Monday, June 27, 2011

walet besi part1a

BAB 9
Penyelesaian

Didalam sebuah rumah makan di sebelah barat kota, Tu
Liong menjumpai nona Thiat-yan. Berdasarkan kata-kata
Hiong-ki, pertemuan ini tidak diketahui oleh Boh Tan-ping. Tu
Liong datang kesana bersama Hiong-ki, Namun Hiong-ki tidak
ikut makan. Dia duduk diluar ruang makan untuk berjaga-jaga
dan melihat-lihat keadaan, sekaligus menikmati pemandangan
alam. Pada saat itu langit cerah berwarna biru muda, hanya
sedikit awan putih yang terlihat di langit.
"Seharusnya sejak awal kita bertemu dan berbicara santai
seperti ini"
Ini adalah kalimat pembuka yang diucapkan nona Thiatyan.
"Betul" sebelum datang kesini, Tu Liong sudah membuat
draft catatan yang ingin dibicarakan, karena itu dia membalas
kata-katanya dengan sangat tenang.
"Namun sebelumnya kita berdua harus mempersiapkan diri
untuk berkata dengan jujur"
"dari awal aku memang bermaksud jujur, bagaimana
dengan dirimu?"
Thiat-yan masih terlihat santai.
"Tentu saja aku akan jujur padamu" jawab Tu Liong
berusaha untuk ikut santai.
Setelah itu Tu Liong langsung mengajukan pertanyaan
"Kau datang kemari dan langsung melukai banyak orang.
Apa tujuanmu melakukan hal itu?"
"Semua orang yang kulukai adalah mereka yang sudah
menjadi kaki tangan dalang kejahatan membantu mencelakai
ayahku, aku hanya melukai bagian kecil tubuh mereka, itu
sebenarnya sudah sangat baik sekali."
"Nona Thiat-yan, aku tertarik dengan kata yang tadi kau
gunakan 'kaki tangan'........kalau begitu menurutmu siapakah
pelaku kejahatan sesungguh-nya?"
Thiat-yan menjawabnya patah demi patah kata dengan
jelas:
"Cu Siau-thian"
Tu Liong terus mendesaknya.
"Apakah kau punya bukti?"
"Sebenarnya punya, namun saat ini sulit ditunjukkan"
"Kalau begitu mengapa kau tidak langsung menghukum
pelaku kejahatan?"
"Waktunya belum tepat"
"Memangnya apa yang sedang kau tunggu?"
"Menunggu sampai kopor kulit peninggalan ayahku sudah
ditemukan."
"Aku dengar kabar yang beredar. Menurut gosip katanya
ketika ayahmu mendapat celaka, kopor kulit itu sudah di sita
di gudang barang sitaan. Setelah itu Leng Souw-hiang
menyuruh orang datang meng-ambilnya"
"Ini memang kenyataan, hanya saja belakangan aku
ketahui kalau kopor ini jatuh ke tangan Cu Siau-thian. Leng
Souw-hiang selalu menghormati Cu Siau-thian, karena itu dia
tidak berani membocorkan rahasia ini keluar"
"Mengapa kau tidak pergi mencari Cu Siau-thian?"
"Karena kau selalu berada di sisinya"
"Kau terlalu tinggi menilai diriku. Apakah kau takut pada
orang yang tidak memiliki nama sepertiku?"
"Tentu saja aku tidak takut padamu. Namun aku tidak ingin
melukai orang yang tidak ada hubungannya dengan masalah
ini. aku sudah pernah memperingati Wie Kie-hong hal yang
serupa, sekarang ini aku juga ingin memberimu peringatan
yang sama. Jangan menghalangi ku, kalau tidak..."
Aku datang kemari bukan untuk men-dengarkan
peringatanmu. Aku datang kemari karena aku ingin mengerti
masalah yang sebenarnya terjadi. Kau tadi mengatakan bahwa
kopor ini sedang berada di dalam tangan Cu Siau-thian. Aku
ingin melihat bukti apa yang mendukung kata-katamu ini"
"Cepat atau lambat aku pasti akan menunjukkannya
padamu."
Tu Liong lalu mengajukan topik yang baru.
"Apakah Boh Tan-ping tahu kau datang kemari?"
"Dia tidak tahu. Bukankah tadi Hiong-ki sudah
mengatakannya padamu?"
"Sebenarnya sebelum aku datang kemari, aku sudah
bertemu dengan Boh Tan-ping"
"Oh...?" nona Thiat-yan merasa terkejut, "apakah kau yang
sudah mengundangnya untukbertemu?"
"Tidak. Dia tiba-tiba datang mencariku"
"Apa yang kalian bicarakan?"
"Membicarakan tentang masalah ayah Wie Kie-hong.
Menurut kata-katamu pada Wie Kie-hong, ayahnya masih
hidup. Hanya saja sekarang ini dia sedang berada dibawah
penindasan Cu Siau-thian. Tapi berdasarkan apa yang sudah
dikatakan oleh Boh Tan-ping, cerita kalian berdua bertolak
belakang"
"Bagaimana ceritanya?"
"Dia mengatakan bahwa Wie Ceng belum mati, mengenai
cerita bahwa dia meninggalkan kediaman keluarga Leng
Souw-hiang untuk menunaikan tugas, itu hanyalah isapan
jempol saja. Sebenarnya Leng Souw-hiang sengaja
mengaburkan kejadian yang sebenarnya agar gerak-gerik Wie
Ceng selanjutnya tidak akan diperhatikan orang lain"
"Apakah benar Boh Tan-ping berkata seperti itu?"
"Kau seharusnya dapat melihatnya. Aku bukanlah orang
yang suka berbohong"
"Kau juga harus mempercayai kata-kataku. Kalau Boh Tanping
tidak sengaja mengatakannya untuk menggoyang fakta,
dia pasti sudah menjadi korban penipuan Cu Siau-thian. Wie
Ceng sebenarnya sedang dibawah tekanan Cu Siau-thian.
Suatu saat nanti kau pun pasti akan mengerti"
Tu Liong merasa sulit membuat kepastian. Sebenarnya
kata-kata siapakah yang dapat dipercayainya? Tapi dia sangat
menghargai jawaban Thiat-yan, karena pemecahan masalah
ini sangat menentukan banyak hal.
