"Memangnya ada orang lain yang memiliki uang banyak
yang ingin membelinya?"
"Ada ! sepertinya orang itu adalah seorang kolektor kaya.
Dia bermaksud memberikan berlian itu untuk istri
simpanannya. Setelah Tiat Liong-san sampai ke kota Pakhia,
aku segera memberitahukan Leng Taiya. Gerak-gerik Leng
Taiya juga sangat cepat. Sebelum Tiat Liong-san sempat
bertemu dengan kolektor kaya ini, dia sudah ditangkap oleh
Oey Souw. Pada hari kedua, Tiat Liong-san sudah kehilangan
kepalanya."
"Lalu berlian merah darah itu?"
"Ditaruh didalam kopor kulit kuning yang selalu dibawanya"
"Lalu kopor itu?"
"Disimpan didalam gudang penyimpanan barang sitaan
pemerintah. Ketika Tiat Liong-san ditangkap oleh Oey Souw,
kopor ini disita. Leng Taiya segera menyuruh seseorang untuk
mengambil kopor dari gudang"
"Aku dengar kopor itu sudah dititipkan oleh Leng Souwhiang
untuk dijaga olehmu"
"Tidak! kopor yang diberikan Leng Souw-hiang padaku
adalah sebuah kopor kosong"
"Aku tidak kaget mendengar kata-katamu. Leng Souwhiang
tidak mungkin menyerahkan berlian besar merah darah
semudah itu padamu........apakah kau mengenali Wie Ceng?"
"Tentu saja mengenalnya. Dia tiap hari selalu datang
kemari. Dia mengatakan kalau dia ingin menanyakan
peruntungannya, sebenarnya dia sedang mendengar kabar"
"Apakah kau tahu tentang dia pergi keluar kota?"
"Tahu"
"Untuk apa dia pergi keluar kota?"
"Pergi menyelidiki barang berharga milik Tiat Liong-san"
"Untuk apa menyelidikinya?"
"Cu Taiya! kau tidak perlu bertanya tentang hal ini! Leng
Taiya takut kehilangan berlian itu"
"Hasilnya?"
"Apa yang terjadi pada Wie Ceng dan Leng Souw-hiang aku
tidak tahu. Tapi aku tahu satu rahasia lagi.”
“Oh?"
"Wie Ceng diam-diam sedang membantu Thiat-yan. Nona
Thiat-yan adalah anak tunggal Tiat Liong-san"
"Oh? Apakah berita ini benar?"
"Kalau tidak benar, kau boleh memotong kepalaku"
"Apakah sekarang Wie Ceng ada didalam kota?”
“Tidak tahu"
"Menurut kabar yang beredar, Wie Ceng adalah pembunuh
kepercayaan Leng Taiya. Apakah ini benar?"
"Tidak salah. Hui Taiya sudah dibunuh olehnya. Leng Taiya
sudah berulangkah menyuruh nya membunuh Thiat-yan, tapi
dia tidak pernah melaku-kannya"
"Kalau begitu siapa yang sudah membunuh Leng Taiya?"
"Kalau itu aku tidak tahu. Aku bahkan baru saja mendengar
berita kematiannya dari mulutmu."
"Lalu sekarang dimanakah berlian merah darah itu?"
"Tidak tahu. Dugaanku berlian itu mungkin sudah dijual
oleh Hui Taiya"
"Bertahun-tahun ini, aku selalu diperalat oleh Leng Taiya.
Bahkan ada orang yang sudah menuduhku sebagai dalang
yang mencelakai Tiat Liong-san. Aku sudah menjadi kambing
hitam selama bertahun-tahun, apakah kau tahu?"
"Aku hanya pernah mendengarnya"
"Terhadap masalah ini, apakah kau punya pandangan yang
lain?"
"Aku....aku tidak tahu harus berkata apa."
"Baiklah! kau cepat lah bebaskan Tu Liong dan Wie Kiehong.
Kau jangan katakan apapun tentang diriku. Aku sudah
menjadi kambing hitam selama ini, sebaiknya aku
menanggung menjadi kambing hitam sampai aku mati"
"Baiklah., baiklah... aku segera pergi"
"Bu Tiat-cui! Kalau aku menemukan bahwa kau berbohong
sedikit saja, atau kau melukai Tu Liong atau Wie Kie-hong,
aku pasti tidak akan mengampunimu"
"Mana aku berani"
"Cepat pergi!”
“ Tiba-tiba didalam kamar terdengar suara keras. Setelah
itu suara jeritan kesakitan.
Terakhir hanya terdengar suara Cu Siau-thian yang berkata
dengan keras:
"Bu Tiat-cui! orang tidak mungkin melukai hati seekor
macan, namun seekor macan selalu bermaksud melukai
orang, aku sungguh tidak menyangka"
Tu Liong segera menarik tangan Wie Kie-hong. Dua orang
ini segera menghancurkan jendela yang tertutup dan segera
menerobos masuk kedalam ruangan.
Mereka melihat Bu Tiat-cui sedang menggenggam sebilah
pedang, sedangkan pisau kecil di tangan Cu Siau-thian sudah
menembus jantung Bu Tiat-cui. Kelihatannya situasinya sangat
sederhana. Bu Tiat-cui berpikir menyerang Cu Siau-thian
secara mendadak. Tapi Cu Siau-thian membunuhnya untuk
membela diri.
"Cu Taiya!" dua orang itu berteriak bersamaan karena
merasa kaget.
"Eh..?" Cu Siau-thian tampak terkejut melihat mereka
berdua disana.
"Wie Kie-hong, Tu Liong....apakah kalian tidak apa-apa?"
"Cu Taiya, kita berdua sudah datang dari tadi."
"Cu Siau-thian melepaskan genggaman pisaunya. Pisau itu
masih menancap di dada Bu Tiat-cui. Tubuh Bu Tiat-cui jatuh
kebelakang dengan suara berdebam lalu tidak bergerak lagi.
tusukan Cu Siau-thian sungguh sangat akurat.
"Kie-hong!" Cu Siau-thian berkata penuh penyesalan, "aku
sebenarnya tidak ingin mem-bunuhnya, aku belum bertanya
dengan jelas tentang keberadaan ayah kandungmu. Aku
belum mendapat....Aih ! aku tidak menyangka dia akan
berbuat seperti ini"
"Cu Taiya" Tu Liong juga terdengar sangat menyesal, "aku
tidak tahu harus bagaimana menunjukkan apa yang sedang
kurasakan. Aku hanya merasa bahwa hubungan antara
manusia dengan manusia yang lain sangat mudah terjadi
kesalah-pahaman. Sebenarnya mendengarkan kenyataan yang
sebenarnya bukanlah suatu hal yang sulit diterima. Contohnya
sekarang...."
"Sekarang!" tiba-tiba terdengar suara seseorang memotong
pembicaraannya dari luar, "sekarang aku sudah berhasil
menangkap orang yang memiliki ekor rubah, aku akan
memperlihatkan pada semua orang"
Berbarengan dengan selesainya kata-kata itu, orang yang
mengatakan segera masuk ke dalam ruangan.
Orang itu adalah Thiat-yan.
Ketiga orang didalam ruangan itu semuanya melihat pada
dirinya. Mungkin mereka bertiga memiliki pemikiran masingmasing
yang pasti tidak sama. Semua orang pasti sedang
menebak apa arti kata-kata yang baru diucapkannya.
"Thiat-yan!" akhirnya Tu Liong membuka mulutnya, "apa
artinya kata katamu itu?"
"Wie Siauya!" Thiat-yan berkata dengan dingin, "mengapa
kau tidak meminta penjelasan dari Cu Siau-thian?"
Wie Kie-hong segera mengalihkan pandangan matanya
pada Cu Siau-thian. Dia melihat kalau sekarang Cu Siau-thian
terpaku disana seperti mem-beku. Sepertinya Wie Kie-hong
belum pernah melihat Cu Siau-thian seperti ini. dia sangat
tidak enak dilihat.
"Adik Yan!" Tu Liong berkata dengan tenang padanya,
"tampaknya semua misteri sudah ter-pecahkan. Untuk apa kau
ikut campur lagi?"
"Cu Taiya! Aku harus mengakui kalau kau adalah orang
yang sungguh cerdik. Tu Liong, Aku hanya perlu berkata satu
kata ini saja kau seharusnya sudah mengerti. Aku sudah lebih
dulu datang kemari sebelum kalian. Karena itu aku tahu lebih
banyak hal dari pada apa yang sudah kalian dengar. Apakah
kalian mengerti?"
"Teruskan"
Sekarang raut muka Tu Liong pun ikut berubah.
"Kalian berdua pasti mengetahui rahasia "tipuan
pengembara jembatan langit" yang disukai banyak orang.
