Welcome to website

UNDERCONTRUCTION

private.

Friday, June 25, 2010

LENCANA PEMBUNUH NAGA

huhuhuhu

lpn_28_29b

“Lantas mau apa kau?”
“Menurut pengamatan boanpwe secara diam-diam, dapat kuketahui bahwa satu-satunya keistimewaan dari Leng hun kiam tin adalah dimilikinya segulang aliran hawa dingin yang sukar ditahan. Seandainya seseorang tidak memiliki tenaga dalam yang cukup sempurna, jangankan melakukan pertarungan, sekalipun berdiri di dalam barisan juga akan mati kaku karena kedinginan, terutama sekali sebutir Peng pok cau yang locianpwe lancarkan barusan….”.
“Apakah kau menuduh aku melakukan penyergapan terhadap dirimu?” tukas Lam-hay sinni.
Gak Lam-kun tidak menjawab pertanyaan itu, tapi melanjutkan, “Sekalipun seorang jago kelas satu yang berilmu tinggi didalam dunia persilatan, sulit rasanya untuk menahan serangan senjata rahasia itu, tapi boanpwe yakin masih mampu untuk menahan tiga buah senjata rahasia Peng pok ou tersebut. Jika locianpwe tidak percaya, kita boleh bertaruh. Bagaimana?”
Begitu ucapan tersebut diutarakan, Lam-hay sinni yang berada diatas loteng itu termenung beberapa saat lamanya. Tapi tak lama kemudian, dengan nada kurang percaya katanya, “Kalau toh sudah kau rasakan betapa lihaynya peng pok-cu tersebut, kenapa kau masih berani mengajukan diri untuk merasakan kelihayan senjata rahasia itu lagi?”
“Sekarang aku telah terjerumus dalam keadaan yang sangat berbahaya, sedang kelihayan dari senjata rahasiamu juga telah kurasakan. Apa salahnya jika kurasakan dua butir lagi?”
“Serangan Peng pok-cu yang kulancarkan tadi sudah cukup untuk menimbulkan racun dingin dalam tubuhmu, apakah kau ingin mempercepat daya kerja racun itu?”
Mendadak Gak Lam-kun mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak……
Suara tertawa itu keras bagaikan bunyi genta, mengetarkan lubuk hati orang dan menusuk pendengaran setiap orang. Dalam kegelapan malam yang hening, suara tertawa mengalun sampai ditengah angkasa sana….
Seusai tertawa, kembali Gak Lam-kun berkata, “Locianpwe, seandainya aku sudah terkena racun hawa dingin, apakah aku masih memiliki tenaga dalam sehebat ini?”
Dengan demontrasi tenaga dalam itu, Lam-hay sinni yang berada diatas loteng baru merasa terkejut bercampur tercengang. Dalam pekikan tadi jelas terdengar kalau Gak Lam-kun memiliki tenaga dalam yang amat sempurna. Kekuatan itu bahkan sama sekali tidak berada dibawah kemampuannya.
Dengan usianya yang masih begitu muda tapi sudah memiliki tenaga dalam sedemikian sempurna, entah dengan cara apa Yo Long mendidik muridnya ini?
Padahal, darimana ia bisa tahu kalau Gak Lam-kun telah mengalami banyak penemuan aneh yang membuat ilmu silatnya memperoleh kemajuan yang melampaui siapa-pun. Tapi Lam-hay sinni juga tahu bahwa senjata rahasia Peng pok cu itu tak mungkin bisa dilawan dengan tenaga dalam. Lantas kenapa ia sanggup menahan serangan hawa dingin itu tanpa merasakan pengaruhnya?
Lam-hay sinni tertawa nyaring, kemudian berkata, “Bagus sekali! Kau memaksaku untuk menghamburkan dua biji peng pok cu lagi, terpaksa aku harus mengamalkannya untukmu”
“Tunggu sebentar! Locianpwe, sebelum pertaruhan dimulai, aku ingin menerangkan dulu bahwa hal ini merupakan suatu barter yang adil sekali….”
“Barter apa? Coba katakan!”
“Apa maksud kedatanganku, rasanya kau sudah pasti mengetahui jelas. Aku hanya memohon kepada kau orang tua agar bersedia memberitahukan kepadaku, dimanakah Ji Cin-peng dan putraku berada”
Lebih kurang sepeminum teh kemudian, Lam-hay sinni baru berkata, “Baiklah? Kau boleh sambut dulu kedua butir senjata rahasia Peng pok cu ini!”
Selesai berkata, desingan angin tajam segera mendesis datang….
Sebutir Peng pok cu yang berwarna putih mulus pelan-pelan telah meluncur datang dari atas puncak loteng tingkat ke tujuh itu dengan kecepatan luar biasa.
Gak Lam-kun segera menyentilkan tangan kirinya kedepan.
“Plaaak!”
Diiringi suara yang cakup keras peng pok-cu tersebut segera meledak dan memancar ke empat penjuru.
Gak Lam-kun merasakan sekujur badannya menjadi dingin dan kaku. Sekujur badannya menggigil keras dan bergoncang keras.
“Criiit……!” Lagi-lagi terdengar segulung desingan angin tajam menyambar lewat.
Sebiji senjata rahasia Peng pok-cu kembali meluncur kebawah dengan kecepatan luar biasa.
Gak Lam-kun merasakan hatinya tercekat sepasang kakinya menjadi lemas, kepalanya pusing tujuh keliling dan akhirnya jatuh berlutut diatas tanah,
“Gak toako… jerit Ji Kiu-liong keras-keras.
Buru buru ia lari mendekat dan memegang sepasang bahu Gak Lam-kun, terasa olehnya ada segulung hawa dingin yang menyengat badan muncul dari atas lengan pemuda itu dan menyerang kedalam tubuhnya.
Ji Kiu-liong menjadi terkejut sekali, buru-buru ia menarik kembali tangannya dan melompat mundur kebelakang.
Semacam rasa sedih yang amat hebat menguasahi seluruh perasaannya, tiba-tiba sam bil menangis tersedu serunya, “Gak toako, ooh Gak toako….. kau tak boleh mati….”
Ketika ia mencoba untuk memeriksa dengusan napas Gak Lam-kun, ternyata hidungnya sudah menjadi dingin, dadanya juga turut menjadi dingin, sekujur badannya ibarat sebongkah batu es yang keras.
Ji Kiu-liong segera menubruk ke atas tubuh Gak Lam-kun dan menangis tersedu-sedu. Air mata jatuh bercucuran bagaikan hujan deras.
Ia merasakan kehilangan sesuatu yang besar, sebab didunia ini dia sudah tak akan memiliki sanak keluarga lagi. Ingatan semacam itu menambah sedihnya Ji Kiu liong sehingga isak tangisnya menjadi bertambah memilukan.
Sementara itu Lem hay sinni yang berada dialas loteng tetap membisu dalam seribu bahasa dia seperti lagi bersedih hati karena kematian Gak Lam-kun atau entah karena apa?
Dalam kesedihan yang luar biasa itu mendadak Ji Kiu liong merasakan dari belakang punggung Gak Lam-kun pelan-pelan menyebar keluar segulung aliran hawa panas. Hawa panas itu aneh sekali rasanya dan muncul dan punggung Gak Lam-kun langsung menembusi pusarnya.
Dalam sekejap mata sekujur badan Gak Lam-kun yang dingin kaku itu telah berubah menjadi hangat dan segar, kemudian tampak Gak Lam-kun menggerakkan tubuhnya dan pelan-pelan membuka kembali sepasang matanya.
Kejut dan girang Ji Kiu liong menyaksikan kejadian itu segera teriaknya, “Gak toako, kau… kau belum mati….”
Gak Lam-kun tertawa misterius sahutnya. “Sungguh berbahaya! Peng pok cu dari Lam-hbay sinni memang semacam senjata rahasia yang luar biasa hebatnya dalam dunia persilatan. Coba kalau bukan pedang Hiat kong kiam milikku ini adalah tandingan dari hawa dingin tersebut, sudah sedari tadi aku mampus secara konyol”
Ternyata Gak Lam-kun terpengaruh oleh hawa dingin yerg dipancarkan oleh Peng pok cu sehingga membekukan badannya tadi. Mendadak ia merasa bahwa pedang Hiat kong kiat yang tersoren di punggungnya itu pelan-pelan mengeluarkan aliran hawa panas yang menghangatkan sekujur badannya.
Dengan cepat hawa dingin yang semula menyelimuti seluruh tubuhnya menjadi tersapu lenyap dari seluruh badannya.
Maka diapun lantas sadar bahwa Hiat kong kiam sesungguhnya adalah lawan tandingan dari racun hawa dingin. Itulah sebabnya pula mengapa Gak Lam-kun berani bertaruh dengan Lam-hay sinni.
Terdengar suara helaan nafas berkumandang dari atas loteng itu, kemudian terdengar rahib itu berseru, “Gak Lam-kun, naiklah ke atas loteng!”
Gak Lam-kun bangkit berdiri dan maju ke depan. “Locianpwe, aku datang!” serunya.
Sekali melompat keudara, tubuhnya lantas meluncur ke depan dan melompat naik ke atas tingkat ke tujuh.
Ketika tiba diatas tingkat ke enam, lengan kirinya segera menekan diujungi atas loteng dan sekali berjumpalitan, secepat kilat tubuhnya segera menyusup masuk ke dalam ruangan lewat jendela.
Setelah berada dalam ruangan loteng, Gak Lam-kun menyaksikan didalam ruangan itu hanya diterangi oleh setitik cahaya lentera. Ditengah ruangan tampak sebuah tempat duduk berbentuk bunga teratai. Di atasnya duduklah bersila seorang perempuan berambut panjang.
Ternyata Lam-hay sinni adalah seorang pendeta yang memelihara rambut…
Gak Lam-kun baru pertama kali ini berjumpa dengan Lam-hay sinni. Tanpa terasa dia mengawasi pendeta itu beberapa kejap.
Tampak Lam-hay sinni yang namanya amat tersohor didalam dunia persilatan itu telah berambut putih semua, sudah tak ada rambutnya yang berwarna hitam. Mukanya cantik, putih dan halus. Sekalipun usianya sudah lanjut namun sama sekali tidak nampak ketuaannya…
Dalam sekali pandangan saja, Gak Lam-kun segera tahu kalau dahulunya Lam-hay sinni merupakan seorang perempuan yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan.
Lam-hay sinni sendiripun memperhatikan pemuda itu dari atas kepala sampai ke ujung kakinya. Setelah mengamatinya beberapa saat, dia baru manggut-manggut.
Gak Lam-kun segera maju kedepan dan memberi hormat, katanya, “Menghunjuk hormat buat lociapwe. Jika aku telah melakukan kesaiaban harap suka memaafkanku”
“Duduklah!” kata Lam-hay sinni dengan suara merdu. “Aku ingin bertanya kepadamu!”
Sambil berkata dia lantas menuding sebuah bantalan kasur didekatnya.
Gak Lam-kun berjalan maju kedepan dan duduk bersila dihadapkannya, kemudian katanya, “Harap lociapwe suka memberi petunjuk kepadaku”
Saat itu. Gak Lam-kun telah menarik kembali semua kesombongan, keangkuhan kekerasan hatinya dan berubah menjadi lemah tulus dan amat terpelajar.
‘“Sudah berapa tahun kau berkenalan dengan Ji Cin-peng?” tanya Lam-hay sinni kemudian.
“Sudah hampir tiga tahun lamanya,” jawab Gak Lam-kun pelan.
“Benarkah kau sangat mencintai Cin-peng?” kembali Lam-hay sinni bertanya.
Gak Lam-kun segera manggut-manggut. “Aku cinta kepadanya dan dia mencintai diriku. Langit dan bumi bisa menjadi saksi untuk perasaan kami ini” katanya.
“Bagus sekali! Semoga saja semua orang yang punya hati didunia ini akhirnya bisa menjadi suami istri semua!”
Gak Lam-kun merasakan hatinya bergetar keras, dia tak tahu apa maksud yang sesungguhnya dibalik perkataan dari Lam-hay sinni tersebut.
Sementara itu Lam-hay sinni termenung sebentar, kemudian kembali ia bertanya, “Apakah kau mempunyai perempuan lain?”
Gak Lam-kun mendongakkan kepalanya, tampak sepasang mata Lam-hay sinni yang jeli itu sedang mengawasinya dengan suatu keheranan yang luar biasa, seakan akan berusaha untuk menembusi perasaan hati kecilnya…..
Gak Lam-kun menjadi amat rikuh dan jengah, ia menjadi tergagap, “Aku… aku… aku…”
Sudah setengah harian lamanya dia mengulangi perkataan itu, namun tak sanggup untuk melanjutkan perkataan selanjutnya.
Mendadak Lam-hay sinni menghela napas panjang, katanya lagi, “Bocah bodoh, kau tak usah sangsi lagi. Pasangan yang serasi di dunia ini seringkali hancur berantakan lantaran terlalu romantis. Kalau toh kau memang sangat mencintai Cin-peng, maka kau tidak boleh berpikir untuk orang kedua. Daripada meninggalkan kemurungan dan kesengsaraan saja di kemudian hari”
“Baik. Baik! Terima kasih banyak atas petunjuk dari locianpwe….” kata Gak Lam-kun.
Sekalipun dibibir ia berkata begitu, padahal hatinya kalut sekali. Perasaannya gundah dan merasa sangat tak tenang.
Bagaimanapun juga ia telah terlibat hubungan cinta dengan yo Ping. Kalau suruh ia menge-sampingkan gadis itu serta meninggalkannya, terus terang dia tak tega. Apalagi Yo Ping adalah putri kesayangan gurunya, sudah barang tentu dia tak mau melupakan budi orang, apalagi menyia-nyiakan putri gurunya.
Pelan pelan Lam-hay sinni mengangguk, katanya lagi. “Bocah yang pintar memang bisa diberitahu, nah pergilah!. Cin-peng dan putramu tinggal dikaki bukit Kiu kiong-san sebelah selatan”
Gak Lam-kun segera bangkit berdiri dan menjura dalam-dalam, katanya kembali, “Terima kasih banyak atas petunjuk dari locianpwe. Budi kebaikanmu akan Gak Lam-kun ukir didalam hati tak akan kulupakan untuk selamanya…”
“Andaikata kalian bisa berkumpul kembali, ajaklah keluargamu untuk bermain di pulau Si-soat-to” kata Lam-hay sinni
“Kami pasti akan seringkali berkunjung kemari sambil memohon petunjuk dari locianpwe. Sampai jumpa, bovanpwe mohon diri lebih dulu”
Selesai berkata, sekali lagi Gak Lam-kun memberi hormat dulu melompat keluar lewat jendela…..
oooOOooo
REMBULAN yang redup memancarkan sinarnya menerangi sebuah tanah perbukitan yang sepi.
Daun kering berguguran terhembus angin bunyi air hujan merintik membasahi dedaunan.
Telaga Su ci ou atau telaga empat musim di sebelah selatan bukit Kiu kiong san merupakan sebuah telaga yang sangat indah dan menawan hati. Aneka bunga tumbuh dan mekar terus sepanjang masa. Air telaga yang tenang dan angin malam yang berhembus sejuk, sungguh membuat suasana disana amat nyaman dan menyenangkan.
Ditepi telaga empat musim berdiri tiga empat buah rumah bambu. Dibawah cahaya rembulan tampak kilatan cahaya lentera dari balik rumah bambu itu.
Sesosok bayangan gadis berbaju merah sedang duduk sendirian didepan jendela sambil mengawasi air telaga dengan termangu.
Malam semakin kelam, bunyi jengkerik memecahkan keheningan, memadukan irama yang aneh di tempat itu.
Pada saat itulah, mendadak terdengar suara derap kaki kuda yang ramai berkumandang datang dari kejauhan sana. Mendengar suara derap kaki kuda itu. buru-buru gadis berbaju merah itu melompat bangun, kemudian bisiknya, “Mungkinkah dia telah datang? Sayang keadaan sudah amat terlambat”.
Baru selesai dia bergumam, dua ekor kuda sudah berhenti didepan pagar rumah, menyusul penunggangnya melompat turun dari atas punggung kudanya.
Siapakah mereka. Kedua erang itu bukan lain adalah Gak Lam-kun serta Ji Kiu liong yang baru meninggalkan pulau Si soat to.
Ketika Gak Lam-kun menyaksikan keempat buah rumah bambu itu, hatinya terasa bergolak keras, kalau bisa dia ingin menyerbu masuk ke dalam…..
Baru dua tiga langkah masuk ke dalam, mendadak Gak Lam-kun berhenti, seakan-akan kuatir kalau penghuni rumah itu bukan orang yang dicarinya….
Maka dengan suara lantang dia lantas berseru. “Adakah seseorang disini?”
“Siapa?” suara seseorang gadis berkumandang datang dari dalam ruangan rumah.
Mendengar suara itu, selapis rasa kecewa putus asa, sedih, murung dan kesal menghiasi wajah Gak Lam-kun.