Sementara waktu dia mengesampingkan masalah ini. dia
lalu mengajukan pertanyaan yang lain.
"Thiat-yan, kapan kau berencana untuk turun tangan
memaksa Cu Siau-thian menceritakan tentang kopor kulit
berwarna kuning itu?"
"Malam ini"
"Apakah kau yakin bisa mendapat jawaban-nya?"
"Kalau kau tidak ikut campur, setidaknya aku tidak merasa
khawatir"
Thiat-yan menjawab pertanyaan dengan sangat pandai.
Tentu saja ada kemungkinan kata kata ini keluar dari lubuk
hatinya yang terdalam. Pendek kata, kata-kata Thiat-yan ini
tersirat niat persahabatan.
"Baiklah, aku akan menggunakan waktu yang tersisa untuk
membuktikan yang mana yang benar yang mana yang tidak
benar. Malam ini aku tidak akan berada dirumah. Nona, aku
harus memberitahu satu hal. Kau mungkin tidak memiliki
kesempatan seperti yang kau bayangkan"
Thiat-yan tertawa tapi tidak berkata apa-apa.
Setelah itu kedua orang ini bersama-sama makan makanan
yang sudah terhidang didepan mereka dengan santai. Selain
itu mereka masih mengangkat cawan arak dan saling tos.
"Nona, ada satu hal yang sangat mengganjal di dalam
hatiku"
"Oo...?"
"Mengapa kau bisa menerima Boh Tan-ping yang bermuka
dua?"
Thiat-yan berkata dengan penuh perasaan: "Orang itu
sudah kupanggil paman dari kecil. Setelah aku tahu dia masih
mempertahankan hubungan dengan Cu Siau-thian, aku tetap
tidak bisa berpaling muka darinya. Lagipula ini bukan waktu
yang tepat untuk berpaling."
"Betul ! kata-katamu yang terakhir adalah kata-kata yang
paling masuk akal"
Thiat-yan tertawa manja. Dia memiliki sifat lemah-lembut
yang biasa dijumpai dikalangan nona muda, namun dia juga
memiliki ketegasan yang dimiliki kaum pria.
"Aku datang ke Pakhia, lalu mengenal kau dan Wie Kiehong,
aku merasa senang. Sayang sekali diantara kita
terdapat hubungan balas budi dan balas dendam yang rumit.
Masing-masing punya pendirian sendiri, kalau tidak...."
"Nona, aku adalah orang yang sangat menyunjung tinggi
kebenaran, dan menentang orang-orang yang berbuat jahat.
Nona tenang saja. Didalam situasi apapun, kita bertiga selalu
bisa menjadi kawan baik"
"Benarkah?"
"Aku tidak pernah berbohong"
"Kalau begitu aku pantas memanggilmu dengan sebutan Tu
toako"
Tu Liong hanya tertawa, Thiat-yan juga ikut tertawa.
Sepertinya semua masalah persahabatan diantara mereka
sudah terselesaikan
"Adik Yan!" sekarang Tu Liong sudah menyebutnya dengan
panggilan yang lebih akrab.
"Ada satu hal yang ingin kujelaskan. Aku hanya
memberimu satu kesempatan untuk datang menghadap Cu
Siau-thian menanyakan tentang barang peninggalan ayahmu
itu"
"Hanya memberiku satu kesempatan? Apa maksud katakatamu
itu?”
“Hanya malam ini"
"Sebenarnya aku juga hanya bisa melakukan malam ini
saja..."
"Oo..?" Tu Liong menyadari bahwa raut wajah Thiat-yan
segera berubah menjadi serius, segera dia bertanya, "apa
maksud kata-katamu itu?"
"Toako! apakah kau masih belum mengerti? Cu Siau-thian
tidak hanya memiliki ilmu silat yang hebat, selain itu dia juga
pandai membuat siasat. Aku hanyalah seorang gadis kecil,
mana mungkin aku bisa menang melawan dia? Yang aku miliki
hanya sebuah hati yang berbakti, dan darah yang panas. Tapi
pasti ada orang yang membantuku membalas dendam."
Walaupun Tu Liong sangat terenyuh, tapi dia tidak
menjawab. Dia sangat mengerti bahwa janji yang diucapkan
seperti bekas tato yang ditempel besi panas, selamanya dia
tidak bisa ingkar.
Acara makan siang bersama ini harus berakhir juga. Karena
Thiat-yan sudah minum beberapa cawan arak, kedua pipinya
merona merah. Dia tampak semakin manis.
Diam-diam Tu Liong terpesona. Namun dia berusaha untuk
menahan perasaannya.
Setelah selesai, kedua orang ini berdiri. Tempat mereka
berdua makan adalah sebuah ruang makan tertutup, pintu
masuknya ditutup rapat. Tu Liong menarik pintu masuk
bermaksud keluar bersiap-siap membayar rekening. Tanpa
diduga ternyata Hiong-ki sedang berdiri tegak didepan pintu
masuk.
"Mengapa Hiong heng tidak masuk kedalam dan duduk
bersama kami?"
Mendadak Hiong-ki jatuh bergedebuk kedepan, sebuah
pisau menancap di punggung.
Thiat-yan segera menggeliatkan tubuh bermaksud melesat
menerjang keluar. Namun dengan cepat Tu Liong menjulurkan
tangannya dan menahan gerakannya. Segera dia bertanya:
"Kau mau kemana?"
"Mengejar pelakunya"
"Adik Yan!" mungkin karena tegang, secara reflek dia
kembali memanggil panggilan akrabnya.
"Kepandaian Hiong-ki sangat tinggi, kau sudah tahu
tentang hal ini. kalau ada orang bisa begitu mudah
menancapkan pisau di punggungnya, walaupun menemukan
pelakunya, apa yang bisa kau lakukan terhadapnya?"
Thiat-yan hanya mendengus keras. Dia lalu melihat mayat
yang tergeletak di tanah.
Dia tidak berkata sepatah katapun.
"Adik Yan! ayo kita pergi dari sini"
"Apakah kita akan membiarkan Hiong-ki terbaring disini dan
tidak memperdulikannya?"