Tipuan bergandanya sudah membuat orang bingung. Namun
kalau mengetahui rahasia yang digunakannya, semua orang
pasti tertawa. Hanya saja tipuan ganda berganda yang sudah
diperagakan Cu Siau-thian tadi dipentaskan dengan jauh lebih
baik."
Tipuan ganda berganda? Apakah mungkin tadi Cu Siauthian
sedang berbicara sendiri? tidak mungkin! Tidak mungkin
seseorang bisa meniru suara orang lain sebaik itu. tapi kalau
memang Bu Tiat-cui dipaksa membuat pengakuan, rasanya
hal ini juga tidak mungkin dilakukan.
Cu Siau-thian sama sekali tidak berkata apa apa.
Thiat-yan meneruskan kata katanya, "Sungguh tidak
disangka di dunia ini ada orang yang secerdik Cu Siau-thian,
dan ada orang yang sebodoh Bu Tiat-cui. Kedua orang ini bisa
bekerja sama adalah hal yang jarang ditemui"
"Thiat-yan!"
Akhirnya Cu Siau-thian membuka mulutnya. Kata-katanya
diucapkan perlahan-lahan.
"Siasat apapun yang sedang kau rencanakan untukku, aku
sudah tidak perduli. Hanya saja kau tidak dapat
membengkokkan kenyataan. Setidaknya kau jangan membuat
dua orang muda ini melihat dunia sebagai tempat yang sangat
jahat...."
"Cu Taiya, dunia ini sebenarnya tidak jahat. Yang jahat
adalah karakter manusia yang tinggal didalamnya..... aku
sangat mengagumi dirimu. Kau sudah menggunakan taktik
dengan sangat baik. dari awal sampai akhir, semua yang
sudah kau rencanakan tidak meleset sama sekali. Pertamatama
kau menyekap mereka berdua, setelah itu kau sengaja
melepaskan mereka dari sekapan. Dengan sangat cerdik kau
sudah melibatkan Bu Tiat-cui. Karena itu mereka berdua
datang kemari mencari tahu. Setelah mereka sampai, kau
mulai mementaskan 'sandiwara kecil'. Sehingga mereka
berdua akan menjadi pendengar yang setia.
"Kau mengatakan bahwa kata-kata Bu Tiat-cui tadi semua
sudah kukarang dan aku memaksanya untuk
mengatakannya?"
"Tidak salah"
"Mengapa dia mau mendengarkan perintah-ku?"
"Pertama: dia ingin hidup. Kedua: kau sudah menjanjikan
uang yang besar padanya. Setelah itu kau akan membuatnya
menghilang dari peredaran untuk menghilangkan jejak. Kalau
dia tahu pada akhirnya dia tetap akan sulit menghindari
kematian, situasi pasti akan segera berubah."
"Kau jangan membuang-buang waktu omong kosong
padaku"
"Apakah kau ingin bukti?"
"Tidak salah"
"Baiklah!" selanjutnya Thiat-yan mengatakan patah demi
patah kata.
"Aku akan menunjukkan bukti kata-kata ku agar kalian
semua bisa melihatnya sendiri! Tu Siauya, silahkan anda
melihat pergelangan tangan Bu Tiat-cui."
Tu Liong melakukan perintahnya dengan sangat patuh. Dia
menemukan tangan Bu Tiat-cui ada bekas ikatan tali.
"Cu Taiya! Apakah kedua pergelangan tangan Bu Tiat-cui
pernah kau ikat?”
“Betul"
"Tolong balikkan mayat Bu Tiat-cui"
Saat ini mayat Bu Tiat-cui sedang berbaring terlentang.
Pisau Cu Siau-thian masih menancap erat di jantungnya.
Dengan susah payah Tu Liong mencabut pisau dari jantung
Bu Tiat-cui. Segera darah segar muncrat keluar. Setelah itu
dia membalikkan mayat sehingga sekarang mukanya
menghadap ke lantai.
"Tu Siauya! Coba kau perhatikan dengan teliti. Apakah
pada mayat itu tertancap sebuah jarum besi?"
"Mendengar kata 'jarum perak' mendadak Tu Liong
tersentak. Beberapa tahun terakhir ini Cu Siau-thian ....
ternyata memang benar di punggung mayat ini tersembul
sebatang jarum besi. Jarum ini sudah bengkok karena
tertimpa berat tubuhnya ketika jatuh terlentang tadi.
"Tu Siauya! Sekarang seharusnya kau sudah mengerti!
Pertama-tama Cu Taiya sudah mengancam membunuh
dengan cara menusukkan jarum besi pada titik darah penting
Bu Tiat-cui. Mana mungkin dia tidak menuruti apa yang
diperintahkan olehnya?"
Sekarang semuanya menjadi jelas, semua percakapan
panjang yang didengarnya diluar adalah dialog palsu yang
dilakukan hanya untuk merubah cara pandang Tu Liong dan
Wie Kie-hong terhadap dirinya.
Cu Siau-thian tidak berbicara apa-apa. Tu Liong dan Wie
Kie-hong pun hanya menatap Cu Siau-thian tanpa kata-kata.
"Kie-hong, Tu Liong, apakah kalian percaya kata-katanya?"
Cu Siau-thian bertanya masih terdengar sangat tenang.
"Kami sedang menunggu penjelasanmu"
"Aku mengakui aku sudah mengancam Bu Tiat-cui dengan
jarum besi, tapi semua kata-kata itu sudah diucapkan sendiri
oleh Bu Tiat-cui. Aku tidak mengarangnya, aku tidak memaksa
untuk mengatakan semua itu. jawabannya mengalir lancar
bagaikan air. Kalau memang aku yang sudah menyuruhnya
bicara seperti itu, mana mungkin dia bisa selancar itu
mengatakan semuanya?"
"Cu Taiya!" Tu Liong berusaha mendamaikan semua pihak,
"mungkin juga perbuatanmu sudah membuat kecurigaan
Thiat-yan. Mengapa kau tidak mencoba menjelaskan semua
hal dengan lebih teliti lagi?"
"Pada waktu itu, Leng Souw-hiang memiliki kekuasaan
yang sangat besar di kota Pakhia ini. siapapun pasti akan
mendengarkan kata-katanya. Tapi dia takut skandal yang
tersebar luas akan membuat kesalahpahaman di dalam
kalangan pemerintahan, karena itu dia menyuruhku keluar
mewakilinya. Tadi aku memang menjebak kalian dalam
sebuah rumah. Orang tua yang melepaskan kalian pun
sebenarnya adalah orang suruhanku. "rumput dewi tidur" pun
aku yang sudah memberikannya. Aku mengakui aku sudah
membuat siasat ini, ini karena aku ingin kalian mendengarkan
sendiri penjelasan yang sebenarnya dari mulut Bu Tiat-cui.
Karena kalau kalian mendengar penjelasan ini dari mulutku,
kalian pasti tidak akan percaya."
"Teruskan kata-katamu," Thiat-yan menyuruh.
"Pada waktu itu setelah Leng Souw-hiang berjanji jika
berhasil mencelakai Tiat Liong-san, dia akan memberikan
masing-masing orang sejumlah uang yang lumayan besar.
Tapi setelah itu dia malah mengatakan kalau permata merah
darah itu sudah diberikan pada raja. Dan dia tidak jadi
membayarkan uang jumlah besar itu. karena itu dalam hati
kita semua ada sebuah dendam."
"Ketika dynasti Ceng jatuh, pemerintahan baru berdiri.
Leng Souw-hiang pun kehilangan semua pengaruhnya. Tapi
kalian semua masih menjalin hubungan baik dengannya.
Mengapa kalian melakukan hal ini?" Thiat-yan terus mendesak
"Karena dynasti Ceng dikatakan akan bangkit kembali.
Kalau memang dynasti sungguh kembali berjaya, Leng Souwhiang
akan memiliki kekuasaan yang sangat besar, siapa yang
berani melawannya?
"Kalau begini berarti kau sama sekali tidak ikut ambil
bagian dalam masalah ini?"
"Tidak! Aku juga harus ikut bertanggung jawab"
"Tanggung jawab apa?" Thiat-yan masih terus
mendesaknya.
"Aku seharusnya menjelaskan semua kejadian itu pada
kedua anak muda ini. aku seharusnya membantu mereka
membuat sebuah kesimpulan yang baik. sehingga mereka bisa
berjalan di jalan yang benar. Tapi aku tidak berani
mengatakan semua kejadian yang sebenarnya. Karena pada
waktu itu Leng Taiya belum mati, aku takut padanya"
"Mungkin juga karena Leng Taiya sudah mati, maka kau
melemparkan semua kesalahan pada dirinya”
“Tidak! Bukan seperti ini"
"Cu Taiya! Kau sudah membuat sebuah kesalahan besar"
"Kesalahan besar?"
