Wednesday, June 29, 2011

walet besi part1b

Kalau
mendengarkan argumentasi-nya, sepertinya ini sulit dihindari.
"Kalau begitu aku ingin meminta petunjuk"
"Aku tidak berani memberikan petunjuk. Nona seharusnya
menceritakan dulu motivasi anda"
"Tentu saja aku ingin mendapatkan kembali kopor kulit
tersebut..."
"Apakah anda sungguh ingin mendapatkan kopor kulit itu?
ataukah barang yang tersimpan didalamnya?"
"Kopor kulit itu adalah barang peninggalan ayah
kandungku. Harganya tidak ternilai. Tentu saja barang yang
terdapat didalamnya pun sama berharganya."
"Sebaiknya aku pergi dulu pada Leng Taiya agar dia tidak
segera emosi. Nanti aku akan menanyakan padanya tentang
kopor tersebut. Aku juga akan menanyakan apakah barangbarang
yang tersimpan didalamnya masih ada disana. kalau
ternyata tidak ada, apakah kau masih tetap harus
mencarinya? Apapun hasilnya nanti aku pasti akan kembali
memberitahumu. Bagaimana?"
"Apakah ini adalah salah satu siasat untuk
membohongiku?"
"HUH...! ini bukan cara yang tepat untuk menyelesaikan
masalah. Aku tidak mungkin melaku-kan hal yang seperti itu.
nona Tiat harap tenang"
"Baiklah ! berapa lama aku bisa mendengar jawabanmu?"
"Malam ini sebelum lampu dinyalakan"
"Sampai saat itu aku pasti akan kembali."
Nona Thiat-yan mohon pamit dan segera pergi.
Wie Kie-hong segera keluar dari tempatnya bersembunyi.
"Kie-hong! kau pasti sudah mendengar semuanya."
"Hmm..."
"Dari pembicaraanku tadi, seharusnya kau bisa mengerti
sedikit lebih banyak tentang kejadian yang sebenarnya terjadi.
Aku hanyalah sebuah bidak catur. Leng Taiya adalah orang
yang sedang memainkan bidak
caturnya....Wie Kie-hong, apakah kau tahu barang apakah
yang sudah tersimpan didalam kopor kulit Tiat Liong-san?"
"Tidak tahu"
"Didalam kopor itu sudah tersimpan seratus butir mutiara
dari timur"
"Oh...? Mutiara dari timur? Bukankah mutiara itu harganya
sangat mahal?"
"Kalau dihitung dengan kondisi pasar seperti sekarang, satu
butir mutiara timur harganya bisa sampai ratusan ribu uang
orang luar negeri. Tiat Liong-san kehilangan nyawanya karena
mempertahankan barang mahal ini"
"Selanjutnya bagaimanakah kalian membagi seratus butir
mutiara berharga ini?"
"Aku tidak mengerti arti kata-katamu"
"Kalian sudah membantu Leng Taiya men-celakai Tiat
Liong-san untuk mendapatkan mutiara ini. apakah kalian tidak
membagi hasil? Bukankah seharusnya seratus butir mutiara
mahal itu dibagikan secara adil ?"
"Pada waktu itu kami semua bergantung pada Leng Souwhiang
untuk bisa tetap hidup didalam kota Pakhia ini. siapa
yagn berani meminta bagian padanya?"
"Tadi kau sudah berjanji pada nona Tiat bahwa hari ini
sebelum matahari tenggelam kau akan memberikan jawaban
padanya. Kalau begitu kapan kau berencana akan menemui
Leng Taiya?"
"Sekarangjuga"
"Kalau begitu aku akan pergi bersamamu. Sekaligus aku
juga ingin me'min ta tolong pada anda untuk menanyakan
padanya tentang ayah kandungku." Wie Kie-hong berkata
dengan nada sangat sedih, "selama ini aku selalu hidup
didalam kebohongan, didalam kasih sayang yang palsu. Lebih
baik sekaligus saja semuanya dibongkar"
Cu Siau-thian tampak menimbang-nimbang sesaat. Dia lalu
berkata:
"Wie Kie-hong, sepertinya tidak baik kalau kau ikut pergi
denganku. Semua orang memiliki harga diri, seperti pohon
memiliki kulit. Kalau kamu ikut, kamu pasti akan sangat
melukai harga diri Leng Taiya. Dia mungkin akan emosi"
Wie Kie-hong ikut terdiam. Dia menimbang-nimbang katakata
Cu Siau-thian lalu membuat keputusan
"Baiklah! kalau begitu aku tidak ikut pergi. Kalau begitu aku
akan mendengar kabar darimu bersama Thiat-yan sebelum
matahari terbenam nanti."
Setelah itu Wie Kie-hong pun mohon pamit dan ikut pergi.
Sekarang dia bermaksud pergi menemui Tu Liong.
Seharusnya dia sudah berhasil mengorek sedikit informasi dari
ayah angkatnya Leng Souw-hiang.
0-0-0
Kedua orang ini sudah mengatur dimana dan kapan mereka
akan bertemu. Wie Kie-hong pergi ke jalan besar bermaksud
untuk mencegat kereta untuk pergi ke tempat pertemuan.
Namun baru saja kereta kuda berhenti, tiba-tiba Tu Liong
sudah datang menemuinya.
"Tu toako, bagaimana hasilnya?" sekali melihat Tu Liong,
Wie Kie-hong langsung bertanya.
"Disini banyak orang, rasanya tidak enak membahasnya.
