia persilatan, atau tegasnya pertarungan ini demi memperebutkan nama dan kedudukan.
Begitulah, keesokan harinya setelah Hui im tongcu mengatur segala sesuatunya, berangkatlah dia bersama rombongan besar menuju ketebing Koan jit pang dibukit Hoa san.
Bagi angkatan yang lebih tua, perjalanan ini ditempuh penuh dengan senda gurau, seakan-akan sedang berpesiar saja, sama sekali tidak dicekam oleh suasana tegang.
Sedangkan kaum mudanya sama-sama menggosok kepalan sambil bersiap sedia menjajal kemampuan yang dimiliki, meski pun harus disertai dengan debaran jantung yang keras, diantaranya Gak Sin liong yang memperlihatkan penampilan paling tegang.
Sepanjang perjalanan tiada hentinya dia bertanya ini itu, sebentar berada disisi ibunya, sebentar lagi kembali kesisi Suma Thian yu, gerak-geriknya seperti tak ada tenang.
Sedangkan Chin Siau, mungkin ilmu silat yang dipelajari termasuk ilmu yang bersifat tenang, maka sepanjang jalan dia hanya membungkam diri dengan sikap yang tenang sekali, sekalipun Toan im siancu beberapa kali mengajaknya berbincang-bincang, dia selalu menjawab dengan ringkas dan tak banyak bicara.
Semakin demikian sikapnya, justru semakin besar perhatian Toan im siancu terhadapnya, olen sebab itu Toan im siancu belum pernah meninggalkan sisi tubuhnya.
Berbeda sekali dengan Bi hong siancu, dia selalu menunjukkan sikap yang murung dan mulut yang terbungkam, seringkali dia melirik kearah Suma Thian yu sambil menghela napas panjang.
Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian tersebut, segera bertanya dengan penuh perhatian:
"Adik Lan, apakah kau merasa tidak sehat?"
"Tidak"
"Lantas mengapa selalu bermuram durja?"
"Aku....aku menguatirkan dirimu"
Koan jit peng, terletak di puncak bukit Hoa san.
Hui im tongcu memimpin kawanan jago mencapai tanah lapang dipuncak tersebut dan menuju ke arah barat laut, karena dari arah barat daya sudah dipenuhi pihak musuh.
Sesudah masing-masing mengambil tempat duduk, Suma Thian yu pun mulai memperhatikan keadaan dari pihak lawan.
Dari sekian jago yang hadir, diantara hanya seorang kakek aneh yang belum pernah dijumpai selama ini. Tapi kalau ditinjau dari dandanan serta potongan wajahnya, tak sulit untuk menduga orang itu sebagai raja iblis nomor wahid dari rimba hijau, si mayat hidup Ciu Jit bwe.
Sementara itu, Kun lun indah, Siau wi goan telah tampil ke tengah lapangan dan memberi hormat kepada semua orang sambil berkata:
"Sungguh gembira hatiku menyaksikan kehadiran anda sekalian tepat pada waktunya, malam ini udara cerah dan rembulan bersinar terang, sesunggulnya Wi goan sengaja memilih tempat ini dengan harapan tak ingin mengusik ketenangan orang lain. Baiklah, perkataan bertele-tele rasanya percuma untuk diutarakan, bagaimana kalau kita selesaikan saja masalahnya dengan kekerasan"
Sambil berkata ia sudah bersiap sedia untuk mengundurkan diri dari situ
Mendadak terdengar si harimau hitam Lim Kong berseru keras:
"Siiau tayhiap, apakah kau telah memberikan keterangan kepada mereka?"
"Oyaa..." Kun lun indah Siau Wi goan segera membalikkan badan dan berkata lagi:
"Benar, hampir saja Wi goan melupakan suatu masalah besar, mumpung pertarungan belum dilangsungkan, aku memang merasa perlu untuk memberi penjelasan lebih dulu. Kita sebagai anggota persilatan sudah sewajarnya kalau bertindak jujur dan terbuka, maka didalam pertarungan nanti, lebih baik kita bertarung seorang melawan seorang saja daripada terjadi suatu pertarungan secara massal"
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali dia melanjutkan:
"Umat persilatan sebenarnya berasal diri satu keluarga, tapi selanjutnya dikuasai oleh segolongan kaum yang mengangkat dirinya paling murni, akibatnya banyak pendekar yang terdesak sehingga menyebabkan terjadinya gontok-menggontok diantara sesama sendiri. Kuanjurkan dalam pertarungan nanti, harap kalian semua bisa mengeluarkan segenap ilmu silat yang dimilikinya tanpa sungkan-sungkan, sehingga biar matipun tak perlu sayang, entah bagaimanakah pendapat kalian semua...?"