"Bu Tiat-cui adalah tokoh yang memegang kunci
pemecahan misteri ini. seharusnya kau membiar-kannya
hidup, seharusnya kau tidak membunuhnya"
"Situasi SUCI c* h sangat mendesak. Aku tidak bisa
menimbang-nimbang terlalu banyak"
"Apa maksudmu situasi sudah mendesak?"
"Apakah kau tidak melihat pedang yang dipegang oleh Bu
Tiat-cui?"
"Aku melihatnya"
"Dia tiba-tiba membalikkan badan dan berusaha
membunuhku. Apa yang harus aku lakukan?"
"Cu Taiya! Apakah Bu Tiat-cui yang menyerangmu pertama
kali?"
"Betul"
"Dia pertama ingin membunuhmu, setelah itu kau berusaha
membela diri dan membunuhnya. Ini membuktikan kalau ilmu
silat dan ilmu pisaumu lebih hebat dibanding dirinya. Kalau
anda tidak bermaksud membunuhnya, anda tidak perlu
menancapkan pisau itu di tubuhnya. Lagipula jalan darah
pentingnya sudah menempel sebatang jarum besi. Cu Taiya!
Bukankah ini adalah sebuah kesalahan besar?"
"Aih...! ini hanyalah sebuah kebetulan... Thiat- yan....ini
sungguh sebuah kesalah pahaman..."
"Cu Taiya, aku tidak ingin mendengarkan kata-kata
bohongmu lagi. aku sekarang ingin menanyakan tentang
sebuah barang. Tentang berlian merah darah itu..."
"Ini....mana mungkin aku tahu dimana berlian itu berada?"
Thiat-yan berkata dengan dingin:
"Cu Taiya, kesabaran ku ada batasnya. Aku harap kau bisa
berpikir dengan baik baik..."
Wie Kie-hong menarik tangan Tu Liong agar mereka berdua
pergi ke ruang tengah.
Wie Kie-hong terlihat sangat emosi ketika mengatakan
kata-kata ini.
"Tu toako! Lihatlah... sebenarnya mengapa bisa terjadi
seperti ini?"
Tu Liong tampak larut dalam pemikiran. Dia berkata:
"Kie-hong, argumentasi Thiat-yan bukan tidak masuk akal.
Cu Taiya sudah menggunakan jarum besi menusuk jalan
darahnya lalu memaksa dia mengatakan semua hal tersebut.
Setelah itu dia membunuh Bu Tiat-cui untuk menutup mulut.
Ini adalah sebuah kemungkinan yang masuk akal."
"Tu toako! Tadi Cu Taiya sudah menanyakan begitu banyak
pertanyaan, namun ada satu pertanyaan yang tidak
ditanyakannya..."
"Pertanyaan apa?"
"Beberapa hari sebelumnya, didalam kamar Bu Tiat-cui ini
juga terdapat mayat seorang pria. Dia juga mati karena jarum
besi yang sama. Apakah Cu Taiya tahu tentang hal ini?
mengapa dia tidak menanyakan tentang hal itu?"
"Kie-hong, dari hal ini kau membuat kesimpulan kalau Cu
Taiya sedang berbohong?”
“MMmm.."
"Wie Kie-hong! kalau seperti ini kau belum cukup mengerti
Cu Taiya"
"Apa maksud kata-katamu?"
"Cu Taiya adalah seorang pendekar tua yang terkenal di
kalangan dunia persilatan. Terlebih lagi dia pintar membuat
siasat. Kalau dia memang ingin membuat sebuah alibi, dia
tidak mungkin membuat kesalahan.... aku merasa kalau dia
sengaja meninggalkan banyak kesalahan seperti ini"
"Oh...?"
"Ide untuk melukai Tiat Liong-san juga dia yang
memikirkannya. Ini aku sudah yakin. Tapi dia masih belum
mendapatkan hasil yang dia inginkan"
"Oh...?" sekali lagi Wie Kie-hong merasa kaget
"Juga bisa dikatakan, demi mendapatkan berlian merah
darah itu dia sudah membunuh Tiat Liong-san. Tapi sampai
sekarang dia belum mendapat-kan berlian merah darahnya"
"Tu toako! Apakah kau hanya menebak hal ini?"
"Dengarkan dulu semua kata kataku....Tiat
Liong-san juga seorang pendekar kalangan dunia
persilatan. Kali pertama datang ke kota untuk menilai berlian
tidak berhasil dilakukannya. Kali kedua datang ke kota, dia
seharusnya waspada terhadap mata-mata yang mengintainya,
berlian merah darah itu tidak mungkin disimpan didalam kopor
kulit. Apalagi disimpan dalam gudang sitaan. Itu adalah
tempat umum, semua orang bisa mengambilnya setiap saat."
"Mm.."
"Wie Kie-hong, apakah kau memperhatikan keadaan
disekeliling kita?"
Mendadak Wie Kie-hong tampak terkejut, tapi dia tidak
melihat apa-apa. karena itu dia bertanya:
"Memangnya ada apa dengan tempat ini?"
"Gang San-poa sudah menjadi kuburan massal"
"Oh?" Wie Kie-hong merinding.
"Aku menduga, Cu Taiya sudah memper-siapkan sebuah
jebakan untuk kita disini. Membunuh Bu Tiat-cui hanyalah
sebuah permulaan"
"Menurut Tu Toako siapa yang sekarang memegang berlian
merah darah itu?"
"Sepertinya ini adalah masalah terakhir dari misteri yang
sedang kita pecahkan"
"Tu toako... ini bukanlah tebak-tebakan biasa. Ini adalah
perkara hidup dan mati. Menurutmu apa yang sebaiknya kita
lakukan sekarang?"
"Mencari kesempatan bertindak"
"Tu toako! Kalimat ini sangat tidak jelas"
"Kau harus melatih kemampuanmu membuat tebakan. Tiap
orang pasti memiliki kesempatan untuk berhasil, dan bisa juga
kalah ........baiklah sebaiknya sekarang kita berdua kembali
masuk kedalam"
Maka kedua orang ini kembali masuk ke dalam kamar
samping.
Ternyata Cu Siau-thian dan Thiat-yan masih saling
mempertahankan pembelaan masing masing. Jelas terlihat
kalau mereka berdua sedang menyaksikan semua yang
dikerjakan oleh Tu Liong dan Wie Kie-hong.
"Nona" tampaknya Cu Siau-thian harus menunggu Tu Liong
dan Wie Kie-hong ada dihadapannya barulah dia mau
melanjutkan kata katanya, "Dugaan yang sudah kau buat
tidak masuk akal. Kalau ayahmu membawa berlian merah
darah itu kemanapun dia pergi, saat ini kalau berlian itu tidak
berada dalam tangan Oey Souw, pastilah ada di dalam tangan
Leng Souw-hiang. Bagaimanapun tidak mungkin berlian itu
ada didalam tanganku. Berkata seperti apapun aku tidak
mungkin terlibat dalamnya. Kalau ayahmu sudah
menyembunyikan berlian merah darah itu disuatu tempat
rahasia, maka dengan begitu aku lebih tidak ada hubungannya
lagi. kau sudah salah besar mencariku untuk mendapatkan
berlian itu"
"Adik Yan...." sekarang Tu Liong ikut campur mulut,
"apakah kau berpikir kalau berlian merah darah milik ayahmu
ada ditangan Cu Siau-thian?"
"Betul"
"Alasannya?"
"Dari lima orang yang membantu mencelakai ayahku,
empat orang sudah meninggal. Yang tersisa tinggal dia
seorang. Karena itu kecurigaan pada dirinya adalah yang
palingbesar"
"Apa tujuan utamamu datang ke kota Pakhia ini?"
"Tentu saja mencari berlian merah darah itu"
"Jika demikian, bagimu berlian ini adalah kunci utama
alasan kedatanganmu kemari"
"Sebenarnya memang begitu"
"Kalau begitu coba kau pikirkan dengan seksama. Menurut
pandanganku berlian merah darah itu tidak mungkin ada
didalam tangan Cu Siau-thian"
"Mengapa demikian?"
"Kalau pada waktu itu dia sudah berhasil mendapatkan
berlian merah darahnya, dia tidak perlu membunuh Hui Taiya
dan Leng Taiya. Hui Taiya tidak dapat melihat, Leng Taiya
kehilangan tangannya, menghadapi Cu Taiya, mereka tidak
bisa berbuat apa-apa. untuk apa Cu Taiya membunuh
mereka?"
Thiat-yan terdiam tidak berkata apa-apa. sepertinya dia
mengerti apa yang ingin dikatakan Tu Liong.
Cu Taiya" Tu Liong berkata perlahan lahan, "pertama tama
aku ingin mengaku salah. Siasat permainan yang sudah kau
mainkan sudah terlalu banyak. Tidak aneh Thiat-yan merasa
curiga.... bagaimana situasi kejadian yang sebenarnya hanya
dirimulah yang paling mengerti. Kalau kau tidak menjelaskan
hal yang sebenarnya pada kami semua, mungkin kesalah
pahaman ini akan semakin berlarut larut."