Sebaiknya kita pergi ke tempat yang lebih tenang dan baru
kita bicara dengan lebih teliti"
Akhirnya mereka berdua menaiki kereta kuda. Mereka pergi
ke sebuah kedai teh.
Ketika sampai, hari sudah sangat siang. Tepat sekali waktu
ketika orang-orang datang ke kedai teh untuk beristirahat.
Suasananya malah semakin tidak enak untuk berdiskusi.
Karena itu sekali lagi mereka pindah tempat.
Setelah sampai di jalan besar, sekali lagi mereka mencoba
mencari kereta kuda. Setelah menaiki kereta, Tu Liong
menyuruh kusir kereta untuk pergi sesuka hatinya. Melihat
gelagat Tu Liong yang tampak sangat berat hati, hati Wie Kiehong
ikut menjadi mendung. Sangat jelas terlihat bahwa Tu
Liong sudah mendapatkan kabar yang kurang enak didengar.
"Tu toako, sebenarnya apa yang terjadi pada-mu?"
"Aku sudah berbicara sangat lama dengan Leng Taiya,
sepanjang kata-kataku itu dia hanya mengatakan tiga kalimat"
"Tiga kalimat itu adalah...."
"Kalimat pertama adalah seharusnya aku merasa bersalah
padamu....setelah itu adalah seharusnya aku merasa bersalah
pada nona Thiat-yan. Terakhir aku harusnya merasa bersalah
pada diriku sendiri"
"Apa artinya?"
"Mana aku tahu? Setelah dia berkata seperti ini, apapun
pertanyaan yang kuajukan, bagaimanapun aku memaksanya,
dia hanya menutup mata dan tidak berkata apa-apa"
"Tu toako, aku sudah bicara banyak dengan Cu Taiya...."
Setelah itu Wie Kie-hong menceritakan kembali semua yang
sudah dialaminya.
Ternyata menanggapi cerita ini, Tu Liong hanya berkata
dengan dingin "Wie Kie-hong, apakah kau percaya?"
"Kalau kau, apakah kau tidak mempercayai kata-kata Cu
Taiya?"
"Aku tidak percaya”
“Mengapa?"
"Ilmu silat ayahmu tidak lemah, namun dibandingkan
dengan ilmu silat Cu Siau-thian, perbedaannya masih sangat
jauh. Cu Taiya tidak mungkin takut pada ayahmu"
"Padahal kau belum tahu seperti apa ilmu silat yang dimiliki
ayahku"
"Sekarang ini memang aku tidak tahu. Tapi Cu Taiya
pernah berbicara dengan ku sebelumnya, bahwa sebenarnya
dia tidak takut pada siapapun"
"Kalau memang dia tidak takut pada siapapun, dia tidak
perlu menutup-nutupi kebenaran seperti ini. ketika tadi Thiatyan
datang padanya untuk bertanya, melihat gelagatnya
sepertinya dia tampak sangat gugup"
"Itu mungkin ekspresi yang sudah dibuat-buat. Lagipula isi
kopor kulit itu tidak mungkin hanya mutiara berharga saja.
Rahasia ini tidak mungkin sesederhana itu"
"Tu toako, kau berkata seperti ini, apakah kau mempunyai
bukti?"
"Menilai dari kedudukan Leng Taiya, jabatan dan harta
kekayaannya sangat berlimpah limpah. Apalagi pada waktu itu
dia masih berjaya. Dia tidak mungkin menganggap mutiara
yang hanya bernilai sepuluh ribu mata uang orang luar negeri
itu sebagai sesuatu yang sungguh berharga. Kalau
dibandingkan dengan resiko bekerja sama dengan seorang
pengem-bara dari dunia persilatan seperti Cu Siau-thian,
apakah tindakannya sepadan?"
"Benar juga! ini masuk akal !" Wie Kie-hong menyetujui
argumentasinya.
"Masalah ini sebaiknya kita lihat dari sudut pandang yang
lain”
“Katakanlah"
"Seharusnya kita menanyakan semua hal ini dari sisi Boh
Tan-ping"
"Maksudmu adalah..."
"Kita harus mencari cara untuk memaksanya mengatakan
hal yang sebenarnya"
Wie Kie-hong tentu mengerti arti yang terkandung didalam
kata 'memaksa' ini.
Dia terdiam sangat lama, setelah itu dia bertanya, "Apakah
kita memiliki kemampuan untuk melakukannya?"
"Kalau satu lawan satu, kita berdua pasti tidak mungkin
bisa menang. Tapi kalau satu lawan dua, kita berdua masih
mungkin lebih unggul melawannya"
"Kalau begitu apa kita ada kesempatan?"
"Seharusnya ada. Ayo kita pergi....kita coba buktikan
sendiri"
"Tu toako !" Wie Kie-hong berkata dengan sangat serius,
"sebelumnya kau harus mempertim-bangkan, apakah Boh
Tan-ping tahu kejadian yang sesungguhnya?"
"Seharusnya dia tahu"
"Ayo kita pergi. Setidaknya kita sudah mencoba" Tu Liong
segera menyuruh kusir kereta agar mengarahkan laju kereta
ke gang San-poa. Ditengah perjalanan, kedua orang ini
kembali merundingkan dengan lebih teliti tentang apa yang
akan mereka lakukan nanti.