Setelah menghela nafas sedih ia membalikkan badan menengok ke arah Ji Kiu-liong dengan wajah termangu-mangu.
Rupanya Ji Kiu-liong juga sudah mendengar kalau suara itu bukan suara encinya…
Diapun memendang termangu ke arah Gak Lam-kun tanpa mengucapkan sesuatu apa-apa. Tampak jelas wajahnya kelihatan amat kecewa, sedih dan kesal.
Gadis yang berada di dalam rumah itu, kembali berseru, “Siangkong berdua yang berada di luar, silahkan masuk”
Bagaikan baru sadar dari mimpi Gak Lam-kun menghela napas panjang, lalu berkata. “Adik Liong, mari kita masuk dan menanyakan persoalan ini kepadanya….”.
Sembari berkata, mereka berdua lantas masuk ke dalam. Dari balik ruangan bambu yang diterangi cahaya lentera, pelan-pelan muncul seorang gadis berbaju merah. Orang ini bukan lain adalah gadis baju merah yang pernah bersama Ji Cin-peng menuju ke bukit Kun san naik sampan kecil tempo hari… Pek Siau soh.
Ketika Gak Lam-kun menjumpai dirinya, seketika ia merasa lega, katanya sambil tertawa, “Nona Pek, rupanya kau…!”
Ji Kiu-liong yang menyaksikan kemunculannya juga merasa tergetar sekali hatinya.
Sebagaimana diketahui, Pek Siau-soh pernah bertarung dengannya. Waktu itu kedua belah pihak sama-sama merasa ingin mencari menangnya sendiri yang berakibat kedua belah pihak sama-sama terluka.
Akan tetapi, semenjak peristiwa itu bayangan tubuhnya selalu muncul didalam hatinya. Maka setelah berjumpa lagi dengannya sekarang, Ji Kiu liong tak tahu haruskah merasa sedih ataukah merasa gembira?
Dengan sepasang biji matanya yang jeli Pek Siau-soh mengerling sekejap kearahnya, kemudian setengah mengomel katanya, “Kedatangan kalian terlambat sekali’“
“Kenapa? Sudah terlambat, Cin-peng….. dia…….”
“Sebelum senja tadi, dia telah pergi!” tukas Pek Siau soh dengan cepat.
“Kapan Cin-peng baru akan kembali ke sini?” buru-buru Gak Lam-kun bertanya.
Pek Siau-soh tahu kalau dia belum memahami maksud ucapannya, maka sambil menghela napas katanya, “Enci Ji tak akan kembali kesini lagi untuk selamanya!”
Bagaikan kepalanya diguyur air dingin sebaskom, Gak Lam-kun berdiri tertegun, kemudian bisiknya, “Apakah….. Apakah dia tahu kalau aku akan datang kemari?”
Pek Siau-soh mengangguk. “Yaa, seekor burung merpati telah membawa sepucuk surat dari Lam-hay, surat itu sudah tiba disini tujuh hari berselang!”
Mendengar itu Gak Lam-kun segera berteriak keras, “Ooh… Lam-hay sinni, wahai Lam-hay sinni, kenapa kau musti memberi kabar kepadanya? Dengan susah payah aku Gak Lam-kun datang mencarinya, kalau begini caranya bukankah semua usahaku akan sia-sia belaka….?”
Air mata bercucuran pula dari mata Pek Siau toh, katanya dengan suara sedih, “Gak siangkong, enci Ji telah meninggalkan sepucuk surat untukmu, bacalah dulu isinya!”
Ia merogoh sakunya dan mengeluarkan sepucuk surat kemudian diberikan kepada Gak Lam-kun.
Buru-buru Gak Lam-kun merobek sampulnya dan membaca isinya, terbaca olehnya surat itu berbunyi begini, “Suamiku yang tersayang Lam-kun
Perpisahan selama dua tahun terasa berat sekali bagiku. Siang malam aku selalu membayangkan dan teringat kepadamu, karena aku mencintaimu untuk selama lamanya.
Dikala kutulis surat ini, hatiku amat sedih air mataku jatuh bercucuran bagaikan anak sungai. Selamanya aku tak dapat melupakan kau, selamanya aku tak bisa melupakan kasih sayangmu.
Aaai!
Cinta memang bagaikan cuaca yang berubah-ubah. Segala sesuatunya yang ada di dunia ini selamanya tak akan abadi.
Dulu, aku sangat berharap kita bisa mendapat kebahagiaan dan kegembiraan tapi harapanku itu akhirnya harus lenyap dan hancur berantakan bagaikan terjatuh ke dalam jurang yang tiada taranya….
Akhirnya aku terjerumus ke dalam jaring cinta, terjerumus ke dalam pelukan kasih sayangmu. Dalam dasar hatiku hanya ada bayangan tubuhmu yang selalu menghiasi hatiku. Apalagi jika malam telah tiba, aku tak pernah melupakan dirimu……
“Lam-kun kenapa di dalam kebun bunga cinta dalam kehidupan kita bisa terdapat bunga-bunga yang rontok? Dalam samudra cinta yang luas bisa terdapat hancuran bunga yang tenggelam?
Dimasa lalu cinta kasih kita ibaratnya kupu-kupu yang terbang diantara aneka bunga, dibelai oleh hembusan angin yang lembut….. tapi sekarang tinggal hancuran bunga yang tercabik cabik dan hembusan angin dingin yang membuat aku menyesal, membuat aku bersedih hati…….
Lam-kun, jangan kau tanya mengapa, makin gencar kau menanyakan mengapa, semakin terluka perasaan hatiku.
Kehidupan manusia ibaratnya bintang yang lewat diangkasa, yang cuma berhenti sebentar ditengah jagad yang luas, untuk kemudian lenyap kembali.
Tapi aku dapat merasakan pula saat-saat kehidupan manusia itu. Hanya didasar hatiku saja yang merasa kesepian, seperti air sungai yang mengalir tiada habisnya…..
Selamat tinggal cintaku yang abadi, entah diujung langit atau dasar samudra, kau tak akan kembali,
Didunia ini memang tiada perjamuan yang tidak bubar, apalagi perpisahan kali ini bukan suatu kebetulan, sudah semenjak dua tahun berselang aku mengambil keputusan, aku telah lama berencana untuk meninggalkan dirimu.
Oleh karena itu, akupun mengambil keputusan pada saat ini, kasihan anak kita itu, dia sudah tidak memperoleh kasih sayang ibunya lagi. Yaa… kejadian ini merupakan suatu kejadian yang paling kusesalkan. Cuma aku rasa, ada kaupun sudah cukup. Dia adalah darah dagingmu, kau harus baik baik merawatnya hingga tumbuh menjadi dewasa. Sekalipun aku berada di alam baka, aku pun akan meram dengan hati yang lega.
Akhirnya kupesan kepadamu agar kau jangan terlalu bersedih hati, jangan terlalu menyesali diri sendiri, kau harus baik baik merawat anakmu.
Tertanda: Ji Cin-peng yang selalu mencintaimu”
Ketika selesai membaca isi surat tersebut air matanya segera jatuh bercucuran membasahi pipinya. Ia menutupi muka sendiri dan menangis tersedu-sedu. Dia benci, diapun merasa sangat menderita, tapi ia tak tahu apa yang musti dibencikan…
Dia tidak membencinya, pun tidak membenci diri sendiri, tapi apa yang dia benci?
Ji Kiu liong menerima surat itu dan membacanya dengan seksama, kemudian diam-diam pekiknya dihati, “Oooh cici! Kenapa pikiranmu tak bisa terbuka….? Kau tak dapat melupakan engkoh Gak, tapi mengapa kau meninggalkan dirinya? Mengapa kau tidak melupakan pula semua kejadian tragis yang telah terjadi dimasa lalu? Apakah ayah dan ibu yang menyuruh kau melakukan semuanya ini? Kasihan keponakanku yang masih kecil…”
Berpikir sampai disitu, Ji Kiu-liong segera menghela napas panjang, lalu bisiknya, “Nona Pek, apakah kau tidak tahu kemana enciku telah pergi?”
Seandainya berada diwaktu waktu biasa, Ji Kiu-liong pasti tak akan berani berbicara dengan Pek Siau-soh. Tapi keadaannya sekarang sama sekali berbeda, ia sama sekali tidak memperlihatkan sikap bermuka merah atau jengah.
Pek Siau-soh segera mencibirkan bibirnya lalu berseru, “Andaikata aku tahu, kenapa tidak kukatakan kepada kalian?”
ooOOOoo
“SELAMA ini enciku selalu berada bersamamu. Aku rasa kau… Kumohon kepadamu, bersedia bukan…?” seru Ji Kiu-liong.
Tiba-tiba Pek Siau-soh menutup mukanya dan menangis tersedu-sedu, serunya dengan sedih, “Mengapa kau begitu tak percaya dengan perkataanku? Kau tahu ketika enci Ji pergi, aku tidak berada di rumah, ia pergi setelah meninggalkan surat di tempat ini”
Ketika menyaksikan dia menangis, Ji Kiu-liong menjadi tertegun.
Ji Kiu-liong yang sama sekali tidak memahami perasaan wanita, tentu saja tidak mengerti apa sebabnya dia sampai menangis.
Perlu diketahui Pek Siau soh adalah seorang yang romantis. Sejak perjumpaannya ditengah samudra tempo lagi, diam diam benih cinta telah tumbuh didalam hatinya. Tapi sekarang ia menyaksikan orang yang dicintainya, tidak percaya dengan perkataannya, bayangkan saja bagaimana mungkin ia tidak bersedih hati?
Gak Lam-kun menghela napas panjang, tiba-tiba ujarnya, “Nona Pek, dimana bocah itu?”
“Siau kun sedang tidur!”
“Dia bernama Siau kun?” tanya Gak Lam-kun dengan kening berkerut.
Pek Siau-soh manggut-manggut. “Yaa, sejak dilahirkan, ibunya telah memberikan nama Siau-kun kepadanya”
Mendengar perkataan itu Gak Lain-kun merasa sedih sekali, dia tahu Cin peng sengaja tidak memberikan nama kepadanya, melainkan hanya ‘menyebutkan Siau-kun’ kepadanya tentu dimaksudkan agar ia tidak melupakan dirinya….
Sambil menghela nafas, Gak Lam-kun berkata, “Dikala Cin-peng ada disini, dia dipanggil Siau kun, tapi sekarang aku hendak memanggilnya sebagai Siau Kun peng!”
Baru selesai dia berkata, mendadak terdengar suara seorang bocah sedang berseru, “Ibu…. kau sudah pulang? Apakah ayah telah pulang bersama sama dirimu….”
Mendengar perkataan tersebut, Gak Lam-kun merasakan hatinya menjadi kecut. Air matanya tanpa terasa jatuh bercucuran membasahi pipinya.
Dari ruangan sebelah kiri tampaklah seorang bocah berusia dua tahun yang lucu dan menarik pelan-pelan sedang berjalan keluar. Dia tampak putih lagi kuat. Sepasang matanya jeli dan terutama sekali bibirnya, persis sekali seperti bibir Gak Lam-kun, sedangkan mukanya yang bulat telur sangat mirip dengan ibunya.
Melihat itu, Gak Lam-kun, segera menubruk ke muka dan berteriak keras keras, “Anakku, kenapa kau lari keluar?”.
Sambil membelalakkan sepasang matanya yang bulat besar, sahutnya Siau Kun peng, “Paman, kenapa aku tidak kenal denganmu?”
Sambil tersenyum Pek Siau soh segera berseru, “Siau Kun-peng, dia bukan pamanmu. Dia adalah ayahmu”
Ketika mendengar perkataan tersebut, dengan sepasang mata terbelalak lebar Siau Kun-peng memperhatikan Gak Lam-kun lekat-lekat, sedikitpun tidak berkedip.
Mendadak teriaknya dengan girang, “Ayah!”
Dengan cepat dia lari ke muka dan menubruk ke dalam pelukan Gak Lam kum. Anak muda tersebut sogera memeluknya kencang-kencang dan mencium pipinya sambil berkata dengan lembut dan penuh rasa sayang, “Nak, ayah tidak akan meninggalkan dirimu lagi”
“Ayah, mana mama? Ia bilang mau pergi mencarimu, kenapa sampai sekarang dia belum pulang?”
“Nak, mama belum pulang untuk sementara waktu dia ada urusan pergi ke Lam-hay. Selama beberapa hari ini kau akan bersama ayah, mau bukan?”
“Ayah ajari aku terbang seperti mama yaa?”
Gak Lam-kun manggut-manggut. “Baik, ayah akan mengajarkan kepadamu”.
Tampaknya Siau Kun-peng merasa girang sekali, sambil tertawa dan bertepuk tangan, serunya, “Bagus sekali, bagus sekali. Nanti aku juga bisa terbang. Ayah tahukah kau kenapa mama tidak ajari aku terbang?”.
“Sebab mama kuatir kau pasti akan jatuh!”
“Ayah aku tidak akan jatuh. Aku juga tidak takut sakit. Aku ingin seperti mama bisa terbang keatas pucuk pohon”
Begitulah untuk sementara Gak Lam-kun dan Siau Kun peng, Ji Kiu liong serta Pek Siau soh tinggal disitu. Tapi belasan hari sudah lewat sedang Ji Cin-peng belum juga muncul kembali.
Walaupun sepanjang hari Siau Ku peng bermain bersama Gak Lam-kun sekalian, tapi jika malam telah tiba dan ia terbangun dari tidurnya, bocah itu selalu menangis sambil mencari ibanya. Sungguh kasihan bocah itu. Benarkan dia akan kehilangan ibunya dengan begitu saja?
Dari pagi sampai sore sang surya satu kali demi satu kali tenggelam kelangit barat, lalu sekali demi sekali terbit kembali di langit sebelah timur, tapi Ji Cin-peng belum juga kembali.
Sementara, Siau kun peng sepanjang hari ribut ingin mencari ibunya. Ini semua membuat Gak Lam-kun akhirnya musti membohonginya untuk diajak pergi ke Lam-hay untuk menyusul ibunya. Padahal yang benar Gak Lam-kun sekali-kali naik ke bukit Si ciong san tebing pek im shia karena dia punya janji dengan Ki Li-soat, Han hu hoa dan Kwik To…
ooOOOoo
BUKIT Thian ciong san tebing pek soat sim adalah sebuah bukit yang selalu diliputi oleh kabut tebal. Pepohonan tumbuh disekeliling lembah dengan tebing karang yang menjulang tinggi ke angkasa, pemandangannya indah menawan.
Disisi sebelah kiri dekat tebing tampak sebuah rumah kayu bewarna putih, didepan bangunan kayu merupakan sebuah selokan yang membentang jauh kedepan, sebuah jembatan kecil merupakan satu-satunya tempat penghubung antara tebing dengan bangunan rumah itu.
Malam sudah semakin kelam, pepohonan bergoyang kencang terhembus angin malam dan menimbulkan suara keras.
Saat itulah diujung jembatan kecil itu berdiri seorang pemuda. Sepasang matanya memandang ke tengah angkasa dan berdiri termangu-mangu, tampaknya ada sesuatu yang membuat hatinya menjadi murung.
Sejak ia pindah ketebing Pek im shia selama setengah bulan yang lalu, saban hari dia selalu berdiri sendiri diatas jembatan, seakan-akan sedang menantikan kedatangan kekasihnya.
Tiap kali angin berhembus lewat dan menggoncangkan perubahan, dengan jantung berdebar ia selalu mengalihkan sorot matanya mengawasi sekeliling tempat itu, tapi dimanakah bayangan tubuh dari Ji Cin-peng?
Hari ini adalah bulan dua belas tanggal dua puluh sembilan, itu berarti akhir tahun sudah diambang pintu. Ia berniat untuk menyerahkan Siau Kun peng kepada Ki Li-soat besok. Setelah itu dia baru akan menyusul kepergiannya..
Tiba-tiba terdengar helaan napas sedih menggema memecahkan keheningan, dengan cepat Gak Lam-kun berpaling, tampaklah rambut dikedua belah sisi kepalanya telah memutih.
Padahal tahun ini dia baru berusia dua puluh sembilan tahun, masih muda dan kuat, tidak seharusnya rambut tersebut berubah memutih. Apalagi dengan tenaga dalamnya yang sempurna sekalipun, hidup sengsara selama beberapa waktu juga tak mungkin akan terjadi perubahan itu.
Maka hampir saja ia menjadi tak mengenali diri sendiri setelah menyaksikan rambutnya telah memutih.
Dia mencabut beberapa lembar rambutnya ternyata dari tiga lembar rambut yang dicabut, ada dua diantara telah memutih. Dari sini dapat diketahui betapa sedih dan sengsaranya dia selama dua bulan belakangan ini?
Mendadak…..
Gak Lam-kun mendongakkan kepalanya dan mengalihkan sinar matanya ke depan.
Dibawab sinar bintang, tampak diujung jembatan sebelah depan sana berdiri seorang manusia berbaju hitam. Gak Lam-kun amat terperanjat dan segera bersiap sedia.