"Tu Liong, penjelasan apa yang ingin kamu dengar dariku?"
"Aku ingin menanyakan dua hal padamu”
“Silahkan"
"Siapa yang membunuh Hiong-ki?”
“Tidak tahu"
"Dimana ayah Kie-hong saat ini?”
“Tidak tahu"
Mendadak tampang Tu Liong menjadi sangat dingin., dia
lalu berkata, "Cu Taiya, sebenarnya kedua pertanyaan ini bisa
kau jawab, mengapa kau pura-pura tidak tahu?"
Tiba-tiba saja Cu Siau-thian tertawa dingin. Dia lalu berkata
pada Tu Liong dengan sikap dingin: "Tu Liong! Aku sudah
membawamu dari luar kota dan memeliharamu sampai
menjadi orang.
Sekarang kau berani berkata seperti ini padaku. Tidakkah
kau merasa kalau kau sudah kelewatan?"
"Cu Taiya ! aku pasti mengingat budi mu yang memelihara
diriku sampai mati. Tapi...."
"Tapi apa? masalah ini tidak ada urusannya sama sekali
dengan dirimu. Tidak ada budi baik, tidak ada dendam. Ketika
orang lain sudah menodongkan senjata padaku, tidak
menolongku tidak apa-apalah. Mengapa kau malah berbalik
membantu orang lain melawan diriku? Apakah perbuatanmu
dapat dimaafkan?"
"Cu Taiya! Seharusnya kau sudah tahu bagaimana
akrabnya aku dengan Wie Kie-hong. Urusan ini sangat besar
kaitannya dengan dirinya"
"Memang apa kaitannya dengan dirinya?"
"Kaitannya adalah mengenai keberadaan ayahnya saat ini.
apakah dia masih hidup atau sudah mati....
Cu Taiya ! aku masih ingin menanyakan dua pertanyaan
lagi"
"Tanyakanlah"
"Aku sungguh berharap kali ini kau bisa memberikan
jawaban yang memuaskan”
“Aku akan berusaha”
“Dimana ayah Kie-hong sekarang?”
“Tidak tahu"
"Kalau begitu dimana adik angkatmu Boh Tan-ping
sekarang?"
"Tidak tahu"
Tu Liong sudah menanyakan empat perta-nyaan.
Semuanya dijawab tidak tahu.
Thiat-yan berkata dingin:
"Tu Siauya, kau sudah membuang-buang tenaga.
Walaupun kau menanyakan seratus pertanyaan lagi,
semuanya akan sia-sia saja. Cu Taiya si tua bangka ini,
mulutnya sangat keras. Sedikitpun tidak akan membocorkan
rahasia apa-apa"
"Tu Liong" Cu Siau-thian berkata sedikit tergesa-gesa, "aku
ada sedikit salah paham dengan Thiat-yan. Aku percaya aku
bisa meluruskan kesalah-pahaman ini dengan cepat. Bisakah
kalian berdua meninggalkan kami berdua sebentar saja?"
Selama ini Wie Kie-hong tidak berkata apa apa. hanya
karena dia sangat menghargai Tu Liong, dan juga
mempercayainya, mendadak dia berkata:
"Tu toako, sebaiknya kita pergi sekarang"
Tu Liong sangat mengerti Wie Kie-hong. Kalau dia sudah
berkata pergi, pastilah ada alasan yang istimewa. Karena itu
dia tidak berkata apa-apa lagi. dia mengikuti Wie Kie-hong
pergi keluar ruangan.
Setelah melangkah keluar pintu masuk, dia baru bertanya
pada Wie Kie-hong.
"Ada apa?"
"Bukankah tadi kau mengatakan kalau gang San-poa ini
sudah menjadi perangkap? Mengapa kita tidak
membuktikannya sendiri?"
"Perangkap ini bukan untuk menjebak kita"
"Kalau begitu perangkap ini untuk siapa?"
"Menjebak Thiat-yan"
"Tu toako! aku rasa kau tidak perlu mengkhawatirkan
dirinya. Kalau dia tidak mempunyai rasa percaya diri yang
penuh, dia mana mungkin berani masuk perangkap dengan
gamblang seperti ini?"
"Oh?"
"Tu toako! kalau tidak percaya kita berdua berpencar untuk
memeriksa keadaan disekitar rumah ini. mungkin Cu Taiya
menyembunyikan sesuatu. Mungkin juga Thiat-yan tidak
datang kemari sendirian."
"Baiklah, aku akan pergi memeriksa kesana ... kau pergi
kesana...." Tu Liong menunjuk nunjuk. "Nanti kita akan
bertemu lagi didepan pintu kamar samping"
"Baik"
Gerakan Tu Liong sangat cepat. Sebentar saja dia sudah
masuk ke dalam bayang-bayang rumah.
Wie Kie-hong juga segera membalikkan tuLuh. Didepannya
sudah terbentang lorong yang gelap. Dia baru akan memulai
penjelajahan rumah ini ketika tiba-tiba saja dia menyadari
kalau seseorang sudah berdiri dihadapannya. dia berdiri
ditengah keremangan ruangan. Raut mukanya sama sekali
tidak terlihat.
"Siapa kau?" Wie Kie-hong bertanya kaget, pada waktu
yang bersamaan, dia sudah memasang pose siap untuk
bertarung.
"Apakah kau Wie Kie-hong?" lawan bicaranya tidak
menjawab pertanyaan. Suaranya terdengar serak.
"Tidak salah. Kau siapa? Apakah kau orang yang pada
waktu itu memberitahuku untuk tidak menyerahkan payung
pada nona Thiat-yan ?"
"Jangan tanyakan siapa diriku....aku hanya ingin kau
mendengarkan kata-kataku. Cepatlah pergi dari sini. Semakin
jauh kau pergi semakin baik. semakin cepat kau pergi juga
semakin baik."
"Kemana aku harus pergi?"
"Terserah dirimu”
“Apakah kau adalah kaki tangan Cu Siau-thian?”
“Bukan"
"Kalau begitu berapa banyak orang yang sudah
disembunyikan Cu Siau-thian disini?”
“Tidak sedikit"
"Apakah kau takut aku disini mendapatkan bahaya?"
"Betul"
"Masih ada temanku disini. Aku harus memberitahu dia dan
pergi bersama-sama...."
"Apakah temanmu itu bernama Tu Liong?”
“Betul"
"Tenanglah. Cu Siau-thian sangat menyukai dirinya. Dia
tidak mungkin mendapat celaka"
"Aku tidak dapat meninggalkan dirinya begitu saja disini"
Orang itu segera berjalan mendekat. Sekarang Wie Kiehong
bisa melihat mukanya dengan lebih jelas. Wie Kie-hong
sempat tersentak kaget. Orang ini tampak aneh. Alisnya
berwarna putih dan matanya berwarna merah. Dengan suara
rendah dia berkata:
"Cepat pergi!! kalau lebih lama lagi kau pasti tidak akan
bisa melarikan diri"
"Maaf!" Wie Kie-hong berkata dingin:
"Kau tidak menjelaskan asal-usulmu. Bagai mana aku tahu
apakah kau bermaksud baik atau jahat?"
"Wie Siauya! kalau kau mau mendengarkan kata-kataku,
kau bisa pergi dengan cepat dari tempat yang berbahaya ini.
aku bersedia menceritakan apa yang ingin kau ketahui."
"Tentang apa?"
"Contohnya siapa yang sekarang sedang memegang berlian
berwarna merah darah itu. siapa yang memiliki ide untuk
mencelakai Tiat Liong-san pada waktu itu. bagaimana Hui
Taiya dan Leng Taiya mati. Masih ada lagi....masih ada lagi
tentang keberadaan ayahmu dan lain sebagainya"
Tawaran ini terdengar sangat menjanjikan. Wie Kie-hong
merasa sedikit ragu-ragu.
"Apakah kau bisa menepati kata-katamu?"
"Wie Siauya, seharusnya kau sudah bisa menebaknya dari
kata-kataku. Aku adalah orang yang jujur"
"Baiklah..."
"Kie-hong!" mendadak dari tengah kegelapan ruangan, Tu
Liong berteriak padanya "jangan dengar kata-katanya. Dia
sedang berbohong!"
Wie Kie-hong tertegun. Tampaknya orang yang beralis
putih pun sama-sama tertegun
"Kie-hong! tadi kau sudah bertanya padanya apakah disini
ada kaki tangan Cu Siau-thian. Dia menjawab 'tidak sedikit'.
Aku sudah menggeledah seisi rumah. Jangankan anak buah
Cu Siau-thian. Aku bahkan tidak menemui bayangan hantu
apapun disini. Asalkan dia sudah berkata satu kebohongan
saja, semua yang dikatakannya tidak bisa diandalkan."