Kereta kuda berhenti tepat didepan gang San-poa. Kedua
orang ini turun dari kereta, dan segera berjalan masuk
kedalam gang. Sepertinya karena mereka terlalu memikirkan
tentang Boh Tan-ping, mereka segera melupakan tentang Bu
Tiat-cui. Seharusnya dia juga orang yang memegang peranan
penting.
Tapi dibalik pintu rumahnya yang tertutup rapat, Bu Tiatcui
diam-diam memperhatikan gerak-gerik kedua orang ini.
Tu Liong berjalan didepan, Wie Kie-hong membuntutinya
dari belakang.mereka berjalan sampai didepan kediaman
Thiat-yan. Tu Liong mengetuk-ngetuk pintu.
"Siapa?"
Orang yang menjawab ketukan pintu adalah seorang
pelayan yang sudah tua.
"Kami datang kemari untuk menjumpai Thiat-yan" jawab
Tu Liong.
"Nona Thiat-yan tidak ditempat"
"kalau begitu apakah kami berdua bisa menemui Boh
Taiya??"
Memanggil Boh Tan-ping sebagai Boh Taiya, sebenarnya
rasanya sangat kelewatan. Hanya saja Tu Liong tidak tahu
bagaimana cara memanggilnya dengan hormat
"Kalian ingin menemui Boh Taiya? Kalau begitu tolong
tunggu disini"
Setelah beberapa lama, Boh Tan-ping keluar. Dengan
dingin dia berkata:
"Untuk apa kalian datang menemuiku? Apakah kalian ingin
mencari gara-gara?"
Tu Liong menunjukkan sikap bermusuhan. Setelah Boh
Tan-ping keluar pintu, Tu Liong langsung mengulurkan
tangannya untuk menyerang. Sekali menyerang dia sudah
melancarkan jurus mematikan, kalau jurus ini mengena, kalau
tidak mati pasti cacat
Boh Tan-ping sama sekali tidak menduga sekali bertemu
dia harus langsung melawan mereka berdua. Ketika dia
menyadari gelagat ini, selain menghindari serangan,
sepertinya tidak ada cara lain untuk menyelamatkan diri.
Dia menghindari serangan dengan sangat anggun,
bagaikan kupu-kupu yang meloncat dari bunga ke bunga.
Namun sekali lagi dia tidak menyangka kalau Wie Kie-hong
sudah bersiap-siap untuk mencegatnya. Sebentar saja sebuah
pisau kecil yang tajam sudah menempel di punggungnya.
Raut wajah Boh Tan-ping langsung berubah.
"Boh Tan-ping !" Wie Kie-hong berkata dengan dingin,
"Harap kau jawab dengan jujur"
"Aku sudah cukup jujur dengan kalian!"
"Kalau kau memang orang jujur, kau seharusnya berkata
jujur."
Tu Liong berdiri dihadapan Boh Tan-ping. Mukanya tampak
sangat garang.
"Apa yang kalian ingin aku katakan?"
"Pada waktu itu Tiat Liong-san mendapat celaka, dia
membawa sebuah kopor kulit berwarna kuning. Barang apa
yang ada didalam kopor itu?"
"Aku tidak tahu" Boh Tan-ping berkata dengan cepat.
"Apakah kau sungguh tidak tahu?" Tu Liong tertawa dingin.
Luka sayat pedang gigi gergaji belum sembuh benar, namun
api balas dendam sudah berkobar dengan hebat didalam
hatinya:
"Ataukah kau tahu tapi tidak mau mengatakannya?"
"Aku tidak tahu"
Boh Tan-ping tetap mengatakan hal yang sama.
"Seharusnya kau tahu. Kau adalah adik dari Tiat Liong-san.
Dia sudah mati, kau pun merawat putrinya sendirian. Semua
hal yang berhubungan dengan Tiat Liong-san, kau pasti
mengetahui semuanya dengan jelas"
"Walaupun aku tahu, aku tidak akan memberitahukannya?"
"Ternyata seperti ini...."
Tu Liong mendadak berteriak dengan suara keras:
"Wie Kie-hong! dengarlah dengan jelas! aku sekarang ingin
bertanya tiga buah pertanyaan pada Boh Taiya. Aku berharap
dia bisa menjawab denganbaik. kalau dia tidak menjawab
pertanyaan yang kuajukan, kau tusukkan pisau kecilmu itu
sepuluh sentimeter kedalam. Kalau pisau itu menancap sampai
tiga puluh sentimeter, seharusnya pisau itu sudah bisa
mencapai jantungnya."
"Tu toako! Akut pasti akan melakukan sesuai dengan apa
yang kau suruh"
Kedua orang ini sudah berimprovisasi dengan baik.
sepertinya kompromi yang sudah dibahas di dalam kereta
berjalan dengan mulus. Sekarang raut muka Boh Tan-ping
berubah lagi. kekerasan hatinya pun berubah.
"Kalian berdua tidak perlu berlaku seperti ini. kalau ada
masalah apakah tidak bisa dibicarakan secara baik-baik?"
"Dari awal aku sudah berharap membicarakan tentang hal
ini secara baik-baik denganmu. Selama ini kaulah yang tidak
pernah bekerja sama! sekarang aku akan mulai mengajukan
pertanyaan pertama....ada seseorang yang bernama Wie
Ceng. Sejauh pengetahuanmu, dimana dia berada sekarang?"
"Dia berada didalam kota" Boh Tan-ping menjawab dengan
sangat cepat.