"Bukan tidak memperdulikan, tapi sekarang ini bukan
waktu yang tepat. Petugas polisi di Pakhia sangat merepotkan.
Bagaimana kau akan menghadapi mereka?"
"Kalau begitu....kalau begitu apa yang harus kita lakukan
sekarang?"
"Percaya padaku. Seluruh masalah ini akan kuselesaikan
sendiri, kau harus segera pergi dari sini.... ayo kemari!"
Tu Liong segera menarik tangannya "Cepat ikut aku"
Kebetulan sekali seorang pelayan datang membawa
sepiring makanan ringan. Tu Liong segera mencegatnya:
"Ayo antarkan, kami ingin membayar rekening"
"Tidak perlu terburu-buru! "pelayan itu berkata dengan
ramah, "coba anda cicipi makanan ringan ini, ini adalah
makanan spesial yang khusus dibawakan dari tempat jauh...."
"Kami akan memakannya lain kali. Kami masih ada urusan
mendesak!"
Tu Liong khawatir pelayan ini menemukan mayat yang
tergeletak di lantai. Kalau dia berteriak teriak, mereka berdua
pasti akan sulit melarikan diri. karena itu dia terus mendesak
pelayan tadi mengantar mereka kebawah.
Sampailah mereka di kasir tempat membayar makanan
yang terletak didepan. Segera Tu Liong membayar semua
rekening makanan. Setelah itu dia segera menarik Thiat-yan
pergi.
Di luar rumah makan ada kereta kuda yang menunggu
tamu yang ingin menumpang. Kedua orang ini segera naik
kereta. Tu Liong segera menyuruh kusir kuda untuk
berangkat:
"Ke pintu sebelah barat kota"
Dia lalu menurunkan tirai penutup jendela. Kereta kuda
langsung bergerak. Tangan Thiat-yan masih berada di dalam
genggaman tangan Tu Liong. Kedua orang ini tampaknya
tidak menyadarinya.
"Sekarang keadaan sudah berubah menjadi buruk. Ada
banyak hal yang harus aku mengerti, apa hubungan Hiong-ki
dengan dirimu?"
"Ceritanya panjang"
"Kalau begitu tolong buatlah ceritanya menjadi singkat dan
jelaskan padaku"
"Dia seorang pengembara yang terkenal yang disebut "Dia
yang berjalan sendirian"...."
"Pengembara? Bagaimana kau bisa berhu-bungan dengan
seorang pengembara?"
"Kau mungkin sudah salah paham. Orang -orang
menyebutnya sebagai seorang pengembara karena dia tidak
memiliki rumah ataupun keluarga. Tidak punya ayah ataupun
ibu. Mereka tidak menyebutnya sebagai 'bandit pengembara'.
Kalau dia masih lebih muda sepuluh tahun, dia pasti akan
dipanggil 'seorang pendekar dari negri timur'. Kami berdua
bertemu secara tidak sengaja. Pada waktu itu aku baru
berumur lima belas tahun. Sejak saat itu, dia selalu
memperhatikanku, dan merawatku....
"Kalau begitu kalian berdua pasti memiliki hubungan yang
dekat"
"Betul. Hubungan kami seperti seorang ayah pada anak
perempuannya. Seperti kakak pada adik perempuannya.
Didalam hatiku, dia seperti seorang dewa pelindung"
Kalian adalah orang yang sangat lurus. Sekali melihatnya,
aku langsung merasa kagum padanya.... betul juga! dia
mempunyai sepucuk surat, ini adalah surat rahasia yang ditulis
oleh Cu Siau-thian untuk Boh Tan-ping. Apakah kau pernah
melihat surat ini sebelum-nya?"
"Belum. Dia tidak pernah mengatakan tentang masalah ini
padaku"
"Aneh? seharusnya dia sudah memberitahu"
"Dia tidak senang mengatakan kejelekan orang lain. Aku
pernah bertanya padanya, bagaimana pandangannya terhadap
Boh Tan-ping. dia hanya tertawa dan tidak berkata apa-apa"
"Aneh. Dihadapanku dia sudah beberapa kali mengatakan
kejelekan Boh Tan-ping....adik Yan! dia begitu memperhatikan
dirimu. Kalau kau harus menghadapi seorang penjahat, dia
pasti akan mengingatkanmu."
"Sejauh pengetahuanku, dia adalah orang yang cuek (tidak
banyak perduli). Tapi didepanku dia selalu tertawa dengan
sangat hati-hati. berkata satu kalimat, melakukan suatu hal,
selalu dilakukan dengan penuh perhatian."
"Baiklah. ... sekarang kita bahas pertanyaan kedua! Kirakira
siapa yang membunuh Hiong-ki?”
“Menurutmu?"
"Aku yakin orang itu adalah Boh Tan-ping"
"Mengapa kau tidak menyangka orang lain? Mengapa kau
langsung menunjuk padanya? jangan menilai dengan
subjektif"
"Aku mengatakan hal ini karena aku memiliki sebuah bukti"
"Apa buktinya?"
"Aenjata yang digunakan oleh Boh Tan-ping adalah pedang
bergigi gergaji”
“Betul"
"Kemarin ini dia pernah menghadang jalanku, lalu
bermaksud membunuhku. Untung saja sebelum dia berhasil,
Hiong-ki datang menolongku"
"Apakah benar terjadi seperti ini?" Thiat-yan terlihat
sungguh terkejut
"Bahu kananku terluka parah. Sekarang bahu ini sudah
kuobati. Kalau tidak percaya, silahkan lihat"
"Aku percaya....hanya saja pendapatmu yang mengatakan
bahwa Boh Tan-ping sudah membunuh Hiong-ki, aku tidak
setuju"
"Kenapa?"
"Selain senjata pedang bergigi gergaji yang digunakan Boh
Tan-ping, dia tidak memiliki senjata yang lain. Terlebih lagi
pengalamannya berkelana di dunia persilatan, Boh Tan-ping
tidak mungkin menye-rang seseorang dari belakang."
"Aku percaya kesimpulan yang kau buat. Apakah mungkin
ada orang lain yang ikut ambil peran? Siapakah orang ini?"