Orang itu berkata perlahan-lahan:
"Tuan pastilah Tu Siauya..."
"Betul sekali" Tu Liong mulai berjalan mendekat.
Orang itu mundur dua langkah. Seperitnya dia tidak ingin
berada terlalu dekat dengannya. Dia tampak seperti tidak
ingin dilihat oleh Tu Liong.
"Biarkan aku melihat siapa dirimu" Tu Liong terus berjalan
mendekat.
"Tu Siauya harap jangan berjalan lebih dekat. Jangan
memaksa seperti ini."
"Kenapa? Apakah kau takut aku mengenali-mu?"
"Tu Siauya, dengarkan peringatanku. Anak muda seperti
kau dan Wie Kie-hong tidak akan mampu melihat betapa
liciknya Cu Taiya. Dia memang menyembunyikan kaki
tangannya didekat sini, hanya kau tidak mampu melihatnya.
Jangan bertarung dengan mereka, kalian yang akan rugi"
"Siapa namamu?"
"Jangan tanyakan siapa namaku. Suatu saat nanti kalian
pasti akan mengetahuinya"
"Mengapa tidak memberitahu kami sekarang?"
"Aku memiliki masalah sendiri"
"Kau melakukan hal ini, apakah kau tidak takut Cu Taiya
membalas perbuatanmu?"
"Aku tidak takut. Nyawaku ini dari awal sudah tidak
berharga lagi"
"Tu toako, mendengar kata-katanya, sepertinya dia orang
yang jujur"
Tu Liong hanya terdiam, dia tidak segera membuat
keputusan."
"Tu Siauya, apa yang sedang kau pikirkan?" orang itu terus
bertanya.
"Aku ingin bertanya satu hal padamu"
"Baiklah. Cepat tanyakan"
"Dimana Thiat-yan sekarang?"
"Jujur saja sekarang dia sedang berada dalam situasi yang
tidak menguntungkan, tapi anak itu sangat pintar, dan dia
mampu berimprovisasi mengikuti keadaan. Karena itu dia tidak
mungkin berada dalam bahaya yang tidak dapat
ditanganinya."
"Kie-hong!" sekarang Tu Liong segera mem-buat
keputusan, "Kita pergi"
Wie Kie-hong masih merasa keheranan. Dia kembali
berpaling pada orang itu hanya untuk melihatnya melangkah
mundur masuk lebih jauh dalam kegelapan rumah.
Setelah orang itu tidak terlihat, mereka berdua bergegas
pergi.
"Mengapa kau tiba-tiba mempercayai kata-katanya?" tanya
Wie Kie-hong sambil berusaha mengejar Tu Liong sambil terus
berlari keluar rumah.
"Karena orang itu sudah memanggil Thiat-yan dengan
panggilan 'anak itu', orang jahat tidak mungkin menggunakan
panggilan semacam itu ketika berbicara"
"Tu toako, kemana kita pergi sekarang?"
"Sekarang kita pergi ke rumah paman Tan Po-hai melihat
keadaan"
"Oh?" Wie Kie-hong merasa kaget, "apakah kau pikir
paman Tan Po-hai sudah mendapat masalah?"
"Kalau Cu Taiya memang adalah orang jahat seperti yang
sudah kita pikir selama ini, dia tidak mungkin meninggalkan
paman Tan Po-hai begitu saja. Dia adalah saksi hidup satusatunya
yang tersisa"
0-0-0
Walaupun hari menjelang subuh, mereka tidak berhenti,
mereka terus berlari segera menuju ke kediaman Tan Po-hai.
Ternyata dia sedang memainkan alat musiknya seperti biasa,
seolah olah tidak terjadi masalah apapun.
Tan Po-hai melihat kedua pemuda ini datang tergesa-gesa,
dia merasa heran. Dia bertanya:
"Tuan muda sekalian! apakah ada masalah darurat?"
"PamanTan!" Tu Liong merasa aneh, tapi dia tidak ingin
membuat Paman Tan menjadi terkejut, "kami datang kemari
ingin menanyakan sesuatu padamu"
"Oh?" Tan Po-hai berhenti bermain dan lalu menurunkan
alat musiknya.
Tu Liong tidak membuang waktu. Dia segera menanyakan
pertanyaan yang sudah mengganjal dihatinya selama ini.
"Saat itu siapa yang menjadi dalang dan memikirkan semua
siasat mencelakai Tiat Liong-san?"
"Leng Taiya"
"Jadi dari awal sampai akhir kau bekerja membantunya T'
"Kalau tidak aku harus berbuat apa? semuanya sudah
diatur oleh Cu Taiya. Dengan status sosialku waktu itu, aku
tidak punya hak untuk melakukan apapun tanpa persetujuan
Leng Taiya."
"Kalau begitu Cu Taiya sudah diperalat ?"
Raut wajah Tan Po-hai berubah. Dengan dingin dia
bertanya:
"Tu Siauya! mengapa kau berpikir seperti ini?"
"Yang paman maksudkan adalah Cu Taiya sudah
memelihara dan merawatku sampai aku menjadi dewasa, aku
tidak seharusnya tidak berpikir tidak hormat seperti ini,
bukan?"
"Betul"
"Manusia harus mempunyai pemikiran yang tidak egois,
tidak benar mendahulukan kepentingan pribadi diatas
kepentingan bersama. Betul?"
"Sebenarnya kalian kemari untuk apa?"
"Kami ingin mendapatkan jawaban yang benar." Kata-kata
Tu Liong masih terdengar terus mendesak.
"Tu Siauya! saat itu Cu Taiya sangat kaya, dan agar bisa
tinggal didalam kota, dia terpaksa menjadi egois dan
menggunakan nama besar Leng Taiya. Mengenai bagaimana
situasi sebenarnya ketika Tiat Liong-san dicelakai, tentang hal
itu aku tidak begitu jelas."
"Paman Tan, aku menebak kalau Hui Taiya dan Leng Taiya
sudah dibunuh oleh Cu Taiya. Oleh karena itu kau pun harus
berhati-hati"
Ternyata paman Tan Po-hai tidak menunjukan reaksi apaapa.
dia tidak tampak terkejut. Dengan sangat tenang dia
berkata:
"Apakah kau pikir Cu Taiya akan membunuhku?"
"Mungkin juga"
"Aku rasa tidak mungkin"
"Jangan terlalu yakin"
"Aku tidak menghalangi jalannya sama sekali. Apakah dia
ada alasan untuk melukaiku?" Wie Kie-hong ikut campur
mulut:
"Paman Tan, banyak banyaklah menjaga diri. kami masih
ada urusan lain, tidak dapat tinggal disini berlama-lama"
Wie Kie-hong tampak terburu-buru pergi, ini membuat Tu
Liong merasa curiga. Tanpa disadari dia melirik ke arah Wie
Kie-hong. Sebaliknya Wie Kie-hong mendelik pada Tu Liong
berusaha memberikan isyarat padanya.
Karena itu Tu Liong tidak berkata apa-apa lagi. dia hanya
mengikuti Wie Kie-hong berjalan keluar.
Setelah keluar dari kediaman paman Tan Po-hai, Wie Kiehong
berputar menuju taman belakang rumah itu.
Tu Liong sungguh merasa heran. Dia bertanya:
"Ada apa?"
Wie Kie-hong tidak berkata apa-apa. Gerak-geriknya sudah
mencerminkan jawabannya. Dia hanya menarik Tu Liong, dari
taman belakang mereka mengendap-endap masuk kedalam
rumah Tan Po-hai.
Sepertinya Tu Liong mengerti apa tujuan Wie Kie-hong
melakukan hal ini. tapi dia tetap bertanya juga pada Wie Kiehong:
"Kau pikir kalau Paman Tan pasti akan dibunuh malam ini?"
"MMmm..." Wie Kie-hong menggangguk-anggukkan kepala.
Dia terus mengendap-endap masuk.
Tu Liong terus menempel dibelakangnya bagaikan ekor
Dari dalam kamar tempat mereka tadi berbicara tidak
terdengar suara permainan alat musik Paman Tan, namun dari
jendela kertas terlihat bayang-bayang manusia. Tidak hanya
satu, tapi ada dua orang.
Suara percakapan mereka sayup-sayup ter-dengar "Tuan
Boh, semua kata-kataku tadi tidak ada yang salah ucapkan?"
"MMmm.."
"Tuan Boh! seumur hidupku ini aku tidak menginginkan
ketenaran ataupun harta kekayaan. Aku hanya ingin hidup
tenang. Dari awal aku tidak ingin terlibat dalam masalah ini.
sekarang aku bisa membuktikan diri dan menolong Cu Taiya.
Tolong anda katakan hal yang bagus didepan Cu Taiya, kalau
dia mengijinkan, aku akan segera pergi"
"Mm...."