"Aku ingin mendengar jawaban yang lebih mendetail
mengenai tempatnya"
"Kalau tentang itu aku juga tidak tahu secara pasti"
"Baiklah, pertanyaan pertama sudah kau jawab dengan
baik....sekarang pertanyaan nomor dua....
ketika kita bertemu di gang sempit, kau sudah
mengeluarkan pedang dan bertarung denganku. Siapa yang
sudah menyuruhmu?"
Boh Tan-ping tampak menimbang-nimbang sebelum
menjawab pertanyaan.
Tu Liong berteriak keras:
"Tusuk dia!"
"Tunggu Y' Boh Tan-ping juga segera berteriak
keras
"Kenapa? Apakah kau masih berpikir membelokan
jawabanmu?"
"Apakah kalian akan mempercayai kata kataku?"
"Benar tidaknya aku akan mempertimbangkannya"
"Baiklah"
Sepertinya Boh Tan-ping sudah mengum-pulkan semua
keberaniannya.
"Kau dengarlah dengan baik. orang yang sudah
menyuruhku untuk menyerangmu adalah Cu Siau-thian"
Tu Liong merasa seperti seseorang sudah memukul
kepalanya dengan benda yang sangat keras. Dia mundur
beberapa langkah kebelakang. Dia terus memandang Boh
Tan-ping.
Wie Kie-hong juga merasa sangat terkejut. Saat ini, dia pun
tidak berani bernafas terlalu keras.
Boh Tan-ping melihat raut muka Tu Liong seperti ini, dia
segera bertanya, "Tu Liong, kau tidak percaya padaku kan?"
"Tuan Boh, sebenarnya aku masih memiliki pertanyaan
berkenaan dengan kopor kulit yang kita bahas tadi"
Raut wajah Tu Liong sangat tidak enak dilihat. Namun katakatanya
masih terdengar sangat tenang.
"Sekarang aku ingin tahu tentang sebuah hal yang lain.
Karena itu aku terpaksa mengesampingkan
pertanyaan yang berkaitan dengan kopor kulit....Cu Taiya
sudah menyuruhmu untuk turun tangan menyerangku, apakah
dia menyuruhmu untuk langsung membunuhku, ataukah dia
hanya ingin memberiku sebuah pelajaran yang tidak
terlupakan?"
"Dia berharap untuk membuatmu berbaring diranjang dan
merawat luka setidaknya selama satu dua bulan, dan tidak
bisa turun ranjang pergi kemana-mana."
"Baiklah, tuan Boh, ketiga pertanyaan ini sudah kau jawab
dengan baik. hanya saja masalah yang berkaitan dengan Cu
Taiya, kau harus mengatakan semuanya sekali lagi
dihadapannya. Ayo kita pergi ........kita selidiki kebenarannya"
"Tu toako, apakah kita akan pergi seperti ini?"
Pertanyaan ini membuat Tu Liong menge-rutkan keningnya
sampai kedua alisnya menempel. Boh Tan-ping adalah
seorang manusia yang masih hidup. Walaupun sudah diikat
dan ditarik pergi, ini hanya bisa dilakukan kalau dia bersedia
untuk ikut pergi. Selain itu dia pasti akan mencari cara untuk
memberontak dan melarikan diri. Orang seperti ini tidak bisa
dianggap remeh.
"Tuan Boh" Tu Liong bertanya dengan dingin "Apakah kau
bersedia untuk membuktikan kata-katamu?"
"Bagaimana kalau kita pergi kesana?" ternyata Boh Tanping
pun menanyakan hal yang sama "Apakah kau ingin
pergi?"
"Turunkan pisaumu, aku akan bersedia pergi dengan
kalian"
"Kau sendiri yang mengatakannya.”
“Iya"
"Baiklah. Wie Kie-hong, turunkan pisaumu”
“Tu toako"
Kata-kata Tu Liong tadi tidak hanya sebuah perintah, tapi
adalah sebuah perintah yang harus dilaksanakan. Wie Kiehong
segera menyimpan pisaunya.
Boh Tan-ping menghirup nafas dalam dalam.
Sekarang dia pasti sedang memikirkan sebuah
masalah....Tu Liong jelas sekali tahu kalau dia adalah orang
yang sangat berbahaya, mengapa dia mengambil resiko?
Tu Liong membalikkan tubuh dan mulai berjalan pergi.
Pada waktu yang sama dia berkata:
"Harap tuan Boh ikut dengan kami"
Boh Tan-ping tampak menimbang-nimbang sesaat, setelah
itu dia ikut pergi.
Tu Liong berjalan paling depan, Boh Tan-ping berada
ditengah. Wie Kie-hong mengekor dipaling belakang. Kalau
Boh Tan-ping bermaksud macam-macam, ini adalah
kesempatan yang paling bagus. Sekarang masalahnya adalah
apakah dia berani melakukannya. Pada saat ini dia tampak
menaruh hormat pada Tu Liong.
Mereka berjalan sampai ke mulut gang, lalu menghentikan
sebuah kereta kuda, ketiga orang ini segera masuk
kedalamnya dan segera duduk.
Setelah ketiga orang duduk dengan baik, kereta kuda mulai
bergerak. Boh Tan-ping yang paling pertama membuka
pembicaraan. Dia bertanya, "Tu Liong, setelah kau
mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, bagaimana
perasaanmu?"
"Sangat pedih"
"Apakah sungguh sangat pedih?”
“Benar"
"Kalau memang merasa sangat pedih, untuk apa kau
membuang-buang tenaga pergi mencari, mengoreknya sampai
tampil keluar dan menyakit-kanmu?"