"Aku curiga Cu Siau-thian"
Tebakan yang dibuat oleh kedua orang ini terasa saling
menuding...
"Mengapa kau curiga dirinya?" walaupun hati Tu Liong
mulai panas, namun dia tetap terlihat tenang.
"Hiong-ki selalu mengorek-ngorek dan menye- barkan
rahasia pribadi Cu Siau-thian. Tentu saja Cu Siau- thian harus
membunuhnya...."
"Sekarang aku akan mengantarmu pulang. Malam ini
sebelum kau bertemu dengan Cu Siau-thian, aku ingin
bertemu dulu denganmu."
Berkata sampai sini, Tu Liong segera memp-rintahkan sais
kereta kuda agar berputar kembali ke gang San-poa untuk
mengantar Thiat-yan. Setelah Thiat-yan turun, kereta kuda
berputar kembali menuju timur ke arah perumahan mewah.
Tidak lama kereta kuda sampai di depan kediaman Leng
Taiya.
Wie Kie-hong sedang murung dan mengurung diri didalam
kamarnya. Setelah Tu Liong datang, barulah Wie Kie-hong
mau membuka pintu.
"Kau kenapa? sedang murung?"
"Tu toako! melihat gelagatmu sepertinya ada urusan yang
penting"
"Aku ingin memberitahumu sebuah kabar buruk"
"Oh...?"
"Hiong-ki sudah mati”
“Oh!"
Wie Kie-hong langsung loncat dari tempat duduknya.
Didalam benaknya Hiong-ki sudah sangat dekat baginya.
"Mati? Bagaimana matinya?"
"Sebuah pisau menancap di punggungnya"
"Bagaimana mungkin? Kungfunya...."
"Kie-hong! orang yang memiliki ilmu silat yang lebih
hebatpun belum tentu bisa terus hidup kalau pisau menancap
di punggungnya. Kejadian ini sangat mengerikan."
"Sepertinya ada hal lain yang ingin kau katakan"
"Aku tidak bermaksud mengatakan hal yang lain. Aku
hanya berharap kau bisa meningkatkan kewaspadaan. Diamdiam
ada musuh lain yang sedang memperhatikan kita"
"Siapa?"
"Aku juga tidak tahu siapa orangnya. Tapi bagaimanapun
tetap saja ada seorang musuh yang seperti ini, mungkin lebih
dari satu orang. Bagaimana pun sebaiknya kita waspada"
"A pakah kau datang kemari untuk menyampaikan ini?"
"Ya"
"Kau tidak perlu berkata pun aku sudah tahu. Melihat dari
gelagat ketika kau datang, aku tahu pasti sudah terjadi suatu
hal genting."
"Wie Kie-hong!"
Bagaimanapun kalau Wie Kie-hong dibandingkan dengan
dirinya, tampak Tu Liong lebih dewasa, ini karena dia lebih
bisa mengontrol emosinya.
"Setidaknya ada satu hal yang membuat mu senang, yaitu
kabar kalau ayahmu masih hidup. Bagaimanapun juga ini lebih
baik daripadaku. Aku sendiri bahkan tidak tahu bagaimana
rupa ayah kandungku sendiri"
"Tu toako! aku...."
"Kau dengar dulu apa yang ingin ku katakan.."
Tu Liong menghirup nafas dalam-dalam. Suaranya yang
nyaring dan bertenaga itu perlahan lahan berkata:
"Selama orang masih hidup di dunia, selain kasih sayang
antar sesama keluarga, masih ada banyak hal yang lebih
berharga. Hal ini adalah hal penting yang harus diperhatikan.
Selain tata krama, masih banyak aturan yang harus dipatuhi.
Wie Kie-hong, selain memikirkan ayah kandungmu, selain
berharap agar dirinya selamat dari bahaya, berharap hidup
tenang sampai tua, apakah kau tidak memikirkan hal lainnya?"
Kata-kata ini lumayan panjang, lumayan menusuk. Namun
tetap saja Tu Liong mengatakan semuanya sekaligus. Dia
bahkan tidak memasang banyak jeda ditengah kata-katanya.
Wie Kie-hong mendengar semua nasihat ini, sepertinya dia
terkejut mendengar setiap patah kata nasihatnya. Setelah Tu
Liong selesai mengatakan semuanya, segera dia berkata:
"Tu toako! aku bukanlah orang seperti itu. aku selalu
mementingkan tata krama, tapi juga menjunjung tinggi
kepercayaan pada teman...."
"Tiga kata terakhir yang kau ucapkan tadi, tentang
"kepercayaan pada teman" apakah kau sedang menunjuk
pada diriku?"
"Tentu saja"
"Tadi di dalam kediaman Cu Taiya, aku sudah bertindak
keras padamu. Apakah kau menyalahkan-ku?"
"Tentu saja aku tidak menyalahkanmu. Cu Taiya sudah
memperlakukanmu dengan sangat baik, kau pun tidak bisa
tidak menolongnya ketika dia sedang mendapat masalah.
Karena itu tadi aku segera pergi meninggalkannya. Aku tidak
ingin berselisih dengan dirimu"
"Kie-hong!"
Tu Liong mengangkat tangannya, lalu menepuk bahu Wie
Kie-hong. Dia berkata dengan sangat senang.
"Kau sungguh seorang adik yang sangat baik. baiklah kalau
begitu, sekarang kita akan membahas masalah yang penting"
"Aku tahu kau ada urusan yang penting"
"Berkata kesana kemari tetap saja ingin membicarakan
tentang ayahmu...."
"Aku sangat berterima kasih atas perhatianmu. Apakah kau
sudah mendengar kabar baru?"
"Ayahmu masih hidup, ini sangat jelas, hanya saja banyak
orang yang bercerita, dan masing-masing versinya berbeda,
katanya ayahmu sedang berada di bawah tekanan Cu Siauthian,
tidak ada kebebasan untuk berbuat apa-apa...."
"Betul. Aku sudah mendengar gosip yang berkata seperti
itu." Wie Kie-hong menambahkan.