Tarayata orang itu tak lain adalah San tian hek ih jiu atau manusia kilat berbaju hitam yang memiliki ilmu sangat lihay itu.
Sungguh tak disangka kalau manusia kilat berbaju hitam itu bisa menyusulnya sampel ditebing Pek im shia.
Satelah tertegun beberapa saat lamanya Gak Lam-kun segera bertanya dengan suara dingin?, “Apakah kau ada urusan?”
Agak mendongkol manusia berbaju hitam itu ketika melihat pihak lawan menegurnya dengan dingin, ia segera mendengus kemudian menjawab, “Malam ini aku datang khusus untuk merenggut nyawamu!”
Mendengar ucapan tersebut, Gak Lam-kun semakin tertegun. pikirnya, “Heran, padahal dengan dirinya aku tidak mempunyai dendam atau sakit hati apa-apa, kenapa dia hendak datang untuk merenggut nyawaku…..?”
Berpikir sampai disitu, sambil tertawa dingin katanya, “Aku merasa tak pernah berkenalan dengan kau, apalagi soai dendam sakit hati, atas dasar apa kau hendak mencabut nyawaku?”
Manusia kilat berbaju hitam itu tertawa seram tiada hentinya. “Hee… hee… hee… dikala kau hendak merenggut nyawa orang, apakah kaupun menanyakan dulu soal dendam sakit hati atau kenal tidak?”
“Jadi kalau begitu, kematian dari Thi kiam kuncu sekalipun sama sekali tidak dendam sakit hati apa-apa denganmu?” tegur Gak Lam-kun dengan kening berkerut.
Manusia kilat berbaju hitam itu segera tertawa dingin. “Tentu sija mereka tiada dendam sakit hati apa-apa denganku. Cuma beberapa orang itu ada dendam kesumat dengan seorang sahabatku, maka aku membantu temanku untuk membalas dendam!”
“Jadi kalau begitu, akupun mempunyai dendam kesumat dengan temanmu itu?” tanva Gak Lam-kun.
Manusia kilat berpaju hitam itu manggut-manggut, tapi ia tidak menjawab apa apa
“Tolong tanya siapakah sahabatmu itu?” tanya Gak Lam-kun kemudian.
Mendadak manusia kilat berbaju hitam itu menuding ke belakang sambil berseru, “Dia!”
Mengikuti arah yang ditunjuk Gak Lam-kun segera berpaling, dengan cepat hatinya bergetar keras, kemudian serunya tertahan, “Aaaah, kau….!”
Gelak tertawa nyaring bergema memecahkan keheningan, dan balik kegelapan pelan-pelan berjalan keluar seseorang manusia berbaju biru yang berlengan tunggal. Orang itu bukan lain adalah Si Tiong pek.
Selesai tertawa, Si Tiong pek segera berkata, “Saudara Gak, tidak kau sangka bukan, kalau malam ini kita bakal bersua muka di tempat ini!”
Gak Lam-kun tertawa dingin. “Hee… hee… hee… kukira siapa yang datang ternyata saudara Si yang telah berkunjung kemari”.
Si Tiong pek tersenyum, katanya kemudian, “Tidak berani, tidak berani, sahabatku inilah yang akan datang mencarimu!”
Seraya berkata dia lantas menuding ke arah manusia kilat berbaju hitam itu.
Saat itu Gak Lam-kun sudah tahu kalau kesulitan yang lebih besar bakal dihadapi. Kemungkinan besar kesulitan tersebut bakal menimbulkan bencana lebih besar yang mungkin akan mempengaruhi juga keselamatan jiwanya, kesemua ini membuat keningnya semakin berkerut.
Dia cukup mengerti bahwa kepandaian yang dimilikinya sekarang masih belum cukup mampu untuk menangkan manusia kilat berbaju hitam itu, apalagi jika ditambah pula oleh Si Tiong-pek, sudah pasti dialah yang berada dipihak yang kalah.
Dia cukup akan memahami kekejaman serta kebusukan hati Si Tiong-pek dan terbukti seka-rang manusia kilat berbaju hitam itu sejalan dengan dirinya. Dari sini dapat diambil kesimpulan kalau dia pun seoraag manusia yang amat berbahaya.
Pada saat itulah mendadak dari dalam rumah muncul dua orang manusia, mereka adalah Ji Kiu liong serta Pek Siau soh.
Ketika Ji Kiu liong menyaksikan kehadiran Si Tiong-pek dan manusia kilat berbaju hitam di tempat itu, hatinya segera merasa bergetar keras….
Gak Lam-kun segera berpaling sambil serunya. “Adik Liong, kalian berdua kembalilah dan baik baik menjaga Siau Kun peng”
Maksud yang sebenarnya dari ucapan Gak Lam-kun itu adalah menyuruh kedua orang itu mengajak Siau Kun peng pergi meninggalkan tempat tersebut.
Tiba tiba terdengar manusia kilat berbaju hitam itu tertawa dingin, kemudian berkata. “Aku sudah mengerti kalau kalian berempat, seorangpun tak bakal lolos dari sini”
Gak Lam-kun menjadi marah sekali setelah mendengar perkataan itu dia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak, “Haa… haa… haa… memangnya kau anggap aku Gak Lam-kun takut kepadamu?”
“Tentu saja tidak takut” ejek merusia berbaju hitam itu sinis, “siapa yang tidak tahu kalau Gak Lam-kun adalah seorang manusia yang bertulang keras”
“Baik baik. Mari kita mulai dengan pertarungan ini.
Si Tiong pek tertawa dingin ejeknya. “Saudara Gak, jika ingin mati, kenapa musti terburu napsu?”
Mendengar ucapan tersebut, Gak Lam-kun sama sekali tidak menjadi marah malah sebaliknya segera tersenyum, pelan-pelan dia berjalan menghampiri Si Tiong-pek, kemudian katanya, “Saudara Si, belakangan ini ilmu silat yang kau miliki tentu mendapatka banyak kemajun bukan?”.
Si Tiong-pek yang cerdas tentu saja mengerti kalau Gak Lam-kun akan melancarkan serangan mematikan. Secara tiba-tiba, mendadak dia mundur tiga langkah ke belakang, lalu ujarnya sambil tertawa, “Aaaah… Terlalu sungkan. Terlalu sungkan. Siaute cuma lebih banyak mempelajari beberapa macam ilmu pukulan saja”
Menyaksikan musuhnya bergerak mundur, tangan kanan Gak Lam-kun secepat kilat segera diayunkan ke muka….
Inilah ilmu Hud meh ciang (pukulan menyambar nadi) yang berhasil diciptakanny ketika berada dalam kuil Ngo kok koan setelah berhadapan dengan Tiang pek sam him. Kelihayannya bukan kepalang.
Tapi Si Tiong-pek yang amat licik itu segera melompat ke belakang dan menyembunyikan diri dibelakang manusia berbaju hitam itu….
Dengan gerakan itu, otomatis serangan Hud meh ciang yang maha dahsyat itu langsuwg menyambar si manusia kilat berbaju hitam itu…..
Dengan cepat manusia berbaju hitam itu mengebas tangannya kedepan dan menyongsong datangnya ancaman tersebut dengan keras lawas keras…..
Perlu diketahui, ilmu Hud meh ciang ini adalah suatu kepandaian yang lihay sekali. Sayang manusia berbaju hitam itu terlalu memandang enteng datangnya ancaman Gak Lam-kun tadi.
Terdengar dengusan tertahan bergema memecahkan keheningan. Secara beruntun manusia berbaju hitam segera mundur lima langkah ke belakang….
Sebaliknya Gak Lam-kun sendiri pun merasakan hawa darah yang berada dalam dadanya bergolak keras, tanpa terasa dia mundur tiga langkah ke belakang.
Bagaikan terluka parah akibat serangan tadi, manusia berbaju hitam itu menjadi marah bercampur dendam. Dengan tubuh gemetar keras serunya, “Kau… kau… kau benar-benar teramat keji….”
Kali ini Gak Lam-kun menjadi tertegun dibuatnya, sebab secara tiba-tiba ia mendengar kalau suara tersebut adalah suara seorang perempuan.
Kiranya manusia berbaju hitam itu adalah seorang perempuan, sedangkan Gak Lam-kun sama sekali tidak tahu apa sebabnya dia sampai mengucapkan kata-kata semacam itu. Bukankah dalam suatu pertempuran, melukai musuh merupakan tujuan dari setiap orang.
Setelah tertegun beberapa saat lamanya Gak Lam-kun segera tertawa dingin, ujarnya kemudian, “Jika kau menghendaki kematianku, kenapa pula aku tak boleh menghendaki kematianmu?”
Setelah mendengar perkataan itu, dari balik mata si manusia berbaju hitam yang berkerudung tiba-tiba menetes keluar dua titik air mata. setelah itu bentaknya keras-keras, “Gak Lam-kun, malam ini juga aku bertekad hendak membunuh dirimu!”
Selesai berkata dia lantas menerjang maju ke depan dan sebuah pukulan segera di lancarkan.
Dengan cekatan Gak Lam-kun menggegos ke samping, kemudian ujarnya dengan dingin, “Belum tentu kau mampu untuk membunuhku!”
Sembari berkata kaki kirinya melancarkan serangkaian tendangan berantai sementara telapak tangan kiri kanannya secepat kilat melancarkan dua belas buah pakuan berantai. Tapi semua serangan tersebut secara mudan berhasil dihindari oleh manusia berbaju hitam itu.
Menyaksikan kejadian ini, Gak Lam-kun menjadi terkejut sekali. Dia tahu jika hari ini tidak ia gunakan ilmu saktinya, sudah pasti akan sulit untuk menahan serangan lawan.
Berpikir demikian, dengan cepat dia gunakan ilmu Hud meh ciang untuk melancarkan serangan.
Sebelum pukulan itu mengenai ditubuh si manusia berbaju hitam itu, terdengarlah suara ledakan keras yang memekakkan telinga, seolah-olah tulang belulang disekujur tubuhnya hendak retak dan hancur berantakan.
Diam-diam manusia berbaju hitam itu merasa amat terkejut. Dia tidak menyangka bahwa tenaga dalam yang dimiliki Gak Lam-kun telah memperoleh kemajuan yang demikian pesatnya. Maka sikapnya segera sikutnya direndahkan ke bawah. Setelah itu kelima jari tangan kirinya diayunkan kedepan menyambut datangnya ancaman tersebut.
Didalam melancarkan serangan kali ini, Gak Lam-kun telah menyertakan pula tenaganya sebesar seribu kati. Sekalipun belum bisa dikatakan memiliki kemampuan untuk menghancurkan bukit berkarang, tapi sudah pasti tidak akan mampu ditahan oleh tubuh manusia.
Akan tetapi, ketika angin pukulan itu saling membentur dengan serangan dari manusia berbaju hitam itu ternyata ia merasa bahwa tenaganya serasa menjadi lenyap tak berbekas sama sekali tidak menimbulkan hasil apa-apa, ini membuat hatinya tercengang.
Buru-buru tangan kirinya diayunkan pula ke depan melancarkan sebuah pukulan tambahan.
Manusia berbaju hitam itu mendengus dingin, mendadak sikut kanannya disodok ke depan setelah itu jari-jari tangannya diayunkan ke tubuh lawan….
Gak Lam-kun adalah seorang yang ahli dalam menggunakan ilmu cakar Tok liong ci jiau sinkang. Tapi sungguh tak disangka olehnya kalau serangan tersebut ternyata berpuluh kali lipat lebih dahsyat dari ilmu To liong ci jiau sinkang nya.
Perlu diketahui, serangan Toan im ci yang dipergunakan, manusia berbaju hitam itu boleh dibilang telah mencapai puncak kesempurnaan. Hawa serangan yang terpancar keluar dari jarinya itu seperti lembut dan halus, padahal kemampuannya luar biasa sekali dan sukar dibendung dengan serangan apapun.
Dalam kejutnya Gak Lam-kun segera menyingkir kesamping, lalu melancarkan sebuah tendangan kedepan.
Dalam waktu singkat kedua orang itu kembali terlibat dalam tiga empat gebrakan, tapi dibalik setiap jurus serangan tersebut justru terkandung jurus ancaman yang paling dahsyat dan mematikan didunia ini.
Si Tiong-pek yang menyaksikan kejadian itu dari samping, diam diam berpekik dihati, “Ooooh, sungguh berbahaya!”
Kemudian setelah berhenti sebentar, dia berpikir lebih jauh, “Walaupun aku sudah berlatih tekun selama hampir dua bulan lamanya di pulau terpencil itu, kendatipun kepandaian silatku telah memperoleh kemajuan yang amat pesat, tapi bila ingin beradu kepandaian dengan Gak Lam-kun tampaknya kekuatanku masih belum sanggup untuk memadahi. Andaikan aku sampai bentrok dengannya tadi, mungkin semenjak tadi tubuhku sudah terluka di tangannya”
Berpikir sampai disitu, tanpa terasa timbul perasaan kosong dan bimbang didalam hatinya….
Waktu itu dia menyaksikan manusia berbaju hitam itu sedang terlibat dalam suatu pertarungan yang amat seru melawan Gak Lam-kun. Makin sengit pertarungan itu berlangsung makin jauh mereka terseret pergi sehingga akhirnya kedua orang itu sudah berada dua kaki lebih jauh dari tempat semula.
Agaknya kedua orang itu sama-sama telah mempergunakan segenap kepandaian yang dimilikinya. Seran-meyerang jarak jauh dilancarkan berulang kali.
Si Tiong-pek yang menonton jalannya pertarungan itu dari sisi kalangan dapat melihat bahwa asap tebal telah muncul dari arah ubun-ubun Gak Lam-kun. Kabut putih itu kian lama kian bertambah tebal seperti asap diatas kukusan. Jelas, dia sedang mengerahkan segenap tenaga dalam yang dimilikinya….
Mendadak manusia berbaju hitam itu melompat ke depan, lalu secepat kilat mendorong sepasang telapak tangannya ke depan.
Gak Lam-kun sama sekali tidak menyangka kalau gerakan tubuh lawan sedemikian cepatnya, tahu-tahu iga kanan dan dada kirinya berbareng terkena totokan.
Seandainya berganti dengan orang lain, sekalipun serangan mereka berhasil menghajar telak diatas jalan darah Gak Lam-kun belum tentu bisa menyumbat jalan darahnya tersebut. Tapi kedua totokan jari yang dilancarkan manusia berbaju hitam itu cukup lihay dan tiada ketiganya didunia saat ini. Yakni sebuah menggunakan ilmu Tayci sin thong, sedangkan yang lain mempergunakan ilmu Tun im ci yang maha sakti, bayangkan saja bagaimana mungkin Gak Lam-kun sanggup menahan diri?.
Ditengah dengusan tertahan, denga sempoyongan, Gak Lam-kun mundur sejauh beberapa langkah.
Melihat ada kesempatan baik, Si Tiong-pek segera maju ke depan dan langsung menghadiahkan sebuah pukulan lagi keatas jalan darah Ci yang hiat diatas punggungnya, kemudian sambil tertawa, “Saudara Gak, roboh kamu!”
Gak Lam-kun merasakan sepasang kakinya menjadi lemas, ia segera jatuh terduduk di atas tanah.
Si Tiong-pek menjadi amat terkesiap segera pikirnya, “Dia benar-benar sangat lihay. Sekalipun tubuhnya sudah terkena tiga buah pukulan berat, ternyata tidak sampai roboh terjengkang ke tanah. Manusia semacam ini berbahaya sekali kalau dibiarkan hidup terus didunia ini?”
Berpikir Sampai disitu, timbul niat jahat didalam hatinya, secepat kilat tangan kanannya meloloskan pedang lalu melancarkan seruah tusukan ke depan.
Tlndakan keji yang dilakukan ini boleh dibilang dilakukan sangat cepat, sehingga manusia berbaju hitam itupun tak sempat untuk menghalanginya, tampak ujung pedang itu sudah berada tiga inci didepan dada Gak Lam-kun.
“Sreeet! Sreeet….!”
Desingan angin tajam menderu-deru dan amat memekikkan telinga.
Lengan tunggal Si Tiong-pek bagaikan terkena aliran lstrik bertegangan tinggi, mendadak menggigil keras kemudian mundur dengan sempoyongan, ternyata dua batang senjata rahasia telak menetap diatas lengannya itu
“Criing!”
Pedang yang berada dalam genggamannya itu segera terjatuh ketanah.
Pada saat yang bersamaan, sesosok bayangan manusia dengan kecepatan luar biasa telah meluncur datang, kemudian sebuah pukulan dahsyat dilontarkan ke dada Si Tiong pek.
Dengan perasaan terkesiap Si Tiong pek menggegos ke samping lalu ujung baju kirinya dikebaskan ke muka.
Orang ini mendengus dingin, serunya. “Kau anggap masih mampu untuk kabur dari sini?”
Kaki kirinya melancarkan sebuah serangan yang keras ke atas lutut sebelah kanan Si Tiong pek, ini menyebutkan tubuhnya segera roboh terkapar keatas tanah dan tak sanggup melarikan diri lagi.