Orang yang bermarga Boh itu tampaknya tidak banyak
bicara. Dia tampak ingin segera mengakhiri percakapan.
"Apakah kau masih ada perintah lainnya?"
"Ada satu urusan lagi. aku harap kau bisa maklum"
"Oh...?"
"Aku juga hanya menjalankan perintah”
“Aku mengerti. Aku sungguh mengerti”
“Kalau begitu harap anda jangan marah padaku"
"Ini....apa maksudnya ini?"
"Cu Taiya sudah berpesan padaku kalau dia sudah
kehilangan semua teman baiknya. Yang tersisa tinggal anda
sendiri, anda pasti merasa kesepian”
“Cu Taiya ingin aku mati?"
"Cu Taiya mengutusku kemari untuk mengantarmu ke
surga"
"Tuan Boh........selama bertahun-tahun,
dihadapannya aku sudah berlaku seperti pesuruh
mengerjakan semua yang diperintahkan dan mencari dengar
berita. Apakah dia masih tidak puas denganku?"
"Kalau kau bersedia menyusul Hui Ci-hong, Leng Souwhiang
dan beberapa teman-teman lamamu pergi ke neraka, Cu
Taiya pasti akan lebih senang lagi"
Tan Po-hai mulai gemetaran...:
"Kalau aku hidup, dia tidak akan dirugikan"
"Aku tahu, Cu Taiya juga tahu. Tapi kalau kau tidak mati,
terhadap Hui Ci-hong dan Leng Souw-hiang sepertinya tidak
adil kan?"
"Cu Taiya kejam sekali....tuan Boh, anda bisa dibilang
seorang pria jantan, kau membantunya seperti ini,
mengetahui rahasia miliknya sebanyak itu, apakah kau pikir
dia bisa tenang sebelum membunuhmu?"
"Kau memang teman yang baik. bahkan sekarang setelah
kau nyaris mati, kau masih memikirkan diriku."
"Nanti kau pasti tidak akan bisa terus hidup dengan baik"
"Tenanglah, aku punya hubungan khusus dengan Cu Siauthian"
"Tidak ada gunanya. Kau bukan anak yang dilahirkan
sendiri olehnya. Dia pasti akan membunuhmu juga. Hanya
saja waktunya belum sampai"
"Kau memang orang yang baik. aku tidak tega
membunuhmu secara kejam. Sekarang berbaringlah di lantai,
pejamkan matamu. Aku pasti akan membunuhmu dengan
cepat dan tanpa rasa sakit...."
Tiba-tiba Wie Kie-hong menyerbu masuk ke dalam
ruangan, dia segera mencabut pedangnya dan menerobos
masuk dari jendela kamar. Jendela kamar hancur berkepingkeping,
pecahannya terbang ke empat penjuru. Suasana
tengah malam yang sepi menjadi riuh karena bunyi keras
jendela yang hancur dan teriakan Wie Kie-hong.
Pedang gigi gergaji Boh Tan-ping sudah keluar dari
sarungnya. Ketika jendela didobrak, dia sedang bersiap-siap
memancung kepala Tan Po-hai. Tiba-tiba dia menyadari kalau
situasi mendadak sudah berubah. Dia segera merubah arah
serangan dan menebas ke arah jendela.
Wie Kie-hong masih berada ditengah udara ketika sabetan
pedang gigi gergajinya datang. Dia tidak bisa menghindari
serangan senjata mematikan ini. terpaksa dia menggunakan
pedangnya untuk menangkis serangan Boh Tan-ping.
Tu Liong pernah merasakan kehebatan pedang gigi gergaji
Boh Tan-ping. dia segera berteriak memberi peringatan:
"Kie-hong! hati hati!"
Teriakannya ini hanya menggambarkan apa yang ada
didalam hatinya, tapi jeritan itu sama sekali tidak menolong.
Sepertinya Wie Kie-hong pasti akan terluka.
Pedang bertemu pedang, sekarang terdengar dentingan
keras besi yang saling beradu.
"TANGLANG!"
Setelah Wie Kie-hong menjejakkan kedua kakinya di lantai,
dia segera memburu kedepan menyabetkan pedangnya ke
arah Boh Tan-ping. kali ini Boh Tan-ping yang terpaksa
menggunakan pedangnya untuk menangkis serangan
beruntun ini.
"TANGLANG!"
Tu Liong pun tidak ketinggalan, dia ikut menyerbu masuk
kedalam. Karena tidak membawa senjata, Tu Liong tidak
dapat berbuat banyak. Dia hanya bisa melihat Wie Kie-hong
yang terus menyerang Boh Tan-ping.
Pedang Wie Kie-hong terus menyambar nyambar dengan
hebat. Boh Tan-ping pun tampaknya bisa menangkis semua
serangannya dengan mudah. Setelah melangkah mundur
cukup jauh, Boh Tan-ping mulai terdesak, tidak jauh
dibelakangnya sudah ada tembok. Kalau dia hanya menangkis
serangan seperti ini, dia pasti akan terjepit.
Ketika sedang berpikir seperti ini, Wie Kie-hong sudah
menyabetkan pedangnya sekuat tenaga ke arah leher Boh
Tan-ping. Boh Tan-ping tersentak kaget. Segera dia
menunduk. Pedang Wie Kie-hong menebas udara kosong
dengan suara tebasan yang sangat keras.
Boh Tan-ping memanfaatkan kesempatan ini. dia segera
berguling-guling di lantai menjauh dari Wie Kie-hong.
Malang baginya, ketika berguling menjauh dia berguling
menuju sebuah meja kayu bundar. Wie Kie-hong sudah
kembali menyerang ke arahnya.
Masih berguling di lantai, Boh Tan-ping segera
menggebrakkan tangan kirinya ke lantai. Dia segera meluncur
ke atas dan mendarat dengan lembut di atas meja. Namun
setelah ini dia kembali meloncat menjauh. Dia meloncat pada
waktu yang tepat, karena beberapa detik kemudian pedang
Wie Kie-hong sudah membelah meja kayu menjadi dua
bagian.
Boh Tan-ping mendarat dengan lembut dekat paman Tan
Po-hai...
Tidak terduga, Paman Tan yang lemah lembut berhasil
mengumpulkan keberanian untuk membantu Wie Kie-hong
melawan Boh Tan-ping.
Sebenarnya Paman Tan juga tidak tahu dari mana
datangnya keberanian ini. dia mengangkat sebuah kursi dan
segera menghempaskannya ke kepala Boh Tan-ping.
Untunglah Boh Tan-ping masih siaga. Walau-pun
konsentrasinya terhadap Wie Kie-hong buyar, tapi dia masih
sempat menebaskan pedangnya untuk menghancurkan kursi
yang melayang ke arah kepalanya. Sekali lagi terdengar suara
keras "BRAAAKKK"
Pertarungan segera terhenti.
Pada awalnya Wie Kie-hong masih berniat untuk terus
menyerangnya, namun setelah mendarat, Tu Liong
memegang bahunya dengan tegas. Dia mengerti apa maksud
Tu Liong.
Pedang gigi gergaji Boh Tan-ping terkulai lemas di sisi
badannya. Dia tidak menggerak gerakkan pedangnya lagi.
Tu Liong sudah berpengalaman melawannya. Dia tahu
kalau Boh Tan-ping sedang menunggu kesempatan baik untuk
kembali menyerangnya lagi.
"Boh Tan-ping! kita bertemu lagi" seru Tu Liong dengan
suara dingin.
Boh Tan-ping tidak menjawab.
"Apakah Cu Taiya sudah mengutusmu kemari membunuh
Paman Tan untuk menutup mulut?"
Boh Tan-ping tetap tidak bersuara. Dia terus mendelik
dingin ke arah kedua pemuda ini.
"Tu toako, dari gelagatnya jawaban pertanya anmu sudah
sangat jelas, untuk apa kau bertanya lagi?"
"Karena aku ingin memberinya saru kesempat-an lagi"
"Kau ingin memberiku kesempatan apa?"
Akhirnya Boh Tan-ping membuka mulut, namun sifatnya
masih bermusuhan seperti sebelumnya.
"Aku ingin memberimu kesempatan untuk membuka
lembaran hidup yang baru"
"Hidup baru? MMMmmm??" Boh Tan-ping tetap terdengar
angkuh. Didalam pikirannya, dia belum kalah.
"Boh Tan-ping, semua kartu Cu Taiya sudah terbuka. Untuk
apa kau masih mematuhi semua perintahnya? Jatuhkanlah
pedangmu, kita rundingkan baik-baik. Satu kalimat saja bisa
menyelamatkan jiwamu"
"Tu Liong, apakah kau pikir kata-katamu mempunyai kuasa
yang lebih besar dari pada kata kata Cu Taiya? Anak kecil!
tidak tahu diri! cepat pergi! kemarin ini aku masih
mengampuni jiwamu, jangan menyia-nyiakannya"
Tu Liong tidak menghiraukan kata katanya. Dia langsung
bertanya..