"Ini adalah kata yang sudah dikatakan oleh Hiong-ki dan
Thiat-yan. Tapi aku mendengar berita lain yang nadanya
bertolak belakang dengan yang pertama. Wie Kie-hong,
apakah kau pernah mendengarnya?"
"Belum"
"Menurut gosip itu, ayahmu sama sekali tidak keluar
menunaikan tugas. Leng Souw-hiang sudah menyuruhnya
memalsukan berita membuat alibi palsu, sehingga dia bisa
menjadi prajurit khusus bagi dirinya. Dia bisa menyuruhnya
setiap saat untuk melakukan kejahatan apapun tanpa
diketahui umum.
"Apakah....apakah ini adalah kenyataan?"
"Jujur saja aku katakan. Pertama kali aku tidak percaya
gosip semacam ini. sekarang ini aku sedikit goyah. Mungkin
juga berita ini benar"
"Tidak !" Wie Kie-hong menggeleng-geleng kepalanya
dengan sangat sedih, "Ayah angkatku adalah generasi tua
yang penuh kasih sayang dan tanggung jawab, dia bukan
orang semacam itu"
"Kau salah! siasat para pejabat pemerintahan sangat dalam
bagaikan lautan. Mereka jauh lebih berbahaya daripada para
pendekar yang sudah berkecimpung di dunia persilatan. Leng
Taiya sudah puluhan tahun berkecimpung dalam dunia
pemerintahan. Dia pasti sudah punya karakter semacam itu.
kau yang sudah melihatnya sendiri"
"Aku ........aku sungguh tidak tahu harus bagaimana
menghadapi masalah ini. bisakah kau beri aku sedikit
petunjuk"
"Kita sudah mendengar dua macam gosip yang beredar.
Kedua gosip ini tidak boleh kita percaya begitu saja. Kita harus
menyelidiki kebenarannya dengan kepala dingin. Untuk
menghindari masalah hubungan dengan majikan, sebaiknya
kita berbagi tugas. Kau pergi menyelidiki Cu Siau-thian, aku
akan pergi menanyai Leng Taiya."
"Diantara mereka terdapat perbedaan yang sangat besar"
"Apa perbedaannya?"
"Cu Taiya masih sehat. Leng Taiya sedang sakit berat dan
hanya bisa berbaring di ranjang. Kita tidak bisa menggunakan
cara yang sama untuk menghadapi mereka"
"Kie-hong! bagaimana rencanamu untuk menghadapi Leng
Taiya?"
"Pertama-tama aku akan memohon dengan segenap hati.
kalau sampai terakhir aku tidak berhasil, aku terpaksa
menggunakan kekerasan..."
"Kau tenang saja, aku tidak akan menggunakan kekerasan
untuk menghadapi Leng Taiya. Pertama, dia juga tidak
menguasai ilmu silat, kedua umurnya pun sudah sangat tua.
Ketiga, dia sedang merawat luka. Kalau aku menghadapinya
dengan tidak baik, bukankah ini namanya tidak sopan?"
"Tu toako, tiba-tiba aku menyadari bahwa kata-katamu
bertentangan"
Tu Liong terkejut. Dia lalu bertanya:
"Kata-kataku bertentangan? coba kau katakan apa yang
bertentangan itu"
"Tadi kau mengatakan bahwa selain hubungan
kekeluargaan, masih ada banyak hal yang harus lebih di
junjung tinggi. Namun sekarang kau membuat pengaturan
seperti ini, semuanya demi mencari tahu keberadaan ayahku.
Sepertinya semua urusan selain hal ini sudah kau anggap
tidak terlalu penting. Bukankah ini adalah hal yang
bertentangan?"
"Kita membuat pengaturan seperti ini bukan untuk
menolong ayahmu, juga bukan untuk mempertemukan kau
dengan ayahmu. Kita melakukan ini untuk mencari tahu
kebenaran. Apakah kau mengerti? Kita sekarang sedang
mencari kebenaran, mungkin pada waktu pencarian kita harus
melukai perasaan beberapa orang, namun kita terpaksa
melakukannya."
"Baiklah! kalau begitu ayo kita lakukan"
Mereka berdua memutuskan sebuah rencana lalu mengatur
apa yang akan dikerjakan. Setelah selesai, Wie Kie-hong
segera pergi ke kediaman Cu Taiya meninggalkan Tu Liong di
dalam kamarnya seorang diri.
0-0-0
Kediaman Cu Taiya tampak lebih ramai. Wie Kie-hong
datang kesana mengetuk pintu, seperti sebelumnya dia
memohon untuk bertemu.
Diluar dugaan, Cu Taiya mau menemuinya. Malah dia
menyambutnya dengan ramah.
"Kie-hong! apakah kesalahpahaman mu kemarin sudah
jelas?"
"Diantara kita berdua tidak pernah ada salah paham"
"Kau masih berkata tidak ada salah paham? Itu bukan
suatu urusan kecil, kau harus melihat kemarin ini betapa besar
emosimu. Masih untung aku masih bisa mengalah dan
menenangkan diri. kalau tidak...."
"Sekarang aku datang kemari bukan untuk meminta maaf.
Aku juga datang kemari bukan untuk mendengar
penjelasanmu. Aku datang kemari karena aku masih ingin
mencari tahu jawaban dari pertanyaanku kemarin. Aku punya
beberapa bukti yang bisa membuktikan bahwa ayahku
sekarang sedang berada dibawah tekanan mu."
"Aku tidak mengakuinya"
"Tadi aku pergi karena Tu Liong ada disini. Anda harus
mengerti hubunganku dengan Tu Liong."
"Kalau aku tidak sedang menghargai perasaan diantara
kalian, apakah kau pikir aku akan mengijinkanmu pergi
dengan begitu mudah?"
"Bagaimana dengan sekarang?"
"Sekarang? Ada apa dengan sekarang?"
"Sekarang Tu toako sudah memutuskan hubungan
denganmu. Kau tidak perlu lagi mempertimbangkan dirinya,
betul tidak?"
"Kie-hong! kau adalah seorang generasi muda,
pandanganku tidak seperti pandanganmu. Kau datang kemari
dengan harapan setelah memecahkan misteri, kau bisa
mendapat jawaban yang sebenarnya"
"Kau tidak perlu berkompromi denganku. Kau juga tidak
perlu mengatakan kata-kata yang enak didengar. Aku punya
kepercayaan diri, aku tidak perduli betapa kata-kataku sangat
melukai hatimu, kau tidak mungkin melukaiku"
"Mengapa?"