Pendatang itu sedikitpun tidak nampak gugup dengan tenangnya dia membungkukkan badan untuk mengambil pedang ditanah, kemudian dengan ganas ditusukkan ke atas dada Si Tiong-pek.
Mendadak terdengar seseorang menjerit, “Enci Ji, ampuni selembar jiwanya!”
“Sreeet….!”
Pedang ditangan pendatang itu sudah diayunkan merobek baju panjang yang dikenakan Si Tiong-pek, sementara dari kejauhan sana kelihatan Ki Li-soat sedang berlarian mendekat.
Ketika Gak Lam-kun dapat melihat jelas pendatang tersebut, kejut dan girang, berkecamuk dalam hatinya sehingga tanpa terasa titik air mata jatuh bercucuran membasahi pipinya.
Orang itu bukan lain adalah Ji Cin-peng yang dirindukannya siang dan malam.
Ternyata ia telah balik kesana, muncul tepat dikala suasana tegang dan jiwanya terancam oleh bahaya maut. Bayangkan saja keadaan tersebut mana mungkin tidak menggetarkan seorang Gak Lam-kun? Malah dia menganggap dirinya seakan-akan sedang berada dalam impian.
Dengan air mata bercucuran Ji Kiu liong maju menyongsong kedatangannya, kemudian berderu, “Cici, oooh cici… kau telah kembali”
Titik air mata juga jatuh berlinang membasahi pipi Ji Cin-peng, teriaknya pula dengan lirih, “Adikku…. aku….”
Dia merasakan kesedihan dan pergolakan emosi yang luar biasa, sehingga untuk beberapa saat lamanya tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
Dengan suara keras Pek Siau soh segera berseru, “Enci Ji, bebaskan dahulu jalan darah Gak toako yang tertotok”
Ji Cin-peng maju setengah langkah ke muka, tapi sebelum ia melakukan sesuatu tiadakan….
Tiba-tiba terdengar manusia berbaju hitam itu membentak keras, “Berhenti kau! Yang bisa kau bebaskan hanya jalan darah Si Tiong pek yang tertotok, tak mungkin kau bisa membebaskan tua buah totokanku itu. Hmmm…! Kau juga telah datang. Bagus sekali, aku memang sedang mencari dirimu”.
Sementara itu, Ki Li-soat, Kwik To dan Han Hu-hoa bertiga telah muncul disana.
Dengan sorot mata tajam Ki Li-soat memperhatikan Si Tiong-pek sekejap, kemudian katanya dengan lembut, “Engkoh Si, tampaknya watakmu belum juga berubah”
Sehabis mengucapkan perkataan itu, tanpa terasa dua titik air mata jatah berlinang membasahi pipinya.
Seakan akan menyadari sesuatu secara mendadak, tiba tiba Si Tiong-pek juga menangis tersedu-sedu, katanya, “Adik Ki…. aku telah bersalah kepadamu…. aku telah melakukan kesalahan kepadamu”
Han Hu-hoa yang berada disampingnya segera tersenyum, kemudian menyela dari samping, “Saudara Si, kau jangan bersedih hati, menyesal sekarang pun belum terlambat. Bila kau benar-benar ingin bertobat dan kembali ke jalan yang benar, sekarang pun masih terbuka kesempatan bagimu. Selanjutnya kau masih bisa berkumpul bersama Li-soat”
Pelan-pelan Si Tiong-pek bangkit berdiri lalu katanya, “Adik Ki, aku…. aku tak punya muka untuk bertemu dengan dirimu lagi….”
Berbicara sampai disitu, dia membalikkan badan dan siap berlalu dari situ.
Dengan cepat Kwik To menghadang dihadapannya, kemudian berseru, “Saudara Si, tunggu sebentar disini, bagaimana kalau tunggu saja sampai kalian pergi berduaan nanti?”
Dipihak lain Ji Cin-peng telah berusaha untuk membebaskan jalan darah Gak Lam-kun yang tertotok. Tapi seperti apa yang di katakan manusia berbaju hitam itu, dua buah totokannya memang tidak berhasil dibebaskan, jelas jalan darah itu telah ditotok oleh semacam ilmu totokan jalan darah yang istimewa.
Melihat kegagalan orang, manusia berbaju hitam itu segera tertawa dingin, ejeknya, “Sampai dimanakah kehebatan yang kau miliki? Memangnya kau mampu untuk membebaskan totokan jalan darahku?”
Ji Cin-peng mengerutkan dahinya rapat-rapat, kemudian tegurnya dingin, “Siapakah kau?”
“Hmmm, siapakah aku, perduli amat dengan dirimu? Mau apa kau mencampurinya?”
Dalam pada itu, dengan suara lirih, Ki Li-soat juga sedang bertanya kepada Si Tiong-pek, “Engkoh Si, siapakah perempuan ini?”
“Perempuan ini sangat aneh” jawab Si Tiongpek dengan muka agak memerah padam, “dia mengetahui jelas sekali semua asal-usulku, tapi sebaliknya aku justru tidak kenal dengan dirinya, sampai sekarangpun dia masih enggan untuk mengucapkan namanya”
Dengar pedang terhunus, Ji Cin-peng segera maju dua langkah ke depan, setelah itu katanya, “Aku tak akan ambil peduli siapakah dirimu, tapi aku minta kepadamu untuk membebaskan jalan darahnya yang tertotok itu”
“Seandainya aku tidak mau?” ejek orang berbaju hitam itu sambil tertawa dingin.
“Maka kaupun jangan harap bisa meninggalkan tempat ini dalam keadaan selamat”
Kontan saja manusia berbaju hitam itu tertawa dingin, “Hee… hee… hee… mungkin aku bakal mati, tapi dia pun bakal menemani aku juga untuk bersama-sama berangkat ke alam baka”
Mendengar ancaman tersebut, Ji Cin-peng merasakan hatinya bergetar keras, mendadak matanya melotot besar, secepat kilat pedangnya diayunkan kemuka. Dalam waktu singkat dia telah melancarkan tujuh buah serangan berantai.
Ketujuh buah serangan itu dilancarkan dangan kecepatan bagaikan sambaran kilat. Semua jurus dan ancaman hampir seluruhnya ditujukan ke bagian bagian yang mematikan ditubuh orang berbaju hitam itu.
Akan tetapi ilmu silat yang dimiliki manusia berbaju hitam itu memang lihay sekali. Tampak bahu kiri dan bahu kanannya bergoyang kesana kemari mengikuti gerakan pedang. Meski Ji Cin-peng sudah melancarkan tujuh buah serangan berantai namun semuanya berhasil dibendung olehnya.
Dengan gusar Ji Cin-peng membentak keras, tiba-tiba badannya berjumpalitan, pedang kanannya secepat sambaran kilat langsung menusuk ke tenggorokan orang berbaju hitam itu.
Tusukan pedang yang dilancarkan Ji Cin-peng ini bukan saja sangat aneh juga lihay sekati, belum pernah ada jurus pedang di dunia ini yang begitu anehnya, membuat Gak Lam-kun yang menyaksikanpun diam-diam mengaguminya.
Menghadapi ancaman itu, ternyata orang berbaju hitam itu tetap berdiri tak berkutik ditempat semula.
Tampakrya tusukan pedang itu segera akan menembusi tenggorokannya, buru buru Ji Cin-peng miringkan gerakan pedangnya dan berganti menusuk ke atas bahunya.
Tapi, disaat rasa kasihannya muncul dalam hati itulah telapak tangan kiri orang berbaju hitam itu tahu-tahu mencengkeram pergelangan tangannya, sementara tangan kanannya melepaskan sentilan tajam.
Mimpipun Ji Cin-peng tidak menyangka kalau musuhnya begitu licik dan buruk. Menanti dia hendak menarik kembali pedangnya, keadaan sudah terlambat.
Buru-buru Ji Cin-peng membalikkan pinggangnya mencoba menghindarkan diri dari sentilan jari tangannya, tapi urat nadi diatas pergelangan tangan kanannya sudah kena dicengkeram lawan, pedangnya terjatuh ke atas tanah.
Saat itulah dari belakang terdengar suara seorang bocah sedang berteriak, “Mama, kau telah pulang?”
Siau Kun peng dengan cepat berlarian mendekat, lalu memeluk sepasang kaki Ji Cin-peng erat-erat.
Si Tiong-pek, Ki Li-soat, Kwik To, Han Hu-hoa, Ji Kiu-liong dan Pek Siau-soh yang menyaksikan kejadian itu menjadi amat terperanjat. Serentak mereka maju mengerubung sambil meloloskan senjata tajam masing-masing.
Dengan tangan kiri mencengkeram urat nadi pada pergelangan tangan Ji Cing-peng dengan gusar manusia berbaju hitam itu membentak keras.
“Jika kalian berani maju selangkah lagi, jangan salahkan kalau aku segera akan menghancurkan isi perutnya!”
Sambil berkata, telapak tangan kanannya segera diayunkan ke tengah udara.
Menyaksikan ancaman tersebut, semua orang menjadi terkejut dan segera menghentikan gerakan tubuhnya,
Siau Kun peng seolah olah tidak mengetahui kalau situasi yang sedang dihadapi berbahaya sekali, sambil melototkan sepasang matanya yang kecil, ia memperhatikan manusia berbaju hitam itu sekejap, lalu serunya. “Aneh, kenapa bibi ini mengerudungi mukanya dengan kain?”
Manusia berbaju hitam itu memandang wajah Siau Kun-peng sekejap kemudian sahutnya sambil tertawa, “Muka bibi sangat jelek, tidak berani menjumpai orang dengan muka aslinya”
“Bibi omong kosong, aku tidak percaya!”
Ketika selesai mengucapkan perkataan itu, tiba-tiba Siau Kun-peng mengayunkan tangan kanannya dengan cepat.
“Sreeet…..!”
Kain cadar hitam yang dikenakan manusia berbaju hitam itu segera tergambar hingga terlepas.
Tampaknya orang berbaju hitam itu tidak menyangka sampai ke situ. sambil menjerit kaget dia segera mundur sejauh tiga empat langkah ke belakang.
Sementara itu cengkeramannya pada nadi dipergelangan tangan Ji Cin-peng juga sudah terlepas.
Tampaklah Siau Kun sambil memegang kain cadar berwarna hitam itu sedang mengawasi wajah orang berbaju hitam tadi dengan pandangan termangu.
Dengan cepat Cin-peng menghadang di hadapan Siau Kun-peng, dia kuatir lantaran malu orang berbaju hitam itu menjadi marah dan turun tangan keji kepadanya.
Tampaklah muka orang berbaju hitam itu sudah hangus dan berwarna hitam pekat, kecuali sepasang biji matanya yang jeli dan indah, boleh dibilang wajahnya sama sekali bagaikan hangus terbakar.
Suasana di tempat itu menjadi hening, sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun. Tapi dibalik keheningan tersebut tercekam rasa tegang dan seram yang cukup menggidikkan hati.
Pada saat itulah mendadak dari balik mata Gak Lam-kun tertetes keluar air mata yang membasahi pipinya. Perempuan jelek itupun dapat menyaksikan bahwa pemuda tersebut sedang melelehkan air mata.
Mendadak perasaannya menjadi lemah. Setelah menghela napas panjang, pelan-pelan dia berjalan mendekati Gak Lam-kun.
Ketika Ji Cin-peng sekalian menyaksikan sikap Gak Lam-kun yang sangat aneh. semua orang menjadi tertegun, sehingga dengan begitu mereka jadi lupa untuk menghalangi jalan perempuan jelek itu.
Ketika tiba dihadapkan Gak Lam-kun, mendadak jari tangannya yang putih bersih itu dikebas ke ke atas tubuh anak muda tersebut.
Kemudian dia membalikkan badan dan berlalu dari sana.
Siapa tahu, pada saat itulah tangan kanan Gak Lam-kun dengan kecepatan luar biasa telah mencengkeram lengannya, kemudian dengan suara gemetar teriaknya, “Adik Ping, jangan pergi kau! Aku telah mengenali dirimu”
Setelah mendengar perkataan itu, Ji Cin-peng sekalian baru merasa amat terkejut, diam-diam pekik mereka didalam hati.
“Ooooh…. rupanya dia!”
Cepat-cepat Ji Cin-peng memburu kemuka lalu sambil memegang lengannya yang lain dan air mata jatuh bercucuran membasahi pipinya, dia berkata. “Adik Ping, Kau….. kau tak usah pergi. kau jangan pergi meninggalkan kami”
Perasaan orang berbaju hitam saat itu benar-benar amat kalut. Gejolak emosi yang besar berkecamuk di dalam benaknya, dia menyesali semua kesalahan yang telah dilakukannya selama ini. Air mata bagaikan air terjun jatuh bercucuran membasahi seluruh wajahnya.
“Adik Ping” kata Gak Lam-kun dengan sedih “Maafkanlah aku. kasihanilah daku. Ketahuilah bahwa sejak dulu sampai sekarang aku belum pernah berniat meninggalkan dirimu”
Mendadak oraog berbaju hitam itu merentangkan tangannya lebar-lebar, kemudian memeluk Ji Cin-peng dan Gak Lam-kun erat-erat. Sambil menangis tersedu-sedu, serunya, “Aku….. Aku tahu salah, tapi segala sesuatunya telah terlambat. Engkoh Gak…. aku telah membunuh anakmu. oleh sebab itu kuhancurkan paras mukaku sendiri”
“Kau…. kau telah menggugurkan kandunganmu?” bisik Gak Lam-kun terperanjat.
Ternyata orang berbaju hitam ini tak lain adalah gadis berbaju perak Yo Ping adanya.
Setelah pergi dengan gusar dati kuil Ong kok koan, makin membayangkan, gadis itu merasa hatinya makin mendongkol. Ia menjadi benci kepada Gak lam-kun, diapun menjadi benci kepada kandungannya, darah daging dari Gak Lam-kun. Dasar pikirannya memang cupat dan jalan pikirannya memang sempit, ia menjadi nekad dan menggugurkan kandungannya.
Tapi setelah kejadian, dia baru merasa amat menyesal. Kesedihan yang luar biasa membuat ia menjadi nekad untuk merusak paras mukanya sendiri…
Sebab dia beranggapan meski wajahnya cantik tapi hatinya sangat busuk dan jelek.
Kemudian diapun merasa bahwa semua kesalahan ini merupakan hasil ciptaan Gak Lam-kun. Dia menganggap pemuda itu sebagai biang keladinya, maka dia bertekad hendak membunuh Gak Lam-kun dari muka bumi…..
Dengan suara gemetar, Yo Ping kembali berkata, “Aku… aku amat menyesal. Aku amat membenci kepada diriku sendiri. Oooh engkoh Gak….”
Dengan lembut Ji Cin-peng menggandeng lengannya, kemudian menghibur, “Adik Ping, kini semua tentu mempunyai kesulitannya sendiri-sendiri. Kini nasi sudah menjadi bubur. Sesal kemudian apa gunanya? Yang sudah lewat biarkan lewat. Mari kita bersama-sama melupakannya! Yang penting sekarang adalah kehidupan kita dikemudian hari. Untung saja besok adalah tahun baru. Marilah dengan tahun yang baru kita lewatkan penghidupan yang baru pula. Buksnkah sekarang kita telah berkumpul menjadi satu!”
Gelak tertawa keras bergema memecahkan keheningan, sambil tertawa, tiba-tiba Jit poh toan hun Kwik To berseru, “Si lote mari kita menjadi tamu. Tahun depan kita baru pikirkan tempat pemondokan yang baru”
Malam semakin kelam tapi rumah putih ditebing Pek im sia memperlihatkan permainan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Suasana riang dan kebahagiaan dijumpai dimana-mana…. Inilah pertanda bahwa kebahagiaan hidup telah terselip di hati para penghuninya.
Yaa, memang begitulah kehidupan manusia, setelah kesengsaraan dan penderitaan lewat kegembiraan dan kebahagiaanpun akan datang.
Sampai di sini pula ceritera ”Lencana Pembunuh Naga”. Semoga pembaca sekalian menjadi puas adanya, terima kasih.

TAMAT

lpn_28_29a

Jilid : 28
GAK LAM-KUN tidak tahu dimanakah letak dari kuburan Liat hu cu tersebut maka dia bergerak terus menuju ke arah timur.
Kurang lebih seperminum teh kemudian, mendadak dari kejauhan sana Gak Lam-kun menyaksikan ada sebuah bangunan besar yang mirip pintu benteng berdiri angker dibawah sinar rembulan.
Dengan beberapa kali lompatan saja pemuda itu segera mendekati bangunan itu.
Kemudian mendongakkan kepalanya…..
Tampak sebuah papan nama dengan tiga huruf besar berwarna hitam terpancang di atas benteng tadi, tulisan itu berbunyi, “LIAT HU CU”
Gak Lam-kun merasakan hatinya bergetar keras, dengan cepat sinar matanya dialihkan untuk memeriksa keadaan disekeliling tempat itu.