"Segala sesuatunya kami akan turut perintah, silahkan Siau tayhiap mengutus orang untuk bertarung" kata Hui im tongcu mewakili golongan lurus.
Siau wi goan segera mundur kembali ke barisan, tak lama muncullah seorang kakek ke arena, dia adalah Boan thian hui (terbang memenuhi angkasa) Ya Nu, seorang piausu yang berhianat dari perusahaan Sin liong piankiok.
Orang ini langsung turun ke arena tanpa minta persetujuan lebih dulu dari Kun lun indah, sebenarnya Siau Wi goan hendak menghalanginya, namun niat tersebut kemudian diurungkan.
Begitu bertemu dengan Ya Nu, amarah Bi hong siancu segera berkobar, baru saja dia akan tampilkan diri, mendadak tubuhnya di tarik seseorang dari belakang ketika ia berpaling ternyata orang itu adalah Gak Sin liong.
Terdengar bocah itu berkata:
"Enci Wan, bagaimana kalau Liong ji yang turun ke arena dalam babak pertama ini?"
Melihat wajahnya yang patut dikasihani itu, Bi hong siancu segera mengangguk.
"Adik Liong mesti berbaik hati, ketahuilah setan tua itu liciknya bukan kepalang"
Melihat nona itu menyetujui, Gak Sin liong menjadi girang setengah mati, dia segara berjalan menuju ke tengah arena.
Tak terlukiskan rasa gusar Ya Nu ketika melihat seorang bocah berusia dua tiga belas tahunan terjun ke arena untuk menghadapinya, dia mengira Hui im tongcu sengaja hendak membuatnya malu, hal ini segera menimbulkan niatnya untuk menghabisi nyawa bocah tersebut.
Sementara itu Gak Sin liong sudah tiba didepan Ya Nu segera menjura seraya berkata:
"Setan tua, ayoh sebutkan dulu namamu sebelum menerima kematian..."
HAWA AMARAH YA NU semakin berkobar lagi setelah mendengar ucapan ini, dengan penuh amarah dia membentak:
"Enyah kau dari sini!"
Sebuah tendangan kilat langsung diarahkan keperut Liong ji, serangan tersebut dilancarkan sangat kuat dan dahsyat, didalam anggapannya dalam sekali serangan saja Gak Sin liong tentu akan terpental seperti sebuah bola karet.
Siapa tahu perhitungannya sama sekali melesat, baru saja tendangan itu dilancarkan, tiba-tiba Sin Liong merendahkan tubuhnya sambil menyambut datangnya serangan, kemudian dengan tehnik meminjam tenaga memanfaatkan tenaga, dia betot tubuh Ya Nu lebih kemuka.
Akibat dari betotan ini, Ya Nu menjadi kehilangan keseimbangan badannya sehingga tak ampun lagi tubuhnya segera terjerembab kearah depan.
Gik Sin liong yang jeli dan pandai, sudah barang tentu tak mau menyia-nyiakan kesempatan itu lagi, begitu melihat Ya Nu sudah roboh, ia segera menerjang kedepan sambil balas melancarkan sebuah tendangan.
"Duukk...!"
Tendangan tersebut bersarang telak sekali membuat Ya Nu segera menjerit kesakitan dan muntah darah segar, seketika itu juga ia roboh tak sadarkan diri.
Gak sin liong segera bertepuk tangan sambil tertawa tergelak, jengeknya:
"Rupanya dia tak lain hanya seorang gentong nasi yang sama sekali tak berguna"
Dia membalikkan badan siap mengundurkan diri.
Mendadak terasa desingan angin tajam menyambar tiba dari belakang tubuhnya, menyusul kemudian tampak sesosok bayangan manusia melayang melewati atas kepalanya dan turun tepat dihadapannya.
Ketika Gak Sin liong mencoba untuk mengamati orang itu, ternyata dia adalah lotoa dari Tiang pek sam sat, si makhluk berekor sembilan Li Gi.
Sebagaimana diketahui, si makhluk berkepala sembilan Li Gi sudah pernah merasakan kekalahan secara tragis di tangan Gak Sin liong, itulah sebabnya begitu menghadang dihadapannya, tanpa mengucapkan sepatah katapun dia mengayunkan kepalan-nya menghantam tubuh bocah tersebut.
Biarpun Gak Sin liong belum cukup berpengalaman, bagaimanapun juga dia sudah terdidik oleh seorang guru kenamaan, ia sama sekali tidak gugup atau pun panik menghadapi datangnya ancaman, sambil miringkan badannya menghindarkan diri, segera ejeknya sambil tertawa cekikikan:
"Hey, apakah kaupun kepingin mampus?"