"Karena ayahku tidak mungkin dengan begitu mudahnya
membiarkanmu melukai anaknya sendiri, cobalah, pada
waktunya ayahku pasti akan keluar"
Wajah Cu Taiya menjadi hijau. Nafasnya mulai memburu.
Sepertinya amarah yang ada di dalam hatinya sudah membuat
tenggorokannya tercekat. Dia ingin mengatakan sesuatu tapi
tiada kata yang keluar.
Dibelakang dirinya sudah berdiri empat orang pengawal.
Semua berbadan besar dan tinggi tegap. Sepertinya mereka
semua bisu, dan juga tuli. Namun mereka semua menatap
majikannya, sepertinya sedang menunggu perintah.
"Wie Kie-hong !" Cu Siau-thian berdiri. Dia berkata dengan
dingin, "kau terlalu muda, kau sangat mudah diperdaya oleh
orang lain. Cepat katakan padaku, siapa yang sudah
memberitahumu semua itu. cepat katakan"
"Tidak perlu dikatakan. Orangnya sudah mati”
“Sudah mati?"
"Untuk apa membesar-besarkan masalah ? orang ini sudah
dibunuh olehmu. Mana mungkin kau tidak mengetahuinya?"
"Kie-hong ! aku sudah sangat berbaik hati padamu. Kalau
kau terus berlaku tidak sopan pada generasi tua, aku harus
mendidikmu"
"Tidak perlu berkata seperti ini. aku datang seperti ini, dan
lalu berkata dengan sikap yang seperti ini padamu, sudah
tidak ada lagi hubungannya dan rasa hormat pada generasi
leluhur ataupun generasi muda. Cu Taiya! tolong beri tahu
padaku. Dimana ayahku berada"
"Aku tidak tahu"
"Kata-katamu tidak akan bisa mengusirku dengan mudah."
"Sebenarnya apa yang kau inginkan?”
“Aku ingin mencari ayahku"
"Ayahmu sedang berada di Pakhia. Ayahmu masih hidup.
Ini aku tahu, tapi aku sama sekali tidak tahu dia ada dimana,
dia tidak pernah meng-hubungiku"
"Mengenai masalah ayahku, apakah kau tidak pernah
mendengar kabarnya sama sekali?"
"Aku sudah mendengar sangat banyak"
"Boleh aku tahu"
"Aku belum bisa memberitahu" Cu Taiya menggelenggelengkan
kepala, "karena kau sudah menilai diriku dengan
sebuah pandangan buruk. Kalau kau mempunyai pandangan
buruk, walaupun aku sudah mengatakan yang sebenarnya,
kau belum tentu percaya padaku."
"Cu Taiya, aku bisa membedakan mana yang benar mana
yang salah. Mana omongan yang jujur mana yang bohong.
Aku pasti akan mendengarkan semuanya"
"Ayahmu adalah seorang pembunuh yang sangat terkenal
di Pakhia"
"Pembunuh?" Wie Kie-hong sangat terkejut.
"Kalau tidak percaya kau boleh bertanya- tanya. Lagipula
semua orang di Pakhia sudah mengetahui masalah ini"
"Jangan-jangan ayahku sudah mengandalkan hidupnya
dengan membunuh orang lain."
"Dia tidak menggantungkan hidupnya dengan membunuh
orang lain, tapi membunuh demi membalas budi. Dia tidak
membunuh demi uang, tapi membunuh demi Leng Souwhiang"
Semua cerita yang disampaikan oleh Cu Siau-thian memang
sejalan dengan apa yang sudah didengar nya selama ini.
hanya saja ada kemungkinan berita yang didengarnya selama
ini juga disebarkan oleh Cu Siau-thian. Sekarang dia
mengatakan hal ini, tentu saja membuat dia bertambah ragu.
"Aku tahu kamu tidak mungkin percaya"
"Cu Taiya, kamu mengatakan semua ini, apakah semuanya
hanya omong kosong saja? Ataukah kamu punya bukti?"
"Tentu saja aku punya bukti"
"Kalau begitu coba ceritakan"
"Hui Ci-hong adalah salah satu korban yang sudah dibunuh
ayahmu"
"Bohong!"
"Aku sama sekali tidak bohong. Baru saja dia membunuh
satu orang lagi”
“Siapa”
“Hiong-ki"
Wie Kie-hong pertama-tama termenung. Setelah ihi dia
tertawa keras.
"Apa yang kau tertawakan?"
"Aku sedang menertawakan dirimu. Kau sungguh sangat
licik. Jelas sekali Hiong-ki sudah dibunuh olehmu, lalu kau
mengatakan kalau ayahku yang membunuhnya. Apakah kau
pikir aku akan langsung mempercayainya?”
“Suatu hari nanti kau pasti akan percaya”
“Kau mengatakan kalau aku melihatnya sendiri, aku pasti
akan percaya, betul?"
"Bukan....kau akan percaya setelah aku mati"
Wie Kie-hong tertegun sangat lama. Dia dapat melihat
gelagat yang ditunjukkan Cu Siau-thian. Dia tampak sangat
serius dan sangat murung. Dia tidak tampak seperti sedang
bercanda, juga tidak sedang berbohong.
"Orang selanjutnya yang akan dibunuh ayahmu adalah
diriku" Cu Siau-thian berkata patah demi patah kata dengan
keras "waktunya adalah nanti malam"
Mengatakan perihal kematian adalah urusan yang
menakutkan yang lazim ditutup tutupi. Setiap kali seseorang
mengatakan tentang hal ini orang itu selalu merasa hatinya
seperti diselubungi bayangan gelap. Karena itu Wie Kie-hong
merasa bahwa Cu Siau-thian sedang merasa sangat berat hati.
Kalau Cu Siau-thian adalah target ayahnya selanjutnya,
semua keadaan sekarang berbalik. Hanya dalam seketika ini
saja, Wie Kie-hong merasa terenyuh.