"Pada dasarnya manusia selalu mencari masalah,
mereka selalu senang disakiti....tuan Boh, kau dulu pernah
menjadi adik angkat Cu Siau-thian. Sekarang ini kau sudah
membocorkan rahasianya. Bagaimana perasaanmu?"
"Aku terpaksa, kalau orang sudah dipaksa, banyak urusan
yang bisa dilakukannya tanpa memikirkan tanggung jawab."
Ketiga orang ini duduk dalam satu baris. Boh Tan-ping
duduk di tengah-tengah. Kedua tangannya ditaruh diatas
pangkuannya. Dia tampak sangat tenang.
Namun apa yang dikatakannya sepertinya mengandung arti
yang tersirat.
Tu Liong berpikir sejenak, setelah itu dia bertanya, "Tuan
Boh, apakah kau ingin mengatakan sesuatu?"
"Tidak ada. Aku hanya ingin memberitahukan. Aku
memang dari dahulu seperti ini. aku tidak senang
mengkhianati orang lain."
"Aku juga tahu ........kau melakukan karena terpaksa.
Seperti sekarang ini kau duduk dengan baik disampingku,
bahkan kau tidak berniat melarikan diri."
Boh Tan-ping tertawa pahit:
"Tu Liong, aku yakin dari awal kau sudah membuat
pengaturan yang sangat baik, sebaiknya aku jujur padamu"
"Tuan Boh, mendadak aku mengerti siasat apa yang
sedang kau buat"
Boh Tan-ping mendengus dengan keras.
"Kalian lebih muda dariku, sekarang kalian berdua
melawanku seorang diri. Bagaimanapun kalian pasti akan lebih
unggul. Mana mungkin aku berani bersiasat?"
"Kalau satu lawan satu?"
"Kalau satu lawan satu, aku pasti akan lebih unggul. Tu
Liong....kita berdua sudah pernah beradu kepandaian, untuk
apa kau bertanya seperti ini?"
"Kalau sudah berada didepan Cu Taiya, nanti kita akan
bertarung satu lawan satu. Pantas saja sekarang kau bersedia
mengikuti kami secara baik-baik. ternyata kau berpikir ingin
menggunakan tenaga Cu Taiya untuk menolongmu keluar dari
kesulitan ini. terlebih lagi kau nanti akan berusaha membunuh
kami. Benarkah ini?"
Raut wajah Boh Tan-ping sedikit berubah.
"Sekarang aku pikir untuk membuktikan kata-katamu, kita
tidak perlu lagi datang pada Cu Siau-thian."
"Oh...? Apakah kau sering ganti pendirian dengan cepat
seperti ini?"
"Dengarkan dulu alasanku, kau tadi mengatakan ingin pergi
menemui Cu Taiya untuk membuktikan kata-katamu, maka
kita berdua akan masuk kedalam situasi yang tidak
menguntungkan, kalau kata-katamu tadi adalah kebohongan,
aku pasti akan melukai perasaan Cu Taiya. Karena itu aku
memutuskan sementara waktu tidak pergi menemui-nya"
"Kalau begitu bagaimana kalian akan melepaskanku?"
"Tuan Boh" Tu Liong dari awalpun berkata dengan sangat
teratur, "ada satu masalah yang ingin aku jelaskan, aku sudah
mengatakan hanya ada tiga buah pertanyaan, karena itu
setelah menjawab ketiga pertanyaan itu aku tidak bertanya
lebih jauh lagi. sebenarnya hari ini tujuan utamaku datang
mencarimu sudah dikesampingkan. Sekarang aku
menyerahkan dirimu pada Wie Kie-hong. Dia ingin bertanya
padamu tentang keberadaan ayah kandungnya.
"Aku sudah mengatakan padamu sebelumnya, aku tidak
tahu...."
"Sampai pada kondisi tertentu, kau pasti akan mengatakan
kalau kau tahu...."
Tu Liong segera memerintahkan kusir kereta kuda untuk
memutar kereta kuda keluar dari pintu barat. Tu Liong
bermaksud pergi ke Sie-san.
"Tu Liong !" Boh Tan-ping berkata dengan suara rendah.
"Karena Thiat-yan menganggap kalian sebagai pendekar
berumur muda, dia sudah menyuruhku untuk tidak melukai
kalian. Selama ini aku berulang kali harus bersabar dengan
kelakuan kalian, jangan pikir aku takut pada kalian"
"Aku tahu kau tidak takut pada kami. Kami juga sama
sepertimu, tidak takut siapapun"
"Wie Kie-hong !" Boh Tan-ping memutar kepalanya
memandang ke arah yang berlawanan. "Aku tidak tahu apa
yang akhirnya terjadi pada ayahmu, kalau kau berbuat
macam-macam terhadapku, nanti kita pun belum tentu bisa
berjumpa lagi"
Wie Kie-hong hanya berkata dengan dingin:
"Aku hanya mendengar kata-kata Tu toako, dia
menyuruhku melakukan apapun aku pasti akan
melakukannya"
"Apakah kau tidak memiliki pendirian dan pandangan
sendiri?"
"Tentu saja aku punya pemikiran sendiri, pendirianku
adalah untuk mendengarkan semua perintah Tutoako"
"Tu Liong !" Boh Tan-ping mulai terdengar emosi, "kau
tidak boleh memaksa orang terlalu...”