Makhluk berkepala sembilan Li Gi sama sekali tidak mengucapkan sepatah katapun, secara beruntun dia melancarkan dua buah serangan, tapi semuanya berhasil dihindari Gak Sin liong secara mudah, lama kelamaan Gak Sin Hong yang masih muda dan berdarah panas habis juga kesabaran-nya.
Suatu ketika dia sengaja membuka pertahanan sendiri untuk memancing masuknya serangan dari Li Gi.
Nampaknya nasib Li Gi harus berakhir secara tragis, sekalipun selama ini dia malang melintang dibukit Tiang pek san, namun mimpi pun dia tak pernah menyangka kalau seorang bocah cilik yang masih berbau tetek pun bisa mengambil resiko untuk mencari kemenangan.
Begitu melihat pertahanan bocah itu terbuka, dia lantas menyangka lawannya masih kurang berpengalaman sehingga tanpa sadar membuka titik kelemahan sendiri, dengan perasaan girang ia segera menggempur Gak sin liong dengan jurus harimau hitam mencuri hati.
"Serangan yang bagus!" bentak Gak Sin liong keras-keras.
Dengan cekatan dia mundur kebelakang sambil miringkan tubuhnya, menyusul kemudian sepasang tangannya mencengkeram lengan Li Gi erat-erat dan membetotnya kemuka.
Lalu dengan manfaatkan posisi badan lawan yang terhuyung kemuka, sebuah tendangan kilat langsung ditujukan kelambung musuh.
Tiba-tiba saja terdengar Li Gi mengerang kesakitan, lambungnya pecah terkena tendangan yang menggeledek itu sehingga ususnya berhamburan keluar, tentu saja tubuhnya ikut roboh terkapar keatas tanah.
Penampilan Gak Sin liong yang cemerlang dan berhasil merontokan dua orang jago lawan secara beruntun, segera disambut kawanan jago dari golongan lurus dengan tepuk sorak yang gegap gempita.
Mimpipun Kun lun indah tak menyangka kalau bocah cilik itu memiliki kepandaian silat sedemikian hebatnya, dia merasa mendongkol di samping gelisah, cepat-cepat serunya kepada ketua perkumpulan Tiang ciau pang dari Hoang hoo yang bernama Kang Hong siang itu:
"Saudara Kang, lebih baik kau saja yang turun arena, bilamana perlu bunuh saja keparat itu!"
Kang Hong siang menyahut dan pelan-pelan menuju ke arena, siapa tahu pada saat itulah si malaikat sakti bermata tunggal Ciong Eng hui sudah memburu lebih dulu kedalam arena, terpaksa Kang Hong siang balik kembali ke tempat semula.
Gak Sin liong sama sekali tidak kenal dengan malaikat sakti bermata tunggal, tapi dia sedang dibuat asyik oleh pertarungan, maklumlah bagi seorang bocah yang secara beruntun sanggup merobohkan dua orang lawan, rasa gembiranya tentu tak terlukiskan dengan kata-kata.
Oleh sebab itu ia tak ambil peduli siapakah musuhnya kali ini, bahkan kendatipun lawan-nya adalah seekor harimau pun tak akan dipandang sebelah mata.
Sambil bertolak pinggang dan mata melotot segera serunya:
"Hey, apakah kaupun sudah bosan hidup?"
Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Eng hui sama sekali tidak menggubris, ditatapnya bocah itu dengan wajah dingin tapi serius, Kemudian setibanya di depan Sin liong sepasang tangannya segera dipentang lebar-lebar untuk mencengkeram tubuh bocah tersebut.
Sepuluh gulung desingan angin tajam yang berhawa dingin dan menusuk tulang segera menyambar kedepan dengan kecepatan luar biasa.
Tapi Gak Sin Liong adalah seorang bocah yang tak takut terhadap langit maupun bumi, dia menunggu sampai kesepuluh jari tangan lawan tiba didepan mata kemudian sepasang telapak tangannya baru di rangkap menjadi satu dan di angkat keatas, menyusul kemudian lengannya di rentangkan untuk menangkis kedua lengan Ciong Eng hui.
Bukan begitu saja, menyusul gerak mata, sebuah lengannya dipakai untuk melindungi dada, lengan yang lain diayunkan ke depan melancarkan bacokan ke dada musuh.
Gerakan itu panjang untuk diceritakan tapi cepat bagaikan kilat dalam kenyataan-nya, Ciong Eng hui benar-benar dibuat terkecoh oleh musuhnya, dia tidak menyangka kalau Gak Sin liong bakal mengambil tindakan tersebut, ketika sadar keadaan sudah terlambat, terpaksa ia sambut pukulan itu dengan kekerasan.