"Kie-hong! kau seharusnya mengerti, orang yang paling aku
percayai adalah Tu Liong. Tapi Tu Liong sudah memutuskan
hubungan denganku. Apakah kau tahu mengapa ini terjadi?"
Cu Siau-thian berhenti berbicara untuk beristirahat sejenak.
Setelah itu dia melanjutkan kata-katanya, "Ini karena aku
sengaja membiarkan dirinya memutuskan hubungan
denganku."
"Mengapa kau melakukan hal itu?"
"Ayahmu mau membunuhku. Tu Liong pasti akan sekuat
tenaga berusaha melindungiku. Pada dasarnya Tu Liong bukan
tandingan yang seimbang kalau harus melawan ayahmu.
Kalau begitu caranya, bukankah aku sama seperti
menyuruhnya mati? Karena itu aku membiarkan dia
memutuskan hubung-an agar dia tidak terlibat masalah ini,
untuk meng-hindari dirinya dari masalah."
Saat ini, perasaan dan pikiran Wie Kie-hong menjadi sangat
rumit. Rumitnya sampai mencapai batas. Orang yang selama
ini dikiranya sebagai seorang pembunuh yang kejam, ternyata
adalah seorang pahlawan dunia persilatan. Setelah semakin
jauh mencari tahu, ternyata malah ayahnya sendiri pembunuh
yang sedang dicarinya. Kenyataan yang sungguh mengerikan
Tapi apakah kata-kata Cu Siau-thian dapat diandalkan?
Kalau begitu saja mempercayainya sepertinya tidak
mungkin. Tapi kalau harus sama sekali tidak mempercayainya,
Wie Kie-hong pun tidak mampu melakukannya. Dia tidak
pernah tahu bagaimana tabiat dan karakter ayah aslinya, apa
saja yang sudah dikerjakannya. Terhadap kejadian yang
sebenarnya pun dia sama sekali tidak tahu. Karena itu dia
tidak mampu membuat sebuah dugaan yang setidaknya
mendekati apa yang sedang terjadi.
"Cu Taiya, kalau semua yang sudah kau ucapkan tadi
adalah kenyataan, aku akan menghargai informasimu. Tapi
kalau ternyata kata katamu tadi tidak benar, pada akhirnya
aku pasti akan mengetahuinya. Pada waktu itu aku pasti akan
datang kemari mencarimu. Aku tidak mungkin memaafkan
orang yang sudah menjelek-jelekkan nama ayahku."
Setelah Wie Kie-hong mengucapkan semua yang ingin
dikatakannya, dia lalu bertanya lagi, "Cu Taiya, apakah kau
bisa membuktikan semua kata-katamu tadi?"
"Kau hanya perlu menunggu. Nanti kau akan melihat
sendiri buktinya"
"Menunggu dan melihat sendiri?"
"Betul. Setelah kau melihat mayatku, kau akan tahu kalau
semua yang sudah kukatakan tadi adalah kenyataan. Tidak
akan ada orang yang mau menggunakan nyawa sendiri
sebagai pembuktian ucapannya sendiri"
Wie Kie-hong berkata dengan emosi:
"Kalau ayahku memang seperti apa yang sudah kau
ceritakan, aku pasti akan berusaha sekuat tenaga untuk
menghentikannya. Cepat katakan padaku, dimana aku bisa
menemuinya"
"Di kota Pakhia ini hanya ada satu orang yang tahu persis
dimana dia berada"
"Siapa?"
"Leng Souw-hiang"
Wajah Cu Siau-thian tampak serius namun murung. Katakatanya
pun diucapkan dengan penekanan yang kuat. Kalau
semua yang sudah diucapkannya tidak benar, maka dia
pastilah seorang pembohong yang sangat berbakat
"Aku ingin menanyakan satu hal lagi padamu. Pada waktu
itu kalian mencelakai Tiat Liong-san, apa sebenarnya motivasi
kalian?"
"Apakah kau ingin mendengar jawaban yang sebenarnya
ataukah jawaban yang enak didengar?"
"Tentu saja jawaban yang sebenarnya"
"Semua orang sudah tahu kalau aku punya dendam dengan
Tiat Liong-san. Karena itu aku berurusan dengan pejabat
pemerintahan, dan lalu bekerja sama mencelakai dia.
Sebenarnya akulah yang dirugikan....
Wie Kie-hong tidak melanjutkan pertanyaan. Dia hanya
diam menunggu lanjutan kalimatnya.
"Sebenarnya orang yang ingin mencelakai Tiat Liong-san
adalah Leng Souw-hiang. Dia ingin mendapatkan barang
berharga miliknya. Pada saat itu Leng Souw-hiang adalah
tangan kanan raja Su-cen. Siapa yang tidak menghormatinya?
Aku dulu juga bukan siapa-siapa."
Kalimat ini bisa dipercaya. Walaupun di kalangan dunia
persilatan, Cu Siau-thian adalah seorang pendekar yang
sangat terkenal, namun di dalam kota, ditengah tengah
kalangan pejabat pemerintahan, dia tidak lebih dari seorang
pengembara.
"Pada akhirnya, apakah Leng Taiya men-dapatkan barang
yang diinginkannya?"
"Yang pasti pada saat itu Tiat Liong-san terlihat membawa
sebuah kopor kulit"
"Apa isi kopor kulitnya?"
"Aku tidak tahu"
"Lalu apa maksudmu mengirim tiga pucuk surat rahasia
pada mereka semua?"
"Semua itu adalah akal yang dibuat oleh Leng Souw-hiang.
Aku hanyalah kambing hitam"
"Cu Taiya ! sekarang pemerintahan baru sudah berdiri.
Leng Taiya dan dirimu sudah memiliki status sosial yang sama.
Mengapa kau harus takut padanya?"
"Karena dia menguasai seorang pembunuh hebat yang
bernama Wie Ceng."
"Walaupun kau takut, belum tentu kau bisa menghindar
dari kematian. Mengapa kau tidak bangkit dan melawannya?"
"Ai... !" Cu Siau-thian menghembuskan nafas panjang. Dia
terdengar sangat berat hati "karena terlalu lama memelihara
rasa takut didalam hati, aku sudah terbiasa hidup begitu, tidak
mungkin bisa merubahnya hanya dalam waktu semalam saja.