Dihelakan pintu kota tersebut merupakan gundukan gundukan tanah yang tidak rata, batu nisan berdiri bagaikan hutan, gundukan tanah bagaikan bukit, suasana menyeramkan sekali membuat berdirinya bulu kuduk semua orang.
Gak Lam-kun berdiri beberapa saat lamanya disitu. ketika tidak mendengar sesuatu apapun, dengan cepat keningnya berkerut.
Pelan-pelan dia berjalan menelusuri tanah perkuburan tersebut…*
Suasana amat sepi dan hening, kecuali hembusan angin malam dan bunyi jengkerik, tiada suara apapun yang terdengar.
Sungguh luar biasa sekali tanah pekuburan itu, sejauh mata memandang, yang tampak hanya kuburan melulu…..
Mendadak…..
Gak Lam-kun menyaksikan dari belasan kaki dihadapkannya sana muncul beberapa sosok bayangan manusia bagaikan bayangan setan.
Bagaimanapun beraninya seseorang, tak urung hatinya terkesiap juga ketika secara tiba-tiba menyaksikan munculnya belasan sosok bayangan manusia dari balik tanah perkuburan yang sepi. tentu saja tidak terkecuali dengan Gak Lam-kun.
Setelah terkejut beberapa waktu dan mengamati bayangan manusia itu. pemuda tersebut lantas berpikir, “Bagus sekali, tepat berdiri dari sepuluh orang, rupanya inilah yang dinamakan pasukan sepuluh orang dari dunia persilatan”
Sekulum senyuman sinis dan menghina segera tersungging diujung bibir Gak Lam-kun pelan pelan dia berjalan maju ke depan.
Sepuluh sosok bayangan manusia yang berada di depan itu masih tetap berdiri tak berkutik ditempat semula, seakan-akan mereka sama sekali tidak melihat kehadiran Gak Lam-kun tersebut.
Menyaksikan tingkah laku mereka yang sombong dan takabur itu hawa amarah segera berkobar dalam dada Gak Lam-kun.
Dia lantas mendengus dingin, kemudian berhenti pada lebih kurang tujuh delapan kaki dihadapannya. Dengusan naga sakti tersebut tentu saja terdengar juga oleh kesepuluh orang itu, tapi mereka masih tetap berdiri tak berkutik ditempat semula. Sementara wajah mereka segera dipalingkan kearah pemuda tersebut.
Lama kelamaan habis sudah kesabaran Gak Lam-kun. Dengan suara dingin segera tegurnya. “Rupanya kalian yang dinamakan pasukan sepuluh huruf dari dunia persilatan?”
Suasana yang menyelimuti sekeliling tempat itu masih tetap hening dan sepi, tak kedengaran sedikit suarapun
Kecuali angin yang mengibarkan ujung baju mereka, kesepuluh orang itu masih tetap berdiri tak berkutik ditempat semula, bahkan seakan akan suara napaspun tidak kedengaran.
Hawa amarah semakin berkobar menyelimuti seluruh wajah Gak Lam-kun bentaknya, “Apa sebenarnya kalian Bu lim Si ci kun mengundangku datang ketempat ini?”
Baru selesai dia membentak, dari arah depan sana segera terdengar suara tertawa yang mengerikan sekali.
Dibalik gelak tertawa itu seakan akan penuh mengandung nada mengejek, menghina dan mencemooh yang sinis sekali.
Akan tetapi, begitu suara tertawa itu berhenti, suasana disekeliling tempat itu kembali menjadi sepi dan hening tak kedengaran sedikit suarapun, sepuluh orang manusia tersebut masih berdiri kaku disana bagaikan mayat mayat yang membeku.
“Hee.. hee…hee…” Gak Lam-kun tertawa seram dengan gusarnya, “manusia kilat berbaju hitam, kalau maksudmu mengundang kehadiranku hanya untuk mempermainkan diriku saja, perbuatan ini benar benar telah menurunkan derajat kalian semua. Tampaknya saja kau betul mengecewakan”
Anehnya, kesepuluh orang itu masih tetap berdiri kaku disana seakan akan sama sekali tidak mendengar perkataan itu.
Habis sudah kesabaran Gak Lam-kun. Ia tak mampu mengendalikan dirinya lagi, dengan langkah lebar dia berusaha untuk maju ke depan.
Mendadak dari arah belakang terdengar seseorang berkata, “Gak toako, aku lihat kesepuluh sosok bayangan manusia itu sudah pasti bukan manusia!”
Ketika Gak Lam-kun mendengar perkataan itu dan berpaling, maka tampaknya Ji Kiu-liong entah sedari kapan sudah muncul tujuh kaki dibelakangnya, waktu itu dia sedang berjalan maju ke depan dengan langkah lebar.
Gak Lam-kun segera mengerutkan dahinya setelah melihat kehadirannya, dengan cepat dia menegur, “Adik Liong, mengapa kau juga turut datang kemari? “
Ji Kiu-liong tertawa cekikikan. “Dulu, setiap kali Gak toako akan menghadiri keramaian, kau selalu mengajakku turut serta. Tapi kali ini kau tidak mengundangku turut serta, maka aku pikir lebih baik aku berangkat sendiri saja. Gak toako tak usah marah, aku rasa kemungkinan juga ke sepuluh sosok bayangan manusia manusia itu adalah manusia manusia yang sudah mati lama!”
Sebenarnya Gak Lam kan hendak mengusirnya pulang, akan tetapi setelah menyaksikan wajahnya yang berseri ia menjadi tak tega. terpaksa sambil menghela napas katanya. “Darimana kau bisa tahu kalau mereka sudah mati?”
“Kalau tak bisa berbicara berarti orangnya sudah mampus, atau mungkin juga mereka adalah sukma sukma gentayangan. Kalau tidak tak nanti mereka akan berdiri melulu diatas tanah pekuburan itu tanpa melakukan sesuatu gerakanpun”
Setelah mendengar perkataan itu Gak Lam-kun baru tahu kalau Ji Kiu-liong yang binal ini ru-panya sedang bermaksud untuk memanasi hati lawannya sehingga musuh musuh itu berbicara.
Siapa tahu, sekalipun sudah disindir dan diejek oleh Ji Kiu-liong dengan kata kata yang tak sedap didengarpun, kesepuluh orang itu masih tetap terdiri tak berkutik ditempai semula.
Melihat pancingannya tidak menghasilkan apa-apa, Ji Kiu-liong kontan saja mencaci maki kalang kabut, “Hei. sebenarnya kalian ini bisu atau tuli?”
Mendengar Gak Lam-kun menghela nafas panjang. “Mereka sudah mati semua!” gumamnya.
Ternyata secara diam-diam Gak Lam-kun telah menghimpun tenaga dalamnya dan menghantam orang yang berdiri dipaling depan itu, dimana angin pukulannya menyambar lewat, bayangan manusia yang pertama itu segera roboh kaku keatas tanah.
Ji Kiu-liong juga terkejut sekali setelah menyaksikan kejadian itu. Buru-buru dia melompat kedepan dan mendorong orang kedua ternyata orang itu pun segera roboh keatas tanah.
Sekarang dia baru benar-benar amat terkejut, sepasang matanya terbelalak lebar dan mulutnya melongo. Untuk beberapa saat lamanya ia tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.
Kesepuluh sosok bayangan hitam itu semuanya memakai kain cadar berwarna hitam. Gak Lam-kun segera maju kedepan dan memeriksa sebab sebab kematian ditubuh mereka.
Tapi dengan cepat hatinya menjadi amat terkejut, kiranya orang orang itu sudah dilukai dulu dengan pukulan tenaga dalam yang amat dahsyat. Setelah jalan darahnya dikuasahi, isi perutnya baru dihancurkan, sebab itu sampai matipun mereka masih tetap berdiri kaku.
Mendadak Ji Kiu-liong menjerit kaget, “Dia adalah Kiu to (tosu setan) Thian yu Cinjin!”
Rupanya Ji Kiu-liong telah melepaskan kain cadar yang menutupi wajah kedua orang itu. Ternyata yang menjadi korban adalah si Toosu setan Thian yu Cinjin. Kenyataan ini segera membuat Gak Lam-kun kebingungan setengah mati.
Dengan cepat ia mengebaskan tangannya ke atas kain cadar korban yang pertama itu, ternyata orang itu bukan lain adalah Thi-kiam kun cu Hoa Kok khi yang amat tersohor namanya dalam dunia persilatan itu…..
“Siapa yang telah membunuh mereka?” tanya Ji Kiu-liong kemudian dengan perasaan heran.
“Mungkin si manusia kilat berbaju hitam itu” sahut Gak Lam-kun meski hatinya juga diliputi rasa bimbang.
“Tapi siapa pula manusia kilat berbaju hitam itu?”
“Entahlah aku sendiri pun tidak tahu”
“Mungkinkah manusia berbaju hitam yang menunggang kuda putih tengah hari kemarin?”
“Yaa. mungkin saja dia” Gak Lam-kun manggut-manggut, “sebab didunia ini tak mungkin ada orang kedua yang memiliki kemampuan selihay orang itu”
Peristiwa berdarah yang serba misteri ini cepat membuat Gak Lam-kun menjadi kebingungan dan tidak habis mengerti. Bersama Ji Kiu-liong ia berdiri termangu sampai pagi hari. Namun bayangan dari manusia kilat baju hitam tak pernah ditemukan
oooOOOooo
LAM-HAY merupakan suatu tempat yang paling rahasia dan misterius bagi dunia persilatan didunia ini. ilmu silat aliran Lam-hay boleh dibilang merupakan suatu kepandaian aliran tersendiri yang sangat lihay dan sama sekali tidak berada dibawah kepandaian silat dari wilayah See-ih.
Lam-hay bisa menjadi tempat yang paling rahasia dan misteri bagi umat persilatan karena Lam-hay terbentuk dari kumpulan beberapa buah pulau berkarang yang meliputi daerah San-cuan, Toa hay dan To sim.
Itulah sebabnya ilmu silat Lam-hay pun turut menjadi rahasia sekali bagi pandangan orang.
Pulau Si soat to sejak dulu sampai sekarang juga merupakan suatu pulau yang amat misteri.
Kuil Si sian an dari Lam-hay letaknya diatas, pulau Si soat to sebelah barat.
Para nelayan di sekitar tempat itu menamakan pulau tadi sebagai tempat tinggal para dewa dan malaikat.
Rupanya pula Si soat to tersebut merupakan sumber dari ilmu silat aliran Lam-hay. Di atas pulau inilah berdiam para cianpwe kenamaan dan aliran Lam-hay yang telah mengundurkan diri. Tak heran para nelayan menyebut mereka sebagai para dewa. apa lagi setelah menyaksikan ilmu meringankan tubuh mereka yang bisa berjalan di atas air.
Itulah sebabnya, tak pernah ada orang luar yang berani mendatangi pulau tersebut. Sekalipun jago dari dunia persilatan juga jarang sekali ada yang berani melanggar perairan Lam-hay. Tak heran kalau pulau itu menjadi terpencil dan jarang sekali dikunjungi manusia.
Malam amat sunyi……..
Ombak menggulung saling berkejar-kejaran, angin berhembus sepoi sepoi…….
Bintang bertaburan diangkasa memantulkan sinarnya yang redup, betul betul suatu perpaduan yang sangat indah dan syahdu.
Diujung langit sana tiba tiba muncul sebuah sampan yang menembusi gulungan ombak bergerak maju kedepan.
Di ujung sampan berdiri seorang pemuda berbaju hijau dan seorang bocah berbaju putih, mereka sedang memandang gulungan ombak disamudra sambil melamun, entah apa yang sedang dilamunkan…
Ombak menggulung menerjang sampan, tubuh sampai oleng kian kemari dimainkan riak, dalam perjalanan mereka menuju ke Lam-hay, entah bagaimana hasilnya nanti?
Rejekikah? Bencanakah? Kegirangankah? atau kesedihan?
Tiba tiba Gak Lam kan menghela napas sedih katanya. “Adik Liong pulau Si soat to sudah berada di depan mata!”
Cepat sekali gerak maju sampan tersebut, dalam sekejap mata pulau laut itu sudah berada di depan mata, pulau yang berwarna gelap di tengah kegelapan malam itu.
Dari atas pulau, lamat-lamat mereka mendengar suara yang amat memekikkan telinga.
“Gak toako” dengan suara lirih Ji Kiu-liong lantas berbisik, “suara apakah itu? Sungguh amat merdu sekali?”
Gak Lam-kun juga merasa keheranan, suara itu bagaikan petikan harpa dari Yo Ping, begitu merdu begitu indah memabukkan, seperti kicauan burung nuri.
“Mungkin suara kicauan burung!” kata Gak Lam-kun kemudian.
“Aaai….! Aku teringat sekarang?” tiba tiba Ji Kiu-liong berseru tertahan, “konon disini terdapat sejenis burung yang disebut burung Kim si ing suara kicauannya bagaikan petikan harpa, indah dan menawan hati…. Tapi burung tersebut sudah amat langka, konon bulunya sangat indah, sungguh tak di sangka pulau Si soat to ini merupakan sarang dari burung Kim si ing tersebut”
Mendengar ucapan tersebut, Gak Lam-kun menjadi terkejut, bercampur keheranan iapun pernah mendengar cerita tentang burung Kim si ing ini dari gurunya.
“Dalam dunia persilatan terdapat sejenis burung yang disebut Kim si ing. Burung tersebut pandai sekali melompat, lagipula gerakan lompatannya lndah sekali. Bila manusia bisa menirukan gerakan burung itu serta memahami gaya silatnya bisa jadi akan tercipta serangkaian ilmu pedang atau ilmu pukulan yang maha dahsyat. Bila kepandaian tersebut sampat tercipta, mungkin tiada jurus silat didunia ini yang sanggup menangkan jurus silat yang tercipta dari gerakan burung Kim-si ing tersebut. Cuma burung jenis itu langka sekali. Menurut apa yang kuketahui didunia ini cuma ada satu tempat saja yang banyak terdapat burung Kim si ing tersebut”
Teringat sampai disitu, satu ingatan lantas melintas dalam benak Gak Lam-kun. Dia sangat berharap cepat-cepat menyaksikan bentuk dari burung Kim si ing tersebut.
Maka ujarnya kemudian. “Adik Liong, mari kita rapatkan sampan di atas pantai dan cepat-cepat kita saksikan macam apakah burung itu!”
Selesai berkata Gak Lam-kun segera mendayung perahunya kepantai dan melompat naik ke atas daratan.
Ji Kiu-liong mengikuti dari belakangnya, ia berbisik, “Gak toako. burung itu sudah tidak terdengar berkicau lagi”
Betul juga, suara kicauan burung yang sangat indah itu sudah tak terdengar lagi. Suasana disekitar itu menjadi hening sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun.
Diam diam Gak Lam-kun mengerutkan dahinya, kemudian berkata, “Konon burung Kim si ing tersebut menpunyai sifat yang cerdik. Andaikata ada orang asing yang datang kemari maka dia segera merasakan akan hal itu dan berhenti bekicau, hal mana membuat orang tak bisa menduga dimanakah dia berada. Oleh karena itu bukan suatu pekerjaan yang gampang untuk bisa berjumpa dengan burung tersebut”
Berpikir sampai disini, dia lantas menghela nafas panjang, katanya lirih, “Yaa, rupanya memang burung Kim si in…”
“Gak toako” kata Ji Kiu-liong “Setelah datang kemari, bila kita tidak menangkap dua ekor burung Kim si ing, rasanya sia-sia saja perjalanan kita kali ini”
Baru selesai dia berkata, mendadak dari sisi kiri hutan berkumandang suara tertawa dingin, kemudian terdengar seseorang berkata dengan suara kaku, “Kau anggap burung Kim-si-ing adalah burung yang bisa ditangkap oleh sembarangan orang? Kalian berdua datang dari mana? berani benar memasuki daerah terlarang dari Lam-hay kami? Sekarang aku akan memberi peringatan kepada kalian, cepat tinggalkan pulau Si soat-to ini sebelum terlambat. Menginigat kalian melanggar baru pertama kalinya, dosa itu kami ampuni. Tapi kalau masih saja memaksa, maka jangan salahkan kalau kalian akan mati tanpa tempat kubur disini”
Dengan suara lantang Ji Kiu-liong segera berseru, “Kami datang kemari ingin menjumpai Lam-hay sinni, harap cici jangan menjadi marah!”
Rupanya orang itu agak tertegun. Agaknya dia tidak manyangka, kalau lawan bisa mengenali suaranya sebagai suara seorang perempuan.
Setelah termenung sejenak, pelan-pelan dari balik hutan muncul seorang perempuan berbaju putih. Kalau dilihat dari gerakan tubuhnya yang enteng, bisa diketahui kalau ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya pasti lihay sekali.
Sambil munculkan diri, dia bertanya lagi dengan dingin, “Siapakah kalian?”
Sementara itu perempuan berbaju putih tadi telah tiba dihadapan mereka berdua.
Ternyata orang itu adalah seorang nikou muda belian, dengan sepasang biji matanya yang jeli diawasinya dua orang itu sekejap, kemudian wajahnya tampak tertegun.