"Blaaammm.....!"
Sambil menggertak gigi menahan diri, Ciong Eng hui sambut serangan tersebut, namun akibatnya dia harus mundur beberapa langkah dengan sempoyongan, wajahnya berubah menjadi hijau membesi.
Sekali lagi berhasil meraih kemenangan membuat Gak Sin Hong semakin percaya dengan kemampuan yang dimilikinya, namun dengan cepat, dia mendesak maju lebih ke muka, kemudian melepaskan sebuah bacokan lagi dengan jurus membunuh naga di balik ombak.
Membara sorot mata tunggal Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Eng hui, dia berkaok-kaok penuh amarah, gerakan tubuhnya segera dirubah, ia sambut serangan lawan dengan jurus angin menyapu sisa awan lalu sekejap kemudian dirubah menjadi serangan kepalan yang disodokkan kemuka dengan jurus menyambut datangnya gempuran ombak.
Gak Sin liong bukan seorang bocah bodoh yang mudah dipecudangi lawan, dia meski kecil orangnya tapi lincah dan cerdas, akibatnya Ciong Eng hui benar-benar dibuat bulan-bulanan oleh lawannya.
Meski demikian pihak kaum lurus mengikuti pertarungan tersebut dengan perasaan yang berdebar juga, terutama sekali Bi hong siansu Wan Pek lan, dia benar-benar merasa kuatir sekali.
Mendadak dari arena bergema suara jerit kesakitan yang memilukan hati, segera Bi hong siansu memandang kedepan, setelah mengetahui apa yang terjadi, dia baru menghela napas panjang sambil berbisik didalam hati.
"Sungguh berbahaya"
Menyusul kemudian dia baru bertepuk tangan sambil berseru:
"Adik Liong, suatu prestasi yang bagus, ayoh kembali, kau harus menunggu giliran dilain saat"
Sekali lagi Gak Sin liong berhasil menghajar malaikat sakti bermata tunggal Ciong Eng hui sehingga terluka parah dan roboh terjengkang diatas tanah.
Adapun kepandaian yang dipergunakan bocah itu dalam serangannya kali ini tak lain adalah ilmu pukulan Sian poo hui hong ciang ajaran suciu nya, Ciong liong lo sian jin, tidak heran kalau tak seorang pun di antara lawan-lawannya berhasil meloloskan diri.
Ketua Tiang ciau pang Kang Heng hui segera merasakan hatinya bergidik setelah menyaksikan malaikat sakti bermata tunggal kembali dibikin keok oleh musuhnya, tapi urusan sudah berkembang menjadi begini, tentu saja dia tak bisa mundur dengan begitu saja kalau tak ingin ditertawakan orang.
Maka setelah mempersiapkan diri, pelan-pelan dia terjun kedalam arena.
Hui im tongcu Gak Say bwee yang menyaksikan putra kesayangannya berhasil mengalahkan tiga musuh sekaligus, dalam hati kecilnya pun merasa gembira sekali, begitu melihat Kang Hong Siang tampilkan diri, ia kuatir Liong ji terluka, maka segera teriaknya:
"Liong ji, ayoh kembali, kali ini harus tiba giliran dari enci Thia mu!"
Mendengar namanya di sebut, Toan im sian segera melompat turun kearena, namun sesaat sebelum melangkah keluar dia sempat melirik sekejap kearah Chin Siau.
Secara kebetulan Chin Siau pun sedang memandang kearahnya, maka ketika empat mata saling bertemu bagaikan di sambar aliran listrik, perasaan kedua orang itu sama-sama merasa nyaman.
Setibanya ditengah arena, Toan im sian cu Thia Yong segera menjura sambil berkata:
"Sudah lama kudengar nama besar Kang pangcu, sungguh beruntung kita dapat saling bersua pada malam ini"
Kang Hong siang tertawa tergelak:
"Haaaah...haaah...haaa... lebih baik nona Thia tak usah banyak bicara, cepat loloskan pedangmu!"
Toam im siancu yang menghadapi musuhnya dengan sopan ternyata malah bibalas dengan sikap yang ketus membuat nona itu naik pitam, diapun tidak sungkan-sungkan lagi, sambil mencabut pedangnya ia berseru keras:
"Lantas mengapa Kang pangcu tidak meloloskan senjatamu?"
Sekali lagi Kong Hong siang tertawa tergelak:
"Haaa...haah...haaah... biar kulayani dirimu dengan tangan kosong belaka, daripada ditertawakan orang sebagai orang tua yang menganiaya anak kecil"
Amarah yang berkobar dalam dada Toan im siancu semakin membara, pikirnya:
"Bagus sekali....kalau toh kau bersedia menghantar kematianmu, jangan salahkan kalau aku akan bertindak keji"
Berpikir demikian, dia segera memusatkan seluruh perhatiannya sambil mengawasi lawan tanpa bergerak.