Terlebih lagi semua orang ingin tetap hidup. Siapa yang ingin
mati? Kalau membuat marah Leng Souw-hiang, selain mati
tidak ada jalan lainnya."
"Kau tadi mengatakan bahwa ayahku sudah membunuh Hui
Taiya, dan lalu membunuh Hiong-ki. Orang yang ketiga adalah
dirimu. Apakah ini hanyalah tebakan liar saja ataukah kau
punya bukti yang kuat?"
"Tentu saja aku punya bukti"
"Kalau begitu tolong ceritakan padaku"
"Tadi Wie Ceng sudah datang kemari mem-beriku
peringatan"
"Tadi?"
"Betul. Tadi dia berkata kalau aku tidak bisa mengekang Tu
Liong, kalau Tu Liong masih terus ikut campur dalam urusan
ini, sebelum matahari tenggelam dia pasti akan datang
membunuhku"
"Kalau kau sungguh ingin mengekang Tu Liong, kau hanya
perlu memintanya, dia pasti akan segera menuruti
perintahmu"
"Tapi aku tidak rela mengekangnya"
"Mengapa?"
"Generasi muda mempunyai pemikiran mereka sendiri,
mengapa aku harus mengekang dia?"
"Baiklah!" Wie Kie-hong sepertinya sudah membuat
keputusan mendadak, "mulai sekarang aku tidak akan pergi
terlalu jauh dari dirimu. Aku tidak akan membiarkan
sembarangan orang datang kemari melukaimu."
"Kau?" Cu Siau-thian bertanya dengan nada terkejut, "kau
mau menjaga diriku? Kau bahkan tidak perduli kalau kau akan
melawan ayahmu sendiri?"
"Semua orang harus melakukan kebaikan bagi orang lain.
Kebaikan untuk umum dengan keinginan pribadi selamanya
pun selalu bertolak belakang. Aku ingin bertanya pada ayahku
secara langsung, mengapa dia mau melakukan semua ini"
Setelah berkata sampai sini, tiba-tiba ada seorang pelayan
rumah yang masuk kedalam. Dia lalu berbisik-bisik di samping
telinga Cu Siau-thian.
Cu Siau-thian lalu mengibaskan tangannya, pelayan itu
segera pergi keluar.
"Ada tamu"
"Oh...?" secara reflek Wie Kie-hong tertegun "Jangan kaget,
ini bukan ayahmu. Tamu ini adalah Thiat-yan"
"Kalau begitu sebaiknya aku sembunyi"
"Bersembunyilah dibelakang lemari"
Wie Kie-hong segera bersembunyi kebelakang lemari.
Tepat ketika dia selesai menyembunyikan dirinya,
didalam ruangan terdengar suara seorang perempuan. "Cu
Taiya?" Thiat-yan bertanya dengan dingin "Tidak berani, aku
bukanlah tuan besar.”
“Aku biasa dipanggil dengan sebutan Thiat-yan, anak
perempuan Tiat Liong-san....hari ini aku datang kemari
memohon penjelasan darimu.”
“Nona Tiat, silahkan duduk”
“Berdiri pun tidak apa-apa....aku hanya ingin menanyakan
sebuah barang”
“Aku tahu"
"Kau tahu? Tolong katakan”
“Sebuah kopor kulit berwarna kuning”
“Tidak salah"
"Kalau nona ingin mencari kopor kulit itu, anda sudah
mencari orang yang salah! kopor kulit itu tidak ada padaku.
Aku bahkan tidak pernah melihatnya”
“Kalau begitu ada pada siapa?”
“Ada pada Leng Souw-hiang" Thiat-yan berkata dengan
nada dingin: "Cu Taiya, untuk apa kau melakukan hal ini?
jangan menganggap aku Thiat-yan adalah anak kecil. Anda
adalah dalang dibalik pembunuhan ayahku. Yang lain hanyalah
kaki tangan yang membantu anda."
"Tolong nona pertimbangkan sebentar. Aku hanyalah
seorang pengembara yang tidak memiliki nama, sedangkan
Leng Souw-hiang adalah tangan kanan raja Su-cen. Kalau
kami berdua dibandingkan, status kedudukan kami sangat
jauh berbeda. Apakah menurutmu dia akan mendengarkan
kata-kataku? Atau sebaliknya aku yang harus mendengarkan
dia?"
Kata-kata ini bukan tidak masuk akal. Kekuasaan menekan
orang, pada waktu itu di dalam kota Pakhia, Leng Souw-hiang
memang memiliki kedudukan yang kuat didalam
pemerintahan. Mana mungkin dia bisa dikontrol oleh seorang
pengembara?
"Jadi menurut anda kopor kulit kuning itu sekarang sedang
berada pada Leng Souw-hiang?"
"Tidak salah"
"Apakah anda bisa menanyakannya langsung padanya?"
"Tentu saja bisa"
"Baiklah! kalau begitu kita pergi”
“Pergi kemana?"
"Pergi mencari Leng Souw-hiang dan menanyakan tentang
barang itu"
"Nona! apakah tujuanmu selama ini adalah untuk
mendapatkan kembali kopor itu? ataukah untuk mencari tahu
apa yang sebenarnya telah terjadi?"
"Apakah ada perbedaan diantara kedua kata itu?"
Cu Siau-thian kembali berkata:
"Sebenarnya diantara kedua kata tersebut terdapat dua
perbedaan yang sangat jelas, kalau kau hanya ingin mencari
tahu kejadian yang sebenarnya, aku pasti akan segera ikut
denganmu menuju kediaman Leng Taiya, dan segera
membuktikan kata-kataku. Kalau kau ingin mencari kopor kulit
itu, kau harus menggunakan siasat”
“Oh...?"
Selama ini nona Thiat-yan selalu memberikan pandangan
subjektif terhadap Cu Siau-thian, ini karena dia adalah pelaku
utama yang sudah mencelakai ayah kandungnya sendiri.
Sekarang sepertinya pandangan dia menjadi goyah.
 
Design by Free Themes | Bloggerized by Wulunggeni - Blogger Themes