Gak Lam-kun segera merangkap tangannya memberi hormat, kemudian katanya, “Permisi siau-sutai, aku Gak Lam-kun dari jauh berkunjung ke pulau Si-soat-to di Lam-hay ini dengan maksud berjumpa dengan Lam-hay sinni locianpwe, harap kau suka membawa kami untuk menjumpainya”
Nikou baju putih itu menunduk sejenak, kemudian katanya lagi, “Lantas siapa pula dia?”
“Aku bernama Ji Kiu-liong, Ji Cin-peng adalah kakakku!”
Dengan wajah agak membesi, nikou cilik berbaju putih itu berkata dengan hamba, “Sayang sekali sucou kami sedang menutup diri, lebih baik datanglah setahun lagi”
“Kalau memang Lam-hay sinni sedang menutup diri tentu saja kami tak akan menganggu ketenangannya. Kalau begitu tolong bawalah kami untuk berjumpa dengan Ji Cin-peng”
Paras muka nikou cilik berbaju putih itu segera berubah hebat, katanya dengan dingin, “Suruh kalian meninggalkah tempat ini. lebih baik cepat pergi dari sini, mau apa banyak cerewet?”
Gak Lam-kun berusaha keras untuk menahan kobaran hawa amarah didalam hatinya, lalu sambil tertawa paksa katanya, “Tolong tanya siau suthay, apakah Ji Cin-peng sudah sampai disini….?”
Nikoh cilik berbaju putih itu segera tertawa dingin. “Hee… hee… hee… Kalian berdua mengapa begitu tebal mukanya? Apa harus menunggu sampai kuusir kalian dengan kekerasan?” serunya.
Ji Kiu-liong tertawa dingin pula, sahutnya, “Pokoknya sebelum bertemu dengan enci ku atau Lam-hay siani, kami bersumpah tak akan pergi meninggalkan tempat ini lagi”
“Bagus sekali, aku lihat kau memang sengaja datang kepulau Si soat to ini untuk membuat keonaran”
Sembari berkata dia lantas meloloskan pedangnya dari punggung kemudian sambil maju kedepan selangkah bentaknya, ‘Kalian mau pergi tidak? Kalau tidak akan kusuruh kalian mampus diujung pedangku!”
Ji Kiu-liong terkekeh-kekeh seram, “hee… hee… hee… Tidak kusangka seorang pertapa dari Lam-hay juga begini tak tahu adat. Sedikit-sedikit lantas menggunakan pedang untuk melukai orang!”
Dicemooh berulang kali oleh musuhnya, nikou cilik berbaju putih itu menjadi marah. Sambil membentak keras, pedangnya segera digetarkan melancarkan sebuah tusukan ke tubuh Ji Kiu-liong.
Menghadapi tusukan tersebut Ji Kiu-liong tersenyum. Bukan mundur dia malah maju ke depan. Kemudian sambil membalikkan badan menumbuk ke atas tubuh pedang tersebut.
Gerakan tubuhnya yang aneh dan diluar perhitungan ini kontan saja mengejutkan si nikoh cilik berbaju putih yang sama sekali tak berpengalaman itu.
Buru-buru dia menarik kembali pedangnya sambil mundur ke belakang, lalu bentaknya keras-keras. “Kau benar-benar sudah bosan hidup?”
Ji Kiu-liong tertawa. “Aku ingin tahu hatimu sebenarnya kejam atau tidak. Setelah dicoba maka baru kuketahui bahwa kau adalah seorang gadis suci yang berhati welas kasih. Aku rasa lebih baik lemparkan saja pedangmu ke tanah, kemudian menghantar kami menuju ke kuil Si soat to! “
Sembari berkata, Ji Kiu-liong maju kembali ke depan. Pergelangan tangan kanannya digetarkan dan segera mencengkeram urat nadi pada pergelangan tangan kanan si Nikou cilik berbaju putih yang memegang pedang itu.
Sementara nikou cilik berbaju putih itu masih berdiri dengan wajah merah padam karena jengah, jari tangan Ji Kiu-liong telah menempel di atas urat nadinya.
Urat nadi merupakan jalan darah penting bagi manusia. Begitu kena dicengkeram maka seluruh badannya akan menjadi lemas tak bertenaga, sekalipun seseorang berilmu sangat lihay tak akan mampu berkutik lagi.
Rupanya nikou cilik berbaju putih itu tahu lihay, buru-buru dia membuang pedangnya dan cepat-cepat melompat mundur ke belakang.
Dengan cepat Ji Kiu-liong menggerakkan tangan kanannya untuk menyambar pedangnya yang terjatuh itu, kemudian sambil tertawa dingin ejeknya lagi, “Terima kasih atas pemberian pedangmu itu, sayang J i Kiu-liong tak berani menerimanya.”
Seraya berkata, dia melemparkan kembali pedang itu ke depan.
Serentetan cahaya putih yang menyilaukan mata segera meluncur ke tubuh nikou cilik berbaju putih itu dengan kecepatan luar biasa, terasa desingan angin tajam menderu-deru.
Tampak nikou cilik berbaju putih itu segera berjongkok ke tanah, tangan kirinya dibalik seraya menyambar. Pedang yang sedang meluncur tiba dengan kecepatan tinggi itu tahu-tahu sudah tersambar kembali olehnya.
Gerakan tubuhnya disaat menyambut kembali pedangnya ini dilakukan tanpa gugup barang sedikitpun juga. Lagipula gerakannya manis dan indah, mau tak mau Gak Lam-kun dan Ji Kiu-liong harus mengagumi juga atas kelihayannya.
Setelah menyambut pedangnya, nikou cilik berbaju putih itu tidak mengucapkan sepatah kata-pun. Pergelangan tangannya diputar, pedangnya segera membentuk beberapa kuntum bunga pedang yang secepat kilat segera mengurung seluruh badan Ji Kiu-liong.
Serangan pedangnya sangat aneh dan sakti, kali ini Ji Kiu-liong kena didesak sampai mundur sejauh tiga langkah.
Agaknya nikou cilik itu sudah dibikin marah. Pedangnya diputar sedemikin rupa hingga menciptakan lapisan hawa serangan yang amat dahsyat.
“Sreet, sreet, sreet…..”
Secara beruntun dia lepaskan tiga buah bacokan berantai yang semuanya di sertai dengan hawa pedang yang tajam dan luar biaaa hebatnya.
Ji Kiu-liong tak sempat mengeluarkan jurus untuk menghadapi ancaman tersebut, maka secara beruntun pula ia terdesak mundur berulang kali.
Nikou cilik berbaju putih itu membentak keras. Pedangnya dengan gaya Pek hok tian ci (bangau Putih mementang sayap) menusuk tiba dari arah samping. sungguh cepat gerakan tubuhnya, hanya tampak sambaran berkelebat, tahu tahu sudah lenyap dari pandangan mata.
Ji Ki liong marah sekali. Dengan wajah memerah dan mata melotot besar ia membentak keras. Tubuhnya bagaikan sukma gentayangan menerobos ke muka. Kemudian telapak tangan kanannya buru-buru diayunkan ketubuh lawan.
“Criiing….!” Pedang ditangan nikou cilik itu terhajar telak oleh serangan Ji Kiu-liong sehingga rontok dan jatuh ke atas tanah.
Meski senjatanya rontok, nikou cilik itu tidak berdiam diri belaka. Dengan cepat dia membalikkan badan sambil melancarkan serangan balasan. Telapak tangan kirinya segera didorong menuju ke arah luar lingkaran.
Ji Kiu-liong tertawa dingin, kaki kirinya mundur setengah langkah, tubuhnya turut pula miring kesamping. Dengan kelima jari tangan yang dipentangkan saperti kaitan, ia cengkeram jalan darah penting pada urat nadi pergelangan tangan kiri lawan.
Belum sempat Ji Kiu-liong mengerahkan tenaga dalamnva untuk mencengkeram urat nadi lawan, nikou cilik berbaju putih itu sudah mengebas tangan kirinya keras-keras.
Ji Kiu-liong segera merasakan tangan nikou cilik itu licin seperti ikan belut, hanya dalam satu kebasan saja tahu-tahu sudah terlepas dari cengkeraman.
Bersamaan waktunya dengan terlepasnya urat nadi pada pergelangan tangan si nikou cilik dari ancaman ujung jari Ji Kiu-liong, dengan cepat nikou ini melancarkan serangan balasan. Tangannya dibalik lantas mencengkeram tahu-tahu jari tangannya yang lentik itu sudah mencengkeram urat nadi Ji Kiu-liong!
Tindakan yang sami sekali di luar dugaan ini amat mengejutkan Ji Kiu-liong. Ia tak mengira kalau jarus serangannya begitu aneh, licin dan lihay.
Pemuda itu segera sadir, seandainya ia tidak mengeluarkan jurus tangguh untuk memecahkan ancaman itu, niscaya sulit baginya untuk meloloskan diri dari cengkeraman lawan.
Satu ingatan segera terlintas dalam benaknya, mendadak lutut kirinya menumbuk ke muka.
Gak Lam-kun terperanjat sekali ketika menyaksikan kejadian itu. Dia mengira Ji Kiu-liong bermaksud menghajar bagian tubuh “terlarang” dari nikou cilik itu dengan lutut kirinya, buru-buru hardiknya,
Adik Liong, jangka kau lancarkan serangan keji!”
“Aduuuh….” jerit kesakitan berkumandang memecahkan keheningan, tahu-tahu perut nikou cilik berbaju putih itu sudah kena didengkul sehingga badannya terbungkuk bungkuk dan akhirnya duduk berjongkok di atas tanah, saking kesakitan.
Pada saat itulah, mendadak dari sisi arena berhembus datang segulung angin serangan tajam yang langsung menyambar ke arah tubuh Ji Kiu-liong….
Waktu itu Gak Lam-kun sudah tiba disamping Ji Kiu-liong. Melihat kejadian itu tangan kirinya segera d balik kemudian segulung angin pukulan yang sangat kuat meluncur kedepan menyongsong datangnya ancaman tersebut.
“Blaam…!”
Ketika dua gulung tenaga pukulan itu saling bertemu satu dengan lainnya. Gak Lam-kun segera merasakan pergelangan tangan kirinya bergetar keras.
Dengan perasaan terkejut pemuda itu segera mendongakkan kepalanya, maka tampaklah kurang lebih tiga kaki dldepan sana berdiri seorang nikou setengah umur berbaju putih yang sedang berdiri disitu dengan wajah penuh kegusaran
Sepasang matanya yang amat tajam itu dengan cepat memandang sekejap kearah Gak Lam-kun, kemudian sambil mendengus dingin tegurnya, “Besar amat nyalimu, begitu berani men-datangi pulau Si soat to dan melukai anggota perguruan kami, sebutkan siapa nama kalian!”
Dengan senyuman terpaksa buru-buru Gak Lam-kun menjawab, “Li suhu, harap jangan salah paham. Aku Gak Lam-kun datang karena ada sesuatu urusan yang penting hendak dibicarakan dengan Lam-hay Sinni serta Ji Cin-peng”
Mendengar perkataan itu si nikou setengah umur itu segera berkerut kening. Lalu katanya dengan dingin, “Oooh…. rupanya kaulah yang bernama Gak Lam-kun, si manusia latah yang tak pernah memandang sebelah mata kepada orang lain. Selamat berjumpa, selamat berjumpa. Hari ini ingin kucoba kelihayan ilmu silatmu”
Mimpipun Gak Lam-kun tidak mengira kalau semua anggota pulau Si soat to begini tak tahu aturan, tapi dia masih berusaha keras untuk mengendalikan hawa amarahnya, dengan hambar ia berkata, “Buat apa kita musti main kekerasan. Apa gunanya menambah kesalah pahaman di antara kita?”
“Jika kau enggan untuk turun tangan, lebih baik sekarang juga mengundurkan diri dari pulau ini!” seru si nikou setengah umur itu dengan wajah sedingin salju.
“Kalau ingin turun tangan beradu kepandaian tentu boleh saja, tapi jangan sampai saling bermusuhan”.
Nikou setengah umur itu segera tertawa dingin, katanya, “Sejak dulu hingga sekarang, di atas pulau Si soat to berlaku satu peraturan, yakni barang siapa berani memasuki pulau ini maka dia harus menerobosi barisan Leng hun kiam tin (ilmu barisan sukma terkurung) suatu kepandaian hebat dari Lam-hay atau segera angkat kaki meninggalkan palau ini. Cuma sebelum itu aku hendak memberitahukan diri mu dulu, Leng hun kiam tin dari partai Lam-hay belum pernah ditembusi oleh satu orang saja semenjak diciptakan dulu. Bila kau masih menyayangi jiwamu, kuanjurkan lebih baik depat cepatlah berpaling dan mengundurkan diri dari sini sebelum terlambat”’
Gak Lam-kun segera tertawa, “Setelah tiba di atas pulau Si soat to ini, berarti aku harus berjumpa dulu dengan Ji Cin peng dan Lam-hay sinni. Sebelum hal ini bisa kupenuhi, tak nanti aku bakal mengundurkan diri dari atas pulau Si soat to!”
“Jadi kalau begitu, kau bersikeras hendak menjajal kelihayan dari ilmu barisan Leng hun kiam tin?” tukas nikou setengah umur itu dengan wajah sedingin es.
Wajah Gak Lam-kun sendiripun berubah menjadi amat serius dan bersungguh-sungguh, katanya, “Seandainya aku beruntung dapat berhasil menerobosi ilmu barisan Leng hun kiam tin tersebut, apakah kau sanggup mengajakku untuk berjumpa dengan Ji Cin peng?”
Menghadapi pertanyaan tersebut. nikou setengah umur itu menjadi tertegun lalu sahutnya dingin, “Apakah Ji Cin peng berada di atas pulau ini atau tidak, hidup atau mati? Saat ini aku sama sekali tidak tahu”
Mendengar perkataan itu paras muka Gak Lam-kun segera berubah hebat, serunya agak tergagap. “Kalau begitu dia sudah mati?”
‘Meadadak Ji Kiu-liong tak sanggup mengendalikan perasaan hatinya lagi, dia menangis tersedu-sedu. Teriaknya. “Oooh…cici kenapa kau begitu bodoh…?. Benarkah kau telah pergi meninggalkan kami? Tegakah kau meninggalkan adikmu hidup sebatang kara…..?”
Dalam keadaan begini, sekuat tenaga Gak Lam-kun berusaha keras untuk mengendalikan perasaan hatinya yang sangat kalut, dia berkata. “Sutay, tolong merepotkan dirimu untuk memberi kabar kepada Lam-hay sinni bahwa aku Gak Lam-kun datang untuk menjumpai anakku, dapatkah kau membantu kami?”
“Eeeh kenapa sih kau musti mendesak terus? Aku toh sudah bilang sedari tadi, suhuku sedang menutup diri. Sekarang dia sudah tidak mau mencampuri urasan keduniawian lagi”
Mendadak Gak Lam-kun mengerutkan dahinya, kemudian tertawa dingin tiada hentinya, “Hee… hee… hee… Aku Gak Lam-kun sudah merengek dan memohon dengan segala kerendahan hati, tapi kenyataannya kalian pendeta yang katanya berbelas kasihan kepada orang sama sekali tidak tergerak hatinya. Baiklah! Jika kau bersikeras menyuruhku turun tangan, maka bila sampai terjadi apa apa, jangan kau salahkan kepada diriku lagi”
Agak terkesiap juga si nikou setengah umur itu setelah menyaksikan hawa pembunuhan yang menyelimuti seluruh wajah si anak muda itu, diam-diam pikirnya, “Tak heran kalau orang ini begitu dahsyat dan hebatnya sehingga bisa menggetarkan seluruh kolong langit”
Sementara itu pelan-pelan Gak Lam-kun sudah maju menghampiri si nikou setengah umur sehabis mengucapkan kata-katanya itu. Sementara sepasang matanya yang tajam mengawasi terus wajahnya tanpa berkedip.
Dipandang oleh sorot mata yang begitu menggidikkan hati, nikou setengah umur itu merasa hatinya semakin bergidik sehingga tanpa terasa mundur selangkah kebelakang, tangan kanannya segera diayunkan.
“Criiing!” diiringi suara dentingan nyaring, tahu-tahu dia sudah menyiapkan sebilah pedang yang berhawa dingin.
Gak Lam-kun segera merasakan pula berhembus keluarnya segulung hawa dingin menusuk tulang yang mengerikan sekali dari balik pedangnya itu. Tanpa terasa ia menjadi tertegun, dia tak tahu terbuat dari bahan apakah pedang tersebut. Andaikata bukan terdiri dari bahan yang istimewa, hal ini menunjukkan kalau tenaga dalam yang dimilikinya pasti jauh melebihinya.
Haruslah diketahui, jika seseorang bisa menyalurkan hawa murninya hingga mencapai ujung pedang dan mengirimkan aliran hawa dingin yang menusuk tulang, itu berarti tenaga dalam yang dimilikinya pasti lihay sekali dan sudah mencapai puncak kesempurnaan.