Kang Hong sing benar-benar amat jumawa, dia berdiri seenaknya dan berkata sambil tertawa angkuh:
"Silahkan melancarkan serangan!"
"Lihat pedang! bentak Toan im siancu Kemudian sambil menhimpun tenaga dalamnya kedalam lengan kanan.
Lalu dengan jurus walet terbang mengejutkan naga, secepat kilat dia tusuk tubuh Kang Hong siang dengan diiringi desingan angin tajam.
Dalam pertarungan yang berlangsung kali ini kedua belah pihak sama-sama mengandalkan kecepatan masing masing untuk saling menyambar, dalam sekejap mata bayangan kepalan dan cahaya pedang telah menyelimuti angkasa.
Kang Hong siang dapat menjadi ketua terkumpulan Tiang ciau pang tentu saja memiliki kepandaian yang tangguh, buktinya dia sanggup menghadapi serangan pedang lawan dengan tangan kosong belaka.
Tak selang beberapa saat kemudian, kedua orang itu sudah bergebrak dua puluh jurus, lambat laun kang hong siang mulai tak mampu menahan diri.
Kun lun indah Siau Wi goan yang menyaksikan kejadian ini menjadi gelisah sekali, cepat-cepat dia memerintahkan si setan muka hijiu Siang Tham agar tampilkan diri untuk berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan yang tak diinginkan.
Pelan-pelan Setan muka hijau Siang Tham bangkit berdiri dan berjalan menuju ke tengah arena.
Hui im tongcu Gak Say bwee memang tak malu menjadi pemimpin wanita yang cekatan, melihat kejadian tersebut dia segera memerintahkan kepada sastrawan berpena baja Thia cuan untuk segera tampilkan diri pula kearena.
Sementara itu setan muka hijau Siang Tham sudah tiba ditengah arena, sastrawan berpena baja Thia cuan segera melompat kehadapan-nya dan berseru sambil menjura:
"Apablia saudara Siang punya keinginan untuk bermain, bagaimana kalau kita bermain-main sendiri?"
"Persis dengan selera toayamu" jengek Siang Tham ketus.
Dari sakunya Sastrawan berpena baja mengeluarkan sepasang senjata poan koan pit nya, maka pertarunganpun segera berlangsung.
Setan muka hijau memutar goloknya dengan jurus dewa menunjuk jalan membacok ketubuh sastrawan berpena baja.
Sebagai murid dari Heng see cinjin, sudah belasan tahun lamanya sastrawan berpena baja mendalami ilmu poan koan pit nya, boleh dibilang kepandaian tersebut telah dilatihnya mencapai puncak kesempurnaan, tentu saja ia tak mau unjuk kelemahan-nya, dengan cepat dia menangkis sambil melancarkan serangan balasan.
Dengan demikian, setan muka hijau Siang Tham pun tidak mempunyai kesempatan lagi untuk memperhatikan keadaan dari Kang Hong siang.
Dua pasangan yang sedang bertempur di arena sama-sama melangsungkan pertarungan-nya dengan amat seru.
Kali ini Kang Hong siang sudah berada dalam keadaan hanya bisa menangkis tanpa berkemampuan melancarkan serangan balasan lagi, Toan im siancu yang menyaksikan peluang baik tersebut tentu saja tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut dengan begitu saja.
Dia segera merubah gerakan tubuhnya, pedangnya diayunkan keangkasa dengan jurus bintang dan bulan saling bersinar untuk menciptakan beritik-titik cahaya bintang kemudian menusuk tubuh Kang Hong siang secara ganas.
Mendadak saja Kang Hong siang merasakan sekujur badan-nya bergetar keras dan mundur dua langkah kebelakang.
Siapa sangka jurus serangan dari toan im siancu ini justru bertujuan untuk memancing lawan, begitu melihat kang hong siang mundur, ia segera membentak keras:
"Lihat serangan!"
Ditengah jalan pedangnya berubah jurus dengan gerakan bintang bergerak awan berubah, lalu secepat sambaran petir, cahaya tajam itu menyambar kemuka.
Tahu-tahu saja terdengar Kang Hong siang mengerang kesakitan:
"Aduuh....!"
Bunga darah segar memercik kemana-mana, ketua perkumpulan Tiang ciau pang yang sudah cukup lama malang melintang dalam dunia persilatan ini mati seketika dengan keadaan mengerikan.
Belum habis jerit kesakitan dari Kang Hong siang, dari pihak lain terdengar pula suara jeritan kesakitan.