"Tuan Boh....kata-katamu terlalu berlebihan, kalau aku
tidak memaksa, kau rupanya tidak akan bicara"
"Tu Liong, apakah kau akan memaksaku sampai
mempertaruhkan nyawa?"
"Sayangnya nyawamu hanya ada satu"
"Aku tidak percaya kau bisa tega membunuh orang"
"Kalau kau berani, mengapa aku tidak berani?"
Wie Kie-hong tidak pernah ikut campur mulut. Pisau kecil
yang dipegangnya pun selalu menempel dengan ketat pada
Boh Tan-ping. walaupun Boh Tan-ping emosi, dia tahu kalau
dia tidak bisa berbuat banyak, mempertaruhkan diri berarti
membuang nyawa. Dia tidak mungkin melepasnya dengan
mudah.
"Wie Kie-hong" Boh Tan-ping mulai balas menyerang, "aku
berjanji akan membantumu mencari tahu tentang keberadaan
ayahmu sekarang, berilah aku satu atau dua hari untuk
mencarinya, boleh tidak?"
Wie Kie-hong tidak menjawab. Seolah olah dia tidak
mendengar kata katanya.
"Tu Liong! anak kecil ini hanya mendengarkan kata-katamu
saja, kau katakan sesuatu"
Tu Liong hanya berkata dengan dingin:
"Apa gunanya aku berkata padanya? Kalau berkata
denganmu itu barulah ada gunanya.... aku tahu, pada
akhirnya kau pasti bicara"
"Kalau kau membunuh aku, aku masih tetap akan
mengatakan tiga kata tadi....aku tidak tahu"
Tidak lama kereta kuda berhenti. Mereka sudah sampai di
Sie-san. Tu Liong tampak muram.
"Tuan Boh, sebaiknya kau menurut, kalau kau berniat
untuk kabur, kami pasti akan membunuhmu."
Pada hari raya seperti ini, tamu yang datang dan pergi
tidak banyak. Tu Liong dan Wie Kie-hong memaksa Boh Tanping
mengikuti mereka. Pisau yang dipegang oleh Wie Kiehong
menempel dengan erat di pinggangnya. Kalau misalnya
secara tidak sengaja mereka berpapasan dengan orang yang
kebetulan lewat, pisau itu tidak akan terlihat dengan mudah.
Setiap musim gugur, daun-daunan diatas pohon berwarna
merah seperti api. Sekarang ini daun-daunan tampak hijau
segar. Wie Kie-hong dan Tu Liong sepakat membawa Boh
Tan-ping ketengah hutan agar tidak diganggu orang yang
lewat.
Tu Liong sudah membuat perhitungan, dari kereta kuda,
dia sudah membawa seutas tali. Dia lalu mengikat Boh Tanping
pada batang sebuah pohon. Boh Tan-ping sama sekali
tidak melawan, mungkin juga dia sudah tidak memiliki
keberanian untuk melawan.
"Kie-hong, sekarang kau sudah bisa menanyakan
keberadaan ayah kandungmu"
Boh Tan-ping kembali berteriak: "Tidak tahu!"
"Tu toako, kau sudah mendengarnya sendiri, bertanya lagi
pun jawabannya selalu tiga kata itu"
"Betul" Boh Tan-ping menggeram dan mengatupkan
rahangnya kuat kuat
"Kalau aku bilang tidak tahu, berarti aku benar-benar tidak
tahu"
"Apakah pisau yang kau pegang itu hanya sebuah hiasan?
Kalau dia berkata tidak tahu, kau potong sedikit dagingnya.
Walaupun tubuhnya gagah perkasa, kalau kehilangan
beberapa potong daging, nanti kita lihat apakah dia masih
berkata tidak tahu. Kalau dia masih berkata begitu, berarti dia
memang tidak tahu"
Wie Kie-hong memandang pisau yang sedang dipegangnya.
Entah apa yang harus diperbuatnya. Sangat jelas terlihat dia
tidak mungkin berlaku seperti itu.
"Wie Kie-hong, apakah kau ingin aku membantu
menanyakan padanya?"
"Tu Liong !" Boh Tan-ping tertawa dingin dan berkata,
"ekor musangmu akhirnya kelihatan. Aku sudah menggunakan
pedang gergajiku untuk melukai-mu, kau pasti merasa sakit
hati. karena itu kau memperalat Wie Kie-hong untuk
membalaskan dendam dan menggunakan alasan bertanya
tentang Wie Ceng, sedangkan niatmu sebenarnya adalah
untuk melukaiku. Benar?"
"Kie-hong, apakah kau percaya omongannya?" Tu Liong
bertanya dengan ringan
"Tentu saja aku tidak percaya"
"Boh Tan-ping, taktik mu sekali lagi tidak berhasil. Kau
berniat mengadu domba aku dan Wie Kie-hong, tapi sayang
kau tidak tahu betapa akrabnya hubungan kami berdua....Boh
Tan-ping, sekarang kau sangat sial."
Tu Liong menyobekkan baju atas Boh Tan-ping dengan
kuat. berbarengan dengan itu dia mengambil pisau yang
dipegang oleh Wie Kie-hong.
Tepat pada saat ini tiba-tiba saja ada seseorang yang
masuk kedalam hutan. Perlahan tapi pasti, orang ini berjalan
menuju ke arah mereka bertiga.
Orang ini adalah Cu Siau-thian.