"Boh Tan-ping, pedang gigi gergajimu itu sudah membunuh
berapa banyak orang?"
"Tidak sedikit”
“Apakah ini termasuk Hiong-ki?”
“Hiong-ki? Apakah dia orang yang sudah menolongmu
tempo hari?”
“Tidak salah"
"Dia adalah satu-satunya orang yang berhasil lolos dari
pedangku hidup-hidup"
"Kalau begitu berarti Hiong-ki bukan dibunuh olehmu?"
"Bukan"
"Kalau begitu siapa yang sudah mem-bunuhnya?”
“Apakah kau hanya ingin tahu tentang masalah ini?"
"Ya"
"Kalau aku mengatakannya, kau belum tentu percaya"
"Boh Tan-ping, tidak perlu membuang waktu, yang kita
miliki sekarang ini hanyalah waktu. Kau juga tidak perlu
memusingkan apakah aku akan mempercayai kata-katamu
atau tidak. Kalau kau bisa menjawab pertanyaan ini, tolong
segera jawab"
"Apa manfaatnya bagiku kalau aku menjawab?”
“Kami mungkin akan melepaskanmu”
“HUH! Berani sekali kau berkata begitu”
“Kami berdua bisa membunuhmu sekarang juga. Ini bukan
sedang menggertak"
Boh Tan-ping menunduk, sepertinya dia mengerti keadaan
tidak menguntungkan baginya. Dia menyapu tatapan ke muka
kedua pemuda ini lalu dengan baik_baik berkata:
"Aku yakin kalian berdua memiliki kemam-puan untuk
membunuhku, tapi setelah membunuhku, bagaimana kalian
akan menghadapi Cu Taiya?"
Tu Liong tertawa dingin.
"Boh Tan-ping! kau sungguh tidak mengerti situasi. Kau
pikir aku masih berada dibawah sayap Cu Siau-thian? Asalkan
kejahatannya sudah terbukti, dia tidak bisa melarikan diri"
"Tu Liong, jangan terlalu percaya diri"
"Kalau Cu Siau-thian memang sudah mencerita kan aku
dihadapanmu, seharusnya kau tahu kalau aku
bukanlah orang yang percaya diri secara buta....Boh Tanping
! kau tidak usah membuang waktu lagi. siapa yang sudah
membunuh Hiong-ki?"
"Wie Ceng"
"Kau bohong!" Wie Kie-hong yang dari tadi diam sekarang
berteriak keras.
"Aku tadi sudah bilang, kalau aku jawab kalian pasti tidak
percaya. Tapi kalian berkeras bertanya juga"
"Aku tidak percaya ayahku tega membunuh orang"
"Wie Kie-hong, kau sudah melihat sendiri pedang ayahmu
mendongkel jendela kamar tidur ayah tirimu Leng Souw-hiang.
Pada malam itu dia bermaksud membunuh Leng Souw-hiang
tapi diketahui olehmu, sehingga niatnya tidak ter-capai."
Wie Kie-hong kemudian berteriak teriak seperti orang gila:
"Kau bohong! Kau bohong!"
"Kie-hong! tenanglah!"
"Tu toako! Apa kau percaya kata-katanya?"
"Kamu tenanglah sedikit! biarkan aku bertanya padanya...."
Tu Liong berusaha menenangkan Wie Kie-hong, setelah itu
dia kembali bertanya pada Boh Tan-ping.
"Mengapa Wie Ceng ingin membunuh Hiong-ki?"
"Karena Hiong-ki sudah jadi rintangan"
"Rintangan bagi siapa?"
"Tentu saja rintangan bagi Wie Ceng"
"Memangnya apa yang diinginkannya?"
"Tentu saja berlian merah darah yang selama ini jadi
gunjingan semua orang"
"BOHONG!!!" sekali lagi Wie Kie-hong berteriak.
"Kie-hong, biarkan dia terus menjelaskan..."
Sekali lagi Tu Liong berpaling pada Boh Tan-ping.
"Sekarang dimana berlian merah darah itu?"
"Tentu saja ada pada Leng Souw-hiang"
"Boh Tan-ping, ada satu hal yang harus kau mengerti. Wie
Ceng adalah abdi setia Leng Souw-hiang"
"Kata setia suatu saat mungkin bisa berubah"
"Berubah karena apa?"
"Berubah karena hubungan untung rugi"
"Untung rugi? Sepertinya Wie Ceng tidak tahu-menahu
mengenai urusan berlian ini"
"Pada awalnya dia memang tidak tahu. Belakangan dia
mengenal Thiat-yan. Dan Thiat-yan menjanjikan akan membeli
berlian merah darah itu dengan harga tinggi. Karena itu Wie
Ceng berubah"
"Boh Tan-ping! kau bohong! Hiong-ki diam-diam selalu
membantu Thiat-yan. Bisa dikatakan Dia dan Wie Ceng berdiri
pada jalan yang sama. Mana mungkin dia merintangi usaha
Wie Ceng?"
"Sebenarnya anggapanmu kalau Hiong-ki sedang
membantu Thiat-yan juga salah. Sebenarnya dia juga sedang
mengincar berlian merah darah itu"
"Dimana Wie Ceng sekarang?"
"Dia sedang menunggu sebuah kesempatan"
"Kesempatan apa?"
"Kesempatan membunuh Cu Siau-thian"
"Apa motivasinya membunuh Cu Siau-thian?"
"Mungkin Cu Siau-thian adalah saingan terakhirnya dalam
mendapatkan berlian itu."
"Mengapa kau memakai kata mungkin?
Boh Tan-ping berkata perlahan lahan:
"Karena ini adalah pemikiran Wie Ceng. Aku tidak tahu
apakah ini benar atau tidak. Tapi satu hal yang pasti. Cu Taiya
sama sekali tidak ada kaitannya dengan masalah ini."
Wie Ceng sudah menjadi orang yang sangat misterius.
Semua urusan sudah dilemparkan pada dirinya. Hanya kalau
Wie Ceng sendiri muncul menerangkan pada semua orang,
semua urusan pasti akan menjadi jelas, masalahnya dimana
Wie Ceng sekarang? Mengapa dia tidak mau menampakkan
dirinya?
Boh Tan-ping selalu membela Cu Taiya. Sepertinya dia
sudah membuat kesepakatan dengan Cu Siau-thian. Ini sudah
jelas.
Tu Liong kembali memikirkan semuanya dari awal sampai
akhir. Setelah itu dia berkata perlahan lahan:
"Boh Tan-ping, selama ini kau selalu membela Cu Siauthian...."
"Kata-kataku itu semuanya kenyataan"
"Apakah yang kita lihat selama ini tidak terhitung
kenyataan? Cu Siau-thian sudah meng-utusmu kemari untuk
membunuh Paman Tan, hanya karena dia adalah saksi satusatunya
yang masih hidup. Tadi kita berdua sudah mendengar
semuanya dengan jelas dari luar jendela"
"Tu Liong" Boh Tan-ping tertawa dingin dan berkata,
"kepintaranmu sudah menjadi bumerang bagimu"
"Apa artinya kata-katamu itu?"
"Dari awal sampai akhir, Cu Taiya sudah menjadi kambing
hitam dan menanggung semua fitnah. Sekarang ini dia hanya
berusaha membela diri"
"Hahaha...." Tu Liong tidak kuasa menahan tawa,
"Bagaimana sebenarnya hubunganmu dengan Cu Taiya?
Mengapa kau membelanya mati-matian seperti ini?"
"Tidak ada hubungan apa-apa"
"Tidak ada hubungan apa-apa? apakah kau bahkan tidak
mengenalnya?"
"Kau bisa mengatakan kalau aku adalah pendekar yang
tidak senang melihat ketidak adilan."
"Seorang pendekar baik yang tidak menyukai ketidak adilan
yang bernama Boh Tan-ping. kalau kau mengira hanya karena
umur kami yang masih sangat muda, sehingga kami tidak
mengerti kejadian waktu itu? kau sudah mebuat kesalahan
besar, kau adalah adik angkat Cu Siau-thian, benar?"
Boh Tan-ping tertegun
Tu Liong meneruskan kata-katanya, "Setelah itu kau
berselisih paham dengan Cu Siau-thian dan lalu pindah
membela Tiat Liong-san, ini pun adalah sebuah siasat agar
kau bisa menjadi mata-matanya?"
Boh Tan-ping tampak ingin membela diri, tapi dia tidak
mengatakan apa apa.
Kata-kata Tu Liong menyembur bagaikan bendungan yang
jebol. Sekali meluncur tidak dapat dihentikan.