Gak Lam-kun merasa tenaga dalamnya belum sanggup mencapai taraf sedemikian lihaynya. Maka dia lantas mengambil keputusan seandainya, hawa dingin diujung pedang lawan itu tercipta karena aliran hawa murni maka itu semua menandakan kalau tenaga dalamnya masih kalah setingkat di bandingkan lawannya.
Berpikir sampai disitu, pelan-pelan Gak Lam-kun bergerak maju kedepan. Tapi setiap inci ia mendesak maju kedepan, hawa dingin yang terpancar kaluar dari ujang pedang lawan makin lama terasa semakin dingin, sehingga membuat orang merasakan dirinya seakan-akan berada di dalam sebuati gedung salju yang dingin sekali.
Seandainya Gak Lam-kun tidak memiliki tenaga dalam yang sempurna, diapun sulit untuk menahan dinginnya hawa pedang tersebut.
Dalam pada itu, Ji Kiu-liong serta nikou cilik berbaju putih itu sudah mengundurkan diri sejauh sepuluh kaki lebih dari tempat semula.
Gak Lam-kun tertawa dingin dengan seramnya, tangan kanannya segera dia ayunkan kedepan melancarkan sebuah pukulan berhawa dingin ke tubuh nikon setengah umur itu, kemudian serunya ketus. “Ingin kulihat kulihat hawa pukulan siapa yang jauh lebih dingin!”
Mendadak Nikou setengah umur itu merasakan hawa dingin yang dipancarkan olehnya kena didesak balik sehingga berbalik menekan ke tubuhnya. Belum lagi hawa pukulannya menyambar lewat, segulung aliran hawa yang dingin menusuk tulang dan cukup membekukan peredaran darah telah menyelimuti sekujur tubuhnya….
Dengan perasaan terperanjat, buru-buru dia mengundurkan diri enam depa ke belakang.
Gak Lam-kun tertawa terbahak bahak, bagaikan sukma gentayangan dia melintas kedepan dan menerjang tiga jengkal dihadapan nikou setengah umur itu.
Dengan kening berkerut nikou setengah umur itu menarik pedang ditangan kanannya ke belakang, setelah itu secara aneh dan diluar dugaan ujung pedangnya kembali menusuk ketubuh Gak Lam-kun.
Mimpipun Gak Lam-kun tidak menyangka kalau perubahan jurus serangan lawan bisa berubah sedemikian cepatnya. Segulung aliran hawa dingin yang menyengat badan secepat petir menerjang tiba.
Dalam gugupnya dia melompat ke sebelah kiri, kemudian dengan kaki kanannya menutul pedang si nikou.
Berkelit sambil melancarkan serangan balasan. Kedua macam gerakan itu dilakukan hanya berselisih waktu sedikit sekali, sehingga seakan-akan dilakukan pada saat yang bersamaan.
Mimpipun nikou setengah umur itu tidak menyangka kalau Gak Lam-kun bakal melakukan sebuah tandangan dengan gaya serangan demikian anehnya.
Padahal serangan sudah terlanjur dilancarkan, untuk membuyarkan serangan sambil mundur jelas sudah tak sempat. Terpaksa sambil mendengus dingin dia putar pedangnya melindungi badan kemudian dibacokkan kebawah.
Dalam anggapannya andaikata Gak Lam-kun tidak segera menarik kembali tendangannya itu, niscaya sepasang kaki lawan akan terpapas kutung oleh ayunan senjatanya……
Sayang sekali dia sudah lupa manilai kekuatan tenaga dalam yang dimiliki si anak muda itu.
Jangan dilihat tendangan dari Gak Lam-kun itu seperti amat sederhana dan tiada sesuatu yang aneh, padahal sesungguhnya memiliki tenaga pukulan yang luar biasa dahsyatnya.
Dikala Nikou setengah umur itu mengayunkan pedangnya untuk membacok ke bawah, dengan cepat ia merasakan hawa serangan yang dikerahkan olehnya itu terpantul balik oleh dororgan segulung tenaga pantulan yang amat dahsyat sehingga mengakibatkan pergelangan tangannya mejadi kaku dan kesemutan.
“Criing… criing…..criiing!”
Serentetan suara gemerincing bergema memecahkan keheningan. Termakan oleh gencetan dua gulung tenaga serangan yang maha dahsyat itu mendadak pedangnya tergetar putus menjadi berapa bagian.
Nikou setengah umur menjadi terkejut sekali, buru-buru dia membalikkan badan dan melompat muudur sejauh satu kaki lebih dari tempat semula.
Dengan sikap yang santai tapi gagah perkasa Gak Lam-kun berdiri tegak di tempat. Setelah menjura katanya: ‘“Maaf. maaf, pertandingan ilmu kita diakhiri sampai di sini saja!”
Sebenarnya nikou setengah umur itu sedang berdiri dengan wajah kaget bercampur terkesiap, akan tetapi setelah mendengar perkataan itu. Dengan wajah penuh diliputi hawa amarah, ia melotot sekejap ke arah Gak Lam-kun, setelah itu baru menghela napas panjang. “Kau sudah berhasil menembusi penjagaanku” demikian ia berkata, “maka silahkan melanjutkan perjalananmu akan kumohon petunjukmu lagi dalam barisan Leng hun kiam tin nanti”
Selesai berkata, ia lantas membalikkan badan dan segera berlalu dari situ.
“Sutay, harap tunggu sebentar!” Gak Lam-kun segera berteriak dengan suara keras.
Langkah tubuh si nikou setengah umur itu sangat enteng dan lagi cepat sekali, dalam aekejap mata tubuhnya sudah berada belasan kaki jauhnya dari tempat semula, ketika mendengar teriakan itu dia berhenti sebentar sambil katanya, “Masalah yang menyangkut soal Ji Cin-peng tentu akan diterangkan sendiri oleh suhuku bila kau berhasil menembusi barisan Leng hun kiam tin nanti”.
Seusai berkata, dia melanjutkan kembali perjalanannya menuju dalam hutan sana.
Si Nikou cilik berbaju putih itu memandang sekejap kearah Gak Lam-kun, kemudian dengan perasaan iba bercampur kasihan, bisiknya dengan lirih, “Ji susiok serta bayi lelakinya sudah tidak berada di atas pulau ini lagi…..”
Tidak menunggu sampai nikou tersebut menyelesaikan kata katanya, dengan cepat Gak Lam-kun bertanya, “Dimana dia? Dapatkah kau beritahukan kepadaku?”
Nikou kecil berbaju putih itu menghela napas panjang, sahutnya. “Aku juga tidak tahu. Sejak Ji susiok pulang kemari sebulan berselang, aku hanya pernah berjumpa satu kali, sampai bulan ini bahkan bayi lelaki itupun sudah tidak kulihat. Aku rasa kau musti menjumpai sucou ku lebih dulu baru bisa mengetahui duduknya persoalan ini. Cuma sucou sedang menutup diri sekarang. Satu-satunya cara yang bisa melanggar kebiasaannya tidak menerima tamu, dikala sedang menutup diri adalah menembus dulu barisan Leng hung kiam tin!”
“Seandainya aku berhasil menembusi barisan Leng hun kiam tin, betulkah aku bisa ketemu dengan Lam-hay sinni?”
“Menurut apa yang kuketahui, pada dua puluhah tahun berselang, dikala sucouku sedang menutup diri pula, mendadak datang seorang lelaki yang bersikeras ingin berjumpa dengan sucou. Semua susiok dan supek yang berada dalam kuil tak seorangpun yang mampu menandingi kelihayannya. Kemudian kami juga mempersiapkan barisan Leng hun kiam tin, tapi toh akhirnya barisan tersebut kena ditembusi juga, terpaksa sucou harus membatalkan pertapaannya dan keluar dan gua untuk menjampai lelaki tersebut….”
“Siapakah lelaki itu?”
“Konon dia adalah Tok liong cuncu Yo Long yang namanya amat tersohor dalam dunia persilatan itu”
Mendengar perkataan itu, Gak Lam-kun segera merasakan darah panas yang mengalir di dalam tubuhnya bagaikan mendidih saja, mencorong sinar tajam dari balik matanya. Apalagi terbayang bagaimana gurunya dimaia lalu berhasil menembusi barisan Leng hun kiam tin. Bagaimanapun juga ia merasa berkewajiban untuk mempertahankan prestasi yang pernah diperoleh orang tua itu.
Kembali terdengar nikou kecil berbaju putih itu berkata. “Selama banyak tahun belakangan ini, berkat petunjuk dan pengawasan sucou yang seksama dan bersungguh-sungguh, ilmu barisan Leng hun kiam tin kami telah peroleh kemajuan yang amat hebat, ditambah lagi ilmu silat yang dimiliki supek sekalian telah memperoleh kemajuan yang berlipat kali lebih hebat, aku kuatir meski ilmu silat yang kau miliki sangat bebat, tapi…….”
Gak Lam-kun tersenyum. “Terima kasih banyak atas petunjukmu, tapi aku bersikeras akan mencoba sampai dimanakah kehebatan dari ilmu pedang Leng hun kiam tin itu. Kau toh juga mengerti bahwa bocah itu adalah putraku. Begaimanapun juga mustahil aku harus pulang dari sini dengan tangan kosong”
“Kalau begitu kuucapkan saja semoga kau sukses selalu, silahkan mengikuti dibelakangku”
Begitulah dengan dipimpin oleh nikou cilik berbaju putih yang berjalan di depan, mereka menembusi sebuah bukit. Melalui dua butah lembah bukit dan akhirnya sampailah ditepi sebuah telaga yang sangat indah sekali. Sebuah bangunan kuil nikou yang mentereng dan kokoh berdiri dengan angkernya disitu.
Itulah kuil Si tien an yang amat tersohor namanya didalam dunia persilatan, empat penjuru sekeliling situ penuh ditumbuhii pohon siong. Pohon liu melambai disana sini, pemandangan alam disekeliling tempat itu sungguh indah menawan.
Waktu itu malam sudah menjelang, tapi suasasa di dalam Kuil Si sian an amat terang benderang bermandikan cahaya. Anehnya tak nampak seorang manusiapun yang menyambut kedatangan mereka, suasana di sekeliling tempat itu sunyi senyap.
Nikoh berbaju putih itu mengajak Gak Lam-kun dan Ji Kiu-liong masuki ke dalam ruangan kuil. Sudah dua buah halaman yang mereka tembusi. akan tetapi tak sesosok bayangan manusia pun yang kelihatan.
Angin sejuk berhembus sepoi-sepoi, bau harumnya bunga berhembus memenuhi seluruh ruangan.
Disekeliling halaman kuil penuh tumbuh beraneka macam bunga yang harum baunya. Suasana yang begitu nyaman dan tenteram itu memberi kesan seakan-akan mereka sedang berada dalam sorga loka belaka.
Setelah melewati sederet dinding pekarangan yang tinggi, sampailah mereka dalam sebuah halaman yang luas sekali. Ditengah halaman telah berdiri sembilan orang nikou setengah umur yang berbaju warna putih bersih..
Halaman itu didirikan dengan menempel di atas dinding bukit sebuah lorong bertingkat tujuh berdiri dengan angkernya disitu. Di atas pintu gerbang terpancang sebuah lentera yang memancarkan cahaya terang dan menyoroti tulisan ‘Cing siu kek” di atas pintu itu.
Gak Lam-kun merasa amat terkejut, diam diam pikirnya dengan perasaan was-was. “Mungkin didalam bangunan loteng inilah lam Bay sinni menutup dirinya untuk bertapa”
Sementara dia masih berpikir sampai disitu, nikou cilik berbaju putih itu sudah maju lebih dulu dengan langkah lebar, Kemudian kepada seorang nikou tua yang membawa senjata hud-tim dia melapor. “Toa supek, Gak sicu telah datang!”
Nikou tua itu manggut-manggut katanya dengan suara yang sangat lembut dia halus, “Ciu beng, disini sudah tiada urusanmu lagi. Kau boleh segera mengundurkan diri untuk beristirahat”
“Baik!” sahut Ciu beng, si nikou cilik ini. Setelah memberi hormat, dia lantas membalikkan badan dan berlalu dari situ.
Pelan-pelan Gak Lam-kun mengalihkan sinar matanya dan memperhatikan kesembilan orang nikou yang berada dihadapkannya, Tampak raut wajah nikou nikou itu rata rata segar dan bersinar mata amat tajam sudah pasti mereka adalah jago jago lihay yang memiliki tenaga dalam amat sempurna, terutama sekali nikou tua itu. Sepasang matanya tajam bagaikan sembilu dan cukup membuat Gak Lam-kun merasakan hatinya amat tak enak.
Dengan suara yang lembut, kembali nikou tua itu bertanya, “Kaukah yang bernama Gak Lam-kun?”
Gak Lam-kun manggut manggut, “Benar, harap losutay memberi maaf…”
“Sebelum membicarakan segala sesuatunya lebih baik terjanglah dulu barisan Leng hun kiam tin ini” tukas nikou tua itu cepat
Gak Lam-kun tidak menyangka kalau mereka akan memaksanya terus untuk bertarung, padahal dibalik kesemuanya itu mempunyai alasan lain, sudah barang tentu Gak Lam-kun tidak tahu akan rahasia itu.
Dia hanya merasa bahwa tindak tanduk orang-orang aliran Lam-hay terlalu kaku dan tidak memberi muka kepada orang lain.
Sesudah berada dalam keadaan seperti ini, Gak Lam-kun sendiripun tak mau memperlihatkan kelemahan lagi, dengan dingin dia lantas berkata. “Kalau begitu, bersiap siaplah barisanmu!”
Dalam waktu singkat, kesembilan orang nikou itu sudah bergerak maju ke muka dan mengurung Gak Lam-kun serta Ji Kiu liong ditengah kepungan serentak mereka meloloskan pedangnya yang tersoren di belakang punggung…….
Anehnya, setiap bilah pedang tersebut semuanya memancarkan cahaya berkilauan dan bentuknya putih bersih bercahaya. Bukan di buat dari emas, juga bukan dari baja. Tapi seperti terbuat dari bongkohan es yang telah membeku.
Begitu kesembilan bilah pedang tersebut diloloskan bersama, hawa dingin segera memancar ke empat penjuru.
Ji Kiu-liong yang memiliki tenaga dalam agak cetek segera merasakan hawa dingin yang menusuk badan, tiba-tiba sekujur tubuhnya menggigil keras bagaikan terjebur ke dalam gudang salju saja. Saking kedinginannya badannya sampai menggigil keras dan sepasang giginya saling bergemerutakan.
Gak Lam-kun yang menyaksikan kejadian itu segera berkerut kening, mendadak dia mengayunkan tangannya dan secepat kilat melancarkan sebuah totokan ke atas tengkuk Ji Kiu liong.
Begitu Ji Ku liong kena tertotok badannya, bagaikan mendapat aliran listrik bertegangan tinggi saja, sekujur badannya kontan saja terasa kaku dan kesemutan, tapi sesaat kemudian ia merasakan adanya segulung hawa panas yang menyengat badan muncul dari dalam pusarnya dan mengalir keseluruh badannya, detak jantung menjadi lebih keras dan peredaran darahnya juga mengalir semakin cepat.
Keadaan tersebut ibaratnya seorang yang berlarian kencang dalam udara yang sangat dingin semakin udara diluar dingin membekukan badan, tapi aliran darah dalam tubuhnya panas bagaikan mendidih. seketika itu juga semua hawa dingin yang mencekam tubuhnya tersapu lenyap hingga tak berbekas.
Perlu diterangkan disini, setiap orang memiliki tenaga dalam tingkat tinggi, selain bisa menotok jalan darah orang untuk membunuhnya, diapun bisa menggunakan totokan jalan darah untuk mengobati orang atau menembusi nadi penting si sakit, malahan bisa juga membantu peredaran darah orang yang tersumbat. Kegunaannya beraneka ragam dan luar biasa daya kekuatannya..
Setelah menyaksikan demontrasi yang dilalukan oleh Gak Lam-kun itu, diam-diam nikou tua itu mempunyai perhitungan di dalam hati kecilnya. Ia sadar bahwa pemuda yang dihadapannya itu adalah seorang jago tangguh yang belum pernah dijumpai dalam dua puluh tahun terakhir ini.
Gak Lam-kun sendiripun merasa terperanjat sekali setelah menyaksikan kesembilan bilah pedang yang memancarkan cahaya berkiilauan itu, sehingga meski berada dibawah serangan hawa dingin yang menyengat badan, ia lama sekali tidak merasa gentar.
Mendadak ke sembilan orang nikou itu mulai menggerakkan barisannya. Sembilan bilah pedang secara bersambung sambungan digetarkan menciptakan selapis jaring cahaya yang berkilauan dimana-mana pelan-pelan menjerat kedua orarg itu.
“Adik Liong!” Gak Lam-kun segera berbisik, “duduk saja disini dengan tenang sambil menonton aku bertarung, jangan sembarangan bergerak mengerti?”