Cu Siau-thian melangkah sangat perlahan. Kalau dilihat
sekilas, dia seperti orang yang kebetulan lewat, karena dia
menemukan ada tiga orang ditengah hutan, jadi sekalian dia
berjalan mendekat melihat apa yang sedang terjadi.
"Kie-hong ........apakah kau melihatnya?" Tu Liong bertanya
setengah berbisik
"Mmm...!" Wie Kie-hong tidak melepaskan tatapan matanya
pada Cu Siau-thian.
"Dua lawan satu, kita tidak mungkin kalah melawannya"
"Mmmm..."
"Yang harus ditakuti adalah kalau hati kita masih merasa
ragu-ragu. Harap ingat, jangan sampai ragu”
“Aku tahu"
Pada saat ini Cu Siau-thian sudah berada dihadapan
mereka.
Melihat Cu Siau-thian, Boh Tan-ping diam tidak berkata apa
apa...
Wie Kie-hong dan Tu Liong juga sama-sama hanya
melihatnya tanpa bicara.
"Mengapa terjadi seperti ini?" kata kata Cu Siau-thian
diucapkan seperti terhadap orang yang belum pernah
dikenalnya.
"Kami sedang menyelesaikan urusan balas budi" Tu Liong
menjawab dingin
"Ini bukan cara yang benar untuk menyelesaikan sebuah
masalah. Di tengah siang bolong seperti ini, mana boleh kau
menyiksa seseorang sampai mengaku?" tampaknya pendirian
Cu Siau-thian sudah mulai kelihatan.
"Jangan mendekat" Tu Liong juga tidak berbasa-basi.
Bukan dia tidak menghargai balas budi, hanya saja dia sudah
bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah,
baik dan buruk secara jelas.
"Apakah aku tidak berhak menjadi orang penengah kalian?"
"Tidak boleh" Tu Liong langsung menjawab.
"Kalau tidak boleh, berarti aku sudah sia-sia berlari sampai
ke Sie-san ini"
Dari kata-kata Cu Siau-thian sudah jelas terlihat kalau dia
datang kemari bukan hanya kebetulan saja. Dia pasti sudah
mendapat kabar bahwa Boh Tan-ping digiring kemari.
"Cu Taiya!" Wie Kie-hong tidak ingin Tu Liong merasa serba
salah, karena itu dia maju untuk menyelesaikan masalah,
"urusan ini tidak ada jalan keluarnya"
"Di dunia ini tidak ada masalah yang tidak memiliki jalan
keluar. Asalkan kau bisa membedakan yang mana yang benar
dan yang mana yang salah, yang mana yang baik dan yang
mana yang buruk, ini sudah cukup"
"Sayang sekali selain urusan baik dan buruk, benar dan
salah, masih ada lagi urusan untung dan rugi. Kalau memiliki
pendirian untung dan rugi, keputusan yang dibuat seringkah
tidak dapat diandalkan, tidak dapat dipercaya"
Tu Liong tampak kaget mendengar pernyataan Wie Kiehong.
Dia tidak menyangka anak muda ini bisa mengatakan
sesuatu yang sangat tegas seperti ini.
Raut wajah Cu Siau-thian sedikit berubah. Dia berkata
dengan nada rendah:
"Apakah kau pikir aku memiliki hubungan untung dan rugi
dengannya?"
"Mungkin ada"
"Kau menggunakan kata 'mungkin' menunjukkan kalau kau
pun tidak yakin"
"Aku menggunakan kata 'mungkin' agar Cu Taiya tinggal
ditempat.. Harap Cu Taiya jangan mendekat!"
"Baiklah! aku tidak lagi menjadi orang penengah masalah."
Pada akhirnya Cu Siau-thian tampak mengalah, "kalau begitu
aku jadi pihak ketiga yang menonton saja, boleh kan?"
Wie Kie-hong memandang ke arah Tu Liong sepertinya dia
ingin meminta persetujuan Tu Liong terhadap usulan ini,
namun tampaknya Tu Liong tidak menunjukkan apa-apa.
Sepertinya dia menganggap Wie Kie-hong sudah bisa
membuat keputusan menghadapi masalah apapun, terlebih
lagi tadi dia sudah menyerahkan Boh Tan-ping ke dalam
tangan Wie Kie-hong.
Cu Siau-thian berkata lagi:
"Ini adalah tempat umum yang dapat dikunjungi siapapun,
disisi kalian bisa melakukan apapun yang kalian inginkan, tidak
ada larangan bagi siapapun untuk melakukan apa yang
mereka inginkan, apakah aku juga tidak bisa melakukan
keinginanku untuk menonton kalian?"
Pada awalnya Wie Kie-hong kekurangan rasa keberanian,
sekarang sebaliknya dia di selimuti semangat. Dia tidak
menghiraukan Cu Siau-thian, dia membalikkan tubuh
menghadap Boh Tan-ping, dan berkata dengan dingin
padanya, "Kau tadi sudah mendengar apa yang Tu toako
katakan, karena itu aku tidak perlu mengulanginya lagi...
....jawablah, dimanakah ayahku?"
Boh Tan-ping tidak menjawab. Tapi tatapan matanya
beralih pada Cu Siau-thian. Sangat jelas terlihat kalau tatapan
mata ini adalah tatapan minta tolong.
Cu Siau-thian ternyata memang merespon terhadap
tatapan itu dan berkata:
"Wie Kie-hong! kau sudah bertanya pada orang yang salah.
Kalau kau ingin bertanya tentang keberadaan ayahmu saat ini,
kau seharusnya pergi bertanya pada ayah angkatmu Leng
Souw-hiang barulah tepat."