Ketika mendengar suara jeritan tersebut, Toan im siancu segera merasakan tubuhnya bergetar keras, dengan cepat dia berpaling dan berseru kaget:
"Aaah, toako!"
Secepat kilat tubuhnya menerjang kearah arena pertarungan, rupanya sebuah lengan dari sastrawan berpena baja telah dipapas kutung oleh setan muka hiju Siang Tham, bahkan pada saat itu si setan muka hijau sudah siap mengayunkan goloknya untuk menghabisi nyawa lawan-nya.
Untung saja Toan im siancu bertindak cepat dengan menangkis bacokan goloknya secara keras lawan keras.
Sastrawan berpena baja Thia Cuan segera manfaatkan kesempatan itu untuk menjatuhan diri menggelinding ke samping, akhirnya ia berhasil juga menghindarkan diri dari ancaman bahaya.
Hui im tongcu Gak Say bwee segera bertindak cepat dengan menyerobotnya dan membantu untuk menghentikan aliran darahnya.
Dalam pada itu, Toan im siancu dan setan muka hijau telah terlibat dalam pertempuran yang amat seru.
Sambil melancarkan serangkaian serangan-nya, Tham Siang mulai mencaci maki:
"Bocah perempuan, kau sakit hati bukan? Heeh...heeeh... heeeh... berikut ini adalah giliranmu. Aai sayang, sayang sekali, seorang nona yang begitu cantik sebentar lagi harus kehilangan sebuah lengannya, apakah hal ini tidak patut dikasihani?"
Perkataan dari Siang Tham ini semakin membangkitkan hawa amarah bagi Toan im siancu tapi menggusarkan pula Chin Siau yang sedang duduk menonton.
Dengan cepat Chin Siau melompat bangun dan minta ijin kepada Hui im tongcu, kemudian melompat ketengah arena sambil serunya kepada Thia Yong:
"Nona Thia, kau boleh mengundurkan diri, biar aku yang membalaskan dendam untukmu!"
Toan im siancu merasa gembira sekali melihat kekasihnya turun tangan, dia segera melancarkan sebuah bacokan kemudian melompat mundur kebelakang.
Melihat bocah perempuan itu mundur, semua amarah dari setan muka hijau Siang Tham segera dilampiaskan kepada Chin Siau, teriaknya dengan gusar:
"Bocah keparat, kau ingin mencari mampus?"
Dengan wajah serius Chin Siau tertawa tergelak sambil sahutnya cepat:
"Lebih baik tak usah banyak bicara, kalau ingin mampus lebih baik pasang lehermu baik-baik untuk kubacok!"
"Anjing sialan!" teriak setan muka hijau Siang Tham penuh amarah.
Goloknya dengan jurus Angin puyuh menggetarkan ombak langsung membacok ketubuh Chin Siau.
Menghadapi datangnya ancaman tersebut, Chin Siau tertawa dan tidak sampai golok musuh menyambar datang, pedangnya sudah ditutulkan keujung golok lawan sambil bentaknya:
"Serahkan nyawamu!" tiba-tiba cahaya tajam berkilauan, setan muka hijau Siang Tham hanya merasakan pandangan matanya menjadi kabur, tahu-tahu tengkuknya terasa dingin.
Belum sempat dia menjerit, darah segar sudah menyembur keluar dengan derasnya, tidak ampun tubuhnya segera roboh terjengkang keatas tanah dan tewas seketika.
Tampaknya Chin Siau merasa lega hatinya sesudah berhasil membalaskan sakit hati kekasihnya, tanpa memperdulikan orang ia dia balik kembali ketempat duduknya.
Sementara itu Toan im siancu telah kembali pula setelah menengok keadaan luka dari kakaknya, melihat mayat Siang Tham menggelepar diatas genangan darah, ia tahu kekasihnya berhasil membunuh orang tersebut, hatinya benar-benar gembira sekali.
Kalau bisa dia ingin segera memeluknya kencang-kencang dan memberikan sebuah ciuman sebagai perasaan terima kasihnya.
"Ooooh saudara Chin, aku sangat berterima kasih kepadamu" serunya dengan gembira.
Chin Siau tersenyum, dia merendah dulu kemudian baru mengambil tempat duduk.
Dengan tewasnya setan muka hijau Siang Tham, maka peristiwa ini segera bangkitkan amarah dari si mayat hidup, demikian pula si harimau angin hitam Lim Khong, sekujur tubuhnya segera gemetar keras karena gusarnya, sambil membalikkan badan dia segera menerobos maju ketengah arena sambil bentaknya:
"Orang she Chin, ayoh tampil ke depan untuk menerima kematian!"
Chin Siau sama sekali tidak menggubris, dia duduk di tempat dengan sikap yang tenang sekali tanpa ambil perduli, sebab dalam hatinya hanya terdapat seorang musuh, orang itu adalah Siau hu yong Chin Lan eng yang banyak akal muslihat dan berdaya upaya untuk mencelakai dirinya.
Itulah sebabnya terhadap umpatan dan tantangan dari harimau angin hitam Lim Khong, boleh dibilang dia menganggapnya sebagai angin berlalu saja.
Tentu saja Hui im tongcu Gak Say bwee cukup mengetahui tentang maksud hati Chin Siau tersebut, ia segera meminta kepada Sin sian siangsu untuk menampilkan diri.
Dengan langkah yang seenaknya, Sin sian siangsu segera tampil kedalam arena, sebaliknya harimau angin hitam segera merasa terkesiap setelah mengetahui siapa lawan-nya.
Sin sian siangsu dengan lagaknya yang ketolol-tololan langsung menghampiri lawan-nya, lalu serunya sambil tertawa cekikikan:
"Kita berdua harus bergaul dengan lebih akrab lagi, tentu saja Lim tayhiap tidak menampik bukan?"
Baru selesai dia berkata, tiba-tiba dari arah lain telah berkumandang pula suara bentakan keras.
"Lim lote, silahkan mundur dulu. Serahkan saja setan tua ini kepadaku"
Sin sian siangsu segera berpaling, ternyata orang itu adalah musuh bebuyutannya, kakek tujuh bisa Kwa Lun.
Tanpa terasa Sin sian siangsu tertawa terbahak-bahak:
"Haaahh...haaahh...haaahh...hey musuh bebuyutanku, nampaknya sebelum seorang diantara kita mampus, pertarungan diantara kita berdua tak pernah akan berakhir, hiiiih...hiiiihh...hari ini kita mesti bermain sampai puas"
Kakek tujuh bisa Kwa Lun tertawa seram pula.
"Setan rudin, Koan jit peng adalah tempat untuk mengubur mayatmu, percuma banyak bicara, lihat kampak!"
Begitu selesai berkata, dia lantas mengayunkan kampaknya kedepan dengan jurus menyapu rata lima bukit, serangan tersebut langsung membacok kearah batok kepalanya.
Sin sian siangsu segera berteriak kesakitan sambil jeritnya:
"Aduuh mak, besar nian kampakmu!"
Dengan cekatan sekali dia menyelinap kesamping, memang benar, senjata yang di pergunakan kakek tujuh bisa Kwa Lun saat ini adalah sebuah kampak yang besar, panjang lagi berat.
Gagal dengan serangan yang pertama, kakek tujuh bisa segera melepaskan sebuah bacokan lagi kearah pinggang.
Sin sian siangsu segera merendahkan bahunya sambil menyelinap kebelakang, sebagai dua orang musuh bebuyutan, mereka sama-sama bergerak cepat dan jurus serangan pun seringkali ditujukan kebagian yang mematikan, hakekatnya semua ancaman merupakan serangan untuk beradu jiwa.
Pada mulanya Sin sian siangsu masih dapat bergerak santai dan sekehendak hati sendiri, malah disertai pula dengan senyuman dan ejekan, namun kemudian ia segera terjerumus dalam suatu pertempuran yang amat seru, terpaksa dia mesti mengeluarkan segenap ilmu simpanannya untuk bertarung melawan kakek tujuh bisa.
Dengan mengandalkan kampak raksasanya, dalam waktu singkat si kakek tujuh bisa telah berhasil menempati posisi diatas angin, dia selalu berada dipihak penyerang dan melancarkan serangannya dengan kekuatan yang luar biasa.
Hui im tongcu Gak Say bwee yang menjumpai peristiwa ini diam-diam mengucurkan keringat dingin karena menguatirkan keselamatan Sin sian siangsu, katanya kemudian kepada Siau yau kay:
"Saudara Wi, apakah kau ingin mencoba untuk melemaskan otot-ototmu?"
Siau yau kay segera menggeleng:
"Kekalahan sudah berada didepan mata Kwa Lun, kenapa aku mesti ikut kuatir?"
"Benarkah begitu? Aku justru kuatir kalau dia sampai menderita kalah....."
"Coba kau perhatikan, tidak sampai tiga gebrakan lagi Kwa lun sudah pasti akan keok!"
Hui im tongcu mengalihkan sorot matanya mengikuti jalan-nya pertarungan di tengah arena, betul juga, tiba-tiba saja terdengar Sin sian siangsu berseru sambil tertawa keras:
"Maaf, maaf...."
Semua orang segera menjumpai diatas dada dari kakek tujuh bisa telah bertambah dengan sejumlah lubang sebesar jari tangan, terbukti bahwa Sin sian siangsu berhasil mengungguli lawan-nya.
Sin sian siangsu adalah seorang tokoh silat kenamaan, begitu berhasil dengan serangan-nya, dia enggan mendesak lebih jauh, setelah memberi hormat dia pun membalik-kan badan dan mengundurkan diri.
Siapa tahu baru saja berjalan dua langkah, mendadak terdengar dari para jago dari golongan lurus berteriak keras:
"Hati-hati dengan belakangmu!"
Sin sian siangsu terkejut, ia segera merasakan desingan angin tajam menyambar tiba dari belakang, tergopoh-gopoh dia menghindar kesamping.
Siapa tahu gerakan itu toh masih terlambat setengah langkah, kakek tujuh bisa yang menyergap dari belakang dengan ayunan kampak raksasanya telah membacok secara telak.
Sin sian siangsu yang terbokong oleh serangan lawan hanya merasakan bahunya sakit bukan main sehingga merasuk ke tulang, cepat ia menghimpun tenaga dalamnya sebesar sepuluh bagian kedalam lengan kanan-nya bersamaan dengan terkena serangan lawan, dia melancarkan pula serangan kilat.
"Blaammm!"
Diiringi suara benturan keras, tiba-tiba saja terdengar kakek tujuh bisa mengerang kesakitan, perutnya robek dan isi perutnya segera berhamburan keluar, tewaslah iblis tersebut seketika.
Sin sian siangsu sendiripun segera mundur terhuyung dan roboh keatas tanah, darah segar mengucur keluar dengan deras dari bahu kirinya ditambah pula dia mesti menggunakan tenaga kelewat batas dalam seranggan-nya yang terakhir, maka begitu selesai menyerang, roboh pingsanlah si tukang ramal rudin ini.
Dengan demikian, pertarungan babak ini diakhiri dengan keadaan sama-sama terluka.
Siau yau kay segera melompat masuk ke dalam arena untuk menolong Sin sian siangsu, sedang pihak lawanpun muncul untuk menarik jenazah rekannya.
Setelah arena dibersihkan, Sam yap koay mo dan dan wanita seribu tahun Bwee ciang terjun ke arena dan menantang para jago bertarung.
Berdasarkan beberapa kali pertarungan yang berlangsung sebelumnya, bisa disimpulkan kalau taktik bertarung dari Kun lun indah Siau Wi goan sudah kehilangan bobotnya, persoalannya yaitu dia selalu mengutus orang lebih dulu untuk terjun ke arena, dengan begitu memberi kesempatan kepada Hui im tongcu untuk mengira-ngira dulu kekuatan lawan sebelum mengutus jago dari pihaknya.
Demikian pula keadaannya dengan pertarungan kali ini, setelah Sam yap koay mo dan ibiis perempuan seribu tahun terjun ke arena, Hui im Tongcu segera mempertimbangkan dulu kekuatan lawannya, setelah itu ia baru mengutus sepasang manusia bodoh dari bukit Wu san untuk menghadapi pertarungan kali ini.
Berbicara soal kekuatan dan kedudukan dari sepasang manusia bodoh bukit Wu san ini, sudah barang tentu masih jauh di atas kedua orang gembong iblis tersebut, hingga sebelum pertarungan dilangsungkan pun setiap orang sudah menduga kalau Sam yap koay mo dan iblis perempuan seribu tahun akan menderita kekalahan.
Begitu melihat sepasang manusia bodoh dari Wu san yang terjun ke arena, Kun lun indah Siau wi goan menjadi panik, cepat-cepat dia memerintahkan si pedang bunga satu huruf Yu Liang gi agar terjun pula kedalam arena.
Tay gi siu Khong Sian segera berpaling kepada Ji gi siu dan berkata:
"Si nenek dan bocah muda itu kuserahkan kepadamu, jangan lupa untuk membendung gerakan mereka, menanti aku sudah selesai membereskan Sam yap koay mo, barulah kita beresi mereka secara bersama-sama"
Ji gi siu tidak mengucapkan sepatah katapun, sesudah mengangguk dia langsung berjalan mendekati iblis perempuan seribu tahun dan pedang bunga satu huruf.
Si pedang bunga satu huruf merupakan jago lihay angkatan kedua dari partai Thiam cong, pedangnya segera diloloskan dan tubuhnya menerjang kemuka sambil melancarkan serangan dengan jurus Seribu lelaki menuding, dia tusuk perut lawan-nya.
 
Design by Free Themes | Bloggerized by Wulunggeni - Blogger Themes