Setelah berbicara sampai disitu, dari sakunya Gak Lam-kun segera mengeluarkan sepasang senjata tunggalnya yakni Tok liong ci jiu (cakar sakti naga beracun) dan cepat cepat dikenakan di atas tangannya.
Hawa dingin yang seram dan kaku dengan cepat menyelimuti wajah ke sembilan orang nikou tersebut setelah mereka saksikan senjata itu, sebab pada dua puluh tahun berselang ditempat yang sama mereka bersembilan telah dikalahkan juga oleh Yo Long dengan senjata Tok liong ci jiu tersebut.
Gak Lam-kun tidak banyak berbicara lagi, tangan kanannya segera diayunkan ke depan dan didorong kemuka dengan jurus Lip hua hong kou (membuat garis lekukan dengan tenaga).
“Triiing, traaan, triiing, traaang….!”
Terdengar suara gcmerincing yang sangat ramai bergema memecahkan keheningan. Empat bilah pedang yang berada dibarisan depan tahu-tahu sudah membacok semua di atas cakar sakti sebelah kanan itu.
Di dalam melancarkan serangan cakar sakti itu Gak Lam-kun telah sertakan tenaga serangan yang maha dahsyat. Betapa terkejutnya dia setelah menyaksikan serangan tersebut berhasil dibendung oleh keempat orang nikou tersebut tanpa mengeluarkan tenaga yang terlalu banyak.
Sementara dia masih termenung empat bilah pedang yang berada dibarisan belakang telah menusuk tiba bersamaan waktunya, kemudian secara tiba tiba memisahkan diri. Deoan belakang kiri kanan empat bilah menyerang bersama-sama. Selain jurus serangannya aneh, juga cepat dan gesitnya bukan kepalang.
Gak Lam-kun segera berkelit ke samping, cakar ditangan kirinya digetarkan keras-keras. Setelah menghindarkan diri dari tusukan yang datang dari belakang, dia menggetarkan pula tusukan pedang yang datang dari depan, tapi pedang yang datang dari kiri dan kanan telah menusuk tiba pula dengan kecepatan luar biasa.
Mendadak ia menyaksikan ke empat orang nikou itu melompat maju bersama ke depan,
Gak Lam-kun segera membentak keras, cakar dan telapak tangan dipergunakan bersama, gulungan tenaga pukulan yang sangat dahsyat bagaikan amukan ombak disamudra langsung meluncur ke muka dengan hebatnya.
Haruslah diketahui, tenaga dalam yang dimiliki Gak Lam-kun telah mencapai puncak kesempurnaan. Setiap saat kulit badannya bisa berubah bentuk menurut kehendak hatinya.
Baru saja sepasang pedang nikao yang ada di sebelah kiri dan kanan itu menempel di atas bajunya, mendadak ujung pedang itu tergelincir ke samping, sementara sepasang lengannya mendadak menekuk dan memanjang beberapa inci dari biasanya.
Sepasang telapak tangan dan cakar Gak Lam-kun, dengan membawa deruan angin serangan yang sanggup menghancurkan batu cadas dengan cepat menerjang ketubuh lawan. Dalam waktu singkat dari posisi bertahan ia merubah posisinya menjadi penyerang.
Gak Lam-kun sama sekali tidak menyangka kalau ilmu meringankan tubuh aliran Lam-hay sesungguhnya demikian sempurnanya. Baru saja serangan dilancarkan, tahu-tahu kesembilan orang nikou itu sudah menyebarkan diri keempat penjuru.
Seperti capung menyambar air atau kupu-kupu terbang diantara aneka bunga mereka menyusup kesana kemari, sebentar memisahkan diri sebentar berkumpul kembali. Semuanya dilakukan dengan enteng, sakti dan luar biasa.
Secara beruntun, Gak Lam-kun telah melancarkan beberapa jurus serangan tangguh tapi tak sebuahpun yang berhasil mengenai sasarannya. Ia merasa gerakan tubuh mereka jarang sekali dijumpai dalam dania persilatan.
Padahal, darimana ia bisa tahu kalau gerakan tubuh mereka itu diciptakan berdasarkan gerakan tubuh dari Kim si ing yang langka dalam dunia ini?
Tanpa disadari kesembilan orang nikou itu sudah menciptakan ilmu barisan yang sangat tangguh untuk mengepung Gak Lam-kun di tengah arena.
Gerakan tubuh ke sembilan orang nikou itu semuanya enteng dan melompat kesana kemari tidak menentu. Dimana ujung pedangnya menyambar lewat, yang menjadi sasaran adalah jalan darah mematikan ditubuh lawan.
Padahal waktu itu Gak Lam-kun harus menutup semua jalan darah pentingnya untuk membendung aliran hawa dingin yang menyengat badan, lagi pula harus pecahkan perhatian untuk melawan musuh, sesungguhnya dia berada dalam posisi yang amat sulit.
Mendadak Gak Lam-kun berpekik keras, badannya melompat ke udara. Bagaikan seekor burung aneh, sepasang cakarnya diayunkan keudara dan menyapu ke bawah dengan kecepatan luar biasa.
Buru-buru ke sembilan orang nikou itu memencarkan diri keempat penjuru untuk menyelamatkan diri.
Gak Lam-kun membentak keras secara tegas dan bersungguh-sungguh dia melepaskan serangkaian serangan berantai. Semua ancaman sama sekali tidak mengenal ampun.
Tenaga dalam yang dimiliki Gak Lam-kun amat sempurna. Setiap pukulan, setiap totokan jari tangan, setiap tendangan ataupun sambaran cakarnya, hampir seluruhnya mengandung tenaga serangan yang amat sempurna. Dimana serangan itu tiba, terasalah dengusan angin serangan berhembus lewat.
Betul ilmu silat yang dimiliki kesembilan orang nikou itu amat sempurna akan tetapi mereka masih jauh di bawah kemampuan Gak Lam-kun. Oleh sebab itu mereka tak heran, menyambut datangnya serangan dengan kekerasan. Setiap kali menghadapi ancaman, mereka selalu menghindar atau berkelit kesamping dengan gerakan tubuh yang enteng dan lincah, kemudian mengurungnya dengan barisan pedang yang amat tangguh itu.
Ji Kiu liong yang menyaksikan kejadian itu, diam-diam merasa girang sekali, pikirnya, “Jika keadaan berlangsung terus dalam keadaan begini, cepat atau lambat pasti ada satu dua orang diantara mereka yang akan terluka. Jika sampai demikian maka sudah pasti ilmu barisan ini bisa dijebolkan sama sekali”
Mendadak kesembilan orang nikou itu merubah gerakan barisannya. Sekarang mereka menyebarkan diri kemana mana, sebentar berkumpul sebentar berpisah. Dengan mempergunakan pepohonan dan gunung-gunungan sebagai tempat pelindungan mereka perketat barisannya dengan aneka gerakan tubuh yang aneh.
Sedemikian hebat dua luar biasanya perubahan itu sehingga cukup membuat pusing setiap orang yang kebetulan mengikuti jalannya pertarungan tersebut.
Sembilan orang nikou itu berlarian kesana kemari persis seperti ada puluhan orang bahkan ratusan orang yang sedang lari bersama. Seluruh halaman menjadi penuh dengan bayangan manusia yang saling berkelebatan. Ibaratnya Thian li San hoa (Bidadari langit menyebar bunga), mereka melompat kian kemari dengan sangat indahnya.
Gak Lam-kun yang sedang bertarung, sambil melanjutkan pertarungannya diam diam dia mengawasi keadaan disekeliling tempat itu. Setelah melihat sekian lama, diam-diam dia merasa kaget bercampur keheranan….
Ternyata barisan Leng hua kiam tin yang mereka pergunakan itu mirip sekali dengan barisan Pat tin toh dari Khong Beng yang amat tersohor itu. Cuma saja kalau diamati lebih seksama lagi ternyata gerakan itu jauh berbeda.
Delapan orang nikou masing-masing menempati posisi Siu, Seng, Sang, To, Si, Im, Keng dan Kay delapan buah pintu. Bagaimanapun barisan tersebut berputar, kedelapan buah posisi tersebut ternyata saling berhubungan dan bantu membantu antara yang satu dengan yang lainnya.
Tapi posisi itu pun ada bedanya dengan barisan Pat tin toh, yakni disini kelebihan satu orang.
Orang itu sama sekali tidak ikut bergerak, tapi seorang pemimpin yang berdiri memegang kendali. Ia tak bergeser dari posisinya semula.
Gak Lam-kun yang menyaksikan kejadian itu segera menarik kesimpulan bahwa orang itu besar kemungkinan adalah pemimpin barisan yang mengatur perubahan dari kedelapan orang anak buahnya. Itu berarti seandainya dia merobohkan nikou tua ini lebih dulu, maka besar kemungkinan barisan tersebut dapat dijebolkan dangan begitu saja tanpa harus bersusah payah
Gak Lam-kun segera bergerak dari timur ke barat lalu menerobos keluar untuk menyerang. Siapa tahu baru saja ia bergerak ke timur, nikou di sebelah barat telah mendahului melancarkan serangan, sementara dia melangkah kebarat, nikou di timur dan selatan kembali menyergap tiba.
ooOOOoo
DENGAN begitu, kendatipun dia telah berusaha dengan segala kemampuan, akan tetapi usahanya selalu gagal. Jangan toh menyerang si nikou tua tersebut, untuk mendekati pusat barisanpun sudah sukarnya bukan kepalang.
Makin bertarung Gak Lam-kun merasa semakin gusar. Tiba-tiba ia menjadi nekad, segenap kepandaian sakti yang dimilikinya segera digunakan semua. Sepasang cakar mautnya menyambar kesana kemari dengan hebatnya. Di mana cakar itu menyambar lewat, batu dan cadas beterbangan diangkasa malah batu-batuan yang tersusun menjadi gunung-gunungan pun hancur berantakan tak karuan.
Mendadak terdengar serentetan suara dingin yang berkumandang datang, “Bocah keparat ini terlalu tidak tahu adat, ternyata berani betul untuk merusak tempat pertapaan kita yang sangat indah ini?”
Mendadak terdengar suara desingan senjata rahasia yang sangat keras berkumandang datang dengan dahsyatnya, dan langsung menyergap ke arah tubuhnya.
Gak Lam-kun tertawa dingin, ejeknya, “Hmmm, kau anggap senjata rahasia itu sanggup mengapa-apakan diriku…..?”’
Ternyata Gak Lam-kun mengira senjata rahasia tersebut dilancarkan oleh kesembilan orang nikou tersebut. Tapi setelah mendengar suara desingan angin tajamnya dia baru merasa kalau gelagat tidak benar, sebab suara itu kedengarannya seakan-akan datang dari atas atap loteng bertingkat tujuh itu.
Senjata tersebut entah terbuat dari benda apa. Sebutir demi sebutir persis seperti mutiara dan bersinar tajam.
Begitu menyambar kebawah dan terhantam oleh pukulan dahsyat Gak Lam-kun, mendadak saja butiran senjata rahasia itu hancur lebur menjadi bubuk halus.
Segulung hawa dingin yang menusuk badan segera menyebar pula keempat penjuru. Tanpa terasa Gak Lam-kun merasakan tubuhnya bergidik keras sehingga merinding, secara tiba-tiba ia merasakan badannya kedinginan setengah mati.
Kiranya Lam-hay sinni telah mengambil bongkahan es abadi yang berusia seribu tahun dari sebuah tebing bersalju disebut puncak bukit yang tinggi. Bongkahan salju itu telah dibuatnya menjadi butiran Peng pok-cu yang merupakan senjata rahasia tiada keduanya di dunia ini.
Mutiara ini bukan saja dapat dipakai sebagai tasbeh, juga bisa dipakai untuk melatih ilmu tenaga dalam, terutama sekali bisa dipakai sebagai senjata rahasia yang tiada taranya didunia ini.

Jilid: 29
KALAU senjata rahasia yang ada di dunia ini kebanyakan dipakai untuk melukai orang atau menotok jalan darah dengan mengutamakan soal ketepatan dalam sasaran, kekuatan dalam penyerangan, atau ketajaman dari senjata rahasia tersebut, maka hanya Peng pok cu saja yang jauh berbeda. Karena keistimewaannya terletak pada hawa dingin luar biasa yang sanggup membekukan badan dan peredaran darah.
Ketika butiran Peng pok cu itu hancur terkena pukulan, maka hawa dingin yang terpanca keluar. Hebatnya bukan kepalang, bahkan bisa merasuk sampai ke tulang sumsum.
Sebenarnya dengan tenaga dalam yang di miliki Gak Lam-kun, ia masih bisa melawan pengaruh hawa dingin tersebut. Akan tetapi berhubung dia harus memusatkan segenap perhatiannya untuk menghadapi serangan dari kesembilan orang nikou tersebut, dimana selain pikirannya bercabang tenaga dalamnya harus terpisah. Ditambah lagi tekanan hawa pedang kesembilan orang nikou yang amat menusuk badannya itu, lama kelamaan pemuda itu merasa semakin terdesak dan tak sanggup mempertahankan diri.
Akhirnya sambil membentak keras, sepasang telapak tangannya diayunkan ke depan seperti orang kalap. Peluh sudah membasahi seluruh badannya, sekujur badanpun gemetar keras sekali, tapi pemuda itu semakin mata gelap. Serangan yang dilancarkan juga semakin dahsyat dan membabi buta.
Mendadak dari atas bangunan loteng itu berkumandang kembali serentetan suara yang amat nyaring, “Hei bocah muda, jangan kau mengira dengan mengandalkan tenaga dalam secara berlebihan itu bisa menimbulkan hawa panas yang dapat mengusir bawa dingin di dalam badanmu. Jika sampai terjadi keadaan begini, maka pertentangan antara hawa panas dan hawa dingin yang terjadi di dalam tubuhmu akan melukai isi perutmu. Kali ini sekalipun kau berhasil menyelamatkan jiwamu, paling tidak kau akan jatuh sakit selama beberapa ahri”
Dengan suara keras Gak Lamkun segera berseru, “Lam-hay locianpwe, untuk pertama kalinya aku Gak Lam-kun ingin memohon kepadamu”
“Apakah kau sudah bertekad takluk pada kelihayan barisan leng bun kiam tin?” seru suara di atas loteng tingkat ke tujuh itu dengan nyaring.
Gak Lam-kun segera mendengus dingin, “Maaf locianpwe, selamanya aku Gak Lam-kun tak pernah membuat malu perguruanku, cuma saja aku tak ingin melukai anak murid locianpwe. Maka aku tak sampai menggunakan serangan mematikan selama ini”
“Omong kosong!” bentak Lam-hay sinni dari atas loteng. “Dengan andalkan tenaga dalammu itu, kau anggap bisa melukai anak muridku?”
“Kalau tidak percaya, kau boleh saja untuk mencobanya!”
“Bagaimana caranya untuk mencoba?”
“Barisan Leng hun kiam tin dari perguruan locianpwe ini adalah semacam barisan yang dirobah dari sejenis Pat kwa toh yang digabung dengan barisan kiu kiong. Barisan semacam ini aku yakin masih sanggup untuk memecahkannya”
Tampaknya Lam-hay sinni seperti tertegun dibuatnya, dia seperti tidak menyangka kalau Gak Lam-kun bisa mengetahui rahasia ilmu barisannya itu.
Setelah termenung sejenak, dengan suara hambar Lam-hay sinni lantas berkata, “Dengan cara apakah kau hendak memecahkan barisanku ini?”.
“Asal kuserang pemimpin dari barisan yang menjaga Kiu kiong maka segenap barisanmu itu akan hancur berantakan”
Terdengar Lam-hay sinni di atas loteng berkata, “Sekalipun kau sudah mengetahui cara untuk memecahkan barisan ini, tapi belum mampu untuk melakukannya. Ini menunjukkan kalau tenaga dalammu belum cukup”
Gak Lam-kun tersenyum. “Boanpwe sadar kalau tenaga dalamku belum sampai mencapai titik kesempurnaan. Cuma bila anak muridmu ingin melukaiku, aku rasa hal ini masih terlampau sulit. Jika kita harus bertarung terus dalam keadaan begini entah sampai kapan pertarungan baru akan berakhir. Boanpwee yakin masih memiliki kemampuan untuk mengatur napas sambil bertarung. Sekalipun bakal kehilangan banyak tenaga juga tidak menjadi soal. Tapi seandainya anak murid lecianpwe yang mengalami keadaan begitu, bisa saja segenap kepandaian silat mereka akan punah sama sekali. Oleh sebab ito aku mohon locianpwe suka memerintahkan anak buahmu untuk menarik kembali barisan pedang itu, andaikata ingin mengajak locianpwe selesaikan persoalan ini dengan secepatnya”
Lam-hay sinni segera mendengus dingin, “Bocah muda, sombong amat kau” serunya “Berani betul menantang aku untuk bertarung”.
“Tidak berani, tidak berani. Locianpwe adalah seorang tokoh sakti nomor wahid didunia ini. Sekalipun boanpwe bernyali besar juga takkan berani untuk bertarung melawan locianpwe”
 
Design by Free Themes | Bloggerized by Wulunggeni - Blogger Themes