"Cu Taiya!" Wie Kie-hong berkata dengan dingin, "aku tadi
sudah mengatakan padamu, kata katamu ini tidak akan
mendapat kepercayaan dariku."
"Bagaimana kalau aku sendiri yang pergi membawamu
bertanya pada Leng Souw-hiang?”
“Tidak perlu"
"Kalau kau memang ingin membuang-buang waktu,
silahkan terus bertanya"
Ternyata sikap Cu Siau-thian terlihat sedikit melunak
Secara tidak disadari, Cu Siau-thian sudah diam-diam
memberikan petunjuk pada Boh Tan-ping.
"Kie-hong! kau sia-sia bertanya padaku. Kalau kau
membunuhku, kau pun membunuh tanpa mendapat hasil yang
sepadan"
Boh Tan-ping mengatakan hal yang sejalan dengan apa
yang sudah Cu Siau-thian ucapkan.
"Aku sama sekali tidak tahu tentang keberadaan ayahmu
sekarang. Kalau kau ingin bertanya, sebaiknya kau bertanya
pada Leng Taiya saja."
Wie Kie-hong tidak banyak membuat pertim bangan lagi,
dia segera mengangkat tangan untuk menghujamkan pisau ke
arah dada Boh Tan-ping.
Gerakannya lumayan cepat, tapi gerakan Cu Siau-thian
lebih cepat dari padanya. Terdengar suara "PLAAAKKK"
pergelangan tangan Wie Kie-hong sudah dipegangnya dengan
erat
"Hari ini masih terang, bagaimana mungkin kau berniat
melakukan sesuatu yang biadab?" Cu Siau-thian memarahinya
dengan suara yang keras
Wie Kie-hong mencoba menarik tangannya dari
cengkraman Cu Siau-thian, tapi setelah beberapa saat dia
menyadari kalau dia tidak bisa melakukannya.
Tu Liong segera mendekat, dia berkata dengan sangat
hormat:
"Cu Taiya! aku sudah berhutang budi sangat banyak pada
anda karena anda sudah memelihara sampai aku bisa
mendapatkan hari ini."
Setelah berkata seperti ini, dia mendadak berlutut
dihadapan Cu Siau-thian, setelah itu dia menempelkan
kepalanya ditanah sebanyak tiga kali.
Cu Siau-thian tertegun melihat kelakuannya. Sepertinya dia
tidak mengerti apa yang dilakukan Tu Liong.
Setelah selesai berterimakasih, Tu Liong berdiri. Sepertinya
hampir pada waktu yang bersamaan, kaki kanannya
ditendangkan ke arah Cu Siau-thian.
Ternyata pertama-tama Tu Liong berterima kasih atas
semua budi yang sudah Cu Siau-thian berikan untuknya,
setelah itu dia bertindak.
Pertama-tama karena hal ini terjadi diluar dugaan, kedua
karena tangan kanannya sedang memegang erat tangan Wie
Kie-hong, gerak-gerik Cu Siau-thian jadi sangat terbatas.
Tendangan Tu Liong kali ini mengenai bahu kanannya dengan
telak
Dengan otomatis genggaman tangan kanan Cu Siau-thian
menjadi longgar.
Wie Kie-hong segera mengambil kesempatan untuk
melepaskan diri.
Cu Siau-thian tertawa dingin dan berkata:
"Orang tidak mungkin melukai hati seekor macan, namun
seekor macan selalu bermaksud melukai orang, aku sungguh
tidak menyangka"
Ternyata Tu Liong tetap menjawab Cu Siau-thian dengan
penuh rasa hormat
"Cu Taiya! aku tidak berani melawan dirimu. Tapi kalau
situasi sudah tidak mengijinkan, aku terpaksa melakukannya"
"Apakah kalian pikir kalian berdua melawan aku sendiri
kalian akan menang?"
Wie Kie-hong berkata dengan tegas: "Kenyataan selalu
lebih menang melawan peringatan yang keras. Kebaikan selalu
menang melawan kejahatan. Ini adalah sebuah aturan yang
selamanya pun tidak akan pernah berubah."
Mendadak Cu Siau-thian tertawa keras. Ditengah tengah
tawanya, dia mendadak mencabut sebuah pedang, dan segera
menyabetkannya ke arah tali yang mengikat tangan Boh Tanping.
Pedang yang digunakannya adalah pedang pendek yang
sangat tajam. Namun tebasan pedang ini sangat akurat. Cu
Siau-thian bahkan tidak memotong sehelai bulu pun dari
tangan Boh Tan-ping. kemahiran menggunakan pedang
seperti ini sungguh membuat kagum siapapun yang melihat.
Sekarang situasi kembali berubah. Sekarang mereka jadi
satu lawan satu.
Kalau menimbang dari kemahiran ilmu silat yang dimiliki Cu
Siau-thian dan Boh Tan-ping, jelas tampak kalau Tu Liong dan
Wie Kie-hong pasti akan kalah.
Tapi setelah melepaskan Boh Tan-ping, Cu Siau-thian
tampaknya menunjukkan sifat aslinya.
Kalau Tu Liong dan Wie Kie-hong tidak bisa pergi keluar
dari hutan ini hidup-hidup, apa gunanya Cu Siau-thian berlaku
seperti ini bagi mereka?
 
Design by Free Themes | Bloggerized by Wulunggeni - Blogger Themes