Dia meneruskan kata-katanya, "Dari dulu kebanyakan
pendekar muncul dari kalangan persilatan. Orang yang
sungguh jahat ataupun pemimpin besar pun banyak yang
datang dari dunia persilatan. Menurut dugaanku, masalah
berlian merah darah ini adalah sebuah siasat agar orang lain
tidak ikut campur. Mungkin di baliknya masih ada alasan lain"
"Alasan lain apa?" Boh Tan-ping akhirnya membuka mulut
"Aku sebenarnya berharap kau bisa mem-beritahu padaku"
"Maaf, aku tidak tahu apa-apa"
"Boh Tan-ping, ada satu hal yang tidak bisa kau sangkal"
"Tentang apa?"
"Kau selalu berada di sisi Thiat-yan, tapi kau selalu
mengabdi pada Cu Siau-thian."
"Tu Liong! aku ingin mengatakan sesuatu yang belum kau
ketahui"
"Tentang apa?"
"Thiat-yan tidak bermusuhan dengan Cu Siau-thian"
"Oh...?" Tu Liong diam-diam terkejut
"Setelah datang ke kota Pakhia, Thiat-yan sudah melukai
beberapa orang, tapi dia tidak melukai Cu Siau-thian sama
sekali. Kemarin ini di tengah hutan di Sie-san, kalian pasti
sudah berhasil melukai Cu Siau-thian, tapi kalian dihentikan
oleh Thiat-yan. Sebenar-nya apa cerita dibaliknya, seharusnya
kalian sudah bisa memikirkannya"
Tu Liong baru saja mengerti tentang satu hal, namun
sekarang dia kembali terperangkap dalam sebuah misteri yang
lain. Kata-kata Boh Tan-ping ada benarnya juga. Apa cerita
dibalik masalah ini?
"Tu Liong" Boh Tan-ping menggunakan kesempatan ini
untuk melanjutkan kata-katanya, "kau masih muda, emosimu
sangat meledak-ledak. Kau belum tentu dapat membuat
sebuah kesimpulan yang tepat. Kau jangan terburu-buru,
sebaiknya dengar-kanlah kata-kata Cu Siau-thian"
"Dia sudah menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan
masalah. Paman Tan Po-hai adalah orang yang baik. semua
orang di Pakhia juga menge-tahuinya. Mengapa dia ingin
membunuhnya?"
Boh Tan-ping menjawab dengan dingin:
"aku yakin pasti ada alasan yang tepat bagi Cu Siau-thian
membunuh Tan Po-hai. Kalau tidak...."
"Kata-kata mu sangat sulit diterima"
"Tu Liong, saat ini Cu Siau-thian sedang bersama- sama
Thiat-yan di kediaman Bu Tiat-cui. Mengapa kau tidak segera
pergi bertanya pada mereka berdua. Mungkin juga...."
"Tidak perlu. Aku hanya ingin bertanya beberapa hal lagi
padamu"
"Tu Liong, mungkin aku tidak dapat menjawabnya." Boh
Tan-ping tampak sedang berusaha menghindari masalah,
"bagaimana kalau sekarang kita bersama-sama pergi kesana
untuk berbicara?"
Setelah berkata demikian, Boh Tan-ping membalikkan
tubuh dan segera berjalan keluar rumah. Tidak kalah cepat,
Wie Kie-hong merintangi jalan.
"Berhenti!"
"Ada apa?" dengan dingin Boh Tan-ping bertanya "Dimana
ayahku sekarang?”
“Aku tidak tahu...."
Sepertinya Wie Kie-hong sudah kehabisan kesabaran.
Selama ini dia selalu mendapat jawaban "tidak tahu". Setelah
Boh Tan-ping berkata seperti itu, Wie Kie-hong segera
mencabut kembali pedangnya. Dia segera menyerang Boh
Tan-ping. gerakannya sangat cepat. Tidak di sangka ternyata
Boh Tan-ping juga sudah bersiap sedia. Dia segera
menghindari serangan. Pertarung an kedua kembali terjadi.
Wie Kie-hong segera menghujamkan pisaunya ke arah Boh
Tan-ping.
Boh Tan-ping menghindari tusukan pisau dengan gesit.
Namun dia menyadari kalau sekarang dia sudah terpojok.
Dia berdiri di sudut ruangan. "Apa-apaan ini?"
"Tu toako, sebaiknya kau bawa Paman Tan pergi dari sini"
Wie Kie-hong berkata pada Tu Liong.
Tu Liong hanya mengangguk, dan menarik tangan Paman
Tan dan bergegas pergi dari rumahnya.
Wie Kie-hong membalikkan kepala kembali menatap Boh
Tan-ping.
"Aku tanya sekali lagi. dimana ayahku?"
"Aku tidak tahu"
Mendadak Wie Kie-hong memburu kedepan. Boh Tan-ping
terpojok. Dia sudah tidak dapat lari kemana-mana lagi.
Pisau Wie Kie-hong segera meluncur mengarah muka Boh
Tan-ping.
Boh Tan-ping mengelak serangan dengan mencondongkan
kepalanya ke kanan.
Wie Kie-hong menyabetkan pisaunya ke arah kanan,
bermaksud terus memburu Boh Tan-ping.
Boh Tan-ping menunduk dan segera berguling-guling
menjauh.
Sekali lagi Boh Tan-ping terpojok. Dia berdiri membelakangi
dinding.
Dia bergumam tidak jelas, tampaknya dia dongkol dan
mengumpat mengapa ruangan tempat tinggal Paman Tan
sangat sempit.
Wie Kie-hong menendang tembok dan melun-cur menuju
Boh Tan-ping.
Boh Tan-ping segera mengayunkan pedang gigi gergajinya
ke arah Wie Kie-hong.
Untung Wie Kie-hong masih dapat menahan Lajunya.
Pedang gigi gergaji menancap lemari.
Wie Kie-hong segera menyabetkan pisaunya ke pegangan
pedang.
Dia bermaksud menebas tangan Boh Tan-ping.
Segera Boh Tan-ping melepaskan pedangnya.
Wie Kie-hong memanfaatkan kesempatan ini untuk
menekan Boh Tan-ping.
Sekali lagi Boh Tan-ping terdesak di pojok ruangan.
Kali ini Wie Kie-hong sungguh sudah membuatnya tidak
berdaya.
"Katakan! dimana ayahku berada?”
“Aku tidak tahu"
Wie Kie-hong menatap matanya dalam-dalam.
Boh Tan-ping tahu kalau tidak bicara, Wie Kie-hong
sungguh akan melukainya.
Wie Kie-hong menarik nafas dalam-dalam
Dia segera mengayunkan pisaunya ke arah leher Boh Tanping.
"Tunggu!!"
Pisau Wie Kie-hong berhenti tepat ketika ujung pisau yang
tajam menyentuh lehernya.
Wie Kie-hong menunggu Boh Tan-ping meneruskan katakatanya.
Boh Tan-ping menelan ludah.
Setelah beberapa saat, dia melanjutkan kata-katanya, "Wie
Kie-hong, apakah kau ingin menjumpai ayahmu?"
"Tentu saja"
"Pergilah ke gang San-poa"
"Apakah saat ini dia ada di gang San-poa?"
"Ya. Dia ada di dalam rumah kediaman Bu Tiat-cui"
"Untuk apa ayahku ada disana? bukankah tadi kau bilang
Thiat-yan dan Cu Siau-thian juga ada disana?"
"Tidak salah. Ketika aku meninggalkan rumah Bu Tiat-cui
sebelum kemari, ayahmu sedang berbaring. Dia terluka parah,
dia terus menerus mengeluarkan darah segar. Kalau kau cepat
kesana, mungkin kau masih sempat mengantar kepergiannya"
"Siapa yang sudah membunuhnya?"
"Thiat-yan"
Mendadak emosi Wie Kie-hong meledak. Dia mengamuk
seperti orang gila. Tanpa memperdulikan apa-apa lagi, Wie
Kie-hong segera melepaskan Boh Tan-ping. dia lalu berlari
keluar. Boh Tan-ping tidak berkata apa-apa. Dia hanya melihat
kepergian Wie Kie-hong dalam diam.
0-0-0
Tu Liong terus berlari menyusuri gelapnya malam. Tan Pohai
mencoba mengimbangi kecepatan larinya tanpa banyak
hasil.
Nafasnya sudah memburu hebat bagaikan seekor kerbau
Tan Po-hai berusaha memanggilnya "Saudara Tu Liong,
tolong jangan terlalu cepat"
Akhirnya Tu Liong mengurangi kecepatan larinya, tidak
jauh berlari akhirnya mereka berhenti.
Tan Po-hai hanya bisa berdiri membungkuk mengejar
nafasnya.
Setelah nafasnya mulai teratur, Tan Po-hai bertanya:
"Saudara Tu Liong, kau hendak pergi kemana?”
“Aku bermaksud pergi menemui Cu Siau-thian di kediaman
Bu Tiat